15
2.1.5. Pengertian Kelembagaan Permodalan
Kelembagaan keuangan informal “Bank Plecit”, adalah Badan Usaha Perseorangan yang bergerak di perkreditan tingkat mikro dengan bunga yang
cukup tinggi dan biasanya berupa kredit harian. Maraknya operasi “bank plecit” di Pasar Bantul, secara aspek ekonomi sangat membebani perputaran uang bakul
pasar. Mereka begitu ekspansif dan memikat, karena telah mengikat bakul pasar dengan iming-iming pinjaman mudah, dan dengan pendekatan kultural meskipun
berbunga sangat tinggi yaitu 15 sampai dengan 20 per bulan. Nugroho 2001 memberikan argumen yang mendasari terjadinya realitas
bahwa “bank plecit” selalu lebih populer daripada bank pemerintah adalah: 1kurang atraktifnya lembaga finansial formal dalam berpraktek mencari
nasabah daripada lembaga finansial informal. “Bank Plecit” lebih fleksibel dalam menjalankan prakteknya bahkan mengembangkan hubungan personal dengan
nasabahnya sementara bank-bank resmi lebih bersifat “rasional” di mata para nasabah bakul pasar. Fleksibilitas merupakan hal penting dalam rangka menjaga
hubungan “bank plecit” dan bakul pasar, misalnya adanya upaya “bank plecit” untuk memahami kondisi keuangan bakul pasar sehingga tidak jarang
memberikan kesempatan menunda pembayaran hutang; 2 tidak adanya kepercayaan antara bank formal dan bakul pasar. Bank resmi selalu
mengedepankan hal-hal yang formal, sedangkan ”Bank Plecit” menggali berbagai informasi dari orang-orang sekitar untuk mengetahui reputasi bakul
pasar yang menjadi calon nasabahnya. Atas dasar ini transaksi hutang piutang dilakukan oleh kedua belah pihak atas dasar kepercayaan.
Strategi lain yang diterapkan “bank plecit” adalah dengan merayu calon nasabah dengan pernyataan “lupakan cicilan yang penting bayar dulu bunganya”
atau “bayarlah dengan apa saja apabila ti dak mampu”. Seorang pedagang tempe yang tidak mampu membayar cicilan dapat membayar bunganya saja. Kalau ia
tidak mampu membayar cicilan, karena tidak memiliki uang tunai, dapat membayar dengan tempenya sebesar nilai cicilan yang diwajibkan “bank plecit”.
PD BPR Bank Pasar Bantul adalah Badan Usaha Milik Daerah, dimana ketua Badan Pengawas dijabat oleh Sekretaris Kabupaten Bantul. Sejak
kepemimpinan Bupati Bantul Drs.HM. Idham Samawi, BUMD ini mengalami perkembangan yang cukup pesat. Ini bisa dilihat dari jumlah nasabah yang
meningkat tajam maupun dari jumlah modal yang disetor oleh Pemerintah Kabupaten Bantul. Prestasi lain yang perlu dicatat adalah dikembangkannya
16 Kantor-kantor unit yang ada di 16 pasar di 17 Kecamatan di seluruh Kabupaten
Bantul, sehingga tinggal 1 kecamatan dengan 1 pasar tradisional saja yang belum terlayani secara langsung oleh kantor unit yaitu Kecamatan Sedayu.
Kelembagaan keuangan yang hadir pada komunitas bakul pasar baik bank pasar maupun “bank plecit”, mempunyai strategi yang berbeda dalam
memperoleh nasabah. Bank pasar sebagai kelembagaan keuangan formal selalu memakai logika efisiensi dalam menjaring dan melayani nasabahnya. Dalam
menjalankan operasinya bank pasar akan lebih memilih melayani sejumlah kecil nasabah dengan nomina l kredit yang tinggi daripada melayani kredit berskala
kecil dengan jumlah nasabah yang banyak. Asumsi yang mendasari logika ini adalah bahwa melayani banyak nasabah dengan kredit kecil-kecil akan
merepotkan bank atas kontrol terhadap nasabahnya sekaligus membebani administrasinya. Sebaliknya, bagi “bank plecit” melayani kredit berskala kecil
dengan jumlah nasabah yang banyak lebih menguntungkan secara ekonomi daripada seperti apa yang dilakukan bank formal. Dengan melakukan hal seperti
itu sebenarnya “bank plecit” telah mendistribusikan resiko kredit macet dengan cara yang sangat probabilistik. Kalau nasabah “bank plecit” hanya sedikit,
kemudian kreditnya macet maka akan menderita kerugian besar, sedangkan bila nasabahnya banyak dengan kredit kecil sesuai dengan kemampuan finansial
lapisan bawah, maka kemungkinan macet akan lebih kecil. Perhitungan “bank plecit” adalah seandainya ada kredit yang macet dan tidak mampu lagi
membayar maka kerugian itu masih bisa ditutup oleh kelancaran pembayaran cicilan oleh nasabah yang lain. Ini merupakan strategi distribusi resiko yang
dilakukan oleh “bank plecit”. Gambaran proses transformasi atau perkawinan antara lembaga dan cara
kerja keuangan mikro berbentuk formal dan informal bisa dilukiskan melalui tiga pilihan prose s berikut Bosch, 2002:
1. Upgrading, Kelembagaan Informal yang sudah mulai melaksanakan pelayanan keuangan mikro mengembangkan kapasitas dan kelembagaannya
sedemikian rupa sehingga menjadi kelembagaan keuangan. 2. Downgrading, yaitu apabila bank formal meninggalkan pendekatan
konvensionalnya sebagai bank komersial dan mulai melayani klien pengusaha mikro kalangan bawah.
17 3. Modelling, menciptakan lembaga keuangan baru seperti yang dilakukan oleh
lembaga-lembaga internasional tertentu di negara lain sesuai dengan keinginan komunitas lokal. Contoh kasus seperti ini dilakukan oleh beberapa
lembaga: CARE, CRS, Action Aid, FINCA, PLAN dll.
2.1.6. Teori Pertukaran Barang dan Jasa