Implikasi Grameen Bank di Indonesia Koperasi Sebagai Lembaga Keuangan Mikro

11

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Implikasi Grameen Bank di Indonesia

Grameen Bank pertama kali direplikasikan di Indonesia pada tahun 1989 di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat oleh Yayasan Karya Usaha Mandiri KUM. Selanjutnya model pembiayaan ini dikembangkan di Jawa Timur oleh LSM Yayasan Mitra Karya YMK pada tahun 1993 Thoha 2000. Berdasarkan hasil penelitian Thoha 2000 mengenai peranan dan efektivitas model Grameen Bank dan model Kukesra di Kecamatan Binangun, Kabupaten Blitar, dapat ditunjukkan bahwa 1 Grameen Bank mempunyai daya tarik yang lebih kuat daripada Kukesra dalam hal kemudahan prosedur peminjaman dan angsuran, tingkat bunga yang relatif rendah, tidak diperlukannya agunan, serta kenyamanan anggota dalam memperoleh perhatian, bimbingan usaha, dan bantuan pemasaran, 2 Grameen Bank terbukti lebih efektif sebagai sarana peningkatan kesejahteraan ekonomi dan sosial rumah tangga miskin di pedesaan bila dibandingkan dengan Kukesra. Keberhasilan tersebut dapat diukur dari peningkatan pendapatan nasabah Grameen Bank yang mencapai 90 persen per tahun, dan 3 manfaat yang diterima nasabah Grameen Bank bernilai lebih tinggi daripada Kukesra, yaitu dalam hal kemampuan menabung nasabah, hidup yang lebih hemat, jaringan usaha yang semakin luas, meningkatnya pengetahuan tentang bisnis, dan menurunnya tingkat ketergantungan nasabah terhadap renternir.

2.2. Koperasi Sebagai Lembaga Keuangan Mikro

Lembaga Keuangan Mikro LKM adalah lembaga yang memberikan jasa keuangan bagi pengusaha mikro dan masyarakat berpenghasilan rendah, baik formal, semi formal, dan informal Tohari 2002. Ibrahim 2002 menyebutkan bahwa secara umum LKM di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu yang bersifat formal dan informal. LKM formal dalam bentuk bank adalah BKD, Bank Perkreditan Rakyat BPR dan BRI Unit. LKM formal bukan bank adalah LDKP, koperasi Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam dan pegadaian, sedangkan LKM informal terdiri dari KSM, LSM, BMT, LPEM, 12 UED-SP dan sejenisnya. Sebagai lembaga keuangan, LKM dapat melakukan kegiatan operasinya dengan model konvensional maupun syariah. Koperasi khususnya yang bergerak dalam usaha simpan pinjam, baik Koperasi Simpan Pinjam KPS maupun Unit Simpan Pinjam UPS adalah LKM yang dapat melayani masyarakat terutama anggotanya, yaitu dalam hal menyimpan dan meminjam dana. Berdasarkan data Bank Indonesia 2001, koperasi termasuk LKM yang banyak membantu penyediaan dana bagi mendukung permodalan kegiatan Usaha Kecil Menengah UKM pada masa krisis. Ditinjau dari besarnya pembiayaan yang disalurkan, posisi KSP dan USP termasuk dua besar setelah BRI Unit Desa. Jumlah kredit yang disalurkan masing- masing sebesar Rp 6.141.400 41,87 persen untuk BRI Unit Desa serta KSP dan USP sebesar Rp 4.159.867 juta 28,36 persen. Jumlah lembaga KSP dan USP pun berada pada posisi terbanyak dan tersebar di Indonesia. Oleh karena itu, usaha simpan pinjam pada koperasi yang dilakukan olek KSP dan USP mempunyai peluang yang cukup baik untuk membantu mengembangkan LKM.

2.3. Kinerja Keuangan Koperasi