Pengaruh Kitosan Terhadap Komponen Darah , Kadar Hemoglobin, Sgpt dan Sgot pada Tikus (Rattus norvegicus L) yang Dipapar Plumbum Asetat

(1)

PENGARUH KITOSAN TERHADAP KOMPONEN DARAH , KADAR HEMOGLOBIN, SGPT DAN SGOT PADA TIKUS

(Rattus norvegicus L) YANG DIPAPAR PLUMBUM ASETAT

TESIS

Oleh

ELVIDA 117030015/BIO

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

PENGARUH KITOSAN TERHADAP KOMPONEN DARAH , KADAR HEMOGLOBIN, SGPT DAN SGOT PADA TIKUS

(Rattus norvegicus L) YANG DIPAPAR PLUMBUM ASETAT

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister pada Program Pascasarjana Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Oleh ELVIDA 117030015/BIO

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

PENGESAHAN

Judul Tesis : Pengaruh Kitosan Terhadap Komponen Darah , Kadar Hemoglobin, Sgpt dan Sgot pada Tikus (Rattus norvegicus L) yang Dipapar Plumbum Asetat

Nama Mahasiswa : Elvida Nomor Induk Mahasiswa : 117030015 Program Studi : Magister Biologi

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Menyetujui

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M. Biomed. Dr. Salomo Hutahaean, M. Si.

NIP. 19660209 199203 1 003 NIP. 19651011 199501 1 001

Ketua Program Studi, Dekan,

Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M. Biomed.

NIP. 19660209 199203 1 003 NIP. 19631026 199103 1 001 Dr. Sutarman, M.Sc


(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

PENGARUH KITOSAN TERHADAP KOMPONEN DARAH , KADAR HEMOGLOBIN, SGPT DAN SGOT PADA TIKUS

(Rattus norvegicus L) YANG DIPAPAR PLUMBUM ASETAT

TESIS

Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah di jelaskan sumbernya dengan benar.

Medan, 28 Agustus 2013

Elvida 117030015


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Elvida

NIM : 117030015

Program Studi : Magister Biologi Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas Tesis saya yang berjudul :

PENGARUH KITOSAN TERHADAP KOMPONEN DARAH , KADAR HEMOGLOBIN, SGPT DAN SGOT PADA TIKUS

(Rattus norvegicus L) YANG DIPAPAR PLUMBUM ASETAT

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih data, menformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, 28 Agustus 2013


(6)

Telah diuji pada

Tanggal : 28 Agustus 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed Anggota : 1. Dr. Salomo Hutahaean, M.Si

2. Dr. Suci Rahayu, M.Si

3. Dr. Miswar Budi Mulya, M.Si


(7)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Elvida, S.Pd M.Si

Tempat dan Tanggal Lahir : Sorkam Kanan, 20 September 1988 Alamat Rumah : Jl. Raden Saleh No.46 Sorkam Kanan

Tapanuli Tengah - 22563

Telepon : 085361101485

e-mail : Elvida.adja@gmail.com

Instansi Tempat Bekerja : YPI Amir Hamzah Medan

DATA PENDIDIKAN

SD : SD Negeri 153008 Tamat : 2000

SMP : SMP Negeri 4 Sorkam Tamat : 2003

SMA : SMA Negeri 1 Sorkam Tamat : 2006

Strata-1 : Biologi FMIPA UNIMED Tamat : 2010 Strata-2 : Biologi PPs FMIPA USU Tamat : 2013


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia Nya, serta salawat beriring salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hasil penelitian yang berjudul “Pengaruh Kitosan Terhadap Komponen Darah , Kadar Hemoglobin, SGPT dan SGOT Pada Tikus (Rattus norvegicus L) yang Dipapar Plumbum Asetat,” sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Magister Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Bapak Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed sebagai Dosen Pembimbing 1, dan Dr. Salomo Hutahaean, M.Si selaku Dosen Pembimbing 2. Dr. Suci Rahayu, M.Si dan Dr. Miswar Budi Mulya, M.Si selaku Dosen Penguji yang telah memberikan banyak saran dan arahan dalam penulisan tesis ini. Bapak Ketua Departemen Pascasarjana Biologi, Bapak Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed. dan seluruh staf pengajar dan pegawai di Pascasarjana Biologi.

Penulis juga mengucapkan terimakasih Kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (PEMPROVSU) yang telah memberikan beasiswa untuk melanjutkan dan menyelesaikan studi saya di Pascasarjana Biologi FMIPA Universitas Sumatera Utara, Medan.

Ungkapan terima kasih yang tak ternilai harganya penulis ucapkan kepada kepada Ayahanda tercinta Haidin Sitanggang dan Ibunda Yusnar Pasaribu yang sudah memberikan doa, semangat, kasih sayang yang tak ternilai harganya. Kepada keluargaku, kakak tersayang Yuti Hanriani, S.Pd beserta Suami Muktiono, M.Si dan Adikku tersayang Santi Putri, S.Pd yang selalu memberikan doa, semangat dan dukungan moril kepada penulis selama ini.

Terima kasih kepada sahabat baik Hilda Sinaga, Kakak Ulina, da Zuwanna serta rekan-rekan mahasiswa/I Pascasarjana Biologi 2011 yang telah banyak berbagi suka dan duka dalam menjalani studi dalam 2 tahun ini. Terima kasih juga buat Dedek Dermawan, SH yang telah menjadi motivator dan sahabat penulis baik suka maupun duka.

Semoga tesis ini bermanfaat untuk semua pihak dan semoga Allah SWT memberikan balasan atas apa yang telah diberikan. Amin ya Rabbal Alamin.

Medan, Agustus 2013


(9)

PENGARUH KITOSAN TERHADAP KOMPONEN DARAH , KADAR HEMOGLOBIN, SGPT DAN SGOT PADA TIKUS

(Rattus norvegicus L) YANG DIPAPAR PLUMBUM ASETAT

ABSTRAK

Pencemaran lingkungan oleh plumbum (Pb) antara lain diakibatkan oleh pertambangan, industri yang menggunakan Pb, dan asap kendaraan. Plumbum dapat mengakibatkan perubahan jumlah komponen seluler darah, kadar hemoglobin, serta kadar SGPT dan SGOT. Kitosan merupakan antioksidan yang dapat menurunkan atau menyerap logam berat sehingga tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kitosan terhadap jumlah komponen seluler darah, kadar Hb, serta kadar SGPT dan SGOT yang telah dipapar plumbum selama 7 minggu. Penelitian dilakukan dengan menggunakan model rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari tujuh (7) perlakuan (K= Kontrol; P1= plumbum asetat 40 mg; P2= plumbum asetat 40 mg dan kitosan 0,5% selama 5 minggu terakhir; P3= plumbum asetat 40 mg dan kitosan 0,75% selama 5 minggu terakhir; P4= plumbum asetat 40 mg dan kitosan 1% selama 5 minggu terakhir; P5= kitosab 1%; P6= pelarut asam asetat 1%), masing-masing perlakuan memiliki ulangan 5 ekor tikus. Pemberian asetat sebanyak 0,5% dan kitosan dengan konsentrasi 1% secara oral. Hasil penelitian menunjukkan bahwa plumbum asetat mempengaruhi komponen darah, kadar Hb dan kadar SGPT dan SGOT. Jumlah eritrosit dan kadar Hb tikus pada perlakuan P1-P4 terjadi penurunan jumlah eritrosit dan Hb secara nyata (p<0,05) dibandingkan dengan kontrol. Kadar SGOT pada perlakuan P1-P4 mengalami peningkatan secara nyata (p<0,05) dibandingkan dengan kontrol. Jumlah leukosit , trombosit dan SGPT tidak berpengaruh secara nyata (p>0,05) disetiap perlakuan. Pemberian kitosan dapat meningkatkan jumlah eritrosit dan kadar Hb dalam darah dan menurunkan kadar SGPT dan SGOT dalam darah. Konsentrasi kitosan yang dapat melindungi jumlah komponen darah normal, kadar Hb normal serta kadar SGPT dan SGOT normal tikus terhadap paparan plumbum adalah 1%.


(10)

THE EFFECT OF CHITOSAN PROTECTIVE OF WHITE RAT’S CELLULAR COMPONENT OF BLOOD HEMOGLOBIN AND

THE LEVELS OF SGPT AND SGOT (Rattus norvegicus L) THAT EXPOSED BY ACETATE PLUMBUM

ABSTRACT

Environmental plumbum pollution has been caused by mining, industries which use lead and vehicle exhaust. Plumbum able to changes in the number of cellular component of blood (erythrocytes, leucocytes and platelets), hemoglobin, and the levels of SGPT and SGOT. Chitosan is an antioxidant that can reduce or absorb of heavy metals. This study was determine the effect of chitosan on the number of cellular components of blood (erythrocytes, leucocytes and platelets), hemoglobin, and the levels of SGPT and SGOT of rats. They were exposed by acetate plumbum for 7 weeks. The research has been done from January until june 2013 with complete random design, which consist of seven treatments (K= control; P1= acetate plumbum 40 mg and chitosan 0,5% for 5 weeks; P3= acetat plumbum 40 mg and chitosan 0,75% for 5 weeks; P4= acetate plumbum 40 mg and chitosan 1% for 5 weeks; P5= chitosan 1%; P6= acetate acid 1%) which each treatment had replications of rats. The giving of acetate plumbum is 0,5 ml and the concentration of chitosan are 0,5%, 0,75% and 1% orally. The result of research showed Pb-acetate affect the amount of blood component, hemoglobin levels and levels of SGPT and SGOT. The results of number erytrosites and Hb level in the treatment of P1-P4 decreased number erythrocyte and Hb level were significantly (p<0,05) in each treatment. The result of SGOT in the treatment of P1-P4 increased level of SGOT were significantly (p<0,05) in each treatment. The result of number of leucocytes and platelets had no significant effect (p<0,05) in each treatment. The giving of chitosan affect increased number of erythrocytes and level of Hb and decreased level of SGPT and SGOT. The concentration of chitosan can be protected normally the number of cellular component of blood (erythrocytes, leucocytes and platelets), hemoglobin, and the levels of SGPT and SGOT of rats exposed by acetated plumbum is 1%.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

ABSTRAK ii

ABSTRACT iii

DAFTAR ISI iv

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Tujuan Penelitian 4

1.4 Hipotesis 4

1.5 Manfaat Penelitian 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1 KarakteristikLogamPlumbum (Pb) 6

2.2 Keracunan timbal 7

2.3 Pengaruh Pb pada Sistem peredaran darah 8 2.4 darah dan Komponen-komponennya 9


(12)

2.4.2 Fungsi Darah 9 2.4.3. Komposisi Darah 10 2.5 Biosintesis Hemoglobin 12 2.6 Interaksi Plumbum Dengan Hemoglobin 13

2.7 Kitosan 13

2.8 SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase)

dan SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase) 15

BAB 3 BAHAN DAN METODE 17

3.1 Desain Penelitian 17

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 17 3.2.1 Tempat Penelitian 17

3.2.1 Waktu Penelitian 17

3.3 Bahan dan Alat 17

3.4 Populasi dan Sampel Pemelitian 18

3.4.1 Populasi Penelitian 18

3.4.2 Sampel Penelitian 18

3.4.7 Persiapan Pembuatan Zat Warna

3.5 Pelaksanaan Penelitian 19

3.5.1 Pemeliharaan Hewan Percobaan 19

3.5.2 Plumbum Asetat 20

3.6 Prosedur Pemeriksaan 20

3.6.1 Penentuan Kadar Pb dalam darah 20 3.6.2 Penentuan Kadar Eritrosit, Leukosit dan Trombosit 21 3.6.3 Penentuan Kadar Hemoglobin 21 3.6.4 Penentuan Kadar SGPT dan SGOT dalam Darah 22

3.7 Analisis Data 23

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 24

4.1 Kadar Plumbum Darah Tikus 24

4.2 Jumlah Sel Darah Merah (Eritrosit) Tikus 27 4.3 Jumlah Sel Darah Putih (Leukosit) Tikus 29

4.4 Jumlah Trombosit Tikus 31

4.5 Kadar Hemoglobin Tikus 32


(13)

4.6.1. Kadar SGPT Tikus 36

4.6.2 Kadar SGOT Tikus 36

BAB 5 KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Struktur Kitin 12

Gambar 4.1 Grafik Rata-Rata Kadar Pb dalam Darah Tikus 12 Gambar 4.2 Grafik Rata-Rata Jumlah Eritrosit Tikus 27 Gambar 4.3 Grafik Rata-Rata Jumlah Leukosit Tikus 30 Gambar 4.4

Gambar 4.5 Gambar 4.6 Gambar 4.7

Grafik Rata-Rata Jumlah Trombosit Tikus Grafik Rata-Rata Kadar Hemoglobin Tikus Grafik Rata-Rata Kadar SGPT Tikus Grafik Rata-Rata Kadar SGOT Tikus

32 33 35 36


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A Surat Rekomendasi Persetujuan Etik Penelitian Kesehatan L-1

Lampiran B Data Hasil Analisis Plumbum dalam Darah Tikus L-2

Lampiran C Data Pemeriksaan Komponen Darah, Hb, SGPT dan SGOT Tikus L-3

Lampiran D Data Penghitungan Kadar Pb L-4

Lampiran E Data Penghitungan Jumlah Eritrosit L-5

Lampiran F Data Penghitungan Jumlah Leukosit L-6

Lampiran G

Lampiran H

Lampiran I

Data Penghitungan Jumlah Trombosit

Data Penghitungan Kadar SGPT

Data Penghitungan Kadar SGOT

L-7

L-8


(16)

PENGARUH KITOSAN TERHADAP KOMPONEN DARAH , KADAR HEMOGLOBIN, SGPT DAN SGOT PADA TIKUS

(Rattus norvegicus L) YANG DIPAPAR PLUMBUM ASETAT

ABSTRAK

Pencemaran lingkungan oleh plumbum (Pb) antara lain diakibatkan oleh pertambangan, industri yang menggunakan Pb, dan asap kendaraan. Plumbum dapat mengakibatkan perubahan jumlah komponen seluler darah, kadar hemoglobin, serta kadar SGPT dan SGOT. Kitosan merupakan antioksidan yang dapat menurunkan atau menyerap logam berat sehingga tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kitosan terhadap jumlah komponen seluler darah, kadar Hb, serta kadar SGPT dan SGOT yang telah dipapar plumbum selama 7 minggu. Penelitian dilakukan dengan menggunakan model rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari tujuh (7) perlakuan (K= Kontrol; P1= plumbum asetat 40 mg; P2= plumbum asetat 40 mg dan kitosan 0,5% selama 5 minggu terakhir; P3= plumbum asetat 40 mg dan kitosan 0,75% selama 5 minggu terakhir; P4= plumbum asetat 40 mg dan kitosan 1% selama 5 minggu terakhir; P5= kitosab 1%; P6= pelarut asam asetat 1%), masing-masing perlakuan memiliki ulangan 5 ekor tikus. Pemberian asetat sebanyak 0,5% dan kitosan dengan konsentrasi 1% secara oral. Hasil penelitian menunjukkan bahwa plumbum asetat mempengaruhi komponen darah, kadar Hb dan kadar SGPT dan SGOT. Jumlah eritrosit dan kadar Hb tikus pada perlakuan P1-P4 terjadi penurunan jumlah eritrosit dan Hb secara nyata (p<0,05) dibandingkan dengan kontrol. Kadar SGOT pada perlakuan P1-P4 mengalami peningkatan secara nyata (p<0,05) dibandingkan dengan kontrol. Jumlah leukosit , trombosit dan SGPT tidak berpengaruh secara nyata (p>0,05) disetiap perlakuan. Pemberian kitosan dapat meningkatkan jumlah eritrosit dan kadar Hb dalam darah dan menurunkan kadar SGPT dan SGOT dalam darah. Konsentrasi kitosan yang dapat melindungi jumlah komponen darah normal, kadar Hb normal serta kadar SGPT dan SGOT normal tikus terhadap paparan plumbum adalah 1%.


(17)

THE EFFECT OF CHITOSAN PROTECTIVE OF WHITE RAT’S CELLULAR COMPONENT OF BLOOD HEMOGLOBIN AND

THE LEVELS OF SGPT AND SGOT (Rattus norvegicus L) THAT EXPOSED BY ACETATE PLUMBUM

ABSTRACT

Environmental plumbum pollution has been caused by mining, industries which use lead and vehicle exhaust. Plumbum able to changes in the number of cellular component of blood (erythrocytes, leucocytes and platelets), hemoglobin, and the levels of SGPT and SGOT. Chitosan is an antioxidant that can reduce or absorb of heavy metals. This study was determine the effect of chitosan on the number of cellular components of blood (erythrocytes, leucocytes and platelets), hemoglobin, and the levels of SGPT and SGOT of rats. They were exposed by acetate plumbum for 7 weeks. The research has been done from January until june 2013 with complete random design, which consist of seven treatments (K= control; P1= acetate plumbum 40 mg and chitosan 0,5% for 5 weeks; P3= acetat plumbum 40 mg and chitosan 0,75% for 5 weeks; P4= acetate plumbum 40 mg and chitosan 1% for 5 weeks; P5= chitosan 1%; P6= acetate acid 1%) which each treatment had replications of rats. The giving of acetate plumbum is 0,5 ml and the concentration of chitosan are 0,5%, 0,75% and 1% orally. The result of research showed Pb-acetate affect the amount of blood component, hemoglobin levels and levels of SGPT and SGOT. The results of number erytrosites and Hb level in the treatment of P1-P4 decreased number erythrocyte and Hb level were significantly (p<0,05) in each treatment. The result of SGOT in the treatment of P1-P4 increased level of SGOT were significantly (p<0,05) in each treatment. The result of number of leucocytes and platelets had no significant effect (p<0,05) in each treatment. The giving of chitosan affect increased number of erythrocytes and level of Hb and decreased level of SGPT and SGOT. The concentration of chitosan can be protected normally the number of cellular component of blood (erythrocytes, leucocytes and platelets), hemoglobin, and the levels of SGPT and SGOT of rats exposed by acetated plumbum is 1%.


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang menggalakkan kegiatan industri. Industrialisi di Indonesia banyak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat, salah satu diantaranya adalah pencemaran lingkungan. Logam berat plumbum (Pb) adalah salah satu bahan pencemar lingkungan yang dihasilkan dari kegiatan industri dan transportasi yang menimbulkan masalah serius dalam bidang kesehatan. Polusi Pb dilingkungan hidup biasanya berasal dari sektor pertambangan, peleburan logam, industri yang menggunakan bahan baku Pb (misalnya pabrik cat, kabel, enamel, gelas, baterai dan pestisida), dan sektor transportasi (Purwoningsih, 2008)

Plumbum masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan, pencernaan dan permukaan kulit (Bartik, 1981). Plumbum merupakan jenis logam berat yang bersifat toksik bagi tubuh manusia. Organ-organ tubuh yang menjadi sasaran dari keracunan plumbum adalah sistem peredaran darah, sistem saraf, sistem urinaria, sistem reproduksi, sistem endokrin dan jantung (WHO, 1977).

Plumbum di udara yang terhirup manusia berasal dari penggunaan bahan bakar berplumbum yang dalam pembakarannya melepaskan plumbum oksida yang berbentuk partikulat. Baku Mutu Udara untuk Plumbum adalah 0,06 µg/m3

Plumbum dapat mengakibatkan gangguan terhadap fungsi hati dan karakteristik seluler darah. Telah dilaporkan bahwa paparan Pb dapat menyebabkan anemia (Hariono, 2006 ; Soetopo, 2005), gangguan sintesis hemoglobin (Shannon, 1998 ; Hariono, 2005), kerusakan organ hati (Hariono,

. Plumbum dalam makanan berasal dari kontaminasi kaleng makanan dan minuman, serta solder yang bertimbal. Plumbum dalam air minum dapat terkontaminasi dari pipa dan kran air. Kandungan plumbum dalam air sebesar 15 mg/l dianggap sebagai konsentrasi yang aman untuk dikonsumsi (Dharwiyanti, 2004; Nasution, 2004; Hariono, 2005).


(19)

2006 ; Gujawat, 2006) dan menyebabkan terjadinya sirosis pada hati (Hariono, 2005; Sipos et al., 2003)

Absorpsi Pb yang dihirup berbeda-beda tergantung dari bentuk ( uap atau partikel) dan kadar Pb kira-kira 90% partikel di udara diabsorpsi melalui saluran napas (Syarif et al., 2007). Ekskresi Pb membutuhkan waktu yang relatif lama. Telah dilaporkan bahwa waktu paruh Pb di eritrosit, ginjal, hati, dan tubulus lebih dari 30 hari. Ekskresi terutama pada sistem urinaria (76%), gastrointestinal (16%) sedangkan melalui rambut, kuku dan kelenjar sangat kecil (8%) (Klaassen et al., 1986).

Keracunan plumbum dapat diatasi dengan melakukan terapi dengan bahan penghelat. Bahan penghelat dapat mengikat logam-logam transisi seperti plumbum dengan cara mengikat logam plumbum dan membentuk ikatan kompleks dan bersifat hidrofilik sehingga dapat dikeluarkan bersama urin. Terkadang dikeluarkan dalam bentuk garam asam urat, asam hipourat dan keratin (Luckey dan Venugopel, 1977). Salah satu cara mempercepat ekskresi adalah dengan menggunakan senyawa penghelat (Sanghi, 2000; Wan Ngah et al., 1998; Fernandez-Kim, 2004).

Kitosan alami juga mampu mengikat logam dan dapat dijadikan sebagai bahan pembersih air. Interaksi logam dengan kitosan membentuk ikatan kompleks, dengan cara mengikat molekul, pertukaran ion, dan khelasi (Sanghi, 2000). Kitosan merupakan turunan biopolimer karbohidrat alami yang diperoleh dari destilasi kitin. Kitin dapat diperoleh dari invertebrata laut, serangga, jamur dan ragi (Guibal, 2004). Elektron dari nitrogen yang terdapat pada gugus amina dapat mengakibatkan ikatan kovalen dative dengan ion-ion logam transisi, kitosan sebagai donor elektron pada ion-ion logam transisi (Guibal, 2004). Jenis crustaceae mengandung 20-30% kitin pada bagian eksoskletonnya. Sedangkan untuk dosis harian kitosan yang dianjurkan untuk pengobatan adalah 1-3 gram (Anonimus, 1999).

Kitosan adalah salah satu bahan alami yang sudah dilaporkan memiliki kemampuan mengikat logam berat (seperti plumbum) yang baik didunia industri (Ketty, 1942). Sejauh ini belum diketahui, bagaimana pengaruh kitosan sebagai


(20)

penghelat logam berat secara in vivo. Dengan demikian, akan dilakukan penelitian tentang pengaruh pemberian kitosan dengan konsentrasi yang berbeda terhadap jumlah dan karakteristik seluler darah, kadar hemoglobin serta gambaran jumlah enzim hati tikus putih yang dipapar plumbum asetat.

1.2 Perumusan Masalah

Penelitian mengenai pengaruh pemberian plumbum (Pb) terhadap fungsi organ-organ tubuh terutama bagaimana pengaruh plumbum terhadap kinerja darah sebagai alat transportasi dalam tubuh sudah banyak dilakukan sebelumnya. Kemudian diketahui pula bahwa penelitian mengenai kitosan merupakan bahan penghelat atau adsorben bagi logam berat seperti plumbum juga telah banyak dilakukan. Meskipun demikian, sejauh ini belum banyak dikaji bagaimana pengaruh pemberian kitosan terhadap gambaran karakteristik seluler darah (eritrosit, leukosit dan trombosit), hemoglobin serta gambaran enzim hati (SGPT dan SGOT) dari darah tikus yang dipapar plumbum asetat.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian plumbum terhadap komponen darah, kadar hemoglobin serta kadar SGPT dan SGOT darah tikus putih. 2. Untuk mengetahui pengaruh pemberian kitosan dengan konsentrasi yang

berbeda terhadap komponen darah, kadar hemoglobin, serta kadar SGPT dan SGOT darah tikus putih yang dipapar plumbum.

3. Untuk mengetahui konsentrasi kitosan yang dapat melindungi jumlah komponen darah normal, kadar Hb normal serta kadar SGPT dan SGOT normal tikus putih terhadap paparan.

1.4 Hipotesis Penelitian

Adapun yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Pemberian plumbum menyebabkan perubahan jumlah komponen seluler darah, kadar Hb darah serta kadar SGPT dan SGOT darah tikus putih.


(21)

2. Pemberian kitosan berpengaruh dalam proteksi jumlah komponen seluler darah, kadar Hb serta kadar SGPT dan SGOT yang diakibatkan oleh Plumbum asetat.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penenlitian ini diharapkan bermanfaat untuk :

1. Bahan informasi tentang efek industri terhadap lingkungan dan kesehatan. 2. Bahan informasi tentang bahaya plumbum yang berasal dari limbah

industri dan asap kendaraan.

3. Dasar penyuluhan/konseling pada masyarakat untuk mencegah keracuanan plumbum.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Logam Plumbum (Pb)

Plumbum adalah suat

Pb dan Plumbum.

Plumbum (Pb) adalah logam berat yang terdapat secara alami di dalam kerak bumi (MSDS, 2005). Keberadaan plumbum berasal dari hasil aktivitas manusia, yang jumlahnya 300 kali lebih banyak dibandingkan Pb alami yang terdapat pada kerak bumi. Pb terkonsentrasi dalam deposit bijih logam. Unsur Pb digunakan dalam bidang industri modern sebagai bahan pembuatan pipa air yang tahan korosi, bahan pembuat cat, baterai, dan campuran bahan bakar bensin tetraetil (Purwoningsih, 2008).

Plumbum merupakan logam yang mendapat perhatian khusus karena sifatnya yan melalui konsumsi makanan, minuman, udara, air, serta debu yang tercemar Pb. Pb sebagai salah satu komponen polutan udara mempunyai efek toksis yang luas pada manusia dan hewan dengan mengganggu fungsi saluran ginjal yang kronis bahkan menyebabkan gagal ginjal, gangguan pada saluran pencernaan, sistem saraf pada remaja, menurunkan fertilitas, menurunkan jumlah spermatozoa, dan meningkatkan spermatozoa abnormal dan aborsi spontan (Astuti, 2002).

Di dalam tubuh manusia, Pb dapat menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin (Hb) dan sebagian kecil Pb diekskresikan lewat urin dan feses karena sebagian kecil lagi Pb diikat oleh protein, sedangkan sebagian lagi yang lainnya terakumulasi dalam ginjal, hati, kuku, jaringan lemak dan rambut. Waktu paruh Pb dalam eritrosit adalah selama 35 hari, dalam jaringan ginjal dan hati selama 40 hari, sedangkan waktu paruh dalam tulang adalah selama 30 hari. Tingkat ekskresi Pb melalui sistem urinaria adalah sebesar 76 %, gastrointernal 16% dan rambut, kuku serta keringat 8% (Klaassen et al., 1986). Absorpsi Pb yang dihirup berbeda-beda tergantung dari bentuk ( uap atau partikel)


(23)

dan kadar Pb kira-kira 90% partikel di udara diabsorpsi melalui saluran napas (Syarif et al., 2007).

2.2 Keracunan Plumbum

Keracunan yang ditimbulkan oleh logam Pb dapat terjadi karena masuknya logam tersebut kedalam tubuh. Proses masuknya Pb ke dalam tubuh dapat melalui beberapa jalur, yaitu melalui makanan dan minuman, udara dan perembesan atau penetrasi pada selaput atau lapisan kulit. Gejala keracunan Pb yang bersifat akut telah banyak diketahui, biasanya karena faktor ketidak sengajaan atau kecelakaan, misalnya karena terminum atau termakan. Adapun gejalanya berupa iritasi lokal pada saluran pencernaan. Gejala keracunan berupa bau logam di mulut, tenggorokan terasa kering, haus, rasa sakit dan terbakar di lambung, nausea, kolik serta muntah, Kadang-kadang disertai diare,tinja yang berdarah dan berwarna hitam (Bartik, 1981).

Sebagian Pb yang terhirup akan masuk kedalam pembuluh darah paru-paru. Tingkat penyerapan itu sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel senyawa Pb yang ada dan volume udara yang mampu dihirup pada saat bernapas. Makin kecil ukuran partikel debu dan semakin besarnya volume udara yang dihirup akan semakin besar pula konsentrasi Pb yang diserap tubuh. Plumbum yang masuk ke paru-paru melalui proses pernapasan akan terserap dan berikatan dengan darah di paru-paru, kemudian diedarkan ke seluruh jaringan dan organ tubuh. Lebih dari 90% Pb yang terserap oleh darah akan berikatan dengan sel-sel darah merah (Astuti, 2002).

Bagi orang dewasa, kandungan Pb dalam darah sedikit banyak mempengaruhi kesuburan, pada ibu yang sedang hamil, Pb yang terserap dan ditimbun dalam tulang diremobilisasi dan masuk ke dalam peredaran darah, lalu mengalir ke janin dan menghambat perkembangan otak dan intelegensia janin (Astuti, 2002). Pada jaringan atau organ tubuh Pb akan terakumulasi pada tulang. Plumbum dalam bentuk ion Pb2+, dapat menggantikan keberadaan ion Ca2+ (kalsium) yang terdapat pada jaringan tulang. Disamping itu pada wanita hamil Pb dapat melewati plasenta dan kemudian akan masuk dalam system peredaran darah


(24)

janin dan selanjutnya setelah bayi lahir Pb akan dikeluarkan bersama ASI (Air Susu Ibu). Meskipun jumlah Pb yang diserap tubuh hanya sedikit ternyata Pb ini sangat berbahaya. Hal ini disebabkan senyawa-senyawa Pb dapat memberikan efek racun terhadap berbagai macam fungsi organ tubuh (Syarif et al., 2007)..

Daya racun Pb dalam tubuh diantaranya disebabkan oleh penghambatan enzim oleh ion-ion Pb2+. Enzim yang diduga dihambat adalah yang diperlukan untuk pembentukan haemoglobin. Penghambatan tersebut disebabkan terbentuknya ikatan yang kuat (ikatan kovalen) antara Pb2+ dengan sulfur yang terdapat di dalam asam-asam amino (misalnya sistein) dari enzim tersebut (Astuti, 2002).

2.3. Pengaruh Plumbum pada Sistem Perdaran Darah

Kira-kira 90% plumbum yang masuk ke dalam sirkulasi darah menuju ke eritrosit, ada juga yang ke albumin darah, α-globulin dan protein lain (Bartik, 1981). Plumbum mempengaruhi system peredaran darah dengan berbagai cara, yaitu dengan memperlambat pematangan normal sel darah merah (eritrosit) dalam sum-sum tulang, hal ini menyebabkan terjadinya anemia serta mempengaruhi kelangsungan hidup sel darah merah. Cara berikutnya adalah dengan menghambat gerkan sel darah. Sel darah merah yang diberi perlakuan dengan plumbum, memperlihatkan peningkatan tekanan osmosis dan kelemahan pergerakan. Selain itu juga menghambat Na-K-ATPase yang meningkatkan kehilangan kalium intraselular yang bermuara pada anemia yang disertai oleh penyusutan waktu hidup sel darah merah (Delmann & Brawn, 1992).

2.4 Darah dan Komponen-Komponennya 2.4.1. Darah

Darah adalah suatu jaringan tubuh yang terdapat didalam pembuluh darah yang berwarna merah. Warna merah itu keadaannya tidak tetap tergantung pada banyaknya oksigen dan karbondioksida didalamnya. Adanya oksigen dalam darah diambil dengan jalan bernafas dan zat ini sangat berguna pada


(25)

peristiwa pembakaran atau metabolisme di dalam tubuh (Delmann & Brawn, 1992).

Karakteristik fisik darah meliputi viskositas atau kekentalan darah 4,5-5, temperaturnya sekitar 38oC, pH 7,37 – 7,4, salinitas 0,9%, berat 8 % dari berat badan serta volume 5-6 liter. Darah selama beredar didalam tubuh oleh karena adanya kontraksi dari pompa jantung. Selama darah berada dalam pembuluh darah maka akan tetap encer, tetapi kalau ia keluar dari pembuluhnya akan menjadi beku. Pembekuan ini dapat dicegah dengan jalan mencampurkan kedalam darah tersebut sedikit obat anti pembekuan atau sitras natrikus (Delmann & Brawn, 1992).

2.4.2. Fungsi Darah

Menurut Junquiera (1995), fungsi darah adalah sebagai alat pengangkut, yaitu mengambil oksigen atau zat pembakaran dari paru-paru untuk diedarkan ke seluruh jaringan tubuh, mengangkat karbondioksida dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru- paru, mengambil zat- zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan dibagikan keseluruh jaringan atau alat tubuh, mengangkat atau mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh dikeluarkan melalui kulit dan ginjal. Kemudian sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit dan racun dalam tubuh dengan perantaraan leukosit dan antibodi untuk mempertahankan tubuh terhadap invasi mikroorganisme dan benda asing (leukosit) dan proses homeostatis (trombosit). Dan juga sebagai pengatur regulasi yaitu mempertahankan PH dan konsentrasi elektrolit pada cairan interstitial melalui pertukaranion-ion dan molekul pada cairan interstitial, darah mengatur suhu tubuh melalui transport panas menuju kulit dan paru-paru.

2.4.3 Komposisi Darah

Darah terdiri atas plasma dan selsel darah. Plasma terdiri dari air, protein, dan bahan-bahan non protein. Plasma protein terdiri dari albumin (55%), globulin α, β,


(26)

trombosit. Dimana leukosit terbagi 2 yaitugranulosit: netrofil, eosinofil, dan basofil. Serata agranulosit: limfosit dan monosit (Junqueira et al., 1995).

a. Eritrosit (sel darah merah)

Eritrosit memiliki ciri-ciri, yaitu tidak berinti, mengandung Hb (protein yang mengandung senyawa hemin dan globin yang mempunyai daya ikat terhadap oksigen dan karbondioksida), bentuknya bikonkav, dibuat didalam sumsum merah tulang pipih sedang pada bayi di bentuk di hati. Setelah tua sel darah merah akan dirombak oleh hati dan dijadikan zat warna empedu (billirubin) (Junqueira et al., 1995). Untuk kisaran normal eritrosit seekor tikus putih dewasa adalah 7,2-9,6 juta/mm3 (Schalm, 1971).

b. Leukosit (sel darah Putih)

Eritrosit memiliki ciri-ciri, yaitu mempunyai inti, setiap 1 mm mengandung 6000-9000 sel darah putih, bergerak bebas secara amoeboid, berfungsi melawan kuman secara fagositosis, dibentuk oleh jaringan reticulum endothelium disumsum tulang untuk granulosit dan kelenjar limpha untuk agrunulosit. Leukosit meliputi : Granulosit merpakan sel darah putih yang bergranula yang terdiri dari neutrofil merupakan granula merah kebiruan dan bersifat fagosit, basofil merupakan granula biru dan bersifat fagosit serta eosinofil yang bergranula merah dan bersifat fagosit. Sedangkan agranulosit merupakan sel darah putih yang sitoplasmanya tidak bergranula yang terdiri dari monosit dengan cirri-ciri memiliki inti besar, bersifat fagosit dan dapat bergerak cepat serta limphosit yang memiliki inti sebuah, untuk imunitas, tidak dapat bergerak (Delmann & Brawn, 1992 ; Junqueira et al., 1995). Kisaran normal leukosit tikus dewasa, yaitu 4000-10000/mm3 (Anonimus, 1991).

c. Trombosit

Trombosit adalah fragmen atau kepingan-kepingan tidak berinti dari sitoplasma megakariosit yang berukuran 1-4 mikron dan beredar dalam sirkulasi darah selama 10 hari. Gambaran mikroskopik dengan pewarnaan Wright – Giemsa, trombosit tampak sebagai sel kecil, tak berinti, bulat dengan sitoplasma berwarna


(27)

biru-keabu-abuan pucat yang berisi granula merah-ungu yang tersebar merata. Trombosit memiliki peran dalam sistem hemostasis, suatu mekanisme faali tubuh untuk melindungi diri terhadap kemungkinan perdarahan atau kehilangan darah. Fungsi utama trombosit adalah melindungi pembuluh darah terhadap kerusakan endotel akibat trauma-trauma kecil yang terjadi sehari-hari dan mengawali penyembuhan luka pada dinding pembuluh darah. Mereka membentuk sumbatan dengan jalan adhesi (perlekatan trombosit pada jaringan sub-endotel pada pembuluh darah yang luka) dan agregasi (perlekatan antar sel trombosit) (Delmann & Brawn, 1992 ; Junqueira et al.,1995).

Orang-orang dengan kelainan trombosit, baik kualitatif maupun kuantitatif, sering mengalami perdarahan-perdarahan kecil di kulit dan permukaan mukosa yang disebut ptechiae, dan tidak dapat mengehentikan perdarahan akibat luka yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Agar dapat berfungsi dengan baik, trombosit harus memadai dalam kuantitas (jumlah) dan kualitasnya. Pembentukan sumbat hemostatik akan berlangsung dengan normal jika jumlah trombosit memadai dan kemampuan trombosit untuk beradhesi dan beragregasi juga bagus (Delmann & Brawn, 1992).

2.5 Hemoglobin

Hemoglobin adal

seluruh tubuh, pada

Molekul hemoglobin terdiri dari molekul organik dengan satu atom besi (Supariasa, 2002).

Hemoglobin merupakan protein konjugasi globulin dan heme yaitu suatu kompleks protoforpirin dengan besi. Biosintesis porfirin berasal dari derivate Ko-enzim A dari asam suksinat pada siklus Kerbs dalam mitokondria dan asam amino glisin. Hasil reaksi kondensasi antara suksinil Ko-enzim A dan glisin adalah asam alfa amino beta ketoadipat yang dengan cepat dikarboksilasi menjadi asam delta-aminolevulenat. Sintesis asam delta-aminolevulenat terjadi di mitokondria. Dalam


(28)

sitoplasma 2 molekul aminolevulenat dikatalisis oleh enzim delta-aminolevulenic acid dehydratase membentuk 2 molekul air dan 1 molekul porfobilinogen.

Dalam sitoplasma 4 unit porfobilinogen mengalami kondensasi membentuk polimer siklik yaitu uroporfobilinogen. Ada 2 isomer uroporfobilinogen, yaitu isomer tipe I dan isomer tipe III. Heme berasal dari isomer tipe III. Uroporfobilinogen III diubah menjadi koproporfirinogen III. Reaksi ini dikatalisis oleh uroporfobilinogen dekarboksilase. Kemudian koproporfirinogen III memasuki mitokondria, selanjutnya diubah menjadi protoporfirinogen. Dari 15 kemungkinan isomer hanya satu yang dibentuk, yaitu protoporfirinogen IX. Protoporfirinogen IX dioksidasi oleh protoporfirinogen oksidase menghasilkan protoporfirin IX. Oksidasi ini menghasilkan ikatan rangkap terkonjugasi yang merupakan ciri porfirin. Tahap akhir pembentukan heme adalah pemasukan ion ferro ke dalam protoporfirin yang dikatalisis oleh enzim ferrokatalase (Murray et al., 2003). Untuk kadar hemoglobin normal seekor tikus dewasa adalah 15-16 g/100 mm3 (Widjayakusuma dan Sikar, 1986).

2.6 Interaksi Plumbum Dengan Hemoglobin

Interaksi logam-logam berat pada oksihemoglobin dinyatakan sebagai sumber pembentukan radikal bebas superoksid (O2) pada eritrosit. Penelitian secara invitro menunjukkan bahwa plumbum secara bermakna memperbesar autooksidasi hemoglobin pada lisosom. Anemia merupakan tanda lanjut dan paling sering terjadi pada orang dewasa, biasanya ringan dan selalu hipokrom. Hal ini menunjukkan salah penggunaan Fe dalam sum-sum tulang sehingga Fe darah meningkat. Hal ini mengakibatkan pengurangan inkorporasi Fe kedalam eritrosit dan penimbunan Fe yang berlabihan dalam mithokondria precursor eritrosit. Anemia yang terjadi digolongkan sebagai anemia sideroblastik (Astuti, 2002).

2.7 Kitosan


(29)

Kitosan merupakan biopolymer alami turunan dari kitin, homopolymer dari (1-4)-amino-2-deoksi-β-D-glukosa. Kitin merupakan biopolymer alami terbesar kedua yang dapat ditemukan dialam setelah selulosa. Kitosan adalah turunan kitin yang hanya dibedakan oleh gugus radikal CH3. CO- pada struktur polimernya. Kitosan merupakan senyawa kimia yang berasal dari bahan hayati kitin, suatu senyawa organik yang melimpah di alam ini setelah selulosa (Ketty, 1942).

Kitin ini umumnya diperoleh dari kerangka hewan invertebrata dari kelompok Arthopoda sp, Molusca sp, Coelenterata sp, Annelida sp, Nematoda sp, dan beberapa dari kelompok jamur. Selain dari kerangka hewan invertebrate, juga banyak ditemukan pada bagian insang ikan, trachea, dinding usus dan pada kulit cumi-cumi. Sebagai sumber utamanya ialah cangkang Crustaceae sp, yaitu udang, lobster, kepiting, dan hewan yang bercangkang lainnya, terutama asal laut. Sumber ini diutamakan karena bertujuan untuk memberdayakan limbah udang (Ketty, 1942).

Kitosan adalah suatu rantai linear dari D – Glukosamin dan N – Asetil D –

Glukosamin yang terangkai pada posisi β (1-4 ).(Adriana et al, 2003). Kitosan adalah suatu kitin N – deasetilasi yaitu biomaterial yang mempunyai sifat biologi yang efektif seperti aktivitas bakteri (Sashiwa, 2003) , biodegradable, biokompatibel, dan tidak beracun (Kaban, 2007).

Kitosan mempunyai sifat polikationik, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai agensia penggumpal. Kitin dan kitosan diakui sebagai biosorbent untuk penghilangan logam berat. Salah satu bahan pengklelat dari crustaceae adalah kitosan, yang diperoleh dari senyawa kitin yang terdapat dikulit (cangkang)nya lalu dengan proses deasetilasi diubah menjadi kitosan (Purwaningsih, 1994).

Kitosan juga terdapat secara alami dalam beberapa jamur namun tidak sebanyak kitin. Struktur idealnya dapat dilihat dari gambar 1 :


(30)

Gambar 1.1 Struktur Kitosan

Karena adanya gugus amino, kitosan merupakan polielektrolit kationik (pKa ≈ 6,5) hal yang sangat jarang terjadi secara alami. Sifat yang basa ini menjadikan kitosan :

a. Dapat larut dalam media asam encer membentuk larutan yang kental sehingga dapat digunakan dalam pembuatan gel. Dalam beberapa variasi konfigurasi seperti butiran, membrane, pelapis kapsul, serat dan spons. b. Membentuk kompleks yang tidak larut dengan air dengan polianion yang

dapat juga digunakan untuk pembuatan butiran gel, kapsul, dan membran. c. Dapat digunakan sebagai pengkhelat ion logam berat dimana gelnya

menyediakan sistem produksi terhadap efek destruksi dari ion (Meriaty, 2002)

2.7.2 Sifat – Sifat Fitokimia Kitosan 1. Sifat Fisika

Kitosan adalah padatan amorf putih yang tidak larut dalam alkali dan asam mineral kecuali pada keadaan tertentu. Kitosan merupakan molekul polimer yang mempunyai berat molekul tinggi. Kitosan dengan berat molekul yang tinggi didapati dengan mempunyai viskositas yang baik dalam suasana asam. Kitosan hasil deasetilasi kitin larut dalam asam encer seperti asam asetat, asam formiat, dll. Kitosan dapat membentuk gel dalam n – metilmorpin n – oksida yang dapat digunakan dalam formulasi pelepasan obat terkendali. Kandungan nitrogen dalam


(31)

kitin berkisar 5 – 8% tergantung pada tingkat deasetilasi sedangkan nitrogen pada kitosan kebanyakan dalam bentuk gugus amino. Maka kitosan bereaksi melalui gugus amino dalam pembentukan N – asilasi dan reaksi Schiff yang merupakan reaksi yang penting (Kumar, 2000).

2. Sifat Kimia

Adanya gugus amino dan hidroksil dari kitosan juga menyebabkan kitosan mudah dimodifikasi secara kimia antara lain dalam reaksi pembentukan :

a. N – Asil

Metode yang paling sederhana adalah dengan mereaksikan asam karboksilat dengan kitosan. Pemanasan larutan kitosan dalam asam formiat 100% pada suhu 90o

b. O – Asilasi

C dengan penambahan piridin sedikit demi sedikit untuk menghasilkan N – formilatosan serta N – Asetil dalam asetat 20%. Pereaksi yang paling banyak digunakan untuk N – Asilasi kitosan adalah asil anhidrida, baik dalam kondisi homogen dan heterogen

Gugus amino kitosan lebih reaktif daripada gugus hidroksilnya. Gugus amino perlu diproteksi selama proses asilasi untuk menghasilkan O – asil Kitosan. Metode proteksi yang dilakukan antara lain melalui pembuatan basa Schiff disusul O – Asetilasi menggunakan larutan untuk mencegah hidrolisis asam dan basa Schiff.Pembuatan O – Asetil Kitosan dapat juga dilakukan dengan melarutkan kitosan terasetilasi dalam asam formiat 90% yang mengandung asetat anhidrida dengan HClO4 dengan asumsi protonasi akan mencegah terjadinya N – Asetilasi. N – dan O – Asetilasi kitosan juga dapat diperoleh bersamaan dengan menggunakan asil klorida. Caranya dengan merefluks kitosan dalam dodekanoil klorida berlebih – piridin – kloroform dan ditambah asam klorida sesudah direfluks 5 jam. Produk yang diperoleh sesudah 9 jam larut dalam kloroform, benzene, dietil eter, dan piridin.

c. Eter Kitosan

Pembuatan turunan O – alkil kitosan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu O – Alkilsi kitin disusul pengurangan N – Asetilasi dan O – Alkilasi derivatif kitosan dimana gugus amino diproteksi selama reaksi alkilasi. Karboksimetil


(32)

kitosan yang dipeorleh melalui prosedur pertama menghasilkan garam natrium dengan gugus amin bebas dalam bentuk busa ataupun garam hidroklorida dari asam amino dengan gugus karboksimetil dalam bentuk asam. Sensitifitas terhadap penambahan elektrolit meningkat dengan bertambahnya karboksilasimetilasi. (Sugita dkk., 2009).

2.7.3. Modifikasi Kitosan

Kitosan dapat dimodifikasi menjadi berbagai bentuk seperti serpih, hidrogel, membran dan butiran. Perbedaan bentuk kitosan akan mempengaruhi pada luas permukaannya. Semakin kecil ukuran kitosan, maka luas permukaan kitosan akan semakin besar.

a. Kitosan berbentuk serpihan

Afinitas kitosan bentuk serpihan telah diuji coba terhadap ion Pb+2, Ni+2, dan Cr+2 dan persentase pengikatan adalah 84 – 98, 40 – 92, dan 17 – 46% berturut – turut.

b. Hidrogel kitosan

Pelarutan kitosan dalam asam asetat merupakan cara sederhana untuk membentuk hidrogel kitosan. Hidrogel kitosan yang dibentuk oleh penambahan bahan senyawa penaut silang disebut hidrogel kitosan kovalen atau ionik. Penaut silang yang digunakan merupakan molekul berbobot molekul lebih rendah daripada bobot molekul kedua rantai polimer yang akan ditautkan.

c. Kitosan berbentuk membran

Membran dapat disiapkan dengan menggunakan beberapa metode antara lain pelelehan, pengepresan, track – etching, dan pembalikan fase. Pembalikan fase adalah proses yang mengubah polimer dari bentuk larutan menjadi bentuk padatan secara terkontrol. Asnel (2008) membuat membran gel kitosan – alginat dengan penaut silang glutaraldehida.

d. Kitosan berbentuk butiran

Kitosan dapat dibuat menjadi bentuk butiran dengan pelarutan 3 gram kitosan dalam 100 ml larutan asam asetat 1% yang diteteskan pada larutan NaOH 4% maka diperoleh butiran berbentuk bola. Kitosan berbentuk butiran yang


(33)

terbentuk dikumpulkan dan dicuci dengan akuades. Shentu, et al telah membuat kitosan dalam bentuk butiran yang digunakan untuk proses adsorpsi enzim catalase (Sugita dkk., 2009).

Kitosan mempunyai sifat antimikrobia melawan jamur lebih kuat dari kitin. Jika kitosan ditambahkan pada tanah, maka akan menstimulir pertumbuhan mikrobia mikrobia yang dapat mengurai jamur. Selain itu kitosan juga dapat disemprotkan langsung pada tanaman. Sifat kitin dan kitosan dapat mengikat air dan lemak. Karena sifatnya yang dapat bereaksi dengan asam-asam seperti polifenol, maka kitosan sangat cocok untuk menurunkan kadar asam pada buah-buahan, sayuran dan ekstrak kopi. Kitosan mempunyai sifat polikationik, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai agensia penggumpal. Kitin dan kitosan diakui sebagai biosorbent untuk penghilangan logam berat. Salah satu bahan pengklelat dari crustaceae adalah kitosan, yang diperoleh dari senyawa kitin yang terdapat dikulit (cangkang)nya lalu dengan proses deasetilasi diubah menjadi kitosan (Purwaningsih, 1994). Kitosan dipelajari secara luas sebagai pengikat logam, larutan inorganic anionic,bahan pencelup, dan pestisida (Guibal, 2004). Gugusan amina pada rantai kitosan merupakan tempat penghelat untuk logam transisi dan

β-1,4 glikosida bergabung dengan unit glukosamina yang tahan terhadap degradasi kimia dan bilogi (Bhuvana, 2006).

2.8 SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) dan SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase)

Enzim-enzim metabolisme terdapat di dalam hati yang kandungannya tertentu dan tidak berfluktuasi terjadi pada makhluk hidup sehat, tetapi bila terjadi kerusakan sel hati maka enzim seperti SGPT, SGOT akan meningkat konsentrasinya. Sehingga kadar enzim tersebut dapat digunakan sebagai indikator kerusakan hati (Dudeley et al., 1982).

Enzim yang mengkatalisis pemindahan gugus amino secara reversibel antara asam amino dan alfa –keto ialah enzim aminotransferase. Apabila terjadi gangguan fungsi hati, enzim aminotransferase di dalam sel akan masuk ke dalam peredaran darah karena terjadi perubahan permeabilitas membran sel sehingga


(34)

kadar enzim aminotransferase dalam darah akan meningkat. Dua macam enzim aminotransferase yang paling sering dihubungkan dengan kerusakan sel hati adalah aspartat aminotransferase (AST) yang juga disebut SGOT dan alanin aminotransferase (ALT) yang juga disebut SGPT (Widman, 1989).

SGOT terdapat tidak hanya pada sel hati tetapi juga pada sel jantung dan sel otot rangka, sedangkan SGPT merupakan enzim yang terdapat dalam konsentrasi tinggi dalam sel hati, tetapi juga terdapat dalam konsentrasi sedang dalam sel ginjal, sel jantung dan sel otot rangka. SGOT juga merupakan enzim yang terlibat dalam glukoneogenesis. Peningkatan SGOT dalam darah disebabkan oleh kerusakan hati yang parah dan disertai nekrosis, sehingga enzim dari mitokondria juga ikut keluar sel (Panjaitan et al., 2007). SGPT merupakan enzim sitosol dan juga terlibat dalam glukoneogenesis. Peningkatan kadar SGPT dalam darah terutama disebabkan oleh kerusakan sel hati dan sel otot rangka. Kerusakan hepatosit diawali dengan perubahan permeabilitas membran yang diikuti dengan kematian sel. SGPT merupakan indeks yang lebih sensitif terhadap kerusakan hati (Widman, 1989).


(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Desain Penelitian

Desain yang dilakukan pada penelitian ini adalah studi experimental pada tikus putih.

3.2Tempat dan Waktu penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dilaboratorium Struktur Perkembangan Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara Medan, penghitungan kadar plumbum asetat pada darah dilakukan di Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan (Kementrian Perindustrian RI) dan Penghitungan komponen darah, kadar Hb dan penghitungan kadar enzim SPGT dan SGOT di Balai Laboratotium Kesehatan Provinsi Sumatera Utara.

3.2.2 Waktu penelitian

Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Juni 2013, kurang lebih selama 24 (dua puluh empat) minggu.

3.3Bahan dan Alat

Adapun bahan dan alat yang digunakan adalah sebagai berkut :

Adapun yang menjadi hewan percobaan yang digunakan adalah tikus putih yang diperoleh dari Laboratorium Fisiologi Hewan Biologi FMIPA USU Medan. Untuk kitosan yang digunakan diperoleh dari Laboratorium IPA terpadu FMIPA USU Medan dan plumbum asetat dalam bentuk serbuk. Untuk penentuan kadar plumbum digunakan bahan seperti darah, heparin, asam nitrat pekat, asam nitrat 13%. Sedangkan alat yang digunakan tabung reaksi, hot plate, spektrofotometer serapan atom. Penentuan jumlah eritrosit, leukosit dan trombosit digunakan bahan


(36)

seperti darah, heparin dan reagen hematology diluens. Sedangkan alat yang digunakan adalah tabung reaksi dan beckmen coulter. Untuk penghitungan kadar Hb digunakan bahan seperti darah, heparin, larutan darkbin, dan kain kasa kering. Sedangkan alat yang digunakan adalah tabung reaksi, pipet dan spektrofotometer. Penghitungan kadar SGPT dan SGOT menggunakan bahan seperti darah, heparin, dan reagen GPT dan GOT. Sedangkan alat yang digunakan adalah spektrofotometer UV.

3.4Populasi dan Sampel Penelitian 3.4.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian menggunakan tikus putih dewasa yang sehat, umur ± 3 bulan. Tikus tersebut belum pernah digunakan pada percobaan lain dan mempunyai berat badan berkisaran diantara 180 - 250 g yang diperoleh dari Laboratorium Fisiologi Hewan Biologi FMIPA USU Medan.

3.4.2. Sampel Penelitian

Rumus yang digunakan untuk menemukan besarnya sampel dalam penelitian ini agar hipotesa dapat dibuktikan dengan menggunakan rumus Federer (1963), sebagai berikut ;

(t-1) (n-1) ≥15 Keterangan;

t = kelompok perlakuan ( 7 kelompok ) n = jumlah sampel tiap kelompok

Dari rumus diatas dapat dihitung (n) untuk masing-masing kelompok adalah 4. Untuk menghindari kekurangan sampel maka pada tiap kelompok perlakuan ditambah 1, maka jumlah sampel yang dibutuhkan 35 ekor tikus putih (dimana tiap perlakuan ada 5 tikus) yang dipilih dengan teknik secara acak sederhana (simple Random sampling), dengan distribusi sebagai berikut ;

K = tanpa perlakuan (kontrol).


(37)

P2 = perlakuan Pb Asetat 40mg/kgBB/hari selama 7 minggu dan kitosan 0,5% selama 5 minggu terakhir.

P3 = perlakuan Pb Asetat 40mg/kgBB/hari selama 7 minggu dan kitosan 0,75% selama 5 minggu terakhir.

P4 = perlakuan Pb Asetat 40mg/kgBB/hari selama 7 minggu dan kitosan 1% selama 5 minggu terakhir.

P5 = perlakuan kitosan 1% selama 7 minggu.

P6 = perlakuan pelarut asam asetat 1% salama 7 minggu.

3.5. Penentuan Dosis Plumbum Asetat (Pb) dan Kitosan

Plumbum asetat diberikan kepada tikus dalam penelitian ini dalam bentuk serbuk yang dilarutkan didalam 0,5 ml aquabides. Dimana dosis Pb asetat yang diberikan adalah 40mg/kgBB/hari yang dimasukkan secara oral sebanyak 0,5 ml dengan menggunakan jarum gavage (Suprijono et al., 2012). Sedangkan kitosan yang diberikan ke tikus putih dalam bentuk larutan dengan pelarut 100ml asam asetat 1% dengan konsentrasi yang berbeda-beda yaitu kitosan 0,5%, kitosan 0,75% dan kitosan 1% (Purwoningsih, 2008). Kitosan yang digunakan pada penelitian ini merupakan kitosan yang didapatkan dari laboratorium terpadu FMIPA USU.

3.6. Pelaksanaan Penelitian

3.6.1. Pemeliharaan Hewan Percobaan

Penelitian ini menggunakan 35 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) stain Wistar yang sehat dan fertile serta berumur 2 bulan dengan berat ± 200 gram. Tikus putih ditempatkan di dalam kandang yang terbuat dalam bahan plastik ukuran (30x20x10 cm), ditutupi dengan kawat kasa. Dasar kandang dilapisi dengan sekam padi setebal 0,5-1cm dan diganti setiap tiga hari. Cahaya ruangan dikontrol persis 12 jam terang (pukul 06.00 sampai dengan pukul 18.00) dan 12 jam gelap (pukul 18.00 sampai dengan pukul 06.00), sedangkan suhu dan kelembapan ruangan dibiarkan pada kisaran alamiah. Pakan (pellet CP551) dan minuman (air PAM) disuplai setiap hari secara adlibitum. Pemeliharaan hewan


(38)

percobaan selama berlangsungnya penelitian ini ditempatkan di laboratorium fisiologi hewan biologi FMIPA USU Medan.

3.6.2. Persiapan Hewan Percobaan

Masing-masing hewan percobaan dipersiapkan dalam kandang yang terpisah. Tikus dipilih dan dipisahkan secara random dalam keadaan baik, disiapkan untuk beradaptasi sebelum dilakukan penelitian. Sebelum perlakuan terhadap semua tikus, berat badannya ditimbang dan diamati kesehatannya secara fisik(berat badan, makan dan minum)setelah tikus-tikus beradaptasi maka untuk selanjutnya diberikan perlakuan plumbum asetat dan kitosan selama 7 minggu.

3.7 Prosedur Pemeriksaan

Satu hari setelah selesai perlakuan, berat badan tikus putih ditimbang yang terlebih dahulu dianastesi dengan ether. Tikus putih dimatikan secara dislokasi leher dan dibedah untuk diambil darahnya. Darah diambil sebanyak 3 ml dengan menggunakan spuit, dimasukkan kedalam tabung yang telah berisi heparine dan disimpan pada suhu 40C (Wigfield & Farant, 1981). Selanjutnya darah dianalisa kadar Pb, jumlah komponen seluler darah (eritrosit, leukosit dan trombosit) dan kadar Hb dalam darah serta kadar SGPT dan SGOT darah tikus putih.

3.7.1 Penentuan kadar Pb dalam darah

Penentuan kadar Pb dalam darah dilakukan di Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan (Kementrian Perindustrian RI). Sebanyak 0,5 ml darah dimasukkan kedalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan asam nitrat pekat kurang lebih 1 ml. selanjutnya dipanaskan secara perlahan-lahan ke atas hote plate sampai tidak terjadi busa dan larutan berwarna kuning. Pemanasan dilanjutkan sampai kering dengan baik diatas hote plate dan ditambahkan asam nitrat 13%. Larutan diukur dengan spektofotometer serapan atom (AAS Simadzu AA 6200) pada panjang gelombang 283,3 nm (Saraswati, 1998)


(39)

3.7.2 Penentuan Jumlah Eritosit, Leukosit dan Trombosit

Penentuan jumlah eritrosit, leukosit dan trombosit darah, dilakukan penghitungannya di Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. Kadar komponen darah dihitung dengan menggunakan alat Hematology Analize (Beckman Coulter) untuk menghitung jumlah eritrosit, leukosit dan trombosit tikus putih. Sampel darah dimasukkan kedalam tabung dan dicampurkan dengan reagen hematology diluens dan dihitung jumlahnya dengan menggunakan alat Beckman Coulter dan hasil langsung dapat dibaca.

3.7.3 Penentuan Kadar Hemoglobin

Penentuan kadar hemoglobin dilakukan penghitungannya di Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. Kadar hemoglobin diukur dengan metode cyanmethemoglobin ( Bachyar, 2002). Adapun cara kerja yang dilakukan adalah dengan memasukkan sebanyak 5 ml larutan Darbkin kedalam tabung reaksi/botol kecil, mengambil darah sebanyak 20 μl dengan menggunakan pipet mikro atau pipet Sahli. jika ada kelebihan darah yang melekat pada bagian luar pipet dihapus dengan kain kasa kering/kertas tissue. Darah dalam pipet dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi larutan Drabkin. Pipet dibilas beberapa kali dengan larutan Drabkin tersebut. larutan ini campurkan dengan cara menggoyang tabung perlahan-lahan hingga larutan homogen dan dibiarkan selama 3 menit. Hasil penghitungan sudah dapat dibaca dan dicatat dengan melihat hasil bacaan pada spektrofotometer pada gelombang 546 nm.

3.7.4. Penentuan Kadar SGPT dan SGOT dalam darah

Pengamatan kadar enzim hati dilakukan dengan cara mengambil darah tikus putih (Rattus norvegitus) sebanyak 1 ml menggunakan jarum suntik 1 ml yang telah diberi heparin agar tidak terjadi koagulasi. Kemudian dimasukkan kedalam kotak es (box ice), diperiksa kadar SGPT dan SGOT dengan spektrofotometer panjang gelombang 365 nm di Balai Laboratorium Kesehatan.

Penentuan kadar SPGT dan SGOT menggunakan metode enzimatis yaitu dengan mengambil darah sebanyak 100 µl (hindari hemolisis), darah dimasukkan


(40)

kedalam tabung vacutest kemudian disentrifugasi untuk mendapatkan serumnya. Serum darah tikus dicampurkan dengan reagen GPT sebanyak 1000µl. setelah itu campuran diinkubasi selama 5 menit pada temperature 370C. kemudian absorbannya dibaca dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 340 nm. Kadar GOT dicari dengan cara yang sama seperti GPT tetapi menggunakan reagen GOT (Alawiyah, 2007).

3.7 Analisis Data

Data hasil penelitian untuk parameter kadar plumbum pada darah dan besar kadar komponen darah, Hb dan besar enzim SGPT dan SGOT dicatat dan disusun ke dalam tabel. Data kuantitatif (variabel dependen) yang didapatkan, diuji kemaknaannya terhadap pengaruh kelompok perlakuan (variabel independen) dengan bantuan program statistik komputer yakni program SPSS release 17.00 untuk menguji normalitas dan homogenitas data. Jika data berdistribusi normal dan homogen maka selanjutnya dengan uji anova pada taraf 5%. Jika tidak maka data ditransformasi, tetapi jika masih tidak normal maka data diuji kembali dengan uji Kruskal Wallis, untuk menentukan perbedaan antar masing-masing perlakuan dilakukan uji Man-Withney.


(41)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari penelitian yang telah dilakukan tentang pengaruh kitosan terhadap karakteristik darah, kadar hemoglobin, kadar SGPT dan SGOT yang dipapar plumbum asetat iperoleh hasil sebagai berikut:

4.1 Kadar Plumbum Darah

Pemberian Pb asetat berpengaruh secara nyata terhadap kadar plumbum dalam darah tikus (p>0,05). Secara statistik perlakuan P1-P4 berpengaruh nyata jika dibandingkan dengan control (p<0,05). Hal ini disebabkan karena adanya pemberian Pb asetat secara terus menerus selama 7 minggu, sehingga Pb asetat terakumulasi didalam darah dan menyebabkan kadar Plumbum meningkat.

Kelompok P3 (pemberian Pb asetat dan kitosan 0,50%) dan P4 (pemberian Pb asetat dan kitosan 0,75%) juga berbeda nyata terhadap kelompok P1 (pemberian Plumbum 1%) dan P2 (pemberian Pb asetat dan kitosan 0,25%) dikarenakan adanya pemberian kitosan dengan konsentrasi lebih tinggi yaitu 0,75% dan 1%. Hal ini menunjukkan kemampuan kitosan sebagai penghelat logam Pb. Kelompok P5 (pemberian kitosan 1%) dan P6 (penberian asam asetat) tidak berbeda nyata terhadap kadar plumbum darah dibandingkan dengan kontrol (K). hal ini dikarenakan pada perlakuan tidak dipapar oleh Pb asetat sehingga hasil kadar Pb darah yang diperiksa rendah. Pengaruh pemberian Pb asetat dan kitosan terhadap kadar plumbum darah dapat dilihat jelas pada Gambar 4.1


(42)

Gambar 4.1. Grafik Rata-Rata Kadar Pb dalam Darah Tikus Putih

K = Kontrol (tanpa perlakuan); P1= Pb asetat; P2= Pb asetat + kitosan 0,5%; P3= Pb asetat + kitosan 0,75%; P4= Pb asetat + kitosan 1%; P5= kitosan 1%; P6= pelarut asam asetat 1%

Dari gambar 4.1 dapat dilihat rata-rata kadar Pb darah tikus putih pada perlakuan P1 (pemberian Pb asetat) memiliki kadar tertinggi yaitu 0,39µg/100mL jika dibandingkan dengan kelompok K1 (kontrol), P5(pemberian kitosan 1%) dan P6 (pemberian pelarut asam asetat 1%). Untuk rata-rata kadar kadar plumbum darah tikus pada kontrol (K1) yaitu 0,01µg/100mL begitu juga dengan kadar plumbum pada P5 dan P6 yaitu 0,01µg/100mL. Kadar plumbum pada perlakuan P2 (pemberian Pb asetat + kitosan 0,5%) yaitu 0,38µg/100mL, P3 (pemberian Pb asetat + kitosan 0,75%) yaitu 0,37µg/100mL dan P4 (pemberian Pb asetat + kitosan 1%) yaitu 0,30µg/100mL, jumlah eritrositnya lebih rendah jika dibandingkan dengan K1 yaitu kontrol. Terlihat bahwa adanya pengaruh yang diberikan oleh khitosan terhadap kadar plumbum dengan tingkat konsentrasi yang berbeda-beda yaitu 0,5%, 0,75% dan 1%.

Plumbum yang diberikan secara terus menerus tidak dapat dicerna dengan baik dalam tubuh dan sifatnya akumulatif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sinaga (2004) bahwa plumbum merupakan salah satu logam berat yang tidak dapat dicerna.


(43)

Senyawa plumbum (Pb) merupakan senyawa logam berat yangterdapat dialam yang sifatnya berbahaya bagi kesehatan manusia apabila terkonsumsi. Hal ini terjadi dikarenakan logam berat dalam tubuh bersifat akumulatif (bioakumulatif).

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, pemberian larutan Pb asetat dapat meningkatkan kadar Pb dalam darah hewan uji P1 (perlakuan dengan pemberian Pb asetat) sebesar 10mg/0,5 mL aquades. Pemberian plumbum dapat menyebabkan tingginya kadar plumbu dalam darah, karena plumbum merupakan kelompok logam toksik yang dapat membentuk ligan kompleks dalam tubuh yang dapat mengganggu aktivitas enzim dan dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh. Salah satu jalur metabolisme yang sangat dipengaruhi adalah system hemopoitik. Toksisistas timbale disebabkan adanya interaksi antara Pb dengan senyawa ligand yaitu gugus enzim –SH dari –ALAD dan enzim hemesintase. Sehingga terjadi hambatan sintesis hemoglobin. Plumbum juga dapat menghambat enzim feroketalase yang menyebabkan ion Fe tidak dapat berikatan dengan cincin protoporpirin, oleh karena terjadi kompetisi antara timbale dengan Fe. Proses ini menyebabkan penurunan kadar hemoglobin (Sugiharto, 2004)

Kelompok perlakuan P2-P4 yang diberikan dengan perlakuan plumbum asetat dan kitosan dengan konsentrasi yang berbeda-beda memperlihatkan terjadinya penurunan kadar plumbum dalam darah. Hal ini dikarenakan kitosan sebagai pengkhelat (absorben) untuk logam berat. Menurut Inoue et al., (1993) gugus hidroksil pada kitosan menyebabkan kitosan menjadi bersifat hidrofilik dan gugus amina pada rantai kitosan merupakan tempat pengkhelat untuk ion logam. Maka dari sifat-sifat inilah kitosan mempunyai kemampuan untuk mengikat plumbum. Hal ini didukung oleh pernyataan Suharsih (2008) bahwa kemampuan kitosan dalam mengkhelat plumbum dalam darah dapat dilihat dari kecenderungan penurunan kadar Pb darah yang terjadi. Dengan demikian terlihat bahwa pemberian kitosan juga meemberikan pengaruh yang positif terhadap efek plumbum yang terjadi.

4.2 Jumlah Sel Darah Merah (Eritrosit) Tikus

Pemberian Pb berpengaruh nyata terhadap jumlah eritrosit (p<0,05). Dosis pemberian Pb yaitu 40/kgBB/hari menghasilkan jumlah eritrosit yang secara statistik menurun jika


(44)

dibandingkan dengan kontrol (p<0,05). Pemberian kitosan mengurangi dampak buruk Pb (p>0,05)

Kelompok perlakuan P1-P4 berpengaruh nyata dengan kontrol (p<0,05). Hal ini dikarenakan pemberian jumlah plumbum yang diberikan secara terus menerus mengakibatkan berkurangnya jumlah eritrosit. Kelompok perlakuan P4 (pemberian plumbum asetat dan kitosan 75%) berbeda nyata terhadap kelompok P1 (pemberian plumbum asetat) dikarenakan adanya pemberian kitosan dengan konsentrasi yang lebiih tinggi yaitu 1%. Kelompok P5-P6 tidak berbeda nyata terhadap kadar plumbumdarah dibandingkan dengan control (K). hal ini dikarenakan pada perlakuan tidak dipapar oleh plumbum asetat sehingga hasil jumlah eritrosit yang diperiksa normal. Pengaruh pemberian Pb asetat dan kitosan terhadap jumlah eritrosit dapat dilikat jelas pada Gambar 4.2

Gambar 4.2 Grafik Rata-Rata jumlah Eritrosit dalam Darah Tikus Putih K = Kontrol (tanpa perlakuan); P1= Pb asetat; P2= Pb asetat + kitosan 0,5%; P3= Pb asetat + kitosan 0,75%; P4= Pb asetat + kitosan 1%; P5= kitosan 1%; P6= pelarut asam asetat 1%


(45)

Dari gambar terlihat bahwa rata-rata jumlah eritrosit pada darah tikus putih pada kontrol (K1) memiliki jumlah rata-rata yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya yaitu 8,26 juta/mm3 sedangkan untuk perlakuan plumbum 1% memiliki jumlah rata-rata yang paling rendah jika dibandingkan dengan rata-rata perlakuan yang lain yaitu P2 (Pb asetat + kitosan 0,5%), P3 (Pb asetat + kitosan 0,75%), P4 (Pb asetat + kitosan 1%;), P5 (kitosan 1%), dan P6 (pelarut asam asetat 1%). Sedangkan untuk jumlah kisaran normal seekor tikus putihdewasa adalah 7,2-9,6 juta/mm3 (Schalm, 1971). Dengan demikian pemberian Pb disini mengakibatkan jumlah eritrosit yang tidak normal pada tikus (P1 (plumbum asetat 10 mg)= 5,30 juta/mm3

Plumbum yang masuk kedalam sirkulasi darah menuju ke eritrosit, ada juga yang ke albumin darah, α-globulin dan protein lain (Bartik, 1981). Plumbum mempengaruhi system peredaran darah dengan berbagai cara, yaitu dengan memperlambat pematangan normal sel darah merah (eritrosit)dalam sumsum tulang, hal ini menyebabkan terjadinya anemia serta mempengaruhi kelangsungan hidup sel darah merah. Sel darah merah yang diberi perlakuan plumbum dengan plumbum, memperlihatkan peningkatan tekanan osmosis dan kelemahan pergerakan. Selain it juga memperlihatkan penghambatan Na-K-ATP ase yang meningkatkan kehilangan kalium intraseluler. Pengaruh ini menjelaskan bahwa kejadian anemia pada peristiwa keracunan plumbum disertai oleh penyusutan waktu hidup sel darah merah. Peristiwa tersebut juga mengakibatkan berkurangnya jumlah eritrosit darah.

).

Plumbum menyebabkan defisiensi enzim G-6DP dan penghambatan enzim pirimidin-5-nukleotisida pada pematangan eritrosit sehingga terjadi akumulasi degradasi RNA (pirimidyn nucleotides) serta ribosom. Hal ini menyebabkan turunnya masa hidup eritrosit dan meningkatnya kerapuhan membrane eritrosit, sehingga terjadi penurunan jumalah eritrosit (Ganiswara et al. 1995 dalam Nelma, 2008) hal ini didukung oleh pernyataan Kurniawati (1996) menyebutkan bahwa larutan plumbum dapat menyebabkan kerusakan eritrosit. Hal ini juga didukung oleh penelitian Wahyuni (2000) yang menyatakan bahwa pemberian larutan plumbum juga dapat menurunkan jumlah eritrosit.

Kelompok perlakuan P1-P3 tidak berbeda secara nyata tetapi dapat dilihat bahwa kelompok P1 (perlakuan plumbum asetat) memiliki nilai rata-rata jumlah eritrosit berbeda dengan kelompok P2-P5 (perlakuan kombinasi plumbum asetat dan kitosan). Hal ini dikarenakan adanya pengaruh pemberian kitosan pada konsentrasi yang berbeda sehingga


(46)

semakin tinggi konsentrasi kitosan yang diberikan maka semakin banyak pula gugus amino (NH2

Hal ini didukung oleh pernyataan Meriatna (2008) bahwa kitosan berkemampuan mengikat logam dengan cara pengkhelat. Pengkhelat dalam hal ini adalah kitosan yang memiliki kadar nitrogen yang tinggi pada rantai polimernya. Persentase kitosan yang baik digunakan untuk menjaga eritrosit normal adalah kitosan dengan persentase 1% dikarenakan pada kondisi ini jumlah eritrosit sangat meningkat dibandingkan dengan kelompok yang memiliki persentase kitosan 0,50% dan 0,75%.

) didalam mengikat (mengkhelat) plumbum asetat yang masuk kedalam tubuh. Ini sesuai dengan pernyataan Wiyarsih dan Priyambodo (2011) bahwa kitosan dapat digunakan sebagai adsorben/penyerap yang daoat menyerap logam-logam berat seperti Zn, Cd, Pb< Mg dan Fe.

4.3 Jumlah Sel Darah Putih (Leukosit) Tikus Putih

Pemberian Pb tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah leukosit (p>0,05). Dosis pemberian Pb yaitu 40/kgBB/hari menghasilkan jumlah eritrosit yang secara statistik meningkat jika dibandingkan dengan kontrol. Berdasarkan data statistic, diketahui bahwa semua kelompok perlakuan tidak berbeda nyata terhadap kontrol. Hal ini diduga bahwa plumbum asetatdan kitosan yang diberikan dianggap sebagai zat asing (antigen) yang masuk kedalam tubuh, sehingga leukosit memberikan respon imunitas dengan cara merangsang limfosit untuk menghasilkan antibodi yaitu leukosit. Pengaruh pemberian plumbum asetat dan kitosan terhadap jumlah leukosit setelah diberi Pb disajikan pada gambar 4.3


(47)

Gambar 4.3 Grafik Rata-Rata jumlah Leukosit dalam Darah Tikus Putih K = Kontrol (tanpa perlakuan); P1= Pb asetat; P2= Pb asetat + kitosan 0,5%; P3= Pb asetat + kitosan 0,75%; P4= Pb asetat + kitosan 1%; P5= kitosan 1%; P6= pelarut asam asetat 1%

Gambar 4.3 menjelaskan bahwa rata-rata yang dimiliki oleh perlakuan dengan pemberian plumbum 1% (P1) memiliki rata-rata leukosit tertinggi jika dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan yang lainnya yaitu 9,2X103/mm3. Sedangkan untuk rata-rata jumlah leukosit yang terendah adalah dimiliki oleh P5 yaitu perlakuan dengan pemberian kitosan 1%. Kisaran normal leukosit tikus putih dewasa, yaitu 4000-10.000/mm3 (Anonimus, 1991). Pada P1 (pemberian plumbum 1%) jumlah leukosit adalah 9200/mm3

Berdasarkan perhitungan statistic menunukkan bahwa antara kelompok P1 (pemberian plumbum 1%) dengan kelompok perlakuan lainnya P2 (plumbum asetat 10 mg + kitosan 0,5%), P3 (Pb asetat + kitosan 0,75%), P4 (Pb asetat + kitosan 1%;), P5 (kitosan 1%), dan P6 (pelarut asam asetat 1%) tidak berbeda nyata (p>0,05). Menurut Prasetiyo et al., (2010) bahwa masuknya benda asing (antigen) kedalam darah akan menimbulkan reaksi dari tubuh untuk menetralisisr. Reaksi itu melibatkan sel-sel imun yang banyak dijumpai pada organ-organ limfoid dan juga leukosit. Leukosit memiliki menunjukkan bahwa jumlah leukosit perlakuan ini meningkat jika dibandingkan dengan jumlah normal leukosit.


(48)

fungsi sebagai system kekebalan tubuh dan juga melawan zat asing yang masuk kedalam tubuih. Hal inilah yang menyebabkan meningkatnya jumlah leukosit dalam darah.

Kitosan yang diberikan pada tikus setelah dipapari plumbum dalam hal ini memberikan pengaruh yang tidak cukup besar terhadap jumlah leukosit. Hal ini dikarenakan kitosan yang digunakan sebagai antioksidan mengikat (mengkhelat) plumbum asetat masuk kedalam tubuh sehingga leukosit tidak terlalu terangsang untuk memproduksi antibody didalam melawan antigen.

4.4 Jumlah Trombosit Tikus Putih

Pemberian Pb dan kitosan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah trombosit (p>0,05) jika dibandingkan terhadap control. Secara statistic untuk setiap perlakuan (P1-P6) tidak berbeda nyata dengan kontrol (K). walaupun tidak berbeda nyata tetapi untuk kelompok P1 (pemberian plumbum 1%) jika dibandingkan dengan kelompok P1 jumlah trombosit meningkat. Hal ini diduga karena plumbum asetat yang diberikan dapat menyebabkan peningkatan jumlah trombosit. Peningkatan jumlah trombosit dalam darah menurt Smith (1988) disebabkan oleh meningkatnya jumlah leukosit pada tikus.

Menurut Smith (1988) fungsi utama trombosit adalah melindungi pembuluh darah terhadap kerusakan terhadap endotel akibat trauma-trauma kecil yang terjadi sehari-hari dan mengawali penyembuhan luka pada dinding pembuluh darah. Mereka membentuk sumbatan dengan jalan adhesi (perlekatan trombosit pada jaringan sub-endotel pada pembuluh darah yang luka) dan agregasi (perlekatan antar sel trombosit). Trauma-trauma kecil diduga dapat berasal dari trauma hewan uji ketika memberikan makanan. Hal inilah yang mengakibatkan jumlah trombosit setiap perlakuan tidak berbeda nyata dengan kontrol. Pengaruh kitosan terhadap jumlah trombosit setelah diberi Pb disajikan pada gambar 4.4


(49)

Gambar 4.3 Grafik Rata-Rata Jumlah Trombosit dalam Darah Tikus Putih K = Kontrol (tanpa perlakuan); P1= Pb asetat; P2= Pb asetat + kitosan 0,5%; P3= Pb asetat + kitosan 0,75%; P4= Pb asetat + kitosan 1%; P5= kitosan 1%; P6= pelarut asam asetat 1%

Gambar 4.4 menjelaskan bahwa jumlah rata-rata trombosit tertinggi dimiliki oleh kelompok perlakuan yang diberikan plumbum asetat 1% selama satu minggu dan diteruskan dengan pemberian kitosan 0,75% dengan rata-rata 276X103/ml. sedangkan untuk jumlah rata-rata trombosit terendah dimiliki oleh kontrol (K1) dan pemberian plumbum asetat 1% selama satu minggu dan diteruskan dengan penambahan kitosan 0,50% (P4) yaitu sebanyak 264X103

Kitosan yang diberikan dalam hal ii mempengaruhi keadaan trombosit dalam darah. Pada kelompok P2 tampak bahwa jumlah trombosit menurun. Hal ini diduga karena kitosan adalah sebagai adsorben yang dapat mengkhelat plumbum dalam darah tikus.


(50)

4.5 Kadar Hemoglobin (Hb) Tikus Putih

Pemberian Pb secara statistic berpengaruh nyata terhadap kadar hemoglobin (p<0,05). Dosis pemberian Pb yaitu 40/kgBB/hari menghasilkan kadar hemoglobin yang secara berbeda nyata terhadap control, dimana terlihat terjadi penurunan kadar hemoglobin darah. Pemberian kitosan mengurangi dampak yang diberikan oleh plumbum. Pengaruh plumbum asetat dan kitosan terhadap kadar hemoglobin setelah diberi plumbum disajikan pada gambar 6.

Gambar 4.5 Grafik Rata-Rata Kadar hemoglobin dalam Darah Tikus Putih K = Kontrol (tanpa perlakuan); P1= Pb asetat; P2= Pb asetat + kitosan 0,5%; P3= Pb asetat + kitosan 0,75%; P4= Pb asetat + kitosan 1%; P5= kitosan 1%; P6= pelarut asam asetat 1%

Gambar 4.5 memperlihatkan bahwa rata-rata kadar Hb yang paling tinggi dimiliki oleh kelompok kontrol (K1) yaitu sebesar 15,54 g/100 mL jika dibandingkan dengan kelompok P1( Pb asetat 1%) dengan kelompok perlakuan lainnya yaitu kelompok perlakuan P2 (Pb asetat + kitosan 0,5%), P3 (Pb asetat + kitosan 0,75%), P4 (Pb asetat + kitosan 1%), P5 (kitosan 1%) dan P6( pelarut asam asetat 1%). Sedangkan untuk rata-rata


(51)

kadar Hb yang terendah dimiliki oleh kelompok P1 yaitu 13,24 g/100mL yaitu pada kelompok yang diberikan perlakuan dengan pemberian plumbum asetat 1%.

Kadar plumbum asetat di darah juga mempengaruhi kadar hemoglobin. Pemberian Pb asetat ini juga menunjukkan adanya penurunan kadar hemoglobin darah (13,24 g/100 mL). Hal ini sesuai dengan penelitian Sugiharto (2004), dan Hariono (2005) yang menunjukkan pemberian larutan timbal dapat mengakibatkan penurunan kadar hemoglobin darah tikus. Menurut Palar (2004), plumbum dapat menghambat proses pengikatan heme dengan globin sehingga Hb yang terbentuk berkurang. Kadar Pb dalam darah sebesar 0,5 µg/mL pada manusia dewasa dapat menurunkan sintesis Hb, pada kadar 0,8 µg/mL dapat mengakibatkan anemia, sedangkan pada anak-anak anemia dapat terjadi apabila dalam darah mengandung timbal pada kadar 0,7 µg/mL (WHO, 1987 ).

Adanya terdapat perbedaan yang nyata kadar Pb darah diantara kelompok perlakuan namun terdapat kecenderungan penurunan kadar Pb darah antara kelompok kontrol Pb dengan kelompok perlakuan yang diberikan kitosan (P2, P3 dan P4). Hal ini dapat dilihat dari kadar hemoglobin yang berbeda pada kelompok kontrol dan perlakuan. Untuk kadar hemoglobin normal tikus putih adalah 15-16 g/100 mm3

Kitosan mengandung gugus amina dan hidroksil (-OH) sehingga menyebabkan kitosan mempunyai reaktifitas kimia yang tinggi, bersifat polielektrolit kation sehingga dapat berperan sebagai penukar ion (ion exchanger) dan dapat berperan sebagai absorben terhadap logam berat dalam air limbah (Marganof, 2003). Menurut Inoue et al (1993) Rorrer dan Hsien (1993), gugus hidroksil pada kitosan menyebabkan kitosan menjadi bersifat hidrofilik , dan gugus amina pada rantai kitosan merupakan tempat pengkelat untuk ion logam. Maka dari sifat-sifat ini kitosan mempunyai kemampuan untuk mengikat plumbum darah. Hal ini didukung oleh Purwoningsih, 2008 yang mengatakan bahwa, kitosan mampu mengkhelat plumbum dalam darah dan dapat menaikkan kadar hemoglobin dalam darah dapat meningkat kembali. Dikarenakan adanya peranan kitosan sebagai pengkhelat dapat mengikat plumbum dalam darah. Dalam penelitian ini ko0nsentrasi kitosan paling efektif yang diberikan untuk memproteksi kadar Hb tetap normal adalah kitosan dengan konsentrasi 1%.

(Widjayakusuma dan Sikar, 1986). Dengan demikian tampak terlihat jelas bahwa plumbum memberikan pengaruh terhadap kadar normal hemoglobin tikus. Dimana kadar hemoglobin tikus untuk pemberian plumbum asetat 10 mL (P1) dengan besar Hb adalah 13,24 g/100mL.


(52)

4.6 Kadar SGPT dan SGOT Tikus 4.6.1 Kadar SGPT Tikus Putih

Pemberian Pb dan kitosan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar SGPT (p>0,05). Dosis pemberian Pb yaitu 40/kgBB/hari menghasilkan kadar SGPT yang secara statistik meningkat jika dibandingkan dengan kontrol. Pengaruh pemberian plumbum asetat dan kitosan terhadap kadar SGPT setelah diberi Pb disajikan pada gambar 4.6.

Gambar 4.6 Grafik Rata-Rata Kadar SGPT dalam Darah Tikus Putih K = Kontrol (tanpa perlakuan); P1= Pb asetat; P2= Pb asetat + kitosan 0,5%; P3= Pb asetat + kitosan 0,75%; P4= Pb asetat + kitosan 1%; P5= kitosan 1%; P6= pelarut asam asetat 1%

Gambar 4.6. menjelaskan bahwa rata-rata kadar SGPT tertinggi dimiliki oleh control (K1) yaitu 580430 µg/dL kemudian disusul dengan P1 (perlakuan dengan pemberian plumbum asetat) yaitu 596 µg/dLdan jug P2 (perlakuan dengan pemberian plumbum asetat dan kitosan 0,5%) yaitu 592430 µg/dL. Sedangkan untuk kadar SGPT terendah dimiliki oleh kelompok kontrol yang diberikan makanan biasa (K1). Yaitu 368 µg/dL.


(53)

4.6.2 Kadar SGOT Tikus Putih

Pemberian Pb dan kitosan berpengaruh nyata terhadap kadar SGPT (p<0,05). Dosis pemberian Pb yaitu 40/kgBB/hari menghasilkan kadar SGPT yang secara statistik meningkat jika dibandingkan dengan kontrol. Pemberian kitosan mengurangi dampak buruk Pb. Pda kelompok P5 dan P6 kadar SGOT tidak berbeda nyata dengan control (p>0,05). Pengaruh pemberian plumbum asetat dan kitosan terhadap kadar SGOT setelah diberi Pb disajikan pada gambar 4.6.

Gambar 4.7 Grafik Rata-Rata Kadar SGOT dalam Darah Tikus Putih

K = Kontrol (tanpa perlakuan); P1= Pb asetat; P2= Pb asetat + kitosan 0,5%; P3= Pb asetat + kitosan 0,75%; P4= Pb asetat + kitosan 1%; P5= kitosan 1%; P6= pelarut asam asetat 1%

Gambar 4.7 menjelaskan bahwa rata-rata kadar SGOT tertinggi dimiliki oleh kontrol (K1) yaitu 438 µg/dL kemudian disusul dengan P3 (perlakuan dengan pemberian plumbum asetat dan kitosan 0,5%) yaitu 430 µg/dL. Sedangkan untuk rata-rata kadar SGOT terendah dimiliki oleh kelompok perlakuan yang diberikan kitosan 1% yaitu 218µg/dL.


(54)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pemberian plumbum menimbulkan peningkatan kadar plumbum dalam darah, penurunan jumlah eritrosit, trombosit dank afar Hb. Plumbum juga dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah leukosit, kadar SGPT dan SGOT.

2. Pemberian kitosan pada tikus putih yang telah dipapar plumbum dapat membantu meningkatkan jumlah eritrosit dan menurunkan kadar SGPT dan SGOT dalam darah.

3. Konsentrasi kitosan yang dapat melindungi jumlah komponen darah normal, kadar Hb normal dan kadar SGPT dan SGOT normal tikus terhadap paparan plumbum adalah 1%.

5.2 SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap paparan logam berat lainnya yang ada disekitar lingkungan dan pengaruhnya terhadap komponen darah, kadar Hb serta kadar SGPT dan SGOT yang terkena paparan.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Adriana, AA. 2003. Adsorbsi Cr dengan Absorben Khitosan. Jurnal Kimia Lingkungan.

Alawiyah, L. 2007. Ekstrak Etanol Rumput Mutiara (Hesiots corymbosa) sebagai Antihepatoksik pada Tikus Putih yang Diinduksi Parasetamol. FMIPA Kimia ITB. Bogor.

Anonimus, 2009. Mega Khitosan Plus. Available at : 2013.

Attesahin, A S Yilmaz, I Karahan. 2005. The Effect of Vitamin E and Selenium on Cypermethrium Induced Oxidative Stress in Rat. Turkey Jouirnal Animal Science.

Asnel, H. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. UI Press. Jakarta.

Bartik, M. 1981. Veterinary Toxicology. Elsevier scientific Publishing company, New York.

Bachyar. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta.

Buvana. 2006. Studied Of Frictional Behavior of Chitosan Pabric. Aux.Re.J/

Delmann, H.D. Buku Teks Histologi Veteriner II. Cetakan pertama. Edisi ke-3. Penerbit UI. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 1991. Petunjuk Pemeriksaan Laboratorium Puskesmas. Jakarta

Dharwiyanti. 2004. Bahaya Pencemaran Timbal pada Makanan dan Minuman. Available from

Fernandes Kim. 2004. Phsicomical and Fungsional properties of Crawfish chitosan as effect by different pressesing Protocol. The departement of food science. Soul National University.


(1)

4.6 Kadar SGPT dan SGOT Tikus

4.6.1 Kadar SGPT Tikus Putih

Pemberian Pb dan kitosan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar SGPT (p>0,05). Dosis pemberian Pb yaitu 40/kgBB/hari menghasilkan kadar SGPT yang secara statistik meningkat jika dibandingkan dengan kontrol. Pengaruh pemberian plumbum asetat dan kitosan terhadap kadar SGPT setelah diberi Pb disajikan pada gambar 4.6.

Gambar 4.6 Grafik Rata-Rata Kadar SGPT dalam Darah Tikus Putih

K = Kontrol (tanpa perlakuan); P1= Pb asetat; P2= Pb asetat + kitosan 0,5%; P3= Pb asetat + kitosan 0,75%; P4= Pb asetat + kitosan 1%; P5= kitosan 1%; P6= pelarut asam asetat 1%

Gambar 4.6. menjelaskan bahwa rata-rata kadar SGPT tertinggi dimiliki oleh control (K1) yaitu 580430 µg/dL kemudian disusul dengan P1 (perlakuan dengan pemberian plumbum asetat) yaitu 596 µg/dLdan jug P2 (perlakuan dengan pemberian plumbum asetat dan kitosan 0,5%) yaitu 592430 µg/dL. Sedangkan untuk kadar SGPT terendah dimiliki oleh kelompok kontrol yang diberikan makanan biasa (K1). Yaitu 368 µg/dL.


(2)

4.6.2 Kadar SGOT Tikus Putih

Pemberian Pb dan kitosan berpengaruh nyata terhadap kadar SGPT (p<0,05). Dosis pemberian Pb yaitu 40/kgBB/hari menghasilkan kadar SGPT yang secara statistik meningkat jika dibandingkan dengan kontrol. Pemberian kitosan mengurangi dampak buruk Pb. Pda kelompok P5 dan P6 kadar SGOT tidak berbeda nyata dengan control (p>0,05). Pengaruh pemberian plumbum asetat dan kitosan terhadap kadar SGOT setelah diberi Pb disajikan pada gambar 4.6.

Gambar 4.7 Grafik Rata-Rata Kadar SGOT dalam Darah Tikus Putih

K = Kontrol (tanpa perlakuan); P1= Pb asetat; P2= Pb asetat + kitosan 0,5%; P3= Pb asetat + kitosan 0,75%; P4= Pb asetat + kitosan 1%; P5= kitosan 1%; P6= pelarut asam asetat 1%

Gambar 4.7 menjelaskan bahwa rata-rata kadar SGOT tertinggi dimiliki oleh kontrol (K1) yaitu 438 µg/dL kemudian disusul dengan P3 (perlakuan dengan pemberian plumbum asetat dan kitosan 0,5%) yaitu 430 µg/dL. Sedangkan untuk rata-rata kadar SGOT terendah dimiliki oleh kelompok perlakuan yang diberikan kitosan 1% yaitu


(3)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pemberian plumbum menimbulkan peningkatan kadar plumbum dalam darah, penurunan jumlah eritrosit, trombosit dank afar Hb. Plumbum juga dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah leukosit, kadar SGPT dan SGOT.

2. Pemberian kitosan pada tikus putih yang telah dipapar plumbum dapat membantu meningkatkan jumlah eritrosit dan menurunkan kadar SGPT dan SGOT dalam darah.

3. Konsentrasi kitosan yang dapat melindungi jumlah komponen darah normal, kadar Hb normal dan kadar SGPT dan SGOT normal tikus terhadap paparan plumbum adalah 1%.

5.2 SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap paparan logam berat lainnya yang ada disekitar lingkungan dan pengaruhnya terhadap komponen darah, kadar Hb serta kadar SGPT dan SGOT yang terkena paparan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adriana, AA. 2003. Adsorbsi Cr dengan Absorben Khitosan. Jurnal Kimia Lingkungan.

Alawiyah, L. 2007. Ekstrak Etanol Rumput Mutiara (Hesiots corymbosa) sebagai Antihepatoksik pada Tikus Putih yang Diinduksi Parasetamol. FMIPA Kimia ITB. Bogor.

Anonimus, 2009. Mega Khitosan Plus. Available at :

2013.

Attesahin, A S Yilmaz, I Karahan. 2005. The Effect of Vitamin E and Selenium on Cypermethrium Induced Oxidative Stress in Rat. Turkey Jouirnal Animal Science.

Asnel, H. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. UI Press. Jakarta.

Bartik, M. 1981. Veterinary Toxicology. Elsevier scientific Publishing company, New York.

Bachyar. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta.

Buvana. 2006. Studied Of Frictional Behavior of Chitosan Pabric. Aux.Re.J/ Delmann, H.D. Buku Teks Histologi Veteriner II. Cetakan pertama. Edisi ke-3. Penerbit UI. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 1991. Petunjuk Pemeriksaan Laboratorium Puskesmas. Jakarta

Dharwiyanti. 2004. Bahaya Pencemaran Timbal pada Makanan dan Minuman.

Available from

Fernandes Kim. 2004. Phsicomical and Fungsional properties of Crawfish chitosan as effect by different pressesing Protocol. The departement of food science. Soul National University.


(5)

Frances, K Widmann. 1989. Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium Jakarta. EGC Gajawat. Penerbit Buku Kedokteran.

Guibal, E. 2004. Metal Ion Intraction with Chitosan A Review. Separation and Purification Tecnology.

Guyton, A.C. 1976. Buku Teks Fisiologi Kedokteran. Penerjemah: Adji D. Dan P. Lukmanto. EGC. Penerbit Buku Kedokteran.

Hariono, B. 2005. Efek Pemberian Plumbum (Timah Hitam) Anorganik pada Tikus Putih. J. Saint Vet.

__________ 2006. Efek Pemberian Plumbum (Timah Hitam) Organik pada Tikus Putih. J. Saint Vet.

Inoue, K.et all. 1994. Adsorbtion of Metal Ion on Chitosan and Chemically Modified Chitosan and Their Aplication to Hidrometalurgy. Bioteknology and Bioactive Polymer Gebelin, C. Carraher. Plennum Publishing. New York.

Junquiera, J.C., J. Kelley, R.O. alih bahasa, jan Tambayong. 1995. Histologi Dasar. Edisi ke-8 EGC. Jakarta.

Kaban, J. 2007. Modifikasi Kimia dari Kitosan dan Aplikasi Produk yang dihasilkan. Pidato pengukuhan Guru Besar. Kimia FMIPA Medan.

Kumar, M.N.V.R. 2000. A Review of Chitin and Chitosan Aplication. Reactive and Fugsional Polimer.

Lukey, T.D. 1977. Metal Toxity in Mamalas Physiologyc and chemical Basis for Metal Toxid. Plennum Press. New York.

Meryati. 2002. Pembuetan dan Karakterisasi Membran Kalsium. Thesis. Medan. Meyes PA, DK Granner. 1991. Biokimia. Alih bahasa Iyan Darmawan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Murray, K.R, Granner. Mayes. 2003. Biokimia Harper. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Nasution, F.A. 2004. Bahaya Timbal dan Permasalahannya. Republika Online :


(6)

Purwaningsih, 1994. Teknology Pembekuan Udang. PT Penebar Swadaya. Bogor. Sadikin, M. 2002. Biokia Enzim. Widya Medika. Jakarta.

Sanghi, R. 2000. Recearch News. Whats up with chelates. Current Science.

Saraswati, T. R. 1998. Analisis Kadar Timah Hitam dalam Darah dan pengaruhnya terhadap Aktivitas Enzim Delta-ALAD dan Kadar Kemoglobin Darah Kariawan di Industri Timah Hitam. Thesis, Program Pascasarjana Universitas Padjajaran. Bandung.

Shanno M W. 1998. Lead In : Haddad L.M. Clinical management of Poisoning and Drug Overdose, philadelpia . W.B Saunders

Smith BJ. Wangkoewidjojo S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Cobaan di Daerah Tropis. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Soetopo. 2005. Toksisistas Limbah Padat Industri Pulp dan Kertas Terhadap aktivitas Delta-ALAD dan Karakteristik Darah Tikus Wistar jantan. Sekolah Ilmu dan Hayati-ITB. Bandung.

Sugita, P dkk. 2009. Kitosan Sumber Biomaterial Masa Depan. IPB Press Bogor. Supariasa, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Wibowo AW, L. 2008 Pengaruh Pemberian Perasan Buah Mengkudu (Morinda citrifolia) terhadap Kadar SGPT dan SGOT Tikus Putih (Rattus norvegicus) diet Tinggi Lemak. Jurnal Veterineria Medika Universitas Airlangga.

Widjajakusuma, R & S.H.S Sikar. 1986. Diktat Kuliah Fisiologi Hewan. Bogor. IPB

Wigfield, D.C and Farant, J.P. 1981. Assay 0f δ-Aminolaevulinate Dehidratase in 10 µL of Blood. Clin. Chem


Dokumen yang terkait

Pengaruh Kitosan Terhadap Struktur dan Kadar Residu Pb pada Ginjal Tikus Putih (Rattus sp.) Jantan yang Dipapari Plumbum Asetat

1 39 77

Pengaruh pemberian vitamin E terhadap kadar SGPT dan SGOT serum darah tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur wistar yang dipapar timbal per oral

0 13 11

PERBEDAAN KADAR SGOT DAN SGPT PADA TIKUS (Rattus Perbedaan Kadar Sgot Dan SGPT Pada Tikus (Rattus Norvegicus) Yang Diberi Paparan Asap Rokok Herbal Dan Asap Rokok Konvensional.

0 2 13

NASKAH PUBLIKASI PERBEDAAN KADAR SGOT DAN SGPT PADA TIKUS (Rattus norvegicus) YANG Perbedaan Kadar Sgot Dan SGPT Pada Tikus (Rattus Norvegicus) Yang Diberi Paparan Asap Rokok Herbal Dan Asap Rokok Konvensional.

1 9 15

Pengaruh Kitosan Terhadap Struktur dan Kadar Residu Pb pada Ginjal Tikus Putih (Rattus sp.) Jantan yang Dipapari Plumbum Asetat

0 0 16

Pengaruh Kitosan Terhadap Struktur dan Kadar Residu Pb pada Ginjal Tikus Putih (Rattus sp.) Jantan yang Dipapari Plumbum Asetat

0 0 2

Pengaruh Kitosan Terhadap Struktur dan Kadar Residu Pb pada Ginjal Tikus Putih (Rattus sp.) Jantan yang Dipapari Plumbum Asetat

0 0 4

Pengaruh Kitosan Terhadap Struktur dan Kadar Residu Pb pada Ginjal Tikus Putih (Rattus sp.) Jantan yang Dipapari Plumbum Asetat

0 0 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Kitosan Terhadap Komponen Darah , Kadar Hemoglobin, Sgpt dan Sgot pada Tikus (Rattus norvegicus L) yang Dipapar Plumbum Asetat

0 0 13

PENGARUH KITOSAN TERHADAP KOMPONEN DARAH , KADAR HEMOGLOBIN, SGPT DAN SGOT PADA TIKUS (Rattus norvegicus L) YANG DIPAPAR PLUMBUM ASETAT

0 0 15