17
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Peranan Kredit Sebagai Barang Ekonomi
Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani credere yang berarti kepercayaan truth atau faith. Berdasarkan UU No. 10 tahun 1998, kredit adalah penyediaan
uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Kasmir 2004 mengemukakan unsur-unsur
kredit, yaitu : a. Kepercayaan merupakan keyakinan pemberi kredit bahwa penerima kredit
akan mengembalikan kredit sesuai jangka waktu kredit b. Kesepakatan merupakan perjanjian antara pemberi dan penerima kredit yang
ditandatangani oleh kedua belah pihak c. Jangka waktu merupakan batas waktu pengembalian angsuran kredit yang
sudah disepakati kedua pihak d. Risiko merupakan adanya risiko tidak tertagihnya kredit
e. Balas jasa merupakan pendapatan bank dari pemberian kredit
Kredit merupakan sumber penting untuk menjaga likuiditas dan sekaligus merupakan suatu kekayaan asset yang dapat dikelola untuk kegiatan produksi
suatu usaha Kuntjoro 1983. Kredit bagi kegiatan usaha merupakan kredit yang menjadi sumber modal dari luar usaha dan sekaligus sebagai barang ekonomi bagi
kegiatan usaha. Peranan kredit yang semakin luas menunjukkan bahwa kredit sangat dibutuhkan oleh semua pengusaha dalam menjalankan aktivitas usahanya.
Aktivitas usaha ini membutuhkan keberadaan lembaga keuangan sebagai lembaga intermediasi antara dari pihak yang memiliki kelebihan dana kepada pihak yang
kekurangan dana. Peranan lembaga keuangan mikro sebagai pemberi kredit dan pelaku usaha mikro sebagai penerima kredit juga menunjukkan pengertian bahwa
kredit merupakan barang ekonomi.
18
3.1.2 Teori Keseimbangan Kredit
Keseimbangan harga pada pasar barang dan jasa terbentuk adanya permintaan dan penawaran dalam pasar yang menghubungkan komponen harga
dan kuantitas barang atau jasa. Hal yang sama terjadi pada pembentukan keseimbangan kredit pada pasar kredit dari perpotongan dua kurva, yaitu kurva
penawaran S dan kurva permintaan D
. Keseimbangan tersebut akan menghasilkan tingkat suku bunga sebagai harga sebesar r
dan kuantitas kredit sebesar L
yang ditunjukkan pada Gambar 3.
Sumber : Hyman 1991
Gambar 3. Kurva Keseimbangan Kredit
Pada kedua kurva tersebut dapat terjadi adanya pergerakan dan pergeseran kurva. Pada kurva permintaan kredit, gerakan sepanjang kurva berlaku apabila
terdapat perubahan suku bunga kredit yang diminta pada suatu tingkat tertentu, sedangkan pergeseran kurva permintaan ke kanan atau ke kiri dapat terjadi apabila
terdapat perubahan terhadap permintaan yang ditimbulkan oleh faktor-faktor selain suku bunga. Adapun faktor-faktor permintaan kredit pada pelaku usaha
kecil selain suku bunga tersebut antara lain skala usaha, tingkat upah, pengeluaran untuk riset, proporsi lahan, tingkat pendidikan, ukuran keluarga, umur kepala
keluarga, dan transitory income Iqbal 1981.
L L
2
L
1
Suku Bunga
Kuantitas Kredit S
D r
S
2
S
1
r
1
r
2
19
Pada kurva penawaran kredit, gerakan sepanjang kurva juga terjadi apabila terdapat perubahan suku bunga kredit yang ditawarkan pada suatu tingkat tertentu,
sedangkan pergeseran kurva penawaran dapat terjadi apabila terdapat perubahan terhadap penawaran yang ditimbulkan oleh faktor-faktor selain suku bunga.
Apabila faktor selain suku bunga meningkat, maka kurva penawaran akan bergeser ke kiri atas S
1
. Sedangkan apabila faktor selain suku bunga mengalami penurunan, maka kurva penawaran akan bergeser ke kanan bawah S
. Faktor-faktor penawaran kredit pada lembaga keuangan selain suku bunga
tersebut secara sederhana dapat dibagi menjadi dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Seperti halnya yang dikemukakan oleh Warjio 2004, faktor
yang mempengaruhi penawaran kredit pada perbankan adalah permodalan CAR, jumlah kredit macet NPL, dan loan to deposit ratio yang dalam hal ini dapat
dikategorikan sebagai faktor internal lembaga. Selain itu, diutarakan pula faktor persepsi lembaga terhadap prospek usaha debitur yang dalam hal ini dapat
dikategorikan sebagai faktor eksternal lembaga. Prospek usaha debitur ini dapat dideskripsikan sebagai faktor yang berkaitan dengan omset usaha, pendapatan
bersih, aset debitur dan lain sebagainya. Hal ini sesuai dengan prinsip pembiayaan yang dimiliki oleh lembaga keuangan, yaitu prinsip pembiayaan 5C.
Dalam menyalurkan pembiayaan tersebut terdapat penilaian yang dilakukan lembaga keuangan terhadap permohonan pembiayaan dan harus memperhatikan
beberapa prinsip utama yang berkaitan dengan kondisi secara keseluruhan anggota. Adapun prinsip pembiayaan 5C ini antara lain:
a. Character, yaitu penilaian terhadap karakter atau kepribadian debitur dengan tujuan untuk memperkirakan kemungkinan bahwa anggota tersebut dapat
memenuhi kewajibannya. Character dalam penelitian ini dapat dideskripsikan sebagai faktor yang berkaitan dengan lama keanggotaan dan frekuensi
pembiayaan. Kedua faktor tersebut dinilai dapat mewakili karakter atau kepribadian yang dimiliki debitur.
b. Capacity, yaitu penilaian secara subjektif tentang kemampuan debitur untuk melakukan pembayaran. Kemampuan diukur dengan catatan prestasi debitur di
masa lalu yang didukung dengan pengamatan atas sarana usaha yang dijalankan. Dalam hal ini, capacity dapat dideskripsikan sebagai faktor yang
20
berkaitan dengan omset usaha dan pendapatan bersih debitur. Selain itu, berdasarkan kemampuan usaha debitur tersebut dapat diperoleh pula faktor
jumlah pengajuan debitur yang dapat menggambarkan kapasitas usaha yang akan dijalankan.
c. Capital, yaitu penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh debitur yang diukur dengan posisi usaha secara keseluruhan yang ditunjukkan pada
penekanan komposisi modalnya. Capital dapat dideskripsikan sebagai faktor yang berkaitan dengan besarnya aset yang dimiliki debitur. Faktor ini dinilai
dapat mewakili kondisi kemampuan modal debitur. d. Collateral, yaitu jaminan yang dimiliki debitur. Penilaian ini bertujuan untuk
lebih meyakinkan bahwa jika suatu risiko kegagalan pembayaran terjadi, maka jaminan dapat dipakai sebagai pengganti dari kewajibannya. Namun, dalam
penelitian ini collateral tidak dijadikan faktor yang berkaitan dengan agunan karena pada prinsipnya Grameen Bank tidak memerlukan jaminan dari
nasabahnya. e. Conditions, yaitu pihak pemberi dana harus melihat kondisi ekonomi yang
terjadi di masyarakat dan secara spesifik melihat adanya keterkaitan dengan jenis usaha yang dilakukan oleh anggota. Hal tersebut dilakukan karena kondisi
eksternal berperan besar dalam proses berjalannya usaha debitur. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat ditunjukkan bahwa penelitian ini
berfokus pada pembahasan faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit
berdasarkan kondisi penawaran supply dari sisi eksternal debitur.
3.1.3 Lembaga Keuangan Mikro Sebagai Lembaga Intermediasi
Pembahasan mengenai fungsi Lembaga Keuangan Mikro LKM sebagai lembaga perantara keuangan penting dilakukan agar dapat mengetahui posisi dan
peran LKM dalam keseluruhan sistem keuangan yang ada dan pada gilirannya dapat mempengaruhi keberlanjutan LKM. Ghate 1992 menemukan dua
keunggulan komparatif LKM dalam melayani masyarakat berpenghasilan rendah di daerah pedesaan negara yang sedang berkembang, yaitu kemudahan prosedur
kredit dan penyediaan pinjaman kecil berjangka pendek. Kemudahan LKM dalam persoalan agunan membuat LKM dapat membiayai sejumlah kegiatan jasa tanpa
21
harus menyediakan agunan. Begitu juga halnya dengan Koperasi Baytul Ikhtiar KBI sebagai lembaga intermediasi keuangan mikro yang berfokus pada
pemberdayaan masyarakat miskin dengan pembiayaan berjangka pendek tanpa menggunakan agunan. Dengan kemudahan tersebut, KBI mampu menjangkau
masyarakat khususnya bagi pelaku UMKM dari berbagai sektor usaha yang salah satunya adalah pertanian. Ghate 1992 menyatakan bahwa LKM dapat
memberikan keunggulan komparatif dalam menyediakan pinjaman kecil dan jangka pendek sebagai pinjaman modal kerja pada bidang pertanian, seperti
pinjaman produksi pertanian dan industri skala kecil. Berdasarkan hal tersebut, LKM memiliki peran penting sebagai perantara keuangan, seperti halnya yang
dilakukan oleh KBI dalam menyalurkan pembiayaan yang berbasis syariah.
3.1.4 Pembiayaan pada Koperasi Syariah
Sesuai dengan sifat dan fungsi koperasi simpan pinjam, dana yang diperoleh harus terus digulirkan dalam bentuk pembiayaan kepada anggota
koperasi. Adapun produk pembiayaan tersebut dapat berupa bagi hasil mudharabah atau musyarakah, jual beli murabahah, salam, istsihna’, dan jasa
umum hawalah, ijarah, atau pemberian manfaat. Adapun jenis-jenis akad adalah sebagai berikut:
1. Prinsip jual beli dengan marjin murabahah
Murabahah adalah transaksi jual beli antara bank yang bertindak sebagai
penjual dan nasabah sebagai pembeli. Harga jual yang ditetapkan adalah harga beli bank dari pemasok dana ditambah dengan keuntungan tertentu. Kedua
belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual tersebut dicantumkan dalam akad jual beli dan apabila telah
disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Istilah murabahah umumnya dilakukan dengan cara membayar cicilan dan barang akan
diserahkan segera setelah akad sedangkan pembayaran dilakukan secara mengangsur, misalnya pembiayaan pembelian alat-alat pertanian.
2. Prinsip jual beli dengan pembayaran dimuka salam
Salam adalah transaksi jual beli dengan kondisi barang yang
diperjualbelikan belum tersedia, tetapi kualitas, kuantitas, harga dan waktu
22
penyerahan barang harus ditentukan secara pasti. Bank akan membayar secara tunai kepada supplier dan barang akan diserahkan kepada bank. Setelah itu,
bank akan menjualnya kepada nasabah secara tunai atau secara angsuran, misalnya pembiayaan untuk pembelian hasil pertanian.
3. Prinsip jual beli dengan pesanan istishna’
Produk istishna’ menyerupai produk salam, tetapi perbedaannya terdapat pada sistem pembayaran, yaitu pembayaran istishna’ dapat dilakukan oleh bank
dalam beberapa kali pembayaran. Produk istishna’ dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi.
4. Prinsip sewa ijarah
Ijarah adalah transaksi dengan posisi bank yang menyewakan suatu objek
sewa kepada nasabah dan bank memperoleh ongkos sewa atas manfaat yang diterima oleh nasabah atas pengunaan objek sewa tersebut. Pada akhir masa
sewa, bank dapat mengalihkan kepemilikan barang yang disewakan kepada nasabah, yaitu dikenal dengan istilah ijarah muntahhiyah bittamlik sewa yang
diikuti dengan berpindah tanggannya kepemilikan.
5. Prinsip kemitraan musyarakah
Kemitraan musyarakah merupakan bentuk umum dari usaha bagi hasil. Transaksi musyarakah dilakukan pada usaha yang melibatkan dua pihak atau
lebih yang secara bersama-sama menggunakan sumberdaya, baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Secara spesifik, bentuk kontribusi dari pihak
yang bekerjasama dapat berupa dana, barang dagangan trading asset, kewiraswastaan entrepreneurship, kepandaian skill, kepemilikan property,
peralatan equipment, atau intangible asset seperti hak paten atau goodwill, reputasi credit worthiness dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai
dengan uang.
6. Prinsip penyertaan modal mudharabah
Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua pihak atau lebih dan
salah satu pihak mempercayakan sejumlah modal kepada pihak lain yang bertindak sebagai pengelola mudharib dengan suatu perjanjian pembagian
keuntungan. Dalam akad mudharabah tidak dipersyaratkan adanya wakil
23
pemilik modal shohibul maal dalam manajemen proyek, misalnya pembiayaan modal kerja ternak kambing.
7. Prinsip pengalihan piutang hawalah
Hawalah merupakan produk pembiayaan yang timbul karena adanya
peralihan kewajiban dari seseorang anggota terhadap pihak lain. Kewajibannya tersebut dapat dialihkan kepada koperasi sebagai lembaga
pembiayaan.
8. Prinsip pinjaman lunak qardh
Pembiayaan dengan bentuk qardh ini tergolong sebagai pinjaman lunak karena pembiayaan yang diberikan harus dikembalikan oleh anggota sejumlah
dana yang diterima tanpa adanya tambahan. Pengecualian berlaku apabila anggota yang bersangkutan mengembalikan lebih tanpa persyaratan dimuka,
maka kelebihan dana tersebut diperbolehkan diterima oleh koperasi dan dimasukkan ke dalam kelompok dana qardh.
Sebagai LKM syariah, akad yang telah diaplikasikan oleh Koperasi Baytul Ikhtiar antara lain jual beli murabahah, sewa ijarah, pengalihan piutang
hiwalah, dan qard hasan. Adapun akad lainnya seperti kemitraan musyarakah maupun bagi hasil mudharabah belum diaplikasikan dalam pembiayaan syariah
KBI. Namun, hingga saat ini KBI tetap berusaha agar produk-produk tersebut dapat diaplikasikan di KBI. Hal tersebut dilakukan dengan cara mempelajari lebih
jauh prosedur dan risiko usaha dari kedua produk, serta menambah sumberdaya manusia KBI yang ahli dalam mengelola pendampingan usaha dari kedua produk
tersebut. Hal tersebut tidak terlepas dari usia lembaga KBI yang masih tergolong
muda. Dalam masa perkembangan yang memasuki tahun kelima, KBI harus mampu membenahi dan meningkatkan kualitasnya sebagai lembaga keuangan
mikro. Oleh karena itu, diperlukan adanya analisis keberlanjutan finansial KBI yang diawali dengan analisis rasio keuangan dari aspek likuiditas, solvabilitas,
rentabilitas, dan aktivitas usaha koperasi. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui keadaan finansial koperasi agar dapat menjalankan aktivitas usahanya
secara berkelanjutan
24
3.1.5 Analisis Rasio Keuangan
Analisis keuangan dilakukan dengan menggunakan laporan keuangan neraca suatu lembaga atau perusahaan. Pada penelitian ini dilakukan analisis
keuangan dengan pendekatan analisis horizontal dan vertikal. Munawir 1995 menyatakan bahwa analisis keuangan horizontal merupakan analisis yang
membandingkan pos-pos laporan keuangan untuk beberapa periode akuntansi dengan menggunakan tahun dasar. Oleh karena itu, dengan analisis horizontal
dapat diketahui perbandingan kondisi keuangan untuk beberapa periode sehingga dapat dilihat perkembangannya. Sedangkan analisis keuangan vertikal merupakan
analisis proporsi item laporan keuangan terhadap sesuatu nilai dalam laporan keuangan yang hanya meliputi satu periode keuangan.
Adapun dua komponen utama dalam suatu laporan keuangan neraca adalah aktiva dan pasiva. Menurut Munawir 2002, aktiva merupakan sarana atau
sumberdaya ekonomi yang dimiliki oleh suatu kesatuan usaha atau perusahaan yang harga perolehannya harus diukur secara objektif. Adapun definisi dari pasiva
adalah pengorbanan ekonomis yang harus dilakukan oleh suatu perusahaan pada masa yang akan datang akibat dari adanya kegiatan usaha. Rumus persamaan
akuntansi antara kedua komponen tersebut adalah sebagai berikut :
Persamaan di atas menunjukkan bahwa aktiva dan pasiva suatu badan usaha dan perusahaan harus bernilai sama atau dalam keadaan yang seimbang
balance. Komponen aktiva terdiri dari aktiva lancar dan aktiva tetap, sedangkan pasiva terdiri dari kewajiban modal luar dan ekuitas modal sendiri. Kewajiban
tersebut juga dapat digolongkan menjadi dua hal, yaitu kewajiban jangka pendek dan jangka panjang.
Adapun tujuan dari analisis rasio finansial ini adalah untuk menilai dan mengevaluasi tujuan koperasi secara ekonomi. Analisis rasio akan memudahkan
lembaga untuk mengetahui hal-hal kritis apa saja yang sedang dihadapi koperasi, sehingga dapat dilakukan perbaikan untuk mencegah semakin buruknya kondisi
lembaga. Selain itu, analisis rasio berguna untuk mengetahui kinerja keuangan koperasi secara keseluruhan. Adapun analisis rasio yang sering digunakan oleh
25
pihak-pihak yang berkepentingan adalah rasio likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas Munawir 2002, sedangkan rasio lain yang sering digunakan dalam
menganalisis efektivitas usaha adalah rasio aktivitas usaha.
1. Likuiditas
Kuswandi 2006 menyatakan bahwa rasio likuiditas bertujuan untuk mengetahui kemampuan koperasi dalam membayar kewajiban-kewajiban
jangka pendeknya secara tepat waktu. Rasio likuiditas sangat penting bagi KBI mengingat koperasi ini merupakan LKM yang membutuhkan pasokan
pembiayaan dari pihak ketiga sebagai modal dalam menyalurkan pembiayaan. Nilai rasio likuiditas ini adalah angka yang dapat meyakinkan pihak ketiga
selaku pemasok dana untuk memberikan pinjaman pembiayaan, seperti halnya KBI terhadap Bank Syariah Mandiri, BMT, dan BPRS dibawah naungan
Yayasan Peramu. Pada umumnya, rasio yang digunakan dalam likuiditas antara lain rasio lancar quick ratio, rasio kas cash ratio, dan rasio modal kerja dan
total aset working capital to total asset. Rasio lancar berguna untuk mengukur kemampuan KBI dalam membayar kewajiban-kewajiban jangka pendeknya,
sedangkan rasio kas dapat menghasilkan analisa yang lebih tajam karena hanya membandingkan aktiva yang sangat likuid.
2. Solvabilitas
Solvabilitas merupakan kemampuan koperasi untuk membayar hutang jangka panjang, baik hutang pokok maupun bunganya Sartono 2001.
Perhitungan ini diperlukan bagi KBI karena koperasi tersebut juga memiliki hutang jangka panjang terhadap Yayasan Peramu, Lembaga ESQ, dan Gerakan
Masyarakat Mandiri GMM. Rasio-rasio yang digunakan dalam solvabilitas adalah rasio modal sendiri dengan total aktiva equity to total asset ratio, rasio
modal sendiri dengan aktiva tetap equity to fixed asset ratio, rasio aktiva tetap dengan hutang jangka panjang fixed asset to long term debt ratio, rasio total
hutang dengan total aktiva debt ratio dan rasio total hutang dengan total modal sendiri debt equity ratio. Semakin rendah angka rasio, maka semakin
tinggi solvabilitas koperasi dan menggambarkan bahwa beban hutang tidak terlalu berat.
26
Modal sendiri terhadap total aktiva menunjukkan semua total aktiva akan dapat direalisir sesuai dengan yang dilaporkan dalam neraca dan sangat penting
untuk menunjukkan tingkat keamanan dan sumber permodalan yang dimiliki KBI. Hal tersebut disebabkan oleh modal sendiri koperasi yang tergolong
rendah, yaitu hanya memiliki proporsi rata-rata 20,02 persen terhadap modal luar. Rasio modal sendiri terhadap aktiva tetap menunjukkan proporsi aktiva
tetap yang dibiayai oleh modal sendiri. Modal sendiri yang lebih besar dari pada aktiva tetap keadaannya akan lebih baik karena dapat mempertahankan
likuiditas koperasi saat terjadi pembayaran hutang saat itu, sebaliknya jika modal sendiri lebih kecil daripada aktiva tetap karena over investment dalam
aktiva tetap atau kurangnya modal koperasi. Sedangkan rasio aktiva tetap dengan hutang jangka panjang menunjukkan kemampuan koperasi untuk
memperoleh pinjaman baru dengan jaminan aktiva tetap. Nilai rasio tersebut dapat menunjukkan seberapa besar KBI dapat memenuhi kewajibannya atas
aktiva tetap yang dimiliki, seperti tanah dan bagunan. Debt ratio
merupakan rasio yang menunjukkan jumlah total aktiva yang digunakan untuk menjamin total hutang, sedangkan debt equity ratio
merupakan rasio yang menunjukkan jumlah total hutang yang dijamin oleh total modal sendiri. Hal ini sangat penting karena proporsi modal sendiri
koperasi KBI masih tergolong rendah, yaitu sekitar 20,02 persen.
3. Rentabilitas
Penggunaan aktiva secara produktif oleh koperasi merupakan gambaran profitabilitas yang diperoleh koperasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Munawir 2002 bahwa rasio rentabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Walaupun KBI bukan sebagai perusahaan yang
mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, tetapi keadaan mengenai laba rugi lembaga perlu untuk diketahui. Hal tersebut disebabkan berkembangnya suatu
koperasi juga ditentukan oleh besarnya keuntungan yang diperoleh. Semakin besarnya keuntungan bersih koperasi yang dikenal sebagai sisa hasil usaha
SHU, maka anggota koperasi yang tergabung didalamnya akan menjadi lebih sejahtera. Kemampuan koperasi dalam menghasilkan SHU tersebut, dapat
dilihat dari rasio rentabilitas dengan menggunakan beberapa rasio seperti rasio
27
laba bersih net profit margin, rasio operasional operating margin ratio, rasio pengembalian modal sendiri return on equity, dan tingkat pengembalian
investasi return on investment.
4. Aktivitas Usaha
Efektivitas penggunaan dana dapat dilihat dari bagaimana dana tersebut digunakan dalam bentuk beban atau biaya yang dikeluarkan oleh koperasi
Kuswandi 2006. Sebagai koperasi simpan pinjam, aktivitas usaha yang dijalankan oleh KBI adalah penyaluran pembiayaan tanpa adanya penjualan
produk. Oleh karena itu, rasio yang dapat dipergunakan dalam perhitungan ini adalah rasio perputaran total aktiva total asset turn-over ratio dan rasio
perputaran piutang account receivable turn-over ratio. Dengan dilakukannya perhitungan tersebut, KBI dapat mengetahui sejauh mana efisiensi koperasi
dalam menggunakan aset untuk menyalurkan pembiayaan karena KBI harus dapat memanfaatkan sumberdaya secara efektif dan efisien agar memperoleh
laba yang diinginkan.
3.1.6. Viabilitas Finansial
Keberlanjutan finansial viabilitas finansial adalah kemampuan sebuah lembaga pembiayaan yang melayani tabungan untuk mempertahankan atau
meningkatkan aliran manfaat benefit, serta menyalurkan melalui dana-dana yang diciptakan secara internal. Menurut Consultative Group to Assist the Poor
CGAP, berkelanjutan adalah kemampuan penyedia keuangan mikro untuk menutupi seluruh biaya yang diperlukan. Kemampuan tersebut memungkinkan
keberlanjutan operasional penyedia keuangan mikro dan penyediaan jasa keuangan yang terus menerus bagi masyarakat miskin. Mencapai keberlanjutan
keuangan artinya mengurangi biaya-biaya transaksi, menawarkan produk dan jasa lebih baik yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan, dan menemukan cara-cara
baru untuk menjangkau masyarakat miskin yang belum mendapatkan pelayanan dari bank. Oleh karena itu, sebagai lembaga penyalur pembiayaan dan pelayanan
tabungan anggota, maka penting bagi KBI untuk memperhatikan masalah keberlanjutan finansial lembaganya.
28
3.1.7 Grameen Bank pada Koperasi Baytul Ikhtiar
Terdapat beberapa peraturan yang telah ditetapkan oleh KBI dalam menjalankan aktivitas usahanya dengan menggunakan model pembiayaan
Grameen Bank , yaitu :
1. Majelis
a. Majelis merupakan kelompok anggota layanan koperasi yang berjumlah sekitar 15-25 anggota. Majelis ini dibentuk berdasarkan wilayah tempat
tinggal anggota layanan. b. Setiap kelompok memiliki ketua majelis yang telah disepakati oleh seluruh
anggota majelis dan bertanggung jawab terhadap anggotanya. Adapun ikrar yang dipimpin oleh ketua majelis untuk mengawali setiap pertemuan adalah
sebagai berikut : “Ikrar Anggota Majelis Ikhtiar”
- Adalah menjadi tanggung jawab kami untuk berusaha menambah
pendapatan keluarga. -
Membantu anggota kelompok atau majelis apabila mereka dalam kesulitan.
- Menggunakan pinjaman dari majelis ikhtiar Koperasi Baytul Ikhtiar
untuk meningkatkan pendapatan keluarga. -
Mendorong anak-anak untuk terus bersekolah. -
Membayar kembali pembiayaan dan menabung setiap minggu atau sesuai ketentuan.
- Allah SWT menjadi saksi atas apa yang kami ucapkan dan kami
lakukan.
2. Pengajuan Pembiayaan a. Pengajuan pembiayaan oleh anggota dilakukan dalam pertemuan mingguan
majelis dan harus mendapat persetujuan anggota lainnya. Hal ini merupakan salah satu prasyarat yang harus dilakukan anggota karena apabila dalam
pembayaran angsuran anggota tersebut mengalami kesulitan, maka anggota lainnya wajib untuk membantu anggota yang bersangkutan.
b. Tenaga pendamping lapang TPL akan mengisi formulir pengajuan pembiayaan anggota MAP yang berisikan mengenai data diri, kondisi
finansial anggota, peruntukan dan alokasi pembiayaan yang diajukan. c. Pengajuan pembiayaan tersebut akan diproses dalam komite uji kelayakan
yang terdiri dari supervisi, manager unit koperasi, dan staf senior
29
penumbuhan asisten supervisi. Komite tersebut akan menentukan besarnya pembiayaan yang dapat diberikan kepada anggota.
3. Penyaluran atau Pencairan Pembiayaan
a. Apabila komite uji kelayakan telah menetapkan hasil, maka pencairan pembiayaan akan dilakukan pada pertemuan majelis minggu berikutnya.
b. Transaksi pembiayaan antara TPL dengan anggota akan dilakukan dengan pembacaan akad oleh kedua belah pihak yang disaksikan oleh seluruh
anggota majelis. Setelah kedua pihak sepakat mengenai besarnya jumlah yang harus diangsur tiap minggunya, maka kedua belah pihak akan
menandatangani lembar persetujuan pembiayaan.
4. Angsuran Pembiayaan
a. Angsuran pembiayaan dibayarkan setiap minggu pada saat pertemuan majelis dalam jangka waktu 50 minggu.
b. Angsuran tersebut terdiri dari angsuran pokok, angsuran margin, tabungan wajib, tabungan cadangan, dan tabungan kelompok. Angsuran pokok berasal
dari jumlah pokok pembiayaan yang besarnya berkisar antara Rp 6.000,- hingga Rp 100.000,-, sedangkan angsuran margin berasal dari jumlah
margin pembiayaan yang besarnya telah disepakati pada akad sebelumnya. Tabungan wajib, cadangan, dan kelompok besarnya akan semakin
meningkat sesuai dengan plafon pembiayaan yang diterima anggota, sebagai contoh pada plafon pembiayaan Rp 500.000,- akan ditetapkan tabungan
wajib sebesar Rp 200,-, tabungan cadangan Rp 500,-, dan tabungan kelompok senilai Rp 300,-.
c. Tabungan wajib dan tabungan kelompok akan dikembalikan kepada anggota apabila anggota tersebut menyatakan keluar dari keanggotaan koperasi,
sedangkan tabungan cadangan akan dikembalikan kepada anggota setelah anggota tersebut telah memenuhi kewajiban angsurannya.
Ketentuan yang ditetapkan oleh KBI tersebut dibentuk atas dasar prinsip Grameen Bank
. Djumilah Zain dalam Thoha 2000 menyatakan bahwa Grameen Bank
dibangun atas dasar empat prinsip, yaitu sebagai berikut: a. Bantuan kredit diberikan dengan tidak ada jaminan agunan dan atau
penjamin.
30
b. Tidak ada sangsi hukum bila anggota tidak bisa mengembalikan pinjaman dan kredit tersebut dihibahkan bila anggota meninggal dunia.
c. Anggota tidak perlu datang ke kantor untuk mengurus pinjamannya, tetapi justru petugas yang mendatangi mereka dalam pertemuan rembug pusat.
d. Prosedur perkreditan dibuat sesederhana mungkin dengan tidak menggunakan banyak formulir yang tidak dimengerti oleh anggota.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional