Erosi Ruang Terbuka Hijau

penggunaan lahan merupakan gabungan dari beberapa jenis penggunaan lahan yang ada dalam suatu wilayah. Oleh karena itu, potensi suatu daerah dapat dilihat dari pola penggunaan lahan yang ada di daerah yang bersangkutan. Semakin bertambahnya penduduk suatu wilayah setiap tahunnya akan menyebabkan bertambahnya suatu penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lain diikuti oleh berkurangnya tipe penggunaan lahan lain pada suatu waktu ke waktu berikutnya yang disebut perubahan penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan tidak akan membawa masalah yang serius sepanjang mengikuti kaidah konservasi tanah dan air serta kelas kemampuan lahan. Perubahan lahan akan berpengaruh langsung terhadap karakteristik penutupan lahan sehingga akan mempengaruhi sistem tata air DAS yang ditunjukkan oleh respon hidrologi DAS yang diketahui melalui produksi air, erosi, dan sedimentasi Seyhan 1990.

2.3 Erosi

Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian- bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami, seperti air atau angin Arsyad 2006. Di daerah tropis seperti Indonesia, erosi terutama disebabkan oleh air hujan. Erosi terjadi akibat interaksi kerja antara faktor iklim, topografi, tanah, vegetasi, dan manusia. Faktor iklim yang paling berpengaruh terhadap erosi yaitu intensitas curah hujan. Faktor topografi yang berpengaruh terhadap debit dan kadar lumpur yaitu kecuraman dan panjang lereng. Faktor tanah yang mempengaruhi erosi dan sedimentasi yaitu luas jenis tanah yang peka terhadap erosi, luas lahan kritis atau daerah erosi, dan luas tanah berkedalaman rendah. Peranan manusia, baik yang bersifat positif maupun negatif, merupakan faktor utama dalam proses erosi. Manusia berperan positif apabila tindakan manusia yang dilakukan dapat mengurangi besarnya kehilangan tanah Arsyad 2006. Faktor tindakan konservasi tanah P yang dilakukan oleh manusia merupakan nisbah besarnya erosi dari lahan dengan tindakan konservasi tertentu terhadap besarnya erosi dari suatu lahan tanpa dilakukan tindakan konservasi.

2.4 Evaluasi Erosi

Evaluasi atau penilaian erosi dapat dilakukan dalam dua bentuk, yaitu penilaian mengenai kemungkinan besarnya erosi yang akan atau dapat terjadi pada suatu wilayah atau sebidang tanah dan penilaian mengenai besarnya atau tingkat erosi yang telah terjadi pada suatu wilayah atau sebidang tanah Arsyad 2006. Evaluasi ancaman erosi bertujuan untuk mengetahui bagian mana dari suatu daerah yang mempunyai potensi untuk mengalami erosi dan kemungkinan tingkat erosi yang akan terjadi. Evaluasi ancaman erosi dapat dilakukan pada semua tingkat pengamatan, antara lain: 1. Tingkat makro yang merupakan evaluasi umum suatu wilayah yang luas meliputi satu pulau atau wilayah nasional 2. Tingkat meso yang merupakan evaluasi potensi erosi yang meliputi areal lebih kecil seperti suatu DAS, Sub-DAS, Propinsi, Kabupaten, atau Kecamatan 3. Tingkat mikro yang merupakan evaluasi potensi erosi meliputi suatu areal yang sempit yaitu sebidang tanah. Evaluasi erosi tingkat meso dapat menggunakan dua cara yaitu menggunakan model prediksi erosi atau klasifikasi kemampuan lahan.

2.4.1 Model prediksi erosi USLE

Prediksi erosi adalah alat bantu untuk mengetahui besarnya erosi yang akan terjadi pada suatu penggunaan lahan dengan pengelolaan tertentu dan untuk mengambil keputusan dalam perencanaan konservasi tanah pada suatu areal tanah. Menurut Arsyad 2006, metode prediksi erosi merupakan alat untuk menilai apakah suatu program atau tindakan konservasi tanah telah berhasil mengurangi erosi dari suatu daerah aliran sungai DAS. Salah satu model yang dapat digunakan untuk prediksi erosi ialah USLE Universal Soil Loss Equation. USLE memungkinkan perencana menduga laju rata-rata erosi suatu bidang tanah tertentu pada suatu kecuraman lereng dan pola hujan tertentu untuk setiap macam pertanaman dan tindakan pengelolaan tindakan konservasi tanah yang mungkin dilakukan atau sedang dilakukan. Struktur model Prediksi erosi USLE Wishchmeier dan Smith 1978 ialah sebagai berikut: A RKLSCP = yang menyatakan : A = Rata-rata tanah tererosi spasial dan temporal per satuan areal R = Faktor curah hujan dan aliran permukaan K = Faktor erodibilitas tanah L = Faktor panjang lereng S = Faktor kecuraman lereng C = Faktor vegetasitanaman penutup tanah dan pengelolaan tanaman P = Faktor tindakan konservasi tanah

2.4.2 Tingkat Bahaya Erosi TBE

Tingkat Bahaya Erosi adalah perkiraan kehilangan tanah maksimum dibandingkan dengan tebal solum tanahnya pada setiap unit lahan bila teknik pengelolaan tanaman dan konservasi tanah tidak mengalami perubahan. Penentuan tingkat bahaya erosi menggunakan pendekatan tebal solum tanah yang telah ada dan besarnya erosi sebagai dasarnya. Semakin dangkal solum tanahnya maka semakin sedikit tanah yang boleh tererosi, sehingga tingkat bahaya erosinya cukup besar meskipun tanah yang hilang belum terlalu besar Arsyad 2006. 2.4.3 Erosi yang dapat dibiarkan Tolerable Soil Loss Erosi yang dapat dibiarkan TSL ialah laju erosi yang dinyatakan dalam tonhatahun yang terbesar yang masih dapat ditoleransikan agar terpelihara suatu kedalaman tanah yang cukup bagi pertumbuhan tanaman yang memungkinkan tercapainya produktivitas yang tinggi secara lestari Arsyad 2006. 2.4.4 Sedimentasi Sedimen adalah tanah dan bagian-bagian tanah yang terangkut dari suatu tempat yang tererosi. Sedimentasi yaitu sedimen yang dihasilkan dari proses erosi dan terbawa oleh suatu aliran yang diendapkan pada suatu tempat dimana kecepatan airnya melambat atau berhenti Arsyad 2006. Sedimen umumnya mengendap di bagian bawah kaki bukit, di daerah genangan banjir, saluran air, sungai, dan waduk Asdak 1995. Nisbah jumlah sedimen yang benar-benar terbawa oleh sungai dari suatu daerah terhadap jumlah tanah yang tererosi di daerah tersebut disebut sebagai Sediment Delivery Ratio SDR. Proses sedimentasi dapat memberikan dampak yang menguntungkan dan merugikan. Sedimentasi dapat menguntungkan karena pada tingkat tertentu adanya aliran sedimen ke daerah hilir dapat menambah kesuburan tanah serta terbentuknya tanah garapan baru di daerah hilir, namun pada saat yang bersamaan aliran sedimen dapat menurunkan kualitas perairan dan pendangkalan badan perairan Asdak 1995. Pengendapan yang berlebihan akan menyebabkan pendangkalan loka-loka penampungan air, termasuk dataran banjir di sekitar muara sungai Purwowidodo 2002. Produksi sedimen tahunan rata-rata dari suatu daerah aliran sungai tergantung dari faktor iklim, jenis tanah, tata guna lahan, topografi, dan waduk. Menurut Asdak 1995, faktor lain yang mempengaruhi besarnya sedimen yang masuk ke sungai adalah karakteristik sungai yang meliputi morfologi sungai, tingkat kekasaran sungai, dan kemiringan sungai.

2.5 Ruang Terbuka Hijau

Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mendefinisikan Ruang Terbuka Hijau RTH sebagai area memanjangjalur danatau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Selanjutnya, tipologi RTH menurut undang-undang tersebut seperti dijelaskan pada Gambar 2. Gambar 2 Tipologi Ruang Terbuka Hijau dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Manfaat RTH bagi ekologi antara lain menjadi habitat bagi berbagai macam organisme, mencegah erosi, menyerap air hujan, sekaligus memperbaiki drainase. Tanaman dalam RTH mampu menyerap polutan dari kendaraan dan mengurangi efek pulau panas di kawasan perkotaan. Efek pulau panas adalah gejala peningkatan suhu pada kawasan perkotaan dibandingkan dengan kawasan sekitarnya. Efek pulau panas terjadi pada kawasan perkotaan yang padat dengan ruang terbangun yang masif dikarenakan bangunan, aspal jalan, dan kontruksi beton menyerap panas, sehingga temperatur sekitarnya menjadi meningkat. RTH juga dapat memberikan manfaat sosial antara lain sebagai tempat rekreasi, tempat bersosialisasi, menciptakan interaksi positif antar masyarakat, serta mengembangkan nilai-nilai sosial yang dapat menjadi modal sosial bagi pembangunan. RTH menjadi sarana pendidikan untuk mengenalkan alam, menghubungkan masyarakat dengan lingkungannya sehingga muncul kesadaran untuk menciptakan lingkungan hidup yang nyaman. Kebijakan yang memuat ketentuan standar luas RTH berbeda-beda. Luas RTH sebagaimana diatur dalam undang-undang Penataan Ruang adalah sebesar 30 luas wilayah. Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW, luasan RTH bervariasi dari satu daerah dengan daerah lain dan antar berbagai fungsi kawasan dengan kisaran 10 sampai dengan 60. Angka tersebut merupakan standar building coverage dan pedoman perencanaan lingkungan pemukiman kota untuk berbagai fungsi kawasan dan jenis sarana dari Dirjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum 1983.

2.6 Standar Kebutuhan Hidup