Latar Belakang KESIMPULAN DAN SARAN A.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kasus tindak pidana banyak proses yang dilalui, melalui penyelidikan, penyidikan hingga akhirnya ke proses persidangan untuk memutuskan suatu perkara tindak pidana, selain proses yang panjang dalam menyelesaikan suatu perkara pidana banyak juga kendala yang di hadapi, seperti misalnya dalam hal penyidikan. Penyidik dalam menyelesaikan suatu kasus tindak pidana seperti pencurian, penggelapan, penipuan dll, tidak terlalu sulit untuk mengidentifikasikan barang bukti yang selanjutnya akan di periksa dalam sidang pengadilan, akan tetapi jika kejahatan tersebut berkaitan dengan terganggunya kesehatan orang, luka ataupun meninggal seperti kasus penganiayaan, pemerkosaan, pebunuhan dll, persoalan tersebut menjadi tidak sederhana. Dalam menghadapi kasus – kasus tersebut di perlukan bantuan ilmu kedokteran, Ilmu kedokteran sangat membantu peradilan dalam usaha untuk memperoleh kebenaran dan kesalahan sehingga dengan bantuan tersebut hakim dapat memutus hukuman yang tepat 1 1 Mawardi Ardi, jurnal, beberapa masalah terhadap kedudukan visum et repertum sebagai alat bukti dalam pembuktian tindak pidana di pengadilan negeri,Pangkalan Bun: Fakultas Hukum Universitas Antakusuma, 2012, hal 116 . Karena dibutuhkannya ilmu kedokteran maka dibutuhkan seorang yang ahli dalam kedokteran untuk membantu, memberikan penjelasan atau keterangan bagi para pihak yang menangani kasus yang berkaitan dengan terganggunya kesehatan orang. Tugas dokter selain sebagai tenaga medis, juga di tuntut kewajibannnya untuk membantu aparat penegak hukum, pekerjaan yang harus dilakukan ialah memeriksa dan bila perlu merawat orang yang telah mengalami kekerasan, memeriksa mayat dan melakukan otopsi 2 2 Djoko Prakoso, dan I Ketut Murtika, dasar-dasar ilmu kedokteran kehakiman, Jakarta: Bina Aksara, 1987, hal 115 . Perbedaan mendasar antara tujuan ilmu kedokteran forensik dengan kedokteran umum ialah tugas dari kedokteran forensik menentukan hubungan kausal dalam suatu tindak pidana yang menyebabkan kecederaan atau gangguan kesehatan, berbeda dengan kedokteran umum yang lebih sering memeriksa dan mengobati. Kedokteran forensik atau dokter forensik berperan dalam membantu penyidikan bagi kepentingan peradilan atas adanya tindak pidana yaitu membuat visum et repertum. Pengertian harafiah visum et repertum berasal dari kata “visual” yaitu melihat dan repertum yaitu melaporkan. Berarti “apa yang dilihat dan ditemukan” sehingga visum et repertum merupakan suatu laporan tertulis dari dokter ahli yang dibuat berdasarkan sumpah, mengenai apa yang dilihat dan ditemukan atas bukti hidup, mayat atau fisik ataupun barang bukti lain, kemudian dilakukan pemeriksaan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya. Visum et repertum adalah istilah yang dikenal dalam Ilmu Kedokteran Forensik, biasanya dikenal dengan nama Visum. Visum berasal dari bahasa Latin, bentuk tunggalnya adalah visa. Dipandang dari arti etimologi atau tata bahasa, kata visum atau visa berarti tanda melihat atau melihat yang artinya penandatanganan dari barang bukti tentang segala sesuatu hal yang ditemukan, disetujui, dan disahkan, sedangkan Repertum berarti melapor yang artinya apa yang telah didapat dari pemeriksaan dokter terhadap korban. Secara etimologi visum et repertum adalah apa yang dilihat dan diketemukan. 3 Tentang kewajiban dokter sebagai ahli atau untuk memberikan keterangan kepada yang berwajib demi keadilan di atur dalam Pasal 179 KUHAP yang berbunyi sebagai berikut : Pembuatan visum et repertum di kerjakan sepenuhnya kapada dokter sebagai pelaksana di lapangan untuk membantu hakim menemukan kebenaran materil dalam memutuskan perkara pidana. Dokter dilibatkan untuk turut memberikan pendapatnya berdasarkan ilmu pengetahuan yang dimilki, pendapat tersebut di perlukan karena hakim sebagai pemutus perkara tidak di bekali ilmu tentang tubuh manusia untuk itu di perlukan bantuan dokter untuk memberikan kepastian tentang sebab, cara, dan waktu terhadap sesuatu yang terjadi pada tubuh manusia. Selain itu dokter juga berperan dalam menyampaikan ilmu yang dimiliki di persidangan dalam suatu kasus tindak pidana, untuk menentukan kebenaran material yang sesungguh-sungguhnya. pentingnya peran dokter dalam membantu menyelesaikan perkara pidana maka dokter tersebut harus melaksanakan kewajiban nya sebagai saksi ahli apabila dimintai bantuannya. 1 Setiap orang yang dminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan. 2 Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan bidang keahliannya. 3 Sujadi, visum et repertum pada tahap penyidikan dalam mengungkap tindak pidana pemerkosaan, http:ejurnal.ung.ac.idindex.phpJLarticledownload880821 diakses sabtu, 29 nov 2014 Di dalam Pasal 184 KUHAP juga menyebutkan tentang alat bukti yang sah, termasuk di dalam nya ialah keterangan ahli. Pasal 184 KUHAP : 1 Alat bukti yang sah ialah : a. Keterangan saksi b. Keterangan ahli c. Surat d. Petunjuk e. Keterangan terdakwa 2 Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan. Jika dilihat dari pasal-pasal tersebut maka peranan keterangan ahli diperlukan dalam setiap tahap proses pemeriksaan, dan tergantung pada perlu tidaknya mereka dilibatkan guna membantu tugas-tugas baik dari penyidik, Jaksa maupun Hakim terhadap suatu perkara pidana, seperti yang banyak terjadi dalam perkara tindak pidana pembunuhan, penganiayaan, tindak pidana kesusilaan dan tindak pidana kealpaan dan lain-lain. Dikatakan, bahwa keterangan ahli sangat diperlukan dalam setiap tahapan pemeriksaan seperti tahap penyidikan, tahap penuntutan, maupun tahap pemeriksaan di sidang pengadilan. Keterangan seorang ahli memiliki jaminan akurasi dari hasil pemeriksaan dengan didasari dari pengetahuan dan pengalamannya dalam bidang keilmuannya sehingga akan menambah data, fakta dan pendapatnya dan hakim dapat menimbang pertimbangan hukumnya atas keterangan ahli tersebut dalam memutus suatu perkara pidana 4 4 R. Soeparmono, keterangan ahli visum et repertum dalam aspek hukum acara pidana, Bandung: Mandar Maju,2002 hal 2 . Seperti dalam kasus pembunuhan. Tindak pidana pembunuhan atau kejahatan terhadap nyawa adalah berupa penyerangan terhadap nyawa orang lain. Untuk menghilangkannya nyawa orang lain itu seorang pelaku harus melakukan sesuatu atau suatu rangkaian tindakan yang berakibat dengan meninggalnya orang lain 5 Dalam hal ini jika peradilan dihadapkan dengan kasus yang berhubungan dengan terganggunya kesehatan orang, luka ataupun meninggal, bahkan lagi melihat dari luka atau kematian yang sudah lama atau lampau dan hal tersebut berkaitan untuk menentukan kapan terjadinya tindak pidana tersebut, maka dari hal tersebut bahwa seorang dalam bidang ilmu hukum kurang memahami ataupun mengerti tentang hal yang berkaitan dengan tubuh manusia, untuk itulah pihak yang merupakan bagian yang menangani suatu perkara tindak pidana atau penyidik dapat meminta pendapat dan bantuan dari ahli kedokteran kehakiman atau dari disiplin ilmu pengetahuan lain yaitu seorang yang ahli dalam hal ini di sebut dokter forensik dan wajib untuk memberikan keterangan ahli demi keadilan. . Di dalam kasus pembunuhan keterangan ahli sangat di perlukan dalam menjelaskan yang terjadi pada korban baik secara tertulis maupun secara lisan. Alasan inilah yang mendasari penulis untuk membahas tentang “Aspek Hukum Pidana Profesi Kedokteran Kehakiman Sebagai Ahli Berdasarkan Pasal 179 KUHAP” melihat bahwa seorang kedokteran kehakiman atau dokter memiliki peran 5 http:www.negarahukum.comhukumkejahatan-terhadap-nyawa.html. di akses pada 29 Oktober 2014 pukul 15.00 wib penting dalam menyelesaikan suatu perkara tindak pidana guna membatu dan memberikan keterangan demi keadilan.

B. Permasalahan

Dokumen yang terkait

Aspek Hukum Pidana Profesi Kedokteran Kehakiman Sebagai Ahli Berdasarkan Pasal 179 Kuhap (Analisa Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No 1498/Pid.B/2012/Pn.Lp.Pb)

0 48 109

Hukum Tidak Tertulis Sebagai Sumber Hukum untuk Putusan Pengadilan Perkara Pidana

7 92 392

Analisa Hukum Pidana Terhadap Putusan Banding Pengadilan Tinggi Medan Tentang Membantu Melakukan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Analisa Putusan Pengadilan Tinggi Medan No :743/pid/2008/PT-Mdn)

0 71 97

Suatu Telaah Terhadap Proses Pengajuan Grasi Terhadap Putusan Pidana Mati Berdasarkan UU RI No. 22 Tahun 2002 Tentang Grasi (Studi Kasus PUTUSAN Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No.513/PID. B/1997/PN. LP)

0 64 77

Peranan Visum Et Repertum Sebagai Alat Bukti Dalam Kasus Tindak Pidana Pembunuhan (Study Kasus Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No. 1243/Pid B/2006/PN-LP)

5 97 118

Tanggung Jawab Pelaku Tindak Pidana Korupsi Atau Ahli Warisnya Ditinjau Dari Aspek Hukum Perdata (Studi Kasus Pada Pengadilan Negeri Lubuk Pakam)

1 33 248

Penegakan Hukum Terhadap Oknum Polri Sebagai Pelaku Tindak Pidana Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 479/Pid.B/2011/Pn.Mdn)

1 50 102

ANALISIS PUTUSAN HAKIM TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI PERJANJIAN PENJUALAN CRUDE PALM OIL (Studi Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No.147/Pdt.G/2009/PN.LP)

1 8 45

BAB II PENGATURAN HUKUM DAN PERANAN PROFESI DOKTER SEBAGAI AHLI - Aspek Hukum Pidana Profesi Kedokteran Kehakiman Sebagai Ahli Berdasarkan Pasal 179 Kuhap (Analisa Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No 1498/Pid.B/2012/Pn.Lp.Pb)

0 0 40

BAB I PENDAHULUAN - Aspek Hukum Pidana Profesi Kedokteran Kehakiman Sebagai Ahli Berdasarkan Pasal 179 Kuhap (Analisa Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No 1498/Pid.B/2012/Pn.Lp.Pb)

0 0 37