2. Kewajiban Mengucapkan Sumpah Atau Janji
Pada tingkat pemeriksaan disidang pengadilan, dokter wajib mengucapkan sumpah atau janji sebagai ahli sebelum ia memberikan keterangan dan juga sesudah
memberikan keterangannya apabila dipandang perlu oleh hakim. Dalam hal dokter menolak mengucapkan sumpah atau janji didepan penyidik sewaktu memberikan
keterangan lisan, dokter tidak boleh disandera. Penyanderaan hanya dimingkinkan pada tingkat pemeriksaan di sidang pengadilan dengan surat penetapan hakim ketua
sidang.
D. Kendala Yang Dihadapi Dokter Dalam Membantu Pembuktian Perkara
Pidana
Di dalam melakukan tugas-tugasnya pada proses pemeriksaan untuk mempermudah proses penyidikan, dokter sering mendapat hambatan dalam pemeriksaannya.
Hambatan-hambatan tersebut ialah
61
1. Keterbatasan fasilitas
:
ilmu forensik di Indonesia dapat dikatakan masih jauh tertinggal dengan negara-negara maju, seperti yang diketahui bahwa ilmu forensik ini sangat penting
dalam membuat terang suatu kasus kejahatan namun sarana ataupun fasilitas kurang didukung dengan baik dari pemerintah, dan juga kemampuan rumah sakit atau
institusi kesehatan dalam menyimpan data rekam medis juga terbatas. 2.
Kurangnya koordinasi antara penyidik dengan dokter. Didalam menyelesaikan suatu perkara tidak jarang seorang penyidik
memerlukan bantuan dokter untuk ikut melakukan pemeriksaan di Tempat Kejadian
61
Sri Ingeten br. Perangin angin, Op.Cit, hal 72
Perkara TKP. Namun kadangkala ada kurang koordinasi antara penyidik dengan dokter seperti misal penyidik tidak memberitahukan kondisi kejadian tempat perkara
dengan jelas, atau misalnya penyidik telah menggeser posisi mayat sehingga membuat sulit dokter dalam memeriksa. Dari hal tersebut jelas bahwa perlu
koordinasi antara penyidik dengan dokter dalam memeriksa suatu perkara, dan juga posisi mayat sebaiknya tidak dipindahkan sebelum dokter datang dan sampai
pemeriksaan TKP selesai, sehingga dokter dapat melakukan pemeriksaan dengan baik. Namun hal lain penyidik dapat memindahkan posisi mayat apabila posisi mayat
tersebut mengganggu kelancaran lalu lintas. 3.
Pihak keluarga keberatan kurang setuju Dalam Pasal 134 KUHAP menjelaskan :
1 Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih
dahulu kepada keluarga korban.
2 Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas- jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.
3 Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang diberi tahu tidak diketemukan, penyidik segera melaksanakan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat 3 undang-undang ini.
Dan didalam pasal 133 ayat 3 KUHAP menjelaskan : “Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada
rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak
dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat”.
Apabila keluarga korban keberatan untuk dilakukan pemeriksaan bedah mayat, maka penyidik harus menjelaskan bahwa pemeriksaan tersebut sangat di
perlukan. Disamping mayat merupakan barang bukti dan untuk memperlancar proses pemeriksaan juga tidak menutup kemungkinan bahwa kelurga itu sendiri adalah
pembunuhnya dikarenakan keberatan untuk dilakukan bedah mayat. Jika alasan pihak keluarga adalah bahwa bedah mayat tersebut bertentangan
dengan ajaran agama Islam adalah tidak tepat. Seperti yang telah di putuskan oleh Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syra Departemen Kesehatan yang berupa Fatwa
No .41995 yang berbunyi: 1.
Bedah mayat itu mubahboleh hukumnya untuk kepentingan ilmu pengetahuan, pendidikan dokter dan penegakkan keadilan diantara umat
manusia. 2.
Membatasi kemubahan ini sekedar darurat saja menurut kadar yang tidak boleh tidak harus dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
4. Identifikasi pada korban yang tidak dikenal
Apabila ditemukan mayat yang telah dimutilasi terpotongtidak utuh lagi oleh pelaku tersebut maka sangat susah untuk mengidentifikasi siapa sebenarnya
korban tersebut. Terlebih apabila tidak ditemukannya identitas seperti KTP, SIM, STNK, dll. Hal ini merupakan kerja keras bagi penyidik untuk mencari siapa yang
harus bertanggung jawab dalam peristiwa ini dan apa modus dari pembunuhan mutilasi ini dilakukannya, apalagi mayat yang ditemukan hanya beberapa bagian dari
tubuh seperti tangan, kaki, kepala dll. Bagian-bagian tubuh yang ditemukan ini segera
di kirim kerumah sakit untuk segera dilakukan otopsi. Hal pertama yang diteliti oleh dokter adalah mengidentifikasi dan memperkirakan jenis kelamin, perkiraan umur,
perkiraan berat badan dan tinggi badan, perkiraan kematian. Ciri-ciri mendasar seperti ini perlu diketahui sebab apabila ada anggota keluarga ataupun masyarakat
yang melapor bahwa ia kehilangan anggota keluarganya maka penyidik dapat mencocokkan ciri-ciri orang hilang tersebut dengan korban mutilasai yang
ditemukan.
BAB III TINDAK NYATA SEORANG DOKTER DALAM
PENYELESAIAN PERKARA PIDANA STUDI PUTUSAN
A. Kasus Posisi