Viabilitas Finansial ANALISIS KEBERLANJUTAN FINANSIAL KOPERASI BAYTUL IKHTIAR

59 Tabel 9. Aktivitas Usaha KBI Tahun 2009-2011 Rasio Tahun Rata-Rata Pertumbuhan 2009 2010 2011 Perputaran Total Aktiva 1,004 1,05 1,087 1,047 0,042 Rasio Perputaran Piutang 1,364 2,128 1,382 1,625 0,009 Sumber : Laporan Keuangan KBI 2012 Rasio perputaran total aktiva menunjukkan tingkat efisiensi dari operasi KBI dalam hal pembiayaan dropping. Nilai rata-rata rasio ini adalah 1,047 kali yang artinya total harta koperasi baru berputar rata-rata sebanyak 1,047 kali per tahun. Nilai tersebut masih di bawah standar perputaran yang baik, yaitu sebanyak 5 kali per tahun. Hal ini memperlihatkan kemampuan koperasi masih tergolong rendah dalam melakukan perputaran harta yang dimiliki dalam memberikan pembiayaan kepada anggota layanan. Walaupun demikian, nilai rasio ini mengalami peningkatan sebesar 0,042 persen tiap tahunnya. Peningkatan ini disebabkan oleh semakin besarnya jumlah pembiayaan dropping yang diberikan koperasi kepada anggota layanan tiap tahunnya. Selain itu, nilai rasio perputaran piutang pun memiliki laju pertumbuhan positif sebesar 0,011 persen. Dengan nilai rata-rata 1,6 kali perputaran, maka rasio ini masih di bawah standar yang baik, yaitu masih di bawah 6 kali perputaran per tahun.

6.2. Viabilitas Finansial

Viabilitas finansial adalah kondisi skim kredit yang dapat menutupi seluruh biaya operasional dari pendapatan yang diperoleh, yaitu margin pembiayaan atas pembiayaan yang diberikan. Koperasi Baytul Ikhtiar dapat dikategorikan dalam kondisi viable apabila margin pembiayaan lebih besar daripada biaya operasional koperasi. Biaya operasional tersebut meliputi besarnya financial loss yaitu cadangan penghapusan piutang atas adanya tunggakan pembayaran L, biaya untuk mendapatkan pokok pinjaman i, serta biaya administasi dan supervisi α. Viabilitas finansial pembiayaan KBI selama periode 2009-2011 dapat dilihat pada Tabel 10. Berdasarkan hasil perhitungan, dapat diketahui bahwa koperasi hanya mencapai kondisi viable pada tahum 2010, sedangkan pada tahun 2009 dan 2011 kondisi finansial koperasi berada pada kondisi yang tidak viable. 60 Tabel 10. Viabilitas Finansial KBI Tahun 2009-2011 Tahun L α i Hasil Bagi i+ α+L1-L Margin Pembiayaan r Selisih margin- hasil bagi Ket 2009 0,006 0,090 0,122 0,219 0,185 -0,033 Tidak Viable 2010 0,007 0,108 0,036 0,153 0,197 0,044 Viable 2011 0,002 0,096 0,110 0,209 0,196 -0,012 Tidak Viable Rata- rata 0,005 0,098 0,089 0,193 0,1933 -0,0005 Sumber : Laporan Keuangan dan Laba Rugi KBI 2012 Keterangan : L = Finansial loss α = Biaya administrasi dan supervisi i = Biaya pokok pinjaman Kondisi viabilitas KBI di atas menunjukkan bahwa terdapat komponen biaya operasional yang cukup besar dan berfluktuatif setiap tahunnya, yaitu beban bagi hasil i. Nilai beban bagi hasil terendah dimiliki koperasi pada tahun 2010 karena pada tahun tersebut koperasi memperoleh modal luar yang bersifat bantuan dari Yayasan Peramu sehingga tidak membebankan bagi hasil, sedangkan pada tahun 2011 KBI memperoleh pembiayaan sindikasi dari lembaga BMT dan BPRS dibawah naungan Yayasan Peramu serta Bank Syariah Mandiri BSM yang menetapkan sistem bagi hasil. Adapun beban bagi hasil yang ditetapkan oleh pembiayaan sindikasi dan BSM secara berturut-turut adalah sekitar 15 persen dan 14 persen. Besarnya biaya pokok pinjaman ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan biaya operasional KBI pada tahun 2009 dan 2011 meningkat, sehingga KBI tidak mencapai kondisi yang viable. Biaya administrasi dan supervisi yang dibutuhkan koperasi tergolong stabil dengan rata-rata 0,09 persen dan tidak mengalami peningkatan yang besar tiap tahunnya. Artinya, koperasi membutuhkan biaya administrasi dan supervisi sebesar Rp 0,09,- untuk setiap unit pinjaman. Nilai biaya tersebut terdiri dari biaya transaksi yang dibutuhkan untuk setiap rupiah yang disalurkan, yaitu gaji petugas, biaya transportasi dan akomodasi, dan biaya rupa-rupa persediaan. Komponen pembentuk viabilitas yang tergolong baik adalah finansial loss. Hal ini dapat dilihat dari persentase jumlah tunggakan pembayaran anggota yang hanya bernilai rata-rata 0,51 persen. Nilai tersebut dapat menggambarkan bahwa 61 tingkat pengembalian anggota terhadap pembiayaan koperasi sangat baik dan lancar. Prestasi ini merupakan salah satu keberhasilan koperasi dalam melakukan pendekatan terhadap anggota melalui majelis-majelis KBI, yaitu dalam hal pendampingan yang dilakukan oleh tenaga pendamping lapang TPL tiap minggunya. Selain itu, pola grameen bank dari KBI dinilai dapat memudahkan anggota dalam melakukan pengembalian pembiayaan karena angsuran dilakukan setiap minggu dan berlokasi di salah satu rumah anggota di sekitar kumpulan anggota majelis sehingga anggota tidak perlu mengunjungi kantor koperasi untuk melakukan pembayaran. Nilai margin pembiayaan yang diberikan KBI merupakan hasil kesepakatan antara petugas TPL koperasi dengan anggota yang bersangkutan dalam suatu akad. Selain itu, besarnya margin pembiayaan yang ditanggung anggota pun mempertimbangkan kemampuan dan kesanggupan anggota. Didasari dari prinsip bahwa adil tidak harus berarti sama nilai, maka KBI memberikan margin pembiayaan yang beragam kepada anggotanya, yaitu berkisar antara 17 persen hingga 33 persen per tahun dengan rata-rata 19,3 persen per tahunnya. Nilai rata-rata tersebut masih berada dibawah bunga yang diberikan oleh lembaga pembiayaan Mitra Bisnis Keluarga MBK yang memiliki sasaran yang sama dengan KBI, yakni dengan bunga flat sebesar 20 persen. Kondisi keuangan KBI tergolong tidak viable pada tahun 2009 dan 2011. Kondisi tersebut diakibatkan karena biaya pokok pinjaman pada kedua tahun tersebut sangat besar. Namun, selisih perhitungan antara margin pembiayaan dan besarnya biaya operasional masih tergolong rendah, yakni hanya sekitar -0.0005 persen. Oleh karena itu, terdapat kemungkinan yang besar bagi KBI untuk mencapai tingkat viabilitas finansial pada periode berikutnya. Beberapa langkah yang dapat ditempuh KBI adalah sebagai berikut : a. Meningkatkan efisiensi Tenaga Pendamping Lapang TPL dalam meningkatkan jumlah anggota koperasi. Dengan meningkatnya jumlah anggota, maka penyaluran pembiayaan oleh tiap petugas menjadi lebih besar. Kondisi tersebut dalam jangka panjang dapat menurunkan biaya operasional setiap rupiah yang disalurkan. 62 b. Meningkatkan besar plafon pembiayaan kepada anggota, terutama bagi anggota yang berkualitas. Peningkatan besar plafon tersebut tidak hanya mengurangi biaya operasional TPL, tetapi juga dapat meningkatnya margin pembiayaan yang diterima koperasi. Oleh karena itu, kondisi ini dapat meningkatkan efisiensi biaya untuk setiap rupiah yang disalurkan dengan jumlah anggota yang tetap. c. Memperoleh pinjaman dana dari lembaga yang menetapkan bagi hasil yang lebih rendah, salah satunya adalah Yayasan Peramu. Oleh karena itu, KBI harus dapat meningkatkan prestasinya sehingga lembaga penyalur dana memiliki tingkat kepercayaan yang besar dalam hal penyaluran pembiayaan. Berdasarkan analisis rasio KBI, terdapat beberapa hal yang dapat dikaji berkenaan dengan keberlanjutan finansial. Tabel 11 menunjukkan keseluruhan hasil analisis rasio keuangan KBI tahun 2009-2012. Tabel 11. Hasil Rekapan Analisis Rasio Keuangan KBI Tahun 2009-2012 Rasio Pertumbuhan tahun Likuiditas Rasio Lancar -9,455 Rasio Kas -3,838 Rasio Modal Kerja dengan Total Aset -0,240 Solvabilitas Rasio Modal Sendiri dengan Total Aktiva -0,047 Rasio Modal Sendiri dengan Aktiva Tetap -2,254 Rasio Aktiva Tetap dengan Hutang Jangka Panjang 1,261 Rasio Total Hutang dengan Total Aktiva 0,128 Rasio Total Hutang dengan Total Modal Sendiri 1,127 Rentabilitas Rasio Laba Bersih -0,008 Rasio Operasional -0,017 Rasio Tingkat Pengembalian Modal Sendiri -0,021 Rasio Tingkat Pengembalian Investasi -0,008 Aktivitas Usaha Rasio Perputaran Total Aktiva 0,042 Rasio Perputaran Piutang 0,009 Analisis rasio keuangan dari segi likuiditas menunjukkan laju pertumbuhan negatif yang memiliki arti bahwa kemampuan koperasi dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya semakin menurun dan telah terjadi peningkatan hutang jangka pendek koperasi hutang lancar. Namun, peningkatan hutang tersebut sama sekali tidak memberikan dampak yang positif terhadap perolehan laba KBI, bahkan nilai rasio rentabilitas KBI tahun 2009-2011 memiliki 63 pertumbuhan yang negatif. Hal tersebut cenderung bertolak belakang dengan kondisi pada umumnya, yaitu hutang lancar yang diperoleh umumnya digunakan sebagai modal kerja koperasi yang dapat meningkatkan laba koperasi. Hal tersebut disebabkan oleh ketentuan KBI yang memanfaatkan hutang lancarnya untuk kebutuhan investasi dalam bentuk tanah dan bangunan pada tahun 2010. Adapun payback period pengadaan tanah dan bangunan tersebut mencapai lebih dari lima tahun, sehingga dampak positif bagi koperasi baru akan dirasakan pada tahun 2017 mendatang. Oleh karena itu, nilai rentabilitas koperasi hingga tahun ini masih tergolong negatif. Adapun kaitan antara kondisi likuiditas dan solvabilitas dengan keberlanjutan finansial terletak pada besarnya hutang KBI dengan biaya pokok pinjaman yang semakin meningkat. Sama halnya dengan kondisi likuiditas, solvabilitas koperasi pun cenderung mengalami penurunan kesehatan kinerja. Penurunan tersebut dapat dilihat dari proporsi modal sendiri yang semakin menurun dan semakin meningkatnya hutang KBI tiap tahunnya. Peningkatan hutang KBI terhadap pihak ketiga sebagai pemasok dana berdampak pada semakin besarnya biaya pokok pinjaman yang dikeluarkan KBI. Hal ini menjadi faktor yang membuat biaya operasional koperasi semakin meningkat sehingga berada pada kondisi yang tidak viable pada tahun 2009 dan 2011. Walaupun KBI tidak mencapai kondisi yang viable pada tahun 2009 dan 2011, KBI pada dasarnya mampu untuk mencapai kembali kondisi viabilitas finansial pada tahun-tahun berikutnya. Hal tersebut dapat terjadi karena pengeluaran biaya koperasi yang sangat besar pada tiga tahun terakhir diperuntukan untuk pembangunan kantor unit di beberapa wilayah baru. Dengan bertambahnya kantor unit KBI, maka KBI akan lebih mudah dalam melakukan kegiatan transaksi, yaitu dalam hal kemudahan mencapai lokasi tempat tinggal anggota sehingga biaya operasional yang dibutuhkan koperasi akan semakin rendah. Dengan kondisi demikian, KBI akan mencapai viabilitas finansial dalam menjalankan usahanya. Selain itu, penurunan biaya operasional juga dapat terjadi karena adanya peningkatan jumlah kantor unit baru yang secara langsung akan meningkatkan jumlah wilayah sasaran KBI sehingga jumlah anggota layanan KBI meningkat. 64 Peningkatan jumlah anggota koperasi tersebut akan meningkatkan efisiensi atas biaya operasional dan meningkatkan besar pembiayaan yang disalurkan oleh KBI sehingga margin pembiayaan yang diterima KBI akan meningkat. Kondisi ini dalam jangka panjang akan meningkatkan penerimaan koperasi sehingga KBI dapat mencapai kondisi yang viable. Oleh karena itu, dapat ditunjukkan bahwa kondisi keuangan KBI tergolong baik, tetapi pada tiga tahun terakhir ini belum dapat memperoleh laba yang optimal. Namun demikian, KBI masih memiliki prospek finansial yang baik dan akan semakin meningkat pada tahun berikutnya. 65

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR