Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Karya sastra merupakan cerminan dari sebuah realitas kehidupan sosial masyarakat. Sebuah karya sastra yang baik memiliki sifat-sifat yang abadi dengan muatan kebenaran- kebenaran yang hakiki yang selalu ada selama manusia masih ada. Karya sastra dipersiapkan sebagai ungkapan realitas kehidupan dan konteks penyajian disusun secara tersetruktur, menarik, serta menggunakan media bahasa berupa teks yang disusun melalui refleksi pengalaman pengetahuan serta potensi memiliki berbagai macam bentuk representasi kehidupan nyata. Abrams dalam Endraswara, 2003: 18-19 mengatakan, karya sastra akan terkait dengan work teks, artis pengarang, dan audiens penikmat, tentu pemahaman sastra pun akan berkutat di sekitar tiga kutub tersebut. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang terdiri dari beragam etnik, salah satunya ialah etnik Melayu. Etnik Melayu memiliki karya sastra dan umumnya masih berkisar pada sastra lisan. Sastra lisan itu sebagian besar tersimpan di dalam ingatan orang tua atau tukang cerita yang saat ini jumlahnya semakin berkurang, karena perkembangan zaman dan tertutupnya orang tua dan tukang cerita untuk menceritakan sastra lisan tersebut kepada generasi muda. Oleh sebab itu, studi tentang sastra lisan merupakan hal yang penting bagi para ahli yang ingin memahami peristiwa perkembangan sastra, asal mulai timbulnya genre sastra, serta penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Hal ini disebabkan oleh adanya hubungan antara studi sastra lisan dengan sastra tulisan sebagaimana adanya kelangsungan tidak terputus antara sastra lisan dan sastra tertulis. Universitas Sumatera Utara Endraswara 2003: 154 mengatakan, Jika sastra lisan masih orisinal di masyarakat, diperlukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Perekaman sastra lisan yang biasanya melekat pada seni pertunjukan atau tradisi lisan. 2. Pengumpulan data, berupa komentar pemilik sastra lisan dengan wawancara dan observasi-partisipasi 3. Traskripsi rekaman sastra lisan dan data berupa fragmentasi hasil wawancara dan observasi-parsisipasi 4. Apresiasi bersama-sama di kelas hasil rekaman. Sastra lisan merupakan suatu kebudayaan yang tumbuh dan berkembang ditengah-tengah masyarakat dan diwariskan turun-temurun secara lisan. Ragam sastra yang demikian tidak hanya berfungsi sebagai alat hiburan, pengisi waktu senggang, serta penyalur perasaan, melainkan juga sebagai alat cermin sikap pandangan kebudayaan serta alat pemelihara norma-norma masyarakat. Cerita lisan yang merupakan bahagian dari sastra lisan merupakan warisan budaya nasional dan masih mempunyai nilai-nilai yang patut dikembangkan dan dimanfaatkan untuk kehidupan masa kini dan masa yang akan datang, antara lain dalam hubungan pembinaan apresiasi sastra. Sastra lisan juga telah lama berperan sebagai wahana pemahaman gagasan dan pewarisan tata nilai yang tumbuh dalam masyarakat. Bahkan sastra lisan telah berabad-abad berperan sebagai dasar komunikasi antara pencipta dan masyarakat, dalam arti ciptaan yang berdasarkan lisan akan lebih mudah digauli karena ada unsur yang dikenal masyarakat. Dalam keadaan masyarakat yang sedang membangun, seperti halnya masyarakat Indonesia sekarang ini, berbagai bentuk kebudayaan lama termasuk sastra lisan, bahkan mustahil Universitas Sumatera Utara akan terabaikan ditengah-tengah kesibukan pembangunan dan pembaharuan yang sedang meningkat. Sehingga dikhawatirkan lama kelamaan akan hilang tanpa bekas atau berbagai unsurnya yang asli tidak dapat dikenali lagi. Mengingat kedudukan dan peranan sastra lisan yang cukup penting maka penelitian sastra lisan perlu dilakukan sesegera mungkin. Lebih lagi bila diingat bahwa terjadinya perubahan dalam masyarakat, seperti adanya kemajuan-kemajuan teknologi, adanya radio, televisi yang dapat menyebabkan berangsur-angsur hilangnya sastra lisan diseluruh Nusantara. Dengan demikian, penelitian sastra lisan berarti melakukan penyelamatan sastra lisan dari kepunahan, yang dengan sendirinya merupakan usaha pewaris nilai budaya, karena dalam sastra lisan banyak ditemui nilai-nilai serta cara hidup dan berfikir masyarakat nilai-nilai sosiologis masyarakat yang memiliki sastra lisan. Hampir setiap suku bangsa Indonesia mengenal adanya sastra lisan, demikian pula halnya dengan sastra lisan Melayu Labuhan Bilik. Salah satu genre prosa rakyat dari kesusastraan Melayu adalah cerita rakyat yang lahir dari etnik Melayu Labuhan Bilik. Sastra lisan Melayu Labuhan Bilik merupakan salah satu warisan budaya bangsa yang perlu diselamatkan. Salah satu usaha penyelamatan adalah dengan mengadakan penelitian dan inventarisasi. Disamping itu, penelitian ini bermanfaat pula bagi salah satu upaya pembinaan dan pengembangan sastra lisan yang bersangkutan, sekaligus mempunyai manfaat dalam rangka pembinaan dan pengembangan budaya daerah dan Nasional. Pulau Si Kantan menceritakan tentang anak durhaka, Pulau Si Kantan dulunya tidak ada. Namun, ratusan tahun yang lalu telah terjadi sebuah peristiwa yang sangat luar biasa, sehingga pulau ini muncul ditengah-tengah Sungai Barumun. Peristiwa tersebut diceritakan dalam sebuah Universitas Sumatera Utara cerita rakyat yang sangat terkenal dikalangan masyarakat Labuhanbatu. Cerita rakyat ini mengisahkan tentang seorang pemuda bernama si Kantan menjelma menjadi sebuah Pulau. Sejak si Kantan resmi menjadi anggota keluarga istana kerajaan Malaka. Ia bersama istrinya hidup bahagia di istana. Kehidupan yang serba mewah membuat si Kantan lupa kepada ibunya yang sudah tua dan hidup sendirian di kampung. Sementara itu, sang istri selalu mendesak ingin bertemu mertuanya dan ingin melihat kampung halaman suaminya. Mula-mula si Kantan enggan mengabulkan permintaan istrinya dengan alasan sibuk mengurus istana. Namun, karena didesak terus oleh istrinya dan direstui oleh Baginda Raja, maka si Kantan pun tidak bisa mengelak lagi. “Baiklah, Dinda Besok pagi kita berangkat” janji si Kantan kepada istrinya. Dengan menggunakan kapal pribadinya yang besar dan mewah, si Kantan dan istrinya beserta puluhan prajurit istana berlayar menuju Pulau Sumatera. Setelah berhari-hari mengarungi Selat Malaka, akhirnya kapal si Kantan berlabuh di kota kecil, Labuhan Bilik, yang terletak di muara Sungai Barumun. Penduduk setempat sangat terkejut dengan kehadiran kapal sebesar itu. Maka tersiarlah kabar bahwa si Kantan telah menjadi kaya-raya, bagai seorang raja dengan kapalnya yang besar dan megah. Akhirnya, kabar kadatangan si Kantan pun terdengar oleh ibunya. Dengan menggunakan sampan, janda tua itu menyusuri Sungai Barumun menuju Pelabuhan tempat kapal si Kantan berlabuh. Setelah beberapa pangawal mangusir perempuan tua itu, si Kantan kambali memerintahkan pengawalnya untuk memutar haluan kapal dan kambali ke Malaka. Sementara itu, perempuan tua itu bagai disambar petir melihat perilaku anak kesayangannya, yang sungguh diluar dugaan. Dadanya terasa sesak, air matanya pun tak tarbendung lagi. Dengan sisa Universitas Sumatera Utara tanaganya, ia mangayuh sampannya kambali ke gubuknya dengan perasaan hancur-lebur. Ia sangat sedih karena telah, Diusir oleh anak kandungnya sendiri. Dengan deraian air mata, ia pun berdoa, “Ya Tuhan, budak en udah dughaka sama amaknya yang malahighkan mambosaghkannya ka. Boghi ia palajaghan, agagh ia manjadi anak nan tau babakti pada oghang tua” Baru saja ucapan itu lepas dari mulut sang ibu, tiba-tiba petir menyambar, hujan badai yang sangat dahsyat pun datang. Tak barapa lama, air Sungai Barumun pun bergulung-gulung lalu menghantam kapal si Kantan dengan bertubi-tubi. Kapal besar yang megah itu pun tenggelam ke dasar Sungai Barumun. Seluruh awak kapal tak dapat menyelamatkan diri, termasuk si Kantan dan istinya. Setelah kapal itu tidah terlihat lagi, suasana kembali tenang seperti semula. Beberapa hari kamudian, muncullah sebuah Pulau kecil di tempat kajadian itu, yaitu tepatnya ditengah-tengah Sungai Barumun dan berhadapan dengan kota Labuhan Bilik dan tanjung sarang olang. Kamudian Pulau itu oleh masyarakat setempat diberi nama Pulau Si Kantan. Penulis memilih judul ini karena masih minimnya pengetahuan masyarakat tentang cerita ini dan banyaknya versi cerita yang tersebar dikalangan masyarakat. Ditinjau dari segi kemasyarakatan, cerita ini sangat penting untuk dibahas agar terhindar dari kepunahan, khususnya untuk masyarakat Melayu di Kabupaten Labuhanbatu. Maka penulis berusaha mengkaji kembali cerita Pulau Si Kantan yang terdapat di Kecamatan Panai Tengah. Hal ini juga menjadi tantangan tersendiri bagi penulis, karena sedikitnya informasi yang dapat dijadikan referensi untuk menyempurnakan cerita rakyat Pulau Si Kantan ini. Maka penulis mengangkat cerita ini agar dapat menjadi dokumen dan pengetahuan bagi generasi berikutnya. Universitas Sumatera Utara

1.2 Rumusan Masalah