Model prediksi erosi USLE Tingkat Bahaya Erosi TBE

2.4 Evaluasi Erosi

Evaluasi atau penilaian erosi dapat dilakukan dalam dua bentuk, yaitu penilaian mengenai kemungkinan besarnya erosi yang akan atau dapat terjadi pada suatu wilayah atau sebidang tanah dan penilaian mengenai besarnya atau tingkat erosi yang telah terjadi pada suatu wilayah atau sebidang tanah Arsyad 2006. Evaluasi ancaman erosi bertujuan untuk mengetahui bagian mana dari suatu daerah yang mempunyai potensi untuk mengalami erosi dan kemungkinan tingkat erosi yang akan terjadi. Evaluasi ancaman erosi dapat dilakukan pada semua tingkat pengamatan, antara lain: 1. Tingkat makro yang merupakan evaluasi umum suatu wilayah yang luas meliputi satu pulau atau wilayah nasional 2. Tingkat meso yang merupakan evaluasi potensi erosi yang meliputi areal lebih kecil seperti suatu DAS, Sub-DAS, Propinsi, Kabupaten, atau Kecamatan 3. Tingkat mikro yang merupakan evaluasi potensi erosi meliputi suatu areal yang sempit yaitu sebidang tanah. Evaluasi erosi tingkat meso dapat menggunakan dua cara yaitu menggunakan model prediksi erosi atau klasifikasi kemampuan lahan.

2.4.1 Model prediksi erosi USLE

Prediksi erosi adalah alat bantu untuk mengetahui besarnya erosi yang akan terjadi pada suatu penggunaan lahan dengan pengelolaan tertentu dan untuk mengambil keputusan dalam perencanaan konservasi tanah pada suatu areal tanah. Menurut Arsyad 2006, metode prediksi erosi merupakan alat untuk menilai apakah suatu program atau tindakan konservasi tanah telah berhasil mengurangi erosi dari suatu daerah aliran sungai DAS. Salah satu model yang dapat digunakan untuk prediksi erosi ialah USLE Universal Soil Loss Equation. USLE memungkinkan perencana menduga laju rata-rata erosi suatu bidang tanah tertentu pada suatu kecuraman lereng dan pola hujan tertentu untuk setiap macam pertanaman dan tindakan pengelolaan tindakan konservasi tanah yang mungkin dilakukan atau sedang dilakukan. Struktur model Prediksi erosi USLE Wishchmeier dan Smith 1978 ialah sebagai berikut: A RKLSCP = yang menyatakan : A = Rata-rata tanah tererosi spasial dan temporal per satuan areal R = Faktor curah hujan dan aliran permukaan K = Faktor erodibilitas tanah L = Faktor panjang lereng S = Faktor kecuraman lereng C = Faktor vegetasitanaman penutup tanah dan pengelolaan tanaman P = Faktor tindakan konservasi tanah

2.4.2 Tingkat Bahaya Erosi TBE

Tingkat Bahaya Erosi adalah perkiraan kehilangan tanah maksimum dibandingkan dengan tebal solum tanahnya pada setiap unit lahan bila teknik pengelolaan tanaman dan konservasi tanah tidak mengalami perubahan. Penentuan tingkat bahaya erosi menggunakan pendekatan tebal solum tanah yang telah ada dan besarnya erosi sebagai dasarnya. Semakin dangkal solum tanahnya maka semakin sedikit tanah yang boleh tererosi, sehingga tingkat bahaya erosinya cukup besar meskipun tanah yang hilang belum terlalu besar Arsyad 2006. 2.4.3 Erosi yang dapat dibiarkan Tolerable Soil Loss Erosi yang dapat dibiarkan TSL ialah laju erosi yang dinyatakan dalam tonhatahun yang terbesar yang masih dapat ditoleransikan agar terpelihara suatu kedalaman tanah yang cukup bagi pertumbuhan tanaman yang memungkinkan tercapainya produktivitas yang tinggi secara lestari Arsyad 2006. 2.4.4 Sedimentasi Sedimen adalah tanah dan bagian-bagian tanah yang terangkut dari suatu tempat yang tererosi. Sedimentasi yaitu sedimen yang dihasilkan dari proses erosi dan terbawa oleh suatu aliran yang diendapkan pada suatu tempat dimana kecepatan airnya melambat atau berhenti Arsyad 2006. Sedimen umumnya mengendap di bagian bawah kaki bukit, di daerah genangan banjir, saluran air, sungai, dan waduk Asdak 1995. Nisbah jumlah sedimen yang benar-benar terbawa oleh sungai dari suatu daerah terhadap jumlah tanah yang tererosi di daerah tersebut disebut sebagai Sediment Delivery Ratio SDR. Proses sedimentasi dapat memberikan dampak yang menguntungkan dan merugikan. Sedimentasi dapat menguntungkan karena pada tingkat tertentu adanya aliran sedimen ke daerah hilir dapat menambah kesuburan tanah serta terbentuknya tanah garapan baru di daerah hilir, namun pada saat yang bersamaan aliran sedimen dapat menurunkan kualitas perairan dan pendangkalan badan perairan Asdak 1995. Pengendapan yang berlebihan akan menyebabkan pendangkalan loka-loka penampungan air, termasuk dataran banjir di sekitar muara sungai Purwowidodo 2002. Produksi sedimen tahunan rata-rata dari suatu daerah aliran sungai tergantung dari faktor iklim, jenis tanah, tata guna lahan, topografi, dan waduk. Menurut Asdak 1995, faktor lain yang mempengaruhi besarnya sedimen yang masuk ke sungai adalah karakteristik sungai yang meliputi morfologi sungai, tingkat kekasaran sungai, dan kemiringan sungai.

2.5 Ruang Terbuka Hijau