Perspektif dalam Memaknai Ayat yang Sering Dipahami Gender

C. Perspektif dalam Memaknai Ayat yang Sering Dipahami Gender

Menurut Muhammad Nashr Hamid Abu Zaîd dalam Kritik Teks Keagamaan, seperti yang dikutip oleh Kusmana:

Bahwa lahirnya penafsiran bias gender dalam al-Qur’an sebenarnya karena terapan pendekatan tekstual dan atomistik. Artinya, di samping hanya berfokus pada teks, ayat-ayat al-Qur’an juga dipandang sebagai redaksi yang independen, tidak terkait dengan ayat lain yang membicarakan tema yang sama dari aspek yang sedikit berbeda, dan tidak dikaitkan dengan aspek eksternal teks. Ini terlihat pada terapan kaidah “ al-‘ibrah bi‘um û m al-lafzh lâ bi khush û sh al- sabab” . Yang dijadikan pegangan dalam menetapkan hukum adalah keumuman makna satu lafadz bukan sebab-sebab yang bersifat khusus. Jika terdapat suatu kasus maka yang menjadi perhatian utama adalah apa bunyi teks terhadap kasus tersebut, bukan apa dan bagaimana kasus itu hingga terjadi. Pengekalan ketimpangan semakin kokoh karena metodologi seperti ini dibarengi denganh

semangat formalisasi dan pelembagaan 48 .

47 Al-Baqhâr, Madzâhib…, h. 49. 48 Kusmana, Membangun Kultur Akademik Berperspektif Gender, (Jakarta: Pusat Studi

Wanita (PSW), 2005), h. 70.

Sama seperti di atas, Johan Hendrik Meuleman dalam buku Perempuan dalam Islam mencoba menjelaskan cara memahami ayat-ayat al-Qur’an yang sering diartikan gender dengan mengatakan:

Untuk memahami ayat-ayat gender dalam al-Qur’an diperlukan metode-metode yang komprehensif, bukan saja metode yang selama ini dikenal dalam lintasan sejarah ‘Ulûm al-Qur’an. Metode tersebut harus bisa mengintrodusir metode- metode kajian teks lainnya, atau menurut istilah Fatimah Mernissi dan Amina Wadûd Muhsin, merujuk pada Fazlur Rahman dan Toshihiko Izutsu, yaitu metode penafsiran al-Qur’an secara “ holistis” , yakni penafsiran al-Qur’an secara menyeluruh dan menurut model hermeneutik yang membedakan unsur

normatif dan kontekstual 49 .

Pendapat Muhammad Nashr Hamid ’Abû Zaîd seperti di atas terlihat pada terapan kaidah “al-‘ibrah bi ‘umûm al-lafzh lâ bi khusûsh al-sabab”. Kalau pendapat sebelumnya menganut pemahaman bahwa yang dijadikan pegangan dalam menetapkan hukum adalah keumuman makna satu lafadz, bukan sebab-sebab yang bersifat khusus, maka pendapat terakhir hanya cocok untuk penetapan sebatas pemahaman, tidak cocok untuk penetapan hukum. Alasannya, untuk menetapkan suatu hukum, seorang ahli fiqih terlebih dahulu mencocokkan beberapa ayat sebagai referensi lalu mencermati asbâb al-nuzûl dan komentar ulama lain tentang ayat itu.

Mesucikan niat dan memposisikan teks al-Qur’an sebagai perkataan Tuhan yang Maha Bersih dari unsur-unsur kesalahan dan tidak berpihak pada kepentingan tertentu mesti dilakukan sebelum menafsirkan al-Qur’an. Nasaruddin Umar menulis

49 Kusmana, Membangun Kultur Akademik …, h. 72.

dengan mengutip ucapan Imam Muhammad al-Ghazâli dalam kitab Manhul min Ta‘liqât al-Ushûl bahwa penggunaan bentuk mudzakkar dalam suatu khith â b juga mencakup kaum perempuan, kecuali ada qarînah (tanda) yang mengkhususkannya, seperti kata   yang juga mencakup kata  , kecuali kalau ada qarînah yang mengkhususkannya hanya kepada lelaki. Pendapat jumhur ulama ini juga dianut oleh al-Ghazali dan sejalan dengan kaedah bahasa Arab bahwa jika kelompok laki-laki

berkumpul dengan kelompok perempuan, maka cukup menggunakan bentuk mudzakkar 50 kepada kelompok tersebut                

. Penulis yakin bahwa Allah Swt. melalui ayat-ayat-Nya yang membedakan anatomi biologis tidak bermaksud memarginalkan (mengucilkan) kelompok tertentu dan mengistimewakan secara berlebihan kelompok tertentu lainnya. Hal yang mesti dipecahkan adalah menciptakan penafsiran yang bersih dari unsur bias gender karena perbedaan peran laki-laki dan perempuan hanya dimaksudkan agar mereka saling melengkapi dan memberikan pelayanan sesuai kodrat penciptaan masing-masing.

50 Nasaruddin Umar, Teologi Gender…, h. 227.

Dokumen yang terkait

1. Tahap Awal / Pedahuluan Membuka dengan salam dan berdoa Membina hubungan baik dengan peserta didik (menanyakan kabar, pelajaran sebelumnya, ice breaking) Menyampaikan tujuan layanan materi Bimbingan dan Konseling Menanayakan kesiapan kepada peserta did

0 0 5

1. Tahap Awal / Pedahuluan Membuka dengan salam dan berdoa Membina hubungan baik dengan peserta didik (menanyakan kabar, pelajaran sebelumnya, ice breaking) Menyampaikan tujuan layanan materi Bimbingan dan Konseling Menanayakan kesiapan kepada peserta did

0 0 5

1. Tahap Awal / Pedahuluan Membuka dengan salam dan berdoa Membina hubungan baik dengan peserta didik (menanyakan kabar, pelajaran sebelumnya, ice breaking) Menyampaikan tujuan layanan materi Bimbingan dan Konseling Menanayakan kesiapan kepada peserta did

0 3 6

1. Tahap Awal / Pedahuluan Membuka dengan salam dan berdoa Membina hubungan baik dengan peserta didik (menanyakan kabar, pelajaran sebelumnya, ice breaking) Menyampaikan tujuan layanan materi Bimbingan dan Konseling Menanayakan kesiapan kepada peserta did

0 0 7

1. Tahap Awal / Pedahuluan Membuka dengan salam dan berdoa Membina hubungan baik dengan peserta didik (menanyakan kabar, pelajaran sebelumnya, ice breaking) Menyampaikan tujuan layanan materi Bimbingan dan Konseling Menanayakan kesiapan kepada peserta did

0 2 7

1. Tahap Awal / Pedahuluan Membuka dengan salam dan berdoa Membina hubungan baik dengan peserta didik (menanyakan kabar, pelajaran sebelumnya, ice breaking) Menyampaikan tujuan layanan materi Bimbingan dan Konseling Menanayakan kesiapan kepada peserta did

0 1 5

Bab VI Value, Domain dan Type - Bab VI VALUE DOMAIN TYPE

0 0 7

W Matkul Softskill Tidak ada UTS dan UAS

0 0 9

Subjek Penelitian Jenis dan Sumber Data

0 1 14

Materi LED dan Photo Diode.do

0 0 6