Bantuan yang dapat diberikan dokter sebagai ahli dalam rangka menemukan kebenaran materil ialah memberikan keterangan tentang
58
1. Teori Dibidang Kedokteran
:
Dalam hal ini dokter di tingkat penyidikan atau di tingkat pemeriksaan di pengadilan, hanya diminta untuk memberikan keterangannya tentang suatu masalah
yang berkaitan dengan ilmu kedokteran untuk membuat terang perkara pidana. Kepada dokter tidak disodori sesuatu barang bukti untuk di periksa, melainkan
disodori berbagai pertanyaan atau diminta menerangkan sesuatu hal yang berkaitan dengan ilmu kedokteran yang mungkin dapat membantu memperjelas perkara pidana
yang sedang diperiksa. Jika misalnya ada seseorang tenaga medis di tuduh melakukan kelalaian
sehingga menyebabkan pasiennya meninggal dunia maka dalam mengadili perkara seperti ini hakim perlu meminta bantuan dokter atau lebih untuk memberi keterangan
tentang berbagai hal, misalnya tentang prosedur yang benar dari suatu tindakan medik bagi penanggulangan penyakit pasien tersebut atau untuk menilai apakah tindakan
medik yang telah diberikan oleh tenaga medis yang di adili itu telah memenuhi standar pengobatan atau belum.
Jadi, dalam perkara ini dokter yang di panggil tersebut hanya akan menerangkan hal-hal yang berkaitan dengan ilmu kedokteran yang tidak diketahui
oleh penegak hukum.
58
Alfred C. Satyo , Op.Cit, hal 15
2. Sesuatu Objek
Dalam hal ini dokter disodorkan sesuatu objek benda untuk di periksa dan dianalisa lebih dahulu sebelum ia memberikan keterangannya kepada pihak peminta
mengenai objek benda tersebut. Objek benda itu bisa terdakwa, korban atau objek – objek lain
59
a. Objek terdakwa
.
Objek terdakwa perlu dimintakan keterangan kepada dokter sebagai ahli apabila : 1.
Terdakwa menunjukan gejala-gejala kelainan jiwa , pemeriksaan dokter disini adalah untuk membuktikan :
a. Apakah ia benar-benar menderita penyakit jiwa?
b. Apa jenis penyakit jiwa tersebut?
c. Apakah jenis penyakit jiwa tersebut menyebabkan ia tidak mampu
bertanggungjawab atas perbuatannya? 2.
Terdakwa yang tidak diketahui dengan jelas berapa umurnya. Terdakwa yang demikian ini perlu diketahui umurnya agar dapat ditentukan statusnya sebagai
terdakwa anak-anak atau terdakwa dewasa. Dalam tata cara mengadili terdakwa anak berbeda dengan tata cara mengadili terdakwa dewasa. Sidang pengadilan
anak-anak harus tertutup, di dalam rangan tidak berkesan sebagai ruang sidang pengadilan dan pejabat-pejabat yang mengadilinya tidak boleh memakai toga.
Bila terbukti bersalah hukuman yang di berikan dapat berupa hukuman badan, di serahkan menjadi anak negara atau di kembalikan kepada orang tuanya untuk
dididik.
59
Alfred C. Satyo , Op.Cit, hal 16
3. Terdakwa dicurigai menderita impotensi, sedangkan tindak pidana yang
dituduhkan merupakan tindak pidana yang mempunyai unsur persetubuhan pemerkosaan, perzinahan, dsb. Perlu di ketahui bahwa seorang penderita
impotensi tidak mungkin dapat melakukan persetubuhan, dengan demikian tidak mungkin ia dapat melakukan tindak pidana perkosaan atau perzinahan.
4. Terdakwa wanita yang diduga melakukan tindak pidana Infantieide menbunuh
bayinya sendiri, tetapi ia menyangkal telah melahirkan anak. Melalui pemeriksaan dokter akan dapat dibuktikan apakah ia benar-benar telah melahirkan
anak atau tidak.
b. Objek korban
Objek korban terdiri atas korban hidup dan korban mati, selanjutnya korban hidup terdiri atas yang menderita luka-luka dan tindak pidana seksual. Sedangkan
korban mati terdiri atas bayi dan bukan bayi : 1.
Objek korban hidup yang menderita luka-luka, akibat penganiyaan, percobaan pembunuhan, peracunan, dan sebagainya, perlu dimintakan keterangan dokter
sebagai berikut : a.
Jenis luka yang diderita b.
Jenis kekerasannya benda penyebab luka c.
Kualifikasi lukanya. 2.
Objek korban hidup dari tindak pidana seksual, bantuan dokter dalam perkara ini untuk membuktikan :
a. Ada tidaknya tanda-tanda akibat persetubuhan.
b. Ada tidaknya luka-luka, jika ada luka-luka maka dijelaskan tentang : jenis
luka yang diderita, jenis kekerasannya, dan kualifikasi lukanya. c.
Dalam hal diduga korban persetubuhan mau sama mau di bawah umur, sedang korban itu tidak jelas umurnya, maka perlu dimintakan keterangan
dokter tentang umur korban. 3.
Objek korban mati bayi, perlu dimintakan keterangan kepada dokter tentang : a.
Apakah bayi itu viable mempunyai kemampuan hidup diluar kandungan atau tidak
b. Apakah bayi lahir hidup atau mati
c. Apakah kematiannya wajar karena penyakit atau tidak wajar, jika tidak
wajar perlu ditentukan : jenis lukanya, jenis kekerasannya, dan sebab kematiannya.
d. Lamanya bayi sempat hidup diluar kandungan.
4. Objek korban mati bukan bayi, bantuan dokter dipelukan untuk mengetahui :
a. Apakah kematiannya wajar karena penyakit atau tidak wajar.
b. Jika tidak wajar perlu diketahuk antara lain : jenis lukanya, jenis
kekerasannya, dan sebab kematiannya.
c. Objek - objek lain
Termasuk objek – objek lain ialah : a.
Bercak darah bercak yang di duga darah b.
Bercak mani bercak yang di duga mani
c. Benda – benda atau jaringan – jaringan yang berasal atau duduga berasal
dari tubuh manusia. Objek lain-lain ini perlu dimintakan bantuan kepada dokter ahli agar dari objek
tersebut dapat membantu menemukan kebenaran materil.
C. Kewajiban Dokter Sebagai Ahli
Menyadari pentingnya peranan dokter dalam membantu menyelesaikan perkara-perkara pidana, maka pembuat Undang-Undang Hukum Acara Pidana
menetapkan berbagai kewajiban yang harus dilaksanakan oleh dokter apabila ia diminta bantuannya sebagai ahli. Dokter dapat dikenai sanksi apabila tidak
melaksanakan kewajibannya tanpa alasan yang sah. Kewajiban-kewajiban itu ialah
60
1. Kewajiban Memberikan Keterangan Ahli
:
Ketentuan yang mewajibkan dokter memberikan keterangan sebagi ahli apabila diminta bantuannya dapat dilihat pada Pasal 179 ayat 1 KUHAP, yang
menyatakan : “setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman
atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan”.
Ketentuan ini merupakan ketentuan yang berlaku pada tingkat pemeriksaan disidang pengadilan, yang apabila dengan sengaja tidak di patuhi oleh yang
bersangkutan tanpa alasan yang sah dapat di kenai sanksi berdasarkan Pasal 224 KUHP.
60
Alfred C. Satyo , Op.Cit, hal 40