36
Tabel 5. Perhitungan Proporsi Sampel Penelitian KBI Tahun 2012
Wilayah Jumlah Anggota
orang Proporsi Sampel
Sampel orang
Kec. Dramaga 26
14,05 14
Kec. Taman Sari 25
13,51 14
Kec. Rumpin 23
12,43 12
Total 74
100 40
Berdasarkan hasil perhitungan proporsi di atas, sampel yang diperoleh lebih representatif daripada sampel yang diambil dalam jumlah yang sama dari setiap
wilayah. Selain itu, sampling dengan cara ini akan lebih menggambarkan keadaan populasi yang sesungguhnya sehingga kesalahan sampling dapat dikurangi
4.3. Data dan Instrumentasi
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini berupa sejarah dan
perkembangan Koperasi Baytul Ikhtiar dalam hal pembiayaan mikro, khususnya sektor agribisnis. Data primer mengenai mitra KBI meliputi data karakteristik
mitra, kegiatan usaha, pendapatan usaha, dan hal yang mengenai pengajuan pembiayaan. Adapun data sekunder yang digunakan berupa laporan keuangan
neraca dan laba rugi KBI tahun 2009-2011. Data sekunder lainnya berasal dari instansi terkait seperti Kementerian Koperasi dan UMKM Republik Indonesia,
Badan Pusat Statistik, perpustakaan, jurnal-jurnal, penelitian terdahulu, dan penelusuran internet.
Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, daftar pertanyaan, alat pencatat, dan alat perekam dokumentasi. Kuesioner
digunakan untuk melakukan tinjauan lapang terkait dengan mitra KBI sektor agribisnis, sedangkan alat lainnya digunakan dalam penelusuran informasi yang
terkait dengan penelitian.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan pada bulan Februari 2012 hingga April 2012 yang berlokasi di daerah Bogor dan Jakarta. Teknik pengumpulan data yang
37
digunakan meliputi wawancara langsung terhadap key informan yaitu pengurus inti KBI mengenai kondisi internal koperasi, perkembangan, dan pembiayaan
mikro khususnya sektor agribisnis. Pengurus inti tersebut terdiri dari manajer utama, manajer operasional, dan kepala unit koperasi. Wawancara langsung juga
akan dilakukan dengan responden KBI yaitu penerima pembiayaan sektor agribisnis yang tersebar dibeberapa wilayah Kabupaten Bogor, yaitu Kecamatan
Dramaga, Taman Sari, dan Rumpin. Wawancara responden diawali dengan pendekatan kelompok majelis yang telah dibentuk oleh KBI. Adapun
pengumpulan data sekunder dapat dilakukan dengan penelusuran dokumen instansi terkait, literatur maupun internet.
4.5. Metode Pengolahan Data
Nazir 2003 mendefinisikan analisis data sebagai bagian yang sangat penting dalam metode ilmiah. Dengan adanya analisis, data tersebut dapat diberi
arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Data hasil tinjauan lapangan akan dikelompokkan menjadi dua, yaitu data yang bersifat
kualitatif dan kuantitatif.
4.5.1. Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif merupakan suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, kondisi, pemikiran, ataupun peristiwa pada
masa sekarang. Analisis ini akan diuraikan peneliti secara deskriptif. Tujuannya adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual
dan aktual mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Metode analisis kualitatif pada penelitian ini akan digunakan untuk
menjelaskan gambaran umum KBI dan prosedur yang diterapkan KBI kepada mitra untuk memperoleh pembiayaan.
4.5.2. Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari tiga model, yaitu analisis rasio keuangan, viabilitas finansial, dan regresi linear
berganda. Analisis rasio keuangan digunakan untuk mengetahui kinerja keuangan
38
koperasi yang mencakup rasio likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, dan aktivitas usaha. Analisis viabilitas finansial digunakan untuk mengetahui keberlanjutan
koperasi dari aspek keuangan, sedangkan analisis regresi linear berganda digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya
pembiayaan KBI. Dengan menggunakan analisis regresi linier berganda tersebut, dapat diketahui variabel-variabel independent yang secara nyata berpengaruh atau
tidak terhadap besarnya pembiayaan sebagai variabel dependent. Variabel independent
tersebut terdiri dari lama keanggotaan, aset anggota, omset usaha per tahun, pendapatan bersih per tahun, frekuensi pembiayaan, jumlah pengajuan
pembiayaan, dan jenis usaha anggota. Data yang terkumpul akan diolah menggunakan aplikasi program Microsoft Office Excel 2007 dan Eviews 7 for
windows.
4.5.2.1. Analisis Rasio Keuangan
Analisis rasio digunakan untuk melihat perkembangan kinerja keuangan koperasi. Analisis rasio yang digunakan terdiri dari rasio likuiditas, solvabilitas,
rentabilitas, dan aktivitas usaha Munawir 2002.
1. Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas menunjukkan kemampuan koperasi untuk membayar kewajiban keuangan yang harus segera dipenuhi. Likuiditas diukur dengan
menggunakan rasio di bawah ini : a. Rasio lancar Current Ratio
Rasio lancar menunjukkan kemampuan koperasi untuk memenuhi hutang lancar dengan aktiva lancar yang dimiliki. Standar yang baik adalah minimal
200 persen Munawir 2002. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :
b. Rasio Kas Cash Ratio Rasio kas digunakan untuk mengukur jumlah kas tersedia yang
dibandingkan dengan hutang lancar. Pengertian kas pada umumnya diperluas sehingga setara dengan surat berharga yang mudah diperjualbelikan.
39
Rasio kas tersebut dirumuskan sebagai berikut :
c. Rasio Modal Kerja dengan Total Aset Working Capital to Total Asset Rasio ini menunjukkan besarnya perbandingan antara modal kerja
koperasi dengan total harta yang dimiliki. Adapun besarnya modal kerja diperoleh dari pengurangan aktiva lancar dengan hutang lancar. Standar
umum yang baik untuk rasio ini adalah minimal 50 persen. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :
2. Rasio Solvabilitas
Rasio ini menunjukkan kemampuan koperasi untuk memenuhi seluruh kewajiban keuangannya baik jangka pendek maupun jangka panjang. Rasio
solvabilitas diukur dengan menggunakan rasio di bawah ini : a. Rasio Modal Sendiri dengan Total Aktiva Equity to Total Asset Ratio
Rasio ini menunjukkan tingkat solvabilitas koperasi dengan anggapan bahwa semua aktiva akan dapat direalisir sesuai dengan yang dilaporkan
dalam neraca. Standar yang baik untuk rasio ini adalah minimal 50 persen Suwandi 1985. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin kecil jumlah
pinjaman yang digunakan untuk membiayai aktiva koperasi. rasio ini dirumuskan :
b. Rasio Modal Sendiri dengan Aktiva Tetap Equity to Fixed Asset Ratio Rasio ini menunjukkan proporsi aktiva tetap yang dibiayai oleh modal
sendiri. Standar yang baik untuk rasio ini adalah minimal 150 persen Suwandi 1985, dengan rumus :
40
c. Rasio Aktiva Tetap dengan Hutang Jangka Panjang Fixed Asset tTo Long Term Debt Ratio
Rasio ini menunjukkan kemampuan koperasi untuk memperoleh pinjaman baru dengan jaminan aktiva tetap. Standar yang baik untuk rasio
ini adalah minimal 150 persen Suwandi 1985. Semakin tinggi rasio semakin besar jaminan, kreditur jangka panjang semakin aman atau
terjamin, dan semakin besar kemampuan koperasi untuk mencari pinjaman. Rumus rasio ini adalah :
d. Rasio Total Hutang dengan Total Aktiva Debt Ratio Rasio ini menunjukkan berapa bagian dari keseluruhan dana yang
dibiayai dari hutangnya. Standar yang baik untuk rasio ini adalah maksimum 50 persen Suwandi 1985. Semakin kecil rasio ini maka semakin kecil
resiko yang akan ditanggung oleh koperasi, yaitu dengan rumus :
e. Rasio Total Hutang dengan Total Modal Sendiri Debt Equity Ratio Rasio ini menunjukkan proporsi hutang yang dijamin oleh modal
sendiri. Standar yang baik untuk rasio ini adalah maksimum 67 persen Suwandi 1985. Jika nilai rasio ini lebih dari satu berarti kemampuan modal
sendiri untuk menjamin hutang semakin rendah. Namun jika rasio lebih kecil dari satu maka kemampuan modal sendiri untuk menjamin selutuh
hutangnya lebih besar. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :
3. Rasio Rentabilitas
Rasio rentabilitas menunjukkan kemampuan koperasi dalam menghasilkan laba dalam periode tertentu. Rentabilitas dapat diukur dengan beberapa rasio,
antara lain:
41
a. Rasio Laba Bersih Net Profit Margin Ratio Rasio ini menunjukkan besarnya laba bersih yang dapat dihasilkan
koperasi setiap satu satuan penjualan. Standar yang baik untuk rasio ini adalah minimal empat persen Suwandi 1985. Semakin besar nilai rasio ini
maka semakin besar kemampuan koperasi dalam memperoleh laba. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
b. Rasio Operasional Operating Margin Ratio Rasio operasional menunjukkan tingkat efisiensi koperasi dalam
menjalankan usahanya. Standar yang baik untuk rasio ini adalah minimal dua persen Suwandi 1985. Semakin besar rasio ini maka semakin besar
kemampuan koperasi dalam memperoleh laba operasi, yaitu dengan rumus :
c. Ratio Tingkat Pengembalian Modal Sendiri Return on Net Worth Ratio Rasio ini menunjukkan tingkat produktivitas modal yang digunakan
koperasi merupakan suatu pengukuran penghasilan yang tersedia bagi koperasi atas modal yang diinvestasikan. Standar yang baik untuk rasio ini
adalah minimal 15 persen. Semakin besar rasio ini maka modal sendiri semakin produktif dalam menyumbangkan laba bersih bagi koperasi. rasio
ini dirumuskan sebagai berikut :
d. Ratio Tingkat Pengembalian Investasi Return on Investment ROI menunjukkan kemampuan koperasi dalam menghasilkan
pendapatan dan mengindikasikan koperasi menggunakan seluruh asset yang tersedia dengan baik. Rasio ini digunakan untuk mengevaluasi aktivitas
keseluruhan koperasi. Analisis ROI merupakan hubungan antara pendapatan dengan investasi pada aktiva yang ditanamkan koperasi. Standar yang baik
adalah minimal 4 persen. Perhitungan ROI dapat dilakukan dengan rumus :
42
e. Rentabilitas Ekonomi Return on Equity Rentabilitas ekonomi menunjukkan kemampuan koperasi dalam
menghasilkan laba bersih dari keseluruhan modal yang digunakan. Adapun rumus dari rentabilitas ekonomi adalah sebagai berikut :
4. Rasio Aktivitas Usaha
Rasio aktivitas usaha atau efektivitas menunjukkan sejauh mana koperasi menggunakan aset secara efisien untuk mencapai penjualan atau dalam
penelitian ini disebut sebagai penyaluran pembiayaan. Rasio-rasio yang digunakan dalam rasio aktivitas usaha ini sebagai berikut :
a. Rasio Perputaran Total Aktiva Total Assets Turn-Over Ratio Rasio ini menunjukkan tingkat efisiensi dari operasi koperasi tersebut.
Standar yang baik untuk rasio ini adalah minimal 5 kali Suwandi 1985. Semakin besar rasio perputaran total aktiva, maka akan semakin besar
tingkat efisiensi penggunaan harta dari suatu koperasi. Perhitungan dapat dilakukan dengan rumus :
b. Rasio Perputaran Piutang Account Receivable Turn-Over Ratio Rasio ini menunjukkan besarnya modal kerja yang ditanamkan sebagai
piutang. Standar yang baik rasio ini adalah minimal 6 kali. Semakin besar nilai rasio ini maka modal kerja yang ditanamkan untuk piutang rendah atau
sebaliknya. Semakin rendah rasio ini berarti terjadi over investment dalam piutang Munawir 2002. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :
4.5.2.2 Viabilitas Finansial
Perhitungan untuk memperoleh kondisi viabilitas finansial atau kondisi break-even point
BEP dapat dilakukan dengan menggunakan perhitungan manfaat biaya perhitungan laba-rugi. Apabila total penerimaan adalah TR Total
43
Revenue dan total biaya adalah TC Total Cost, maka kondisi BEP dapat dicapai
pada saat TR=TC. Dalam kondisi tersebut, perusahaan akan berada pada titik impas, yaitu kondisi tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi. Adapun
kondisi TR ≥ TC menunjukkan bahwa perusahaan memperoleh keuntungan. Hal
tersebut berkaitan dengan kondisi lembaga perkreditan yang harus memperoleh pendapatan yang lebih besar daripada biaya peminjaman yang dikeluarkan.
Khandker 1998 menyatakan bahwa viabilitas finansial adalah kondisi suatu skim kredit dapat menutupi seluruh biaya operasional dari pendapatan yang
dibayar oleh peminjam bunga, dengan persyaratan sebagai berikut :
Keterangan : r
= tingkat bunga per unit pinjaman i
= biaya untuk mendapatkan pokok pinjaman α = biaya administrasi dan supervise
ρ = financial loss per unit pinjaman
Persamaan tersebut dapat diuji untuk setiap periode waktu per tahun. Dengan melakukan analisis dengan persamaan tersebut, maka akan diperoleh informasi
kapan suatu skim kredit dapat mencapai viabilitas finansial.
4.5.2.3 Analisis Model Regresi Linear Berganda
Model regresi linear berganda merupakan suatu model analisis untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel independent yang berskala metrik
terhadap variabel dependent yang juga berskala metrik. Adapun variabel yang belum berskala metrik, maka diubah menjadi dummy. Model ini merupakan
model terbaik untuk memprediksi arah, besar koefisien, dan sensitifitas perubahan variabel dependent atas perubahan variabel-variabel independent.
Variabel dependent pada penelitian ini adalah besarnya pembiayaan yang diterima oleh anggota KBI sektor agribisnis. Variabel independent terdiri dari
lama keanggotaan, aset anggota, omset usaha per tahun, pendapatan bersih per tahun, frekuensi pembiayaan, jumlah pengajuan pembiayaan, dan jenis usaha
44
anggota. Estimasi model untuk analisis faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya pembiayaan mikro KBI sektor agribisnis adalah :
Y = β
+ β
1
X
1
+ β
2
X
2
+ β
3
X
3
+ β
4
X
4
+ β
5
X
5
+ β
6
X
6
- C
1
D
1
+ e
Dugaan nilai parameter :
β
0,
β
1,
β
2,
β
3,
β
4,
β
5,
β
6,
C
1
0 adalah koefisien untuk setiap faktor
Keterangan : Y
= Variabel dependent, yaitu besarnya pembiayaan yang diterima rupiah β
= Konstanta atau intercept model garis regresi X
1,….
X
7
= Variabel independent β
1 ,…..
β
7
= Koefisien variabel independent X
1
= Lama keanggotan tahun X
2
= Aset anggota rupiah X
3
= Omset usaha per tahun rupiah X
4
= Pendapatan bersih per tahun rupiah X
5
= Frekuensi pembiayaan kali X
6
= Jumlah pengajuan pembiayaan rupiah D
1
= Jenis usaha, sebagai variabel dummy D
1
bernilai 1 jika usaha on-farm dan bernilai 0 jika off-farm
1. Uji Signifikansi Model
Untuk menentukan faktor yang berpengaruh nyata dan tidak berpengaruh nyata digunakan uji sebagai berikut:
a. Pengujian parsial terhadap koefisien regresi uji T
Keterangan: bi
= koefisien regresi ke i Sbi = standar deviasi koefisien regresi ke i
Hipotesa: H
= bi = 0 H
1
= bi ≠ 0
45
Kriteria uji: H
ditolak apabila : t-hitung t-tabel atau P-value α, derajat bebas tertentu
H diterima apabila : t-hitung t-tabel atau P-value
α, derajat bebas tertentu Uji T digunakan untuk melihat masing-masing koefisien regresi
berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel terikat. Jika tolak Ho berarti variabel bebas yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel terikat,
sedangkan jika terima Ho berarti variabel bebas yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.
b. Pengujian serentak seluruh koefisien regresi uji F
Keterangan: SSR = jumlah dari kuadrat regresi
SSE = jumlah kesalahan kuadrat k = jumlah variabel bebas
n = jumlah pengamatan Hipotesa:
H = bi = 0
H = bi
≠ 0 Kriteria uji:
H ditolak apabila : F-hitung F-tabel atau P-value
α H
diterima apabila : F-hitung F-tabel atau P-value α
Jika hasil perhitungan menunjukkan tolak Ho berarti seluruh variabel bebas X berpengaruh nyata terhadap variabel terikat Y. Sedangkan jika
hasilnya adalah terima Ho berarti seluruh variabel bebas X tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat Y. Pengujian ini menggunakan tingkat
kepercayaan 90 persen atau taraf nyata α sebesar 10 persen yang masih dapat
digunakan dalam penelitian yang bersifat ekonomi atau sosial. Selain itu, untuk menguji terhadap adanya masalah pada regresi linear berganda Lind et al.
2007, antara lain:
46
i Uji Normalitas Uji ini untuk memastikan bahwa kesimpulan yang diambil dalam uji global
dan uji parsial valid adanya. Kenormalan diketahui melalui sebaran regresi yang merata disetiap nilai. Salah satu cara yang digunakan untuk melihat
normalitas data adalah dengan melihat plot garis dari standardized residual cummulative probability
grafik probabilitas normal. Apabila sebaran data berada pada garis normal atau cukup dekat dengan garis lurus yang ditarik dari
kiri bawah ke kanan atas dalam grafik, maka dapat dikatakan bahwa data yang diuji memiliki sebaran normal atau jika pada grafik standardized residual
cummulative probability P-value α, maka data menyebar normal.
ii Uji Autokorelasi Autokolerasi terjadi ketika residu-residu berhubungan yang berada dalam
regresi saling berkolerasi. Masalah autokorelasi diuji dengan menggunakan uji Durbin-Watson
. Nilai d dapat berkisar dari nol hingga empat. Jika nilai d berkisar pada angka dua, maka model tersebut tidak mengandung autokorelasi.
iii Uji Multikolinearitas Multikolinearitas terjadi ketika variabel-variabel bebasnya saling
berkolerasi. Variabel-variabel yang berkorelasi ini membuat pendugaan koefisien menjadi tidak stabil. Pengujian masalah multikolinearitas dilakukan
dengan melihat nilai VIF Variance Inflation Factors pada setiap variabel bebas, jika nilai VIF lebih besar dari sepuluh menunjukkan adanya masalah
multikolinearitas. iv Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedasitisitas terjadi ketika variasi di sekitar persamaan regresi bernilai berbeda untuk semua nilai variabel-variabel bebas. Untuk mengetahui
ada tidaknya heteroskedasitisitas dengan cara membuat scatter plot dari model persamaan regresi. Jika membentuk pola tertentu, akan terjadi
heteroskedastisitas. Jika tidak membentuk pola yang jelas serta titik-titik tersebut tersebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y,
heteroskedastisitas tidak terjadi atau disebut dengan homokedastisitas. Hal ini juga dapat diperjelas dengan hasil White-Test. Jika Prob. Chi-square
α, maka data tersebut homogen atau komponen error tidak heterokedastisitas.
47
V. GAMBARAN UMUM KOPERASI BAYTUL IKHTIAR