Faizal Asdar Bakri Studi Perbandingan Penafsiran Antara Muhammad Abduh dan Muhammad Syahrur terhadap Ayat ayat Gender

STUDI PERBANDINGAN PENAFSIRAN Antara MUHAMMAD ‘ABDUH Dan MUHAMMAD SYAHRUR

TERHADAP AYAT-AYAT GENDER Dalam AL-QUR’AN

Oleh: FAIZAL ASDAR BAKRI PROGRAM PASCASARJANA KONSENTRASI TAFSIR HADIS UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1427 H / 2006 M

LEMBAR PENGESAHAN

Tesis dengan judul “Studi Perbandingan Penafsiran antara Muhammad ‘Abduh

dan Muhammad Syahrur terhadap Ayat-Ayat Gender dalam al-Qur’an” yang ditulis oleh Faizal Asdar Bakri, NIM. 03.2.00.1.05.01.0071, Program Studi Tafsir

Hadis telah dipertanggungjawabkan pada sidang munagasyah Program Pascasarjana Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, tanggal 24 Juli 2006 dan telah direvisi sesuai saran-saran tim penguji untuk selanjutnya diberikan persetujuan akhir dari tim penguji.

TIM PENGUJI

1. Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA (______________________)

Tanggal: ……………………….

2. Dr. Amany Umar Burhanuddin Lubis, MA (______________________)

Tanggal: ……………………….

3. Prof. Dr. Rif‘at Syauqi Na‘wawi, MA (______________________)

Tanggal: ……………………….

4. Prof. Dr. Musdah Mulia, MA (______________________)

Tanggal: ……………………….

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Setelah membaca, meneliti dan memberi saran-saran untuk perbaikan

seperlunya terhadap tesis Sdr. Faizal Asdar Bakri dengan judul “Studi Perbandingan Penafsiran antara Muhammad ‘Abduh dan Muhammad Syahrur

terhadap Ayat-Ayat Gender dalam al-Qur’an”, kami berpendapat bahwa tesis ini sudah dapat diterima untuk dimunaqasakan pada Sidang Munaqasah sebagai

pelengkap syarat-syarat untuk memperoleh gelar Magister (MA) dalam bidang Ilmu Agama Islam pada program pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA Dr. Amany Umar Burhanuddin Lubis, MA Tanggal: ………………………. Tanggal: ………………………………….

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt. yang tiada sesembahan selain-Nya. Shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Muhammad Saw., isteri-isteri, dan sahabat-sahabatnya yang senantiasa menyertainya dalam suka maupun duka, serta kepada segenap umat Islam yang meneladani jejak perjuangan mereka hingga akhir zaman.

Berkat ‘inâyah Allah Swt., akhirnya penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Karya tesis ini amat berarti bagi penulis karena dalam proses penyelesaiannya telah berhasil melewati berbagai ujian yang menyita waktu dan materi sehingga sesekali menyurutkan semangat penulis untuk menyelesaikannya. Meskipun demikian, penulis tetap menyadari bahwa usaha ini masih menyisakan banyak hal yang tidak dapat penulis hadirkan di dalamnya karena keterbatasan pengetahuan dan waktu. Namun, patut disyukuri karena banyak pengalaman berharga yang telah penulis gapai dalam penyelesaian tesis ini yang teramat menjadi bekal pengetahuan dan cakrawala berpikir.

Oleh karena itu, penulis berkewajiban untuk menghaturkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada segenap pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini. Mereka di antaranya adalah:

1. Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA selaku Direktur Pascasarjana UIN Jakarta, Dr. Fuad Jabali, MA selaku Asisten Direktur I Pascasarjana, dan

Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA selaku Asisten Direktur II Pascasarjana. Penulis haturkan terima kasih yang tak terhingga kepada mereka yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk mengecap pendidikan di bangku S2 dan telah memfasilitasi penulis hingga tesis ini dapat diselesaikan.

2. Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA selaku pembimbing pertama dan Ibu Dr. Amany Umar Burhanuddin Lubis, MA selaku pembimbing kedua. Terima kasih atas bimbingan dan saran-sarannya yang dengan penuh kesabaran dan di tengah padatnya agenda kesibukan, mereka masih sempat menyisakan waktu untuk membimbing penulis dalam penyelesaian tesis ini.

3. Segenap petugas Perpustakaan Utama dan Perpusatakaan Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terima kasih atas segala bantuannya memfasilitasi penulis dalam pencarian data, baik dalam tugas akademik keseharian terlebih saat penyelesaian tesis ini.

4. Para dosen selama masa aktif di bangku kuliah dari tahun 2003-2005 yaitu: Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA, Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA, Prof. Dr. Kautsar Azhari Noer, MA, Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis, MA, Dr.

Luthfi Fathullah, MA, Dr. Ahzami Sami'un Jazuli, MA, Dr. Sahabuddin, MA, Dr. Faizah Ali Syibromalisi, MA, Dr. Ahmad Dardiri, MA, Dr. Atjeng Rahmat, MA. Terima kasih atas ketulusan ilmu yang telah diberikan semoga ilmu dan pengalaman yang telah diajarkan menjadi amal jariyah bagi mereka dan senantiasa berberkah bagi masa depan penulis.

5. Teristimewa kepada Ayahanda H. Bakri tercinta (alm.), yang sayang sekali

tidak sempat menyaksikan keberhasilan anaknya. Semoga keberhasilan ini dinilai Tuhan sebagai pahala untuknya. Kepada Ibunda tercinta Hj. A. Rahmatia yang dengan penuh sabar dan kasih menantikan saat-saat ini dengan segenap dukungannya hingga ke penghujung bangku pendidikan S2. Kakanda yang kubanggakan Hj. Ettysar Bakri – H. Sufu A. Upe Fotto, Adinda Arisal Bakri, Ana Aryana Bakri beserta keluarga, dan Irma Silviyana Bakri beserta keluarga. Ucapan terima kasih yang tulus penulis haturkan kepada mereka yang senantiasa memberi motivasi baik moril maupun materil demi selesainya studi penulis.

6. Ayahanda H. Muslimin Mapparenrengi dan Ibunda Hj. Nurwati Mapparenrengi, Adik Warda dan Aisya di Australia. Terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan berkat doa, bantuan, dan motivasinya selama ini. You are the great parents.

7. Bibi Rosneni dan Om Jamaluddin sekeluarga. Terima kasih atas segala bantuan dan motivasinya.

8. Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan, Pemerintah Kotamadya Makassar,

Sulawesi Selatan Bapak Purn. H. A. Asmidin, dan Ketua DPRD TK. II Kab. Wajo-Sulawesi Selatan Bapak A. Asriyadi Mayang. Terima kasih atas dukungan moril dan materil yang telah diberikan selama ini semoga menjadi amal jariyah di sisi Allah Swt.

9. Teman-teman di BBS, Syifa, Lely, Khairunnisa, Ana dan lainnya. Terima kasih telah ikut berbagi cerita baik suka maupun duka. Terkhusus buat adik

Mulyanti Bungsu Mattalitti (yang baru saja meraih gelar S.Hi). Terima kasih telah membantu penulis memaknai hidup ini dengan sebuah perjuangan dan pengorbanan.

10. Teman-teman seperjuangan di Pisangan-Bungur, Mujahid, Fudhail, Kadir, Surahman, Aswad, Nasir, Burhan, Mukhlis, Asfar, Idris, Ali, Wiwin, Herman, Naharuddin, dan lainnya. Dengan corak dan ragam masing-masing, mereka telah bersama dan berbagi pengalaman yang berharga dengan penulis. Juga, teman-teman di Cempaka Putih-Semanggi Dua, Syahrullah, Syawal, Burhan, Sulaiman, Khalid, Aldi, dan Deny, serta teman-teman di IKAPERMAWA Jakarta yang telah memberi nuansa kreativitas dan keakraban.

11. Teman-teman seangkatan 2003 Pascasarjana UIN konsentarasi Tafsir-Hadis, Mujahid, Irwan, Ali, Adriyansyah, Badru, Fahrurraazi, Fathurrazi, Fawaid, Hafidz, Mamdoud, Khalilullah, Hidayat, Mufti, Najmil, Uun, Nuri, Ummy, dan selainya. Terima kasih atas kebersamaan di dalam kelas yang turut telah menambah wawasan Tafsir Hadis penulis di samping suasana akrab yang senantiasa mereka suguhkan kepada penulis.

Tak Ada Gading Yang Tak Retak . Sebagai manusia biasa yang tak luput dari kekurangan, tesis ini masih butuh saran dan kritik yang konstruktif demi kesempurnaannya. Semoga uraian tesis ini mampu menawarkan kontribusi positif bagi pengembangan dan penelitian dalam dunia Tafsir-Hadis. Âmîn!

Jakarta, 20 November 2006

Penulis

ABSTRAKSI

Tesis ini berjudul, “Studi Perbandingan Penafsiran antara Muhammad

‘Abduh dan Muhammad Syahrur terhadap Ayat-Ayat Gender dalam al-Qur’an”. Pemilihan tema studi perbandingan (muqârin) ini bermuara pada munculnya beberapa

penafsir modern dalam menyikapi kompleksitas permasalahan dan kebutuhan masyarakat dewasa ini, yaitu setelah abad XIX M. sebagai awal mula munculnya tafsir modern. Salah satu topik dalam tafsir modern yang marak dibincangkan hingga kini adalah tema gender, yaitu interpretasi mental dan kultur terhadap perbedaan kalamin dan hubungan antara laki-laki dan perempuan. Oleh sebab itu, mereka melakukan berbagai ijtihad yang kemudian memengaruhi cara pandang dan kesimpulan mereka dari nash-nash tersebut.

Permasalahan yang diteliti dalam tesis ini adalah ayat-ayat yang sering dipahami bias gender oleh pejuang hak-hak perempuan dalam al-Qur’an, seperti poligami, waris, mahar, pakaian antara laki-laki dan perempuan dan perilaku keduanya dalam masyarakat, interaksi antara laki-laki dan perempuan dalam keluarga, hak kerja dalam pentas politik dan legislatif, serta pernikahan dan talak. Kedelapan masalah ini akan dilihat pada: (a) Bagaimana penerapan metodologi tafsir modern dalam kajian ayat-ayat gender?; (b) Bagaimana pandangan penafsiran ‘Abduh dan Syahrur tentang ayat-ayat yang sering dipahami gender?; dan (c) Apa persamaan dan perbedaan ‘Abduh dan Syahrur dalam kedelapan masalah di atas?.

Muhammad ‘Abduh dan Muhammad Syahrur merupakan dua sosok penafsir

modern yang muncul di penghujung abad XIX M. dan abad sekarang ini. Keduanya memotret keterpurukan perempuan yang terjadi di Mesir dan Suriah lewat usaha perbaikan yang dilakukan oleh keduanya.

Penelitian ini diarahkan pada dua objek utama, yaitu: Pertama, Tafsîr al- Manâr karya ‘Abduh yang ditulis dan dilengkapi kemudian oleh Muhammad Rasyid Ridha. Selanjutnya, Tafsîr Juz ‘Amma dan Risâlah al-Taûhid yang juga merupakan buah karya ‘ Abduh yang sarat dengan pemikiran reformatif dalam bidang tafsir dan pemikiran teologi yang banyak beraliran mu‘tazilah; Kedua, karya besar Syahrur, al- Kitâb wa al-Qur’an: Qirâ’ah Mu‘ashirah dan Nahwa Ushûl Jadidah li al-Fiqh al- Islamî. Kedua karya ini banyak menuai kritik khususnya dari penganut paham klasik karena Syahrur dinilai tidak disiplin dengan metodologi baku tafsir yang umumnya dipegangi oleh ulama-ulama tafsir klasik. Salah satu tuduhan kekeliruan yang Syahrur utarakan tertuju pada ulama-ulama fikih klasik atas masalah-masalah perempuan.

Penelitian ini kemudian sampai pada kesimpulan bahwa penerapan metodologi penafsiran antara ‘Abduh dan Syahrur secara prinsip memang berbeda. Meskipun begitu, keduanya tetap meninggalkan persamaan yaitu tetap menjaga prinsip-prinsip universalitas al-Qur’an dan menolak otoritas kebenaran penafsir tertentu. ‘Abduh mengemas tafsirnya dalam bahasa yang sangat sederhana agar mudah dipahami oleh pendengarnya. ‘Abduh menyampaikan pemikiran tafsirnya melalui ceramah-ceramah di masjid atau ruang-ruang kelas dengan penekanan pada Penelitian ini kemudian sampai pada kesimpulan bahwa penerapan metodologi penafsiran antara ‘Abduh dan Syahrur secara prinsip memang berbeda. Meskipun begitu, keduanya tetap meninggalkan persamaan yaitu tetap menjaga prinsip-prinsip universalitas al-Qur’an dan menolak otoritas kebenaran penafsir tertentu. ‘Abduh mengemas tafsirnya dalam bahasa yang sangat sederhana agar mudah dipahami oleh pendengarnya. ‘Abduh menyampaikan pemikiran tafsirnya melalui ceramah-ceramah di masjid atau ruang-ruang kelas dengan penekanan pada

ide pikirannya lewat tulisan karena penyampaian langsung kepada objek yang dituju lebih cepat menyentuh hati sanubari pendengar. Syahrur, dengan pendalaman dan ketertarikannya terhadap masalah-masalah agama, memilih kajian pemahaman tafsir lewat analisis kebahasaan kontemporer (linguistic modern), suatu model pemahaman tafsir baru dengan cara merangkum beberapa istilah-istilah yang dinilai perlu ditafsirkan ulang lantaran kecewa dengan pemahaman ulama-ulama salaf (tradisional). Hasil renungan Syahrur selama 20 tahun telah melahirkan karya besar (al-Kitâb wa al-Qur’an), tetapi ia tidak begitu tertarik mendokumentasi karya ini sebagai satu karya tafsir atau fikih. Hemat penulis, hal tersebut dikarenakan banyaknya kritik yang ditujukan kepada karya ini atas penyimpangan metodologi penafsiran yang dianggap baku oleh mayoritas ulama tafsir baik klasik maupun modern, termasuk kapasitas Syahrur sebagai insinyur pertanahan (muhandis al- turâbiah) yang tidak layak dikelompokkan sebagai seorang mufasir.

Pemahaman kedua metodologi tafsir di atas membuktikan bahwa tafsir al- Qur’an selalu berubah dan berkembang sesuai masa dan lingkup kondisi di mana penafsirnya hidup. Artinya, sebuah karya tafsir tidak dapat dipatenkan sebagai monopoli era tertentu dan berhenti pada komunitas tertentu. Lebih dari itu, kebenaran ilmiah—sekalipun diselewengkan oleh segelintir orang dan kemudian menghasilkan kesimpulan yang keliru—tetap bermanfaat dalam proses pencarian kebenaran. Hal tersebut dikarenakan orang dapat saja mengenal alur kekeliruan dan bias yang Pemahaman kedua metodologi tafsir di atas membuktikan bahwa tafsir al- Qur’an selalu berubah dan berkembang sesuai masa dan lingkup kondisi di mana penafsirnya hidup. Artinya, sebuah karya tafsir tidak dapat dipatenkan sebagai monopoli era tertentu dan berhenti pada komunitas tertentu. Lebih dari itu, kebenaran ilmiah—sekalipun diselewengkan oleh segelintir orang dan kemudian menghasilkan kesimpulan yang keliru—tetap bermanfaat dalam proses pencarian kebenaran. Hal tersebut dikarenakan orang dapat saja mengenal alur kekeliruan dan bias yang

kepada kebenaran.

PEDOMAN TRANSLITERASI

Dalam penulisan tesis ini, akan dijumpai istilah teknis (technical term) yang bersal dari bahasa Arab ditulis dengan huruf Latin. Pedoman transliterasi yang digunakan untuk penulisan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Fonem konsonan Arab, yang dalam sistem tulisan Arab seluruhnya dilambangkan dengan huruf, dalam transliterasinya ke tulisan Latin, sebagian dilambangkan dengan huruf, sebagaian dengan tanda, dan sebagian dengan lainnya dengan huruf dan tanda sekaligus. Seperti berikut:

ARAB LATIN

Tidak dilambangakan ﺏ

ﺡ Ha h Ha-dengan garis bawah ﺥ

Ka dan Ha ﺩ

Kha

kh

Dal

d De

De dan Zet ﺭ

Zal

dz

Ra

Er

Zai

Ze

Sin

Sin

Es dan Ye ﺹ

Syin

sy

Es dan Ha ﺽ

Sad

sh

De dan El ﻁ

Dad

dl

Te dan Ha ﻅ

Ta

th

Zet dan Ha ﻉ

Za

zh

Ain

Koma

A dan Ha/Te ﻯ

2. Vokal tunggal atau monoftong bahasa Arab yang lambangnya hanya berupa tanda atau harakat, transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan dengan huruf sebagai berikut:

a. Tanda fatah dilambangkan dengan huruf a, misalnya: arba‘ ah

b. Tanda kasrah dilambangakan dengan huruf i, misalnya: Tirmizî

c. Tanda dhammah dilambangkan dengan huruf u, misalnya: Yûnus

3. Vocal Panjang atau maddah yang lambangnya berupa harakat dan huruf, transliterasinya dilambagnkan dengan huruf dan tanda macron (coretan horisontal) atau tanda payung di atas huruf, misalnya: ﺔﻋ ﺭﺍ ﺯ ﻥﺎﻜﻣﺇ = imkân – zîrâ‘ah

4. ﻭﺍ dilambangakan dengan gabungan huruf a dan w (aw), misalanya: ﱏﺎﻛﻮﺷ Syawkânî, sementara ﻯﺍ dilambangakan dengan gabungan huruf a dan huruf i (aî), misalnya: ﻰﻠﻴﻫﺯ Zuhailî

5. Tanda Marbutah mati atau yang dibaca seperti berharakat sukun dalam tulisan Latin dilambangkan dengan huruf h, sedangkan ta marbutah yang hidup

dilambangkan dengan huruf t, misalnya: ﻝﻼﳍﺍ ﺔﻳﺅﺭ – ﺔﻳﺅﺭ = ru’yah – ru’yat al-

DAFTAR SINGKATAN

Swt. : Subhânah wa Ta‘alâ Saw. : ShallalLahu ‘Alaihi wa al-Salâm R.a. : RadhiyalLahu ‘Anh Q.S. : Qur’an Surah

h . : Halaman

H. : Hijriah M.

: Milâdiyyah atau Masehi W.

: Wafat Ed. : Editor

tp. : Tanpa Penerbit t.tp. : Tanpa Tempat Penerbit t. th. : Tanpa Tahun

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an merupakan wahyu Tuhan yang validitas dan otentisitasnya dijamin langsung oleh Allah swt. Hal tersebut sebagaimana termaktub dalam Q.S. al-Hijr

Artinya: Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al Qur’an, dan sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya.

Dalam pembacaan teks al-Qur’an, bacaan dan pemahaman semua orang tidak sama sehingga untuk memahami kandungannya secara benar dibutuhkan orang yang punya kapasitas untuk menawarkan pemahaman yang valid agar kitab suci ini dapat menjadi pelita hati dan pikiran. Atas dasar itu, Allah Swt. mengutus Nabi Muhammad Saw. sebagaimana tersebut dalam Q.S. al-Nahl [16]: 44:

Artinya: Dan Kami turunkan kepadamu (Muhammad) al-Qur'an, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan .

Sejarah tafsir memang telah dimulai sejak masa Rasulullah Saw. dan berlanjut pada generasi sesudahnya, yakni masa sahabat, tâbi‘in, dan tâbi‘ al-tâbi‘in, atau

1 sering disebut ulama salaf 2 disusul oleh ulama khalaf hingga munculnya tafsir-tafsir yang ditulis oleh para mujaddid (pembaharu) pada masa sekarang. 3

Universalitas isi kandungan al-Qur’an senantiasa fleksibel mengikuti perkembangan zaman dan tempat. Oleh karena itu, al-Qur’an selalu membuka diri

untuk dianalisis, dipersepsi, dan diinterpretasi (ditafsirkan) dengan berbagai alat, metode, dan pendekatan untuk menguak isi sejatinya. Aneka metode dan tafsir diajukan sebagai jalan untuk membedah makna terdalam dari al-Qur'an itu.

Keberagaman pendekatan dan metode tafsir yang digunakan seorang penafsir berpengaruh pada penafsiran yang dihasilkan. Tidak ada orang yang dapat dan boleh membakukan sebuah model pemahaman. Hal tersebut disebabkab karena semua model, baik berupa tafsir, ta'wil, exegese, interpretasi, ataupun terjemahan al-Qur’an masuk dalam wilayah hermeneutika yang sangat terbuka bagi setiap usaha

pembaharuan. 4

1 Ulama salaf atau mutaqâddimîn adalah mereka (para ulama) yang tumbuh dan berkembang sebelum abad ke-3 H. Masa ini memiliki tiga periode, yaitu: Pertama, periode awal Islam (Rasulullah

Saw. dan sahabat), yaitu abad I H. Kedua, periode tabi‘in, yaitu abad I H. sampai abad II H. Ketiga, periode tabi‘ al-tab‘in yaitu abad II dan III H. Lihat: Sa‘id Aqil Husain al-Munawwar dan Masykuri Hakim, I‘ jâz al-Qur’an dan Metodologi Tafsir, (Semarang: Dina Utama, 1994), h. 28.

2 Ulama khâlaf atau mutaakhirîn adalah mereka (para ulama) yang hidup sesudah abad III H. yaitu abad IV sampai abad XII H. 3 al-Munawwar, I‘jâz…, h. 28. 4 Muhammad Syahrur, Prinsip dan Dasar Hermeneutika al-Qur’an Kontemporer (Alih

bahasa oleh: Sahiron Syamsuddin dan Burhanuddin Dzikri dari al-Kitâb wa al-Qur’an, Qirâ’ah Mu‘âshirah ), (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2004), h. xvi.

5 Senada dengan pendapat di atas, Syekh Muhammad Mutawallî al-Sya‘râwî mengatakan:

6   Artinya:

Penafsiran al-Qur’an merupakan hal yang senantiasa berkembang sesuai perubahan zaman hingga hari kiamat, dan selalu ada peluang untuk memberikan penafsiran al-Qur'an yang sesuai dengan permasalahan alam secara keseluruhan setiap saat.

Di antara visi dan paradigma Muhammad ‘Abduh (selanjutnya disingkat ‘Abduh) 7 dalam kajian tafsirnya adalah memosisikan tafsir al-Qur’an sebagai pijakan

reformasi, membangun masyarakat, dan memperbaharui (pemahaman) agama. Tendensi reformasi tersebut meskipun akar-akarnya terdapat dalam Islam, akan tetapi

5 Muhammad Mutawall î al-Sya‘râwî (ulama besar dan dai kondang Mesir), lahir pada hari Minggu, 17 Rabi‘ul Tsânî 139 H. bertepatan dengan 16 April 1911 M. di Desa Daqadûs, Kecamatan

Mait Ghamrah, Kabupaten Dakahliyah Mesir. Wafat pada tanggal 2 Sâfar 1419 H. bertepatan dengan 17 Juni 199 M., dan dimakamkan di Desa Dagadûs Mesir (Lihat: Shalâh ‘Abd. al-Fattâh al-Khalidî, Ta'rîf al-Dârisîn bi al-Manâhij al-Mufassirîn, (Damaskus: Dâr al-Qalam, 2002), h. 346. 6 Muhammad Mutawall î al-Sya‘râwi, Tafsîr al-Sya‘râwi (Cairo: Syirkah RDI kerja sama

dengan Saûth al-Qâhirah li al-Saûthiyyât wa al-Mar`iyyât, 1999), Vol. II, CD 1. 7 Muhammad ‘Abduh (1265-1323 H., 1849-1905 M), tokoh utama pejuang pembebasan

perempuan Mesir akhir abad XIX memasuki abad XX-an. Menurut Muhammad Rajab dalam tulisannya pada jurnal pemikiran dan budaya Mesir al-Hilâl: al-Mar’ah baîna Muhammad ‘Abduh wa Qâsim Amîn menggelar ‘Abduh sebagai A‘lâm al-Kubbâr Tsâl â tsah (Tiga Cendekiawan Utama), ‘Abduh sebagai “pelopor kebangkitan pemikiran Mesir di masanya” bersama dengan Sa‘ad Zaghl û l “pejuang pembebasan pemikiran Timur-Tengah” dan Muhammad al-Mawilhy “penulis terkenal di masanya”. Lihat: Muhammad Rajab al-Bayûm î , Tahrîr al-Mar’ah, baîna Muhammad ‘Abduh wa Qâsim Amîn, (Cairo: Jurnal al-Hil â l, 2000), h. 29.

tendensi tersebut telah terpengaruh kuat oleh konsepsi kapitalisme, baik di Mesir maupun di negara-negara Islam lain. 8

‘Abduh telah membuat metodologi tafsir tersendiri dalam menafsirkan al- Qur’an karena keinginannya untuk melakukan reformasi sosial, membersihkan agama dari bid‘ah, wahm, (asumsi-asumsi keberagamaan tanpa pijakan, semacam mitos) dan khurafat. Dengan metodologi itu, pemahamannya acapkali berseberangan dengan

pemahaman banyak mufassir salaf al-shâlih. Dia lebih memahami Kitab Allah Swt. tersebut sebagai tuntunan yang mengantarkan manusia pada kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Ia menegaskan bahwa inilah maksud al-Qur’an yang paling

puncak. Adapun pembahasan yang lain tetap menginduk pada mainstream tersebut. 9

Sampai di sini, ‘Abduh menjadikan tafsir al-Qur’an sebagai sarana untuk mengantar manusia meraih kebahagiaan dunia dan akhirat dan bukannya sebagai

tujuan keilmuan seperti yang dipahami oleh mayoritas penafsir klasik, 10 khususnya

8 ‘Abd. al-Majîd ‘Abd. al-Salâm al-Muhtasib, Ittij â hât al-Tafsîr fî al-'Asr al-Rahin , (Alih bahasa oleh Drs. Moh. Maghfur Wachid dengan judul Visi dan Paradigma Tafsir al-Qur’an

Kontemporer ), (Bangil - Jawa Timur: AL-IZZAH, 1997), Cet. I, h.113.

9 Al-Muhtasib, Ittijahât…, h. 126. 10 Periodisasi masa tafsir klasik ini dimulai dari abad pertama hingga abad ketiga Hijriyah. Periode ini meliputi tiga masa, yaitu masa Nabi dan sahabat, sahabat dan tâbi‘in, kemudian tâbi‘in dan

tâbi‘ tâbi‘in. Para penafsir klasik secara umum menggunakan cara yang sama dalam menafsirkan al- Qur’an. Mereka memulai tafsir dari surah al-Fâtihah sampai ujung surah al-Nâs. Dalam menafsirkan surah-surah al-Qur’an, mereka mengikuti urutan ayat-ayatnya. Mereka menafsirkan al-Qur’an ayat per-ayat sesuai susunannya dalam surah. Terkadang mereka memasukkan ayat-ayat lain dalam menafsirkan ayat tertetu jika dipandang memiliki hubungan antara ayat. Pada umumnya, penafsir klasik banyak memusatkan perhatian pada aspek-aspek bahasa, gaya penuturan, komposisi, gramatika dan morfologi.

Dari penafsir kalangan Sahabat, seperti Khulafâ al-Râsyidîn, Ibn Mas‘ûd, Ibn ‘Abbâs, Ubay bin Ka‘b, Zâid bin Tsâbit, Abû Musâ al-Asy‘ary, dan ‘Abdullah bin Zubâir. Sepeninggal Rasulullah Saw., dan wilayah penaklukan Islam menjadi meluas. Para sahabat mulai tinggal berpencar seperti Mekkah, Madinah, dan Irak. Para Sahabat mengajarkan tafsir kepada para tâbi‘in, tempat para sahabat ini menetap. Ibnu Tâimiyah -sebagaimana dikutip oleh Muhammad Husain al-Dzahab î , mengomentari Dari penafsir kalangan Sahabat, seperti Khulafâ al-Râsyidîn, Ibn Mas‘ûd, Ibn ‘Abbâs, Ubay bin Ka‘b, Zâid bin Tsâbit, Abû Musâ al-Asy‘ary, dan ‘Abdullah bin Zubâir. Sepeninggal Rasulullah Saw., dan wilayah penaklukan Islam menjadi meluas. Para sahabat mulai tinggal berpencar seperti Mekkah, Madinah, dan Irak. Para Sahabat mengajarkan tafsir kepada para tâbi‘in, tempat para sahabat ini menetap. Ibnu Tâimiyah -sebagaimana dikutip oleh Muhammad Husain al-Dzahab î , mengomentari

Bentuk tafsir reformasi ‘Abduh lebih menitikberatkan pada polemik-polemik sosial seperti permasalahan keluarga yang bertujuan memperjuangkan nasib kaum

wanita sebagai basis utama dalam keharmonisan keluarga , seperti peningkatan tarap pendidikan kaum wanita, thalak, dan poligami. 11

‘Abduh berpandangan bahwa kemunduran perempuan Mesir diakibatkan oleh lemahnya pendidikan dan mengakarnya tradisi pemahaman agama yang sempit. Ketika ‘Abduh diangkat menjadi hakim sipil, ia berhasil mengamandemen pemberian kewenangan hakim untuk menjatuhkan thalak kepada isteri dalam tiga keadaan, yaitu: Pertama, isteri yang ditinggal pergi oleh suami tanpa alasan hukum. Kedua, isteri yang mengalami tindak kekerasan rumah tangga. Ketiga, konflik keluarga yang tak kunjung selesai. Dalam masalah poligami –yang merupakan salah satu bahasan pokok Tesis ini-, ‘Abduh memfatwakan haramnya poligami dan kebolehannya hanya

keadaan mereka. Di antara penafsir-penafsir tâbi‘in yang tergolong paling luas pengetahuannya tentang tafsir adalah mereka para penduduk Mekkah dibandingkan dengan penduduk lain seperti penduduk Madinah dan penduduk Irak. Hal ini karena para penduduk Mekkah belajar langsung dari pakar tafsir yaitu Ibnu ‘Abbâs, seperti Mujâhid, ‘Athâ’ bin Abi Rabâh, ‘Akramah (paman Ibn ‘Abbâs) dan selainnya. Kemudian dari para tâbi‘ ini kemudian menurunkan ilmunya kepada generasi sesudahnya (tâbi‘-tâbi‘in) hingga memasuki masa pembukuan tafsir dan awal mula dikenalnya beberapa istilah metodologi penafsiran dewasa ini, seperti tafsîr bi al-ma’tsûr dan tafsîr bi al-ra‘y. Lihat: al-Dzahab î , al-Tafsîr…, Jilid I, h. 67-110 dan al-Bann â , Tafsîr…, h. 31-40.

11 Muhammad ‘Imârah, al-A‘mâl al-Kâmîl li al-Imâm Syeikh Muhammad ‘Abduh, (Mesir: Dâr al-Syurûq, 1993), Cet. I, h. 174.

dalam kondisi tertentu saja. Praktek poligami telah bertolakbelakang dengan maksud utama diturunkannya al-Qur’an sebagai mashlahah li al-nas (kepentingan perbaikan umat). Pembolehan poligami oleh sebagian laki-laki telah disalahpahami sebagai lampu hijau demi pelampiasan hawa nafsu kaum laki-laki. Bagi 'Abduh, poligami

hanya dibolehkan dengan alasan mencari keturunan. 12

Namun demikian, tidak semua usaha yang dilakukan ‘Abduh mendapat pujian.

Penulisan buku Tahrîr al-Mar’ah (Pembebasan Perempuan) kajian yang diprakarsai oleh Qâsîm Amîn, 13 murid dari ‘Abduh, yang meminta ‘Abduh menulis tema Tahrîr

al-Mar’ah dalam pandangan kacamata fiqih dan syar‘iat. Buku yang muncul di tengah-tengah perubahan sosial Mesir ini telah mengundang banyak kontroversi di kalangan ulama Mesir pada tahun 1899. Surat kabar Shaut al-Azhar memuat kritikan khusus tentang buku tersebut dengan judul Tashwîb Akhthâ’ Haul Qâsim Amîn wa Kitâbuh Tahrîr al-Mar’ah (kritik atas kesalahan Qâsim Amîn dalam bukunya “ Pembebasan Perempuan” ). Qâsim Amîn dinilai telah menolak pemakaian jilbab bagi wanita Mesir. Dalam penilaiannya, semangat pemakaian jilbab bertentangan

dengan cita-cita modernitas tentang hak-hak ideal kaum perempuan. 14 Ulama-ulama

12 ‘Imârah, al-A‘mâl ..., h. 174 13 Qâsim Amîn (disingkat Amîn) adalah bekas murid Muhammad `Abduh (1849-1905; tokoh pembaharu di Mesir) berorientasi pada pembentengan umat Islam dari kecenderungan tanzhimât

(aturan-aturan) yang sekuler dan penggugahan intelektual Islam dari ortodoksi. Menurut ‘Amîn, umat Islam perlu kembali menemukan makna Islam yang orisinal dalam al-Qur`an dan al-Sunnah sembari menekankan ijtihad. Lihat: P3M, Muhammad Syahrur; Metodologi Pembacaan al-Qur’an, (Jurnal Internet, Jaringan Islam Emansipatoris, 28 Juli 2003)

14 Qâsim Amîn, Târikh al-Mar’ah 1999 dalam al-A‘mâl al-Kâmil fî Qâsim ‘Amîn, Vol. II, Muhammad ‘Imarah ed., (Beirut: al-Mu'assasah Sahal al-‘Arabiah li al-Dirâsah wa al-Nasyr, 1976), h.

al-Azhar secara langsung tidak mengarahkan kritiknya kepada ‘Abduh sebagai penulis, tetapi yang mereka nilai adalah Amin yang dulunya berpikiran tradisional tiba-tiba menjadi berpikiran modernis dengan mengaitkan pikirannya dengan pikiran-

pikiran al-Afghân dan muridnya ‘Abduh. 15

Manhaj al-Wasathiyyah (metode kolektif), bentuk reformasi sosial yang dipilih ‘Abduh, merupakan metode reformasi yang memadukan antara masalah-

masalah keduniaan dan masalah keagamaan, atau paduan pemikiran tradisonal dan modern. Dalam kutipan Muhammad ‘Imârah, ‘Abduh menjelaskan metode reformasi

kolektifnya sebagai berikut:

Artinya: Saya mengajak (umat Islam) kepada pembebasan pemikiran dari kebekuan

fanatisme, kepada pemahaman agama lewat cara orang-orang dahulu -sebelum munculnya perbedaan fiqhiyah di kalangan ulama umat umat salaf- (kembali kepada sumber asli yaitu al-Qur'an dan Hadis)

15 Muhammad Rajab al-Bay û m î , Tahrîr al-Mar’ah, baîna Muhammad ‘Abduh wa Qâsim Amîn, (Cairo, Jurnal al-Hil â l, 2000), h. 29. 16 Muhammad ‘Imârah, al-Fikr al-Isl â m î al-Mu'âshir (kumpulan seminar-seminar Jam‘iyyah al- Khaîriyyah al-Islâmiyah), (Mesir: Syarq al-Aushat li al-Tsaqâfah wa al-I‘lâm, t.th), h. 111.

17 Muhammad Syahrur (selanjutnya di singkat Syahrur) adalah tokoh reformis abad 20-an lain yang turut berjuang sebagai pembela hak-hak perempuan walaupun

tak setenar dan semasyhur pendahulunya. Namun ia cukup mengundang decak kagum dari cara berpikirnya, terutama tentang ayat-ayat gender dalam al-Qur’an. Ia dinilai sebagai pejuang gender dan hak-hak wanita. Namun begitu, tidak sedikit juga dari ulama kontemporer yang mengkritik cara pemahamannya terhadap teks al-Qur’an.

Muhammad Syahrur adalah tokoh pejuang hak-hak wanita dari Suriah yang mendalami Islam secara otodidak selama sepuluh tahun.

Dengan penguasaan metode linguistik, Syahrur terbantu dalam memahami teks al-Qur’an dan didukung oleh penguasaannya terhadap perkembangan ilmu linguistik modern yang ada. Di antara kesimpulan ilmu linguistik modern yang terpenting adalah penegasan bahwa setiap bahasa manusia, tidak terkecuali bahasa Arab, tidak memiliki karakter sinonim (kesamaan ungkapan). Setiap kata bisa saja lenyap seiring perkembangan sejarah atau akan memiliki kandungan makna yang baru. Ini sesuai dengan ungkapan Tsa‘lab yang sangat populer, “ Apa yang dianggap bagian dari sinonimitas dalam kajian linguistik pada hakikatnya adalah asinonim

17 Nama lengkapnya Muhammad bin Dîb Syahrur, lahir tahun 1938 M., di perempatan Shalihiyyah Damaskus. Lewat bukunya al-Kitâb wa al-Qur` â n, Qirâ’ah Mu‘ashirah (The Book and

the Qur’an: A Contemporary Reading) telah membuat namanya melejit dalam kancah pemikiran. Renungan dalam buku ini ternyata tidak tanggung-tanggung sebab ditulisnya dalam waktu yang cukup lama yaitu 20 tahun. Buku yang ditulis dalam 800 halaman lebih dan hampir setengah dari gaji bulanan seorang profesional terpelajar di Suriah. Buku tersebut menjadi buku terlaris di seantero dunia Arab selama publikasinya pada tahun 1990. Lihat: Muhammad Syahrur al-Kitâb wa al-Qur’ â n: Qirâ’ah Mu‘ashirah, (Beirut: Syirqah al-Mathb û ‘at li al-Tauz î ‘ wa al-Nasyr, 2000), Cet. Vl, h. 46. Lihat juga Charles Kurzman, Ed., Liberal Islam: A Source Book, (Alih bahasa oleh: Bahrul Ulum dalam Wacana Islam Liberal ), (Jakarta: Paramadina, 2001), Cet. l, h. 210.

(berlainan).” Berdasarkan pemahaman ini, Syahrur memilih Mu‘jam al-Maqâyis al- Lughah (ensiklopedi standar bahasa) karya Ibnu Fâris sebagai rujukan utama dalam

menentukan perbedaan-perbedaan makna lafazh-lafazh yang dikaji. 18 Cara pemahaman linguistik modern di atas, kemudian mengilhami Syahrur

melihat masalah poligami sebagai suatu perintah Tuhan yang wajib dilaksanakan. Pandangan ini bertolak belakang dengan pandangan ‘Abduh sebelumnya yang

cenderung lebih ketat. Menurut Syahrur, poligami merupakan perintah Tuhan yang wajib untuk mengatasi persoalan sosial masyarakat yang besar, tetapi tetap mengharamkan pemilihan poligami sebagai solusi untuk kepentingan selain maksud di atas. Masalah besar yang dimaksud di sini ialah masalah yang terkait erat dengan sejarah perkembangan sosial dan budaya masyarakat tertentu.

Solusi sosial dari perintah poligami di atas diarahkan kepada perintah menikahi wanita-wanita janda, bukan kepada wanita perawan atau wanita yang tertalak. Menurutnya, syarat kemampuan poligami dalam Q.S. al-Nisâ [4]: 3 adalah kemampuan laki-laki dari segi materi, bukan kemampuan membagi kasih sayang dan pemenuhan belanja kepada para isteri, sebagaimana yang banyak dipengangi mayoritas penafsir, termasuk ‘Abduh.

Perbedaan ‘Abduh dan Syahrur dalam memahami teks al-Qur’an di atas juga terlihat pada perbedaan mereka dalam memegangi hadis sebagai sumber hukum

18 Jamâl al-Banna, Tafsîr al-Qur’ â n al-Karîm baîna al-Qudâmâ wa al-Muhadditsîn , (Alih bahasa oleh Novriantoni Kahar dalam Evolusi Tafsir dari Zaman Klasik Hingga Zaman Modern),

(Jakarta: Qisthi Press, 2004), Cet. I, h. 203. Selengkapnya lihat: Muhammad Syahrur, al-Kitâb wa al- Qur’ â n: Qirâ’ah Mu‘ashirah , (Beirut: Syirqah al-Mathb â ‘ât li al-Tauzi‘ wa al-Nasyr, 2000), Cet. Vl,

h. 20-21.

kedua setelah al-Qur’an. ‘Abduh lebih terlihat hati-hati seperti sikapnya dalam memegangi beberapa hadis yang dinilai bertentangan dengan akal, semisal hadis shahih tentang ketentuan al-Haûl dan al-Nishâb, atau hadis tentang Nabi Saw., yang

terkena sihir oleh orang Yahudi. 19 Bahkan, Syahrur lebih bersemangat menilai bahwa hadis yang terinspirasi dari ucapan, perbuatan, dan takrir Nabi Saw., dinilai sebagai

ijtihad mutlak seorang pemimpin agama dan tidak dikategorikan sebagai wahyu

seperti yang lazim dipahami. Artinya, hadis Nabi tidak diposisikan sebagai lembaga pertimbangan hukum setelah al-Qur’an. 20

Memahami perbedaan metode tafsir yang digunakan oleh kedua tokoh di atas serta pendekatan rasional dalam pemahaman hadis merupakan keharusan dalam menyikapi interpretasi dan penafsiran yang mereka tawarkan. Pasalnya, metode yang mereka gunakan dalam menalar ayat-ayat yang sering dipahami gender dalam al- Qur’an tentu sedikit banyak akan berpengaruh pada pola pikir dan turut menentukan konseptualisasi dan konklusi yang dihasilkan.

Bagaimana kedua metodologi penafsiran di atas yang berawal dari latar belakang yang berbeda bermuara pada titik fokus yang sama akan menjadi sorotan dalam bahasan tesis ini. Apakah ‘Abduh dan Syahrur memiliki persamaan dalam menafsirkan ayat-ayat yang sering dipahami gender, seperti masalah poligami, waris, mahar, pakaian antara laki-laki dan perempuan, perilaku laki-laki dan perempuan dalam masyarakat, interaksi antara laki-laki dan perempuan dalam keluarga, hak kerja

19 Al-Dzahab î , al-Tafsîr…, h. 176. 20 Syahrur, al-Kitâb…, h. 545.

dalam pentas politik dan legislatif, pernikahan, dan thalak. Atau kalau berbeda, apakah perbedaan itu turut dipengaruhi oleh perbedaan masa dan kompleksitas permasalahan masyarakat yang mengitari mereka. Pertanyaan ini kemudian menjadi titik pokok masalah dalam tesis ini.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Untuk mengungkapkan permasalahan di atas, cara yang ditempuh adalah dengan studi perbandingan. Bidang pemikiran yang dibandingkan adalah penafsiran ‘Abduh dan Syahrur terhadap ayat-ayat yang sering dipahami gender oleh sebagian aktivis gender abad modern seperti Qâsim Amîn, Asghar ‘Ali Engineer, dan Nawal el-Sa‘dawi.

Perbandingan penafsiran antara ‘Abduh dan Syahrur ini dibatasi pada delapan masalah seperti disebutkan sebelumnya. Alasan memilih kedelapan masalah ini adalah:

a. Kedelapan masalah ini sama-sama terdapat dalam penafsiran ‘Abduh dan Syahrur.

b. Masalah gender umumnya muncul dari perbedaan penafsiran pada ayat-ayat kedelapan masalah di atas. Pemaksimalan rasionalitas dari belenggu kefanatikan dan pembebasan akal (al-tahrîr min quyûd al-taqlîd wa hurriyah al-fikr ) dalam memahami ayat merupakan karakteristik tafsir modern ‘Abduh, sementara Syahrur lebih dicirikan dengan analisis kebahasaan kontemporer

(linguistik modern). Keduanya merupakan bentuk penafsiran modern dalam kajian perbandingan ini. Dengan membatasi kajian pada kedelapan masalah di atas, maka masalah

penelitian dirumuskan sebagai berikut:

a. Bagaimana penerapan metodologi tafsir modern dalam kajian gender?

b. Bagaimana pandangan penafsiran ‘Abduh dan Syahrur tentang ayat-ayat yang

sering dipahami gender?

c. Apa persamaan dan perbedaan ‘Abduh dan Syahrur dalam kedelapan masalah di atas?

C. Tujuan Penelitian

Dari latar belakang di atas, terungkap bahwa baik ‘Abduh maupun Syahrur menitikberatkan pada pemaksimalan penggunaan rasionalitas akal dalam memahami teks-teks al-Qur'an dan ajakan kembali kepada pemahaman agama lewat sumber hukum yang asli, yaitu al-Qur’an sewaktu pertama kali diturunkan kepada Rasulullah Saw. tanpa terikat kepada pemahaman ulama tradisonal (salaf).

Sepintas, latar belakang ini menunjukkan kesamaan teori penafsiran ‘Abduh dan Syahrur dalam memahami teks-teks al-Qur'an. Namun kesamaan ini tidak ditunjang oleh suatu penelitian khusus yang membentangkan pemikiran ‘Abduh dan Syahrur, khususnya persamaan pemikiran keduanya terhadap kedelapan masalah ayat-ayat yang sering dipahami gender seperti diuraikan sebelumnya.

D. Tinjauan Pustaka

Banyak kajian dan penelitian yang telah dilakukan untuk mencermati pemikiran dan penafsiran ‘Abduh dan Syahrur. Kajian terhadap ‘Abduh antara lain dilakukan oleh:

1. Charles C. Adams, Islam and Modernism in Egypt. Kitab ini berisikan tentang peran Islam dalam memajukan Mesir. Penjajahan Inggris, Prancis, Turki dan

perjuangan revolusi dan reformasi yang dihembuskan oleh al-Afgân î dan ‘Abduh hingga terjadinya pertukaran budaya antara Eropa dengan Mesir lewat

pengiriman pelajar-pelajar Mesir ke Eropa yang merupakan babak baru modernisasi di Mesir.

2. Sulaiman Dunya, al-Syeikh Muhammad ‘Abduh baina al-Falâsifah wa al- Mutakallimîn. Kitab ini berisi tentang perbedaan pendapat di antara para teolog secara mendasar dan sikap pemikiran teologi ‘Abduh yang benar dan rasional.

3. Harun Nasution, Muhammad ‘Abduh dan Teologi Rasional Mu‘tazilah. Kitab ini mengkaji tentang ‘Abduh dari segi teologi rasional dan perbandingan dengan Mu‘tazilah yang pertama kali diterbitkan tahun 1987 oleh UI Press Jakarta.

4. Osman Amin, Renaissance in Egypt: Muhammad ‘Abduh and His School. Latar belakang penulisan kitab ini adalah cerminan buruknya sistem pendidikan dan mengakarnya budaya tradisional yang sempit dalam 4. Osman Amin, Renaissance in Egypt: Muhammad ‘Abduh and His School. Latar belakang penulisan kitab ini adalah cerminan buruknya sistem pendidikan dan mengakarnya budaya tradisional yang sempit dalam

5. Muhammad Imârah: al-'Amal al-Kâmîl al-Syeikh Muhammad ‘Abduh. Kitab ini dibagi dalam lima jilid besar dan diterbitkan tahun 1993 oleh Dâr al- Syurûq yang berisi kritik pemikiran politik dan sosial ‘Abduh terhadap revolusi dunia Arab dan usaha mereformasi undang-undang sipil dan

kekeluargaan Mesir, seperti hak thalak, poligami serta perjuangan pendidikan bagi kaum perempuan Mesir. Sementara kajian pemikiran Syahrur dapat dilihat pada beberapa karya, baik

yang ditulis oleh Syahrur sendiri atau orang lain, seperti berikut:

1. Al-Kitâb wa al-Qur’ â n: Qir â ’ah Muâ‘shirah (Dâr al-Ahâli, 1990)

2. Dirâsâh Islâmiyah Mu‘âshirah fî al-Daulah wa al-Mujtama‘ (Dâr al-Ahâli, 1994)

3. Al-Islâm Manzhûmat al-Qiy â m (Dâr al-Ahâli, 1996).

4. Masyru‘ al-M î tsâq al-‘Amal al-Islâmî (Dâr al-Ahâli, 1999) Dari keempat kajian Syahrur di atas, al-Kitâb wa al-Qur’an, Qir â ’ah

Muâ‘shirah adalah satu-satunya karya yang banyak mengulas masalah-masalah perempuan dan perjuangan gender. Pada kajian masalah-masalah perempuan tersebut, Syahrur terpengaruh oleh pemahaman analisis kebahasaan kontemporer (linguistik modern) dalam memahami teks al-Qur’an. Namun pemahaman gender yang ditampilkan di sini bukan berbentuk perbandingan penafsiran atas tokoh-tokoh lain.

Karya lain yang menulis pemahaman Syahrur seperti:

1. Ahmad Azhar Fitriyanto, Menggugat Diskriminisasi Gender Model Pemahaman Muhammad Syahrur atas Ayat-Ayat Gender (Skripsi, Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005)

2. Muhammad Aunul ‘Abîd Syah, Tafsir Ayat-Ayat Gender dalam al-Qur’an (Tinjauan terhadap Pemikiran Muhammad Syahrur, Bacaan Kontemporer),

(http://islamlib.com/id/kontak.plp,tth)

3. ‘Abd. Moqsith Ghazali, Syahrur, (http://islamlib.com/id/kontak.plp, 2005)

4. P3M, Muhammad

Pembacaan al-Qur’an, (webmaster@p3m.or.id, 2005)

Syahur: Metodologi

5. ‘Abd. Mustaqim, Syahrur dan Teori Limit, (http://islamlib.com/id/kontak.plp, 2004)

Berdasarkan beberapa tulisan di atas, penelitian tentang ‘Abduh dan Syahrur dalam kajian ayat-ayat gender belum penulis temukan secara khusus yang membahas perbandingan penafsiran keduanya dalam problematika gender.

D. Metodologi Penelitian dan Teknik Penulisan Metode penelitian dan teknik penulisan ini dibagi dalam dua bagian, yaitu metode pengumpulan data dan metode analisis data.

a. Metode Pengumpulan Data Menimbang bahwa penelitian ini memfokuskan perhatian pada perbandingan

pandangan tafsir dua tokoh mufassir antara ‘Abduh dan Syahrur 21 tentang beberapa

ayat dalam al-Qur’an yang sering dipahami gender, maka penelitian ini bersifat kepustakaan murni (library research) karena sumber datanya hanya diperoleh dari sumber tertulis berupa buku-buku, baik berupa karya yang ditulis langsung oleh ‘Abduh seperti Risâlah al-Tawhid yang menggambarkan pemikiran teologinya maupun Tafsîr Juz 'Amma dan Durûs min al-Qur’ân al-Karîm sebagai sumber primer dalam penelitian ini. Selain itu, terdapat tulisan lain dari para penulis yang mengurai idenya, terutama yang ditulis oleh muridnya Muhammad Rasyîd Ridhâ, Tafsîr al- Qur’ân al-Karîm, al-Syahîr bi Tafsîr al-Manâr, Sulaiman Dunya, al-Syeikh Muhammad ‘Abduh baina al-Falâsifah wa al-Mutakallimîn, Muhammad Rajab Bayûmî, Tahrîr al-Mar’ah baîna Muhammad ‘Abduh wa Qâsim Amîn. Selain itu

21 Syahrur termasuk penafsir modern abad XXI. Ia muncul dengan cara pandang baru dalam memahami Islam dan mengajak untuk merenungkan dan memikirkan kembali Islam karena Islam yang

sekarang telah muncul dalam bentuk dan format yang demikian kaku, ekstrim, eksklusif, dan terbelakang. Namun demikian, ia tidak mengkategorikan karya besarnya (al-Kitâb wa al-Qur’ â n ) sebagai satu karya tafsir atau fiqih. Hal ini karena kritikan yang banyak ditujukan kepada karyanya ini atas penyimpangan metodologi penafsiran yang dianggap baku oleh mayoritas ulama tafsir baik klasik maupun modern, termasuk kapasitas dia sebagai insinyur pertanahan (muhandis al-turâbiyah) yang tidak layak dikelompokkan sebagai mufassir. Lihat: Syahrur, al-Kitâb…, (Beirut: Syirqah al-Mathbû‘ât li al-Taûwzi‘ wa al-Nasyr, 2000), h. 45. Lih. Juga, Syahrur, Dialektika Kosmos dan Manusia (Alih bahasa oleh M. Firdaus dari al-Kitâb wa al-Qur’ â n: Qira’ah Mu‘âshirah ), (Bandung: Yayasan Nuansa Cendekia, 2004), h. 11.

terdapat juga tulisan Harun Nasution, Muhammad ‘Abduh dan Teologi Rasional Mu‘tazilah , Osman Amin, Renaissance in Egypt: Muhammad ‘Abduh and His School , Muhammad Imârah, al-‘Amal al-Kâmîl al-Syeikh Muhammad ‘Abduh, dan beberapa tulisan lainnya.

Sementara karya yang ditulis oleh Syahrur atau orang lain tentang ide pemikirannya, seperti Namûwdzaj li al-Fiqh al-Jadîd fî Dirâsah Maûdhu‘ al-Mar’ah

fî al-Islâm, dalam karya besarnya al-Kitâb wa al-Qur’ân, Qirâ’ah Muâ‘shirah, Dirâsâh Islâmiyah Mu‘âshirah fî al-Dawlah wa al-Mujtama‘, dan Nahw Ushûl Jadîdah li al-Fiqh al-Islâmî. Karya lainnya adalah seperti Ahmad Azhar Fitriyanto yang menulis Menggugat Diskriminisasi Gender Model Pemahaman Muhammad Syahrur atas Ayat-Ayat Gender, (Skripsi, Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005), Muhammad Aunul ‘Abîd Syah, Tafsir Ayat-Ayat Gender dalam al- Qur’an (tinjauan terhadap pemikiran Muhammad Syahrur, bacaan kontemporer), (http://islamlib.com/id/kontak.plp,tth.),

Ghazali, Syahrur, (http://islamlib.com/id/kontak.plp, 2005), P3M, Muhammad Syahrur, Metodologi Pembacaan al-Qur’an, (webmaster@p3m.or.id, 2005), dan ‘Abd. Mustaqim, Syahrur dan Teori Limit, (http://islamlib.com/id/kontak.plp, 2004).

‘Abd.

Moqsith

Selanjutnya untuk mendukung penelitian ini dapat digunakan beberapa kamus untuk pencarian arti leksikal dan istilah-istilah tertentu, seperti al-Mufradât fî Gharîb al-Qur’ân yang ditulis oleh al-Râghib al-Ashfahânî, al-Mu‘jam al-Wasîth, Majma‘ Selanjutnya untuk mendukung penelitian ini dapat digunakan beberapa kamus untuk pencarian arti leksikal dan istilah-istilah tertentu, seperti al-Mufradât fî Gharîb al-Qur’ân yang ditulis oleh al-Râghib al-Ashfahânî, al-Mu‘jam al-Wasîth, Majma‘

b. Metode Analisis Data Pemikiran-pemikiran yang dicetuskan dalam kitab-kitab dan sumber lain

yang disebutkan di atas, kemudian dideskripsikan serta dianalisa dengan menggunakan pendekatan kategorisasi dan perbandingan. Yang dimaksud dengan

pendekatan kategorisasi di sini adalah merumuskan pemikiran ‘Abduh dan Syahrur dalam bentuk kategori dan pengelompokan tema-tema tertentu seperti pada kedelapan tema bahasan geder di atas, sehingga pemikirannya pada tema-tema tersebut dapat dilihat melalui data yang telah ada. Adapun pendekatan perbandingan (comparative approach ) yang digunakan adalah membandingakan pandangan penafsiran antara ‘Abduh dan Syahrur berkaitan dengan tema-tema yang telah ditentukan. Hal ini dimaksudkan untuk melihat letak persamaan dan perbedaan keduanya, termasuk metode tafsir yang mereka gunakan.

F. Sistematika Pembahasan

Masalah pokok yang disebutkan di atas dibagi ke dalam lima bab, yaitu: Bab I sebagai pendahuluan yang menggambarkan tentang latar belakang serta

masalah pokok yang terkandung dalam penelitian ini serta metode yang ditempuh dalam memecahkan permasalahan. Bab ini merupakan pengantar pada inti pembahasan yang meliputi latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah, masalah pokok yang terkandung dalam penelitian ini serta metode yang ditempuh dalam memecahkan permasalahan. Bab ini merupakan pengantar pada inti pembahasan yang meliputi latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah,

Bab II mengurai setting sosial biografi 'Abduh dan Syahrur. Biografi keduanya sengaja diangkat untuk melihat konteks sosial yang mempengaruhi pemikiran dan kehidupannya. Dua hal tersebut diperkirakan banyak mempengaruhi cara pandang tafsir gender mereka.

Bab III mengutarakan studi gender dalam pembaharuan wacana Islam, kendala-kendala utama ulama tafsir dalam memaknai ayat-ayat yang sering dipahami gender, serta perspektif dalam memaknai ayat yang sering dipahami gender. Pembahasan perbandingan ini dimulai dengan kajian pengenalan isu gender seperti landasan teologis, makna studi gender, dan ideologi gender. Persoalan studi gender dalam wacana pembaharuan Islam dimulai dengan pemaparan secara teoritis dan konseptual sehingga kata studi gender dapat dipahami dengan benar. Ini menjadi penting karena seringkali orang salah dalam mengartikan maknai studi gender yang muncul adalah sikap penolakan terhadapnya. Pemaknaan yang benar terhadap konsep ini dapat ditelusuri dari pemahaman yang benar atas teks ayat atau hadis yang bercirikan isu gender serta mengenal sisi kontroversial seorang tokoh dalam memaknainya sehingga terfragmentasi pada berbagai aliran-aliran pro dan kontra pada kajian ini.

Bab IV mengurai analisis perbandingan interprestasi pemahaman ayat-ayat gender versi ‘Abduh dan Syahrur. Pembahasan ini dimulai dengan penulusuran ayat- Bab IV mengurai analisis perbandingan interprestasi pemahaman ayat-ayat gender versi ‘Abduh dan Syahrur. Pembahasan ini dimulai dengan penulusuran ayat-

Bab V merupakan kesimpulan dari seluruh uraian yang telah dikemukakan

dan merupakan jawaban terhadap permasalahan yang terkandung dalam tesis ini.

BAB II SETTING SOSIAL BIOGRAFI MUHAMMAD 'ABDUH DAN MUHAMMAD SYAHRUR

A. Biografi Muhammad ‘Abduh

Untuk melengkapi pembahasan biografi ini akan dijelaskan tentang setting

Dokumen yang terkait

1. Tahap Awal / Pedahuluan Membuka dengan salam dan berdoa Membina hubungan baik dengan peserta didik (menanyakan kabar, pelajaran sebelumnya, ice breaking) Menyampaikan tujuan layanan materi Bimbingan dan Konseling Menanayakan kesiapan kepada peserta did

0 0 5

1. Tahap Awal / Pedahuluan Membuka dengan salam dan berdoa Membina hubungan baik dengan peserta didik (menanyakan kabar, pelajaran sebelumnya, ice breaking) Menyampaikan tujuan layanan materi Bimbingan dan Konseling Menanayakan kesiapan kepada peserta did

0 0 5

1. Tahap Awal / Pedahuluan Membuka dengan salam dan berdoa Membina hubungan baik dengan peserta didik (menanyakan kabar, pelajaran sebelumnya, ice breaking) Menyampaikan tujuan layanan materi Bimbingan dan Konseling Menanayakan kesiapan kepada peserta did

0 3 6

1. Tahap Awal / Pedahuluan Membuka dengan salam dan berdoa Membina hubungan baik dengan peserta didik (menanyakan kabar, pelajaran sebelumnya, ice breaking) Menyampaikan tujuan layanan materi Bimbingan dan Konseling Menanayakan kesiapan kepada peserta did

0 0 7

1. Tahap Awal / Pedahuluan Membuka dengan salam dan berdoa Membina hubungan baik dengan peserta didik (menanyakan kabar, pelajaran sebelumnya, ice breaking) Menyampaikan tujuan layanan materi Bimbingan dan Konseling Menanayakan kesiapan kepada peserta did

0 2 7

1. Tahap Awal / Pedahuluan Membuka dengan salam dan berdoa Membina hubungan baik dengan peserta didik (menanyakan kabar, pelajaran sebelumnya, ice breaking) Menyampaikan tujuan layanan materi Bimbingan dan Konseling Menanayakan kesiapan kepada peserta did

0 1 5

Bab VI Value, Domain dan Type - Bab VI VALUE DOMAIN TYPE

0 0 7

W Matkul Softskill Tidak ada UTS dan UAS

0 0 9

Subjek Penelitian Jenis dan Sumber Data

0 1 14

Materi LED dan Photo Diode.do

0 0 6