Interaksi Plumbum Dengan Hemoglobin SGOT Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase dan SGPT Serum

sitoplasma 2 molekul delta-aminolevulenat dikatalisis oleh enzim delta- aminolevulenic acid dehydratase membentuk 2 molekul air dan 1 molekul porfobilinogen. Dalam sitoplasma 4 unit porfobilinogen mengalami kondensasi membentuk polimer siklik yaitu uroporfobilinogen. Ada 2 isomer uroporfobilinogen, yaitu isomer tipe I dan isomer tipe III. Heme berasal dari isomer tipe III. Uroporfobilinogen III diubah menjadi koproporfirinogen III. Reaksi ini dikatalisis oleh uroporfobilinogen dekarboksilase. Kemudian koproporfirinogen III memasuki mitokondria, selanjutnya diubah menjadi protoporfirinogen. Dari 15 kemungkinan isomer hanya satu yang dibentuk, yaitu protoporfirinogen IX. Protoporfirinogen IX dioksidasi oleh protoporfirinogen oksidase menghasilkan protoporfirin IX. Oksidasi ini menghasilkan ikatan rangkap terkonjugasi yang merupakan ciri porfirin. Tahap akhir pembentukan heme adalah pemasukan ion ferro ke dalam protoporfirin yang dikatalisis oleh enzim ferrokatalase Murray et al., 2003. Untuk kadar hemoglobin normal seekor tikus dewasa adalah 15-16 g100 mm 3 Widjayakusuma dan Sikar, 1986.

2.6 Interaksi Plumbum Dengan Hemoglobin

Interaksi logam-logam berat pada oksihemoglobin dinyatakan sebagai sumber pembentukan radikal bebas superoksid O 2 pada eritrosit. Penelitian secara invitro menunjukkan bahwa plumbum secara bermakna memperbesar autooksidasi hemoglobin pada lisosom. Anemia merupakan tanda lanjut dan paling sering terjadi pada orang dewasa, biasanya ringan dan selalu hipokrom. Hal ini menunjukkan salah penggunaan Fe dalam sum-sum tulang sehingga Fe darah meningkat. Hal ini mengakibatkan pengurangan inkorporasi Fe kedalam eritrosit dan penimbunan Fe yang berlabihan dalam mithokondria precursor eritrosit. Anemia yang terjadi digolongkan sebagai anemia sideroblastik Astuti, 2002.

2.7 Kitosan

2.7.1 Struktur Kitosan Universitas Sumatera Utara Kitosan merupakan biopolymer alami turunan dari kitin, homopolymer dari 1-4- amino-2-deoksi- β-D-glukosa. Kitin merupakan biopolymer alami terbesar kedua yang dapat ditemukan dialam setelah selulosa. Kitosan adalah turunan kitin yang hanya dibedakan oleh gugus radikal CH3. CO- pada struktur polimernya. Kitosan merupakan senyawa kimia yang berasal dari bahan hayati kitin, suatu senyawa organik yang melimpah di alam ini setelah selulosa Ketty, 1942. Kitin ini umumnya diperoleh dari kerangka hewan invertebrata dari kelompok Arthopoda sp, Molusca sp, Coelenterata sp, Annelida sp, Nematoda sp, dan beberapa dari kelompok jamur. Selain dari kerangka hewan invertebrate, juga banyak ditemukan pada bagian insang ikan, trachea, dinding usus dan pada kulit cumi-cumi. Sebagai sumber utamanya ialah cangkang Crustaceae sp, yaitu udang, lobster, kepiting, dan hewan yang bercangkang lainnya, terutama asal laut. Sumber ini diutamakan karena bertujuan untuk memberdayakan limbah udang Ketty, 1942. Kitosan adalah suatu rantai linear dari D – Glukosamin dan N – Asetil D – Glukosamin yang terangkai pada posisi β 1-4 .Adriana et al, 2003. Kitosan adalah suatu kitin N – deasetilasi yaitu biomaterial yang mempunyai sifat biologi yang efektif seperti aktivitas bakteri Sashiwa, 2003 , biodegradable, biokompatibel, dan tidak beracun Kaban, 2007. Kitosan mempunyai sifat polikationik, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai agensia penggumpal. Kitin dan kitosan diakui sebagai biosorbent untuk penghilangan logam berat. Salah satu bahan pengklelat dari crustaceae adalah kitosan, yang diperoleh dari senyawa kitin yang terdapat dikulit cangkangnya lalu dengan proses deasetilasi diubah menjadi kitosan Purwaningsih, 1994. Kitosan juga terdapat secara alami dalam beberapa jamur namun tidak sebanyak kitin. Struktur idealnya dapat dilihat dari gambar 1 : Universitas Sumatera Utara Gambar 1.1 Struktur Kitosan Karena adanya gugus amino, kitosan merupakan polielektrolit kationik pKa ≈ 6,5 hal yang sangat jarang terjadi secara alami. Sifat yang basa ini menjadikan kitosan : a. Dapat larut dalam media asam encer membentuk larutan yang kental sehingga dapat digunakan dalam pembuatan gel. Dalam beberapa variasi konfigurasi seperti butiran, membrane, pelapis kapsul, serat dan spons. b. Membentuk kompleks yang tidak larut dengan air dengan polianion yang dapat juga digunakan untuk pembuatan butiran gel, kapsul, dan membran. c. Dapat digunakan sebagai pengkhelat ion logam berat dimana gelnya menyediakan sistem produksi terhadap efek destruksi dari ion Meriaty, 2002

2.7.2 Sifat – Sifat Fitokimia Kitosan

1. Sifat Fisika Kitosan adalah padatan amorf putih yang tidak larut dalam alkali dan asam mineral kecuali pada keadaan tertentu. Kitosan merupakan molekul polimer yang mempunyai berat molekul tinggi. Kitosan dengan berat molekul yang tinggi didapati dengan mempunyai viskositas yang baik dalam suasana asam. Kitosan hasil deasetilasi kitin larut dalam asam encer seperti asam asetat, asam formiat, dll. Kitosan dapat membentuk gel dalam n – metilmorpin n – oksida yang dapat digunakan dalam formulasi pelepasan obat terkendali. Kandungan nitrogen dalam Universitas Sumatera Utara kitin berkisar 5 – 8 tergantung pada tingkat deasetilasi sedangkan nitrogen pada kitosan kebanyakan dalam bentuk gugus amino. Maka kitosan bereaksi melalui gugus amino dalam pembentukan N – asilasi dan reaksi Schiff yang merupakan reaksi yang penting Kumar, 2000. 2. Sifat Kimia Adanya gugus amino dan hidroksil dari kitosan juga menyebabkan kitosan mudah dimodifikasi secara kimia antara lain dalam reaksi pembentukan : a. N – Asil Metode yang paling sederhana adalah dengan mereaksikan asam karboksilat dengan kitosan. Pemanasan larutan kitosan dalam asam formiat 100 pada suhu 90 o b. O – Asilasi C dengan penambahan piridin sedikit demi sedikit untuk menghasilkan N – formilatosan serta N – Asetil dalam asetat 20. Pereaksi yang paling banyak digunakan untuk N – Asilasi kitosan adalah asil anhidrida, baik dalam kondisi homogen dan heterogen Gugus amino kitosan lebih reaktif daripada gugus hidroksilnya. Gugus amino perlu diproteksi selama proses asilasi untuk menghasilkan O – asil Kitosan. Metode proteksi yang dilakukan antara lain melalui pembuatan basa Schiff disusul O – Asetilasi menggunakan larutan untuk mencegah hidrolisis asam dan basa Schiff.Pembuatan O – Asetil Kitosan dapat juga dilakukan dengan melarutkan kitosan terasetilasi dalam asam formiat 90 yang mengandung asetat anhidrida dengan HClO4 dengan asumsi protonasi akan mencegah terjadinya N – Asetilasi. N – dan O – Asetilasi kitosan juga dapat diperoleh bersamaan dengan menggunakan asil klorida. Caranya dengan merefluks kitosan dalam dodekanoil klorida berlebih – piridin – kloroform dan ditambah asam klorida sesudah direfluks 5 jam. Produk yang diperoleh sesudah 9 jam larut dalam kloroform, benzene, dietil eter, dan piridin. c. Eter Kitosan Pembuatan turunan O – alkil kitosan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu O – Alkilsi kitin disusul pengurangan N – Asetilasi dan O – Alkilasi derivatif kitosan dimana gugus amino diproteksi selama reaksi alkilasi. Karboksimetil Universitas Sumatera Utara kitosan yang dipeorleh melalui prosedur pertama menghasilkan garam natrium dengan gugus amin bebas dalam bentuk busa ataupun garam hidroklorida dari asam amino dengan gugus karboksimetil dalam bentuk asam. Sensitifitas terhadap penambahan elektrolit meningkat dengan bertambahnya karboksilasimetilasi. Sugita dkk., 2009.

2.7.3. Modifikasi Kitosan

Kitosan dapat dimodifikasi menjadi berbagai bentuk seperti serpih, hidrogel, membran dan butiran. Perbedaan bentuk kitosan akan mempengaruhi pada luas permukaannya. Semakin kecil ukuran kitosan, maka luas permukaan kitosan akan semakin besar. a. Kitosan berbentuk serpihan Afinitas kitosan bentuk serpihan telah diuji coba terhadap ion Pb+2, Ni+2, dan Cr+2 dan persentase pengikatan adalah 84 – 98, 40 – 92, dan 17 – 46 berturut – turut. b. Hidrogel kitosan Pelarutan kitosan dalam asam asetat merupakan cara sederhana untuk membentuk hidrogel kitosan. Hidrogel kitosan yang dibentuk oleh penambahan bahan senyawa penaut silang disebut hidrogel kitosan kovalen atau ionik. Penaut silang yang digunakan merupakan molekul berbobot molekul lebih rendah daripada bobot molekul kedua rantai polimer yang akan ditautkan. c. Kitosan berbentuk membran Membran dapat disiapkan dengan menggunakan beberapa metode antara lain pelelehan, pengepresan, track – etching, dan pembalikan fase. Pembalikan fase adalah proses yang mengubah polimer dari bentuk larutan menjadi bentuk padatan secara terkontrol. Asnel 2008 membuat membran gel kitosan – alginat dengan penaut silang glutaraldehida. d. Kitosan berbentuk butiran Kitosan dapat dibuat menjadi bentuk butiran dengan pelarutan 3 gram kitosan dalam 100 ml larutan asam asetat 1 yang diteteskan pada larutan NaOH 4 maka diperoleh butiran berbentuk bola. Kitosan berbentuk butiran yang Universitas Sumatera Utara terbentuk dikumpulkan dan dicuci dengan akuades. Shentu, et al telah membuat kitosan dalam bentuk butiran yang digunakan untuk proses adsorpsi enzim catalase Sugita dkk., 2009. Kitosan mempunyai sifat antimikrobia melawan jamur lebih kuat dari kitin. Jika kitosan ditambahkan pada tanah, maka akan menstimulir pertumbuhan mikrobia mikrobia yang dapat mengurai jamur. Selain itu kitosan juga dapat disemprotkan langsung pada tanaman. Sifat kitin dan kitosan dapat mengikat air dan lemak. Karena sifatnya yang dapat bereaksi dengan asam-asam seperti polifenol, maka kitosan sangat cocok untuk menurunkan kadar asam pada buah- buahan, sayuran dan ekstrak kopi. Kitosan mempunyai sifat polikationik, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai agensia penggumpal. Kitin dan kitosan diakui sebagai biosorbent untuk penghilangan logam berat. Salah satu bahan pengklelat dari crustaceae adalah kitosan, yang diperoleh dari senyawa kitin yang terdapat dikulit cangkangnya lalu dengan proses deasetilasi diubah menjadi kitosan Purwaningsih, 1994. Kitosan dipelajari secara luas sebagai pengikat logam, larutan inorganic anionic,bahan pencelup, dan pestisida Guibal, 2004. Gugusan amina pada rantai kitosan merupakan tempat penghelat untuk logam transisi dan β-1,4 glikosida bergabung dengan unit glukosamina yang tahan terhadap degradasi kimia dan bilogi Bhuvana, 2006.

2.8 SGOT Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase dan SGPT Serum

Glutamic Pyruvic Transaminase Enzim-enzim metabolisme terdapat di dalam hati yang kandungannya tertentu dan tidak berfluktuasi terjadi pada makhluk hidup sehat, tetapi bila terjadi kerusakan sel hati maka enzim seperti SGPT, SGOT akan meningkat konsentrasinya. Sehingga kadar enzim tersebut dapat digunakan sebagai indikator kerusakan hati Dudeley et al., 1982. Enzim yang mengkatalisis pemindahan gugus amino secara reversibel antara asam amino dan alfa –keto ialah enzim aminotransferase. Apabila terjadi gangguan fungsi hati, enzim aminotransferase di dalam sel akan masuk ke dalam peredaran darah karena terjadi perubahan permeabilitas membran sel sehingga Universitas Sumatera Utara kadar enzim aminotransferase dalam darah akan meningkat. Dua macam enzim aminotransferase yang paling sering dihubungkan dengan kerusakan sel hati adalah aspartat aminotransferase AST yang juga disebut SGOT dan alanin aminotransferase ALT yang juga disebut SGPT Widman, 1989. SGOT terdapat tidak hanya pada sel hati tetapi juga pada sel jantung dan sel otot rangka, sedangkan SGPT merupakan enzim yang terdapat dalam konsentrasi tinggi dalam sel hati, tetapi juga terdapat dalam konsentrasi sedang dalam sel ginjal, sel jantung dan sel otot rangka. SGOT juga merupakan enzim yang terlibat dalam glukoneogenesis. Peningkatan SGOT dalam darah disebabkan oleh kerusakan hati yang parah dan disertai nekrosis, sehingga enzim dari mitokondria juga ikut keluar sel Panjaitan et al., 2007. SGPT merupakan enzim sitosol dan juga terlibat dalam glukoneogenesis. Peningkatan kadar SGPT dalam darah terutama disebabkan oleh kerusakan sel hati dan sel otot rangka. Kerusakan hepatosit diawali dengan perubahan permeabilitas membran yang diikuti dengan kematian sel. SGPT merupakan indeks yang lebih sensitif terhadap kerusakan hati Widman, 1989. Universitas Sumatera Utara BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Dokumen yang terkait

Pengaruh Kitosan Terhadap Struktur dan Kadar Residu Pb pada Ginjal Tikus Putih (Rattus sp.) Jantan yang Dipapari Plumbum Asetat

1 39 77

Pengaruh pemberian vitamin E terhadap kadar SGPT dan SGOT serum darah tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur wistar yang dipapar timbal per oral

0 13 11

PERBEDAAN KADAR SGOT DAN SGPT PADA TIKUS (Rattus Perbedaan Kadar Sgot Dan SGPT Pada Tikus (Rattus Norvegicus) Yang Diberi Paparan Asap Rokok Herbal Dan Asap Rokok Konvensional.

0 2 13

NASKAH PUBLIKASI PERBEDAAN KADAR SGOT DAN SGPT PADA TIKUS (Rattus norvegicus) YANG Perbedaan Kadar Sgot Dan SGPT Pada Tikus (Rattus Norvegicus) Yang Diberi Paparan Asap Rokok Herbal Dan Asap Rokok Konvensional.

1 9 15

Pengaruh Kitosan Terhadap Struktur dan Kadar Residu Pb pada Ginjal Tikus Putih (Rattus sp.) Jantan yang Dipapari Plumbum Asetat

0 0 16

Pengaruh Kitosan Terhadap Struktur dan Kadar Residu Pb pada Ginjal Tikus Putih (Rattus sp.) Jantan yang Dipapari Plumbum Asetat

0 0 2

Pengaruh Kitosan Terhadap Struktur dan Kadar Residu Pb pada Ginjal Tikus Putih (Rattus sp.) Jantan yang Dipapari Plumbum Asetat

0 0 4

Pengaruh Kitosan Terhadap Struktur dan Kadar Residu Pb pada Ginjal Tikus Putih (Rattus sp.) Jantan yang Dipapari Plumbum Asetat

0 0 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Kitosan Terhadap Komponen Darah , Kadar Hemoglobin, Sgpt dan Sgot pada Tikus (Rattus norvegicus L) yang Dipapar Plumbum Asetat

0 0 13

PENGARUH KITOSAN TERHADAP KOMPONEN DARAH , KADAR HEMOGLOBIN, SGPT DAN SGOT PADA TIKUS (Rattus norvegicus L) YANG DIPAPAR PLUMBUM ASETAT

0 0 15