SINTESIS KONSEP SMART GROWTH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN TEKNOPOLIS GEDEBAGE

III.2. SINTESIS KONSEP SMART GROWTH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN TEKNOPOLIS GEDEBAGE

Dalam upaya pengembangan pusat pengembangan baru di Gedebage maka diperlukan konsep pengembangan yang dapat mengurangi permasalahan dari Kota Bandung seperti kemacetan. Salah satu konsep yang dapat digunakan yaitu penerapan konsep smarth growth yang meminimalisir jumlah pergerakan dengan penerapan kawasan guna lahan campuran. Konsep ini bertujuan meningkatkan kualitas hidup, mempertahankan kelestarian lingkungan, meningkatkan efisien penggunaan sumber daya, dan mencegah terjadinya urban sprawl. Pengembangan kawasan atau lingkungan (neighborhood) dengan menggunakan konsep smart growth didasarkan pada 10 prinsip, yaitu penggunaan lahan secara campuran (mix land use), konstruksi bangunan yang kompak (compact building), penyediaan berbagai tipe perumahan (variety of housing), lingkungan yang nyaman untuk pejalan kaki (walkable neighborhood), citra kawasan (strong sense of place), perlindungan terhadap lingkungan hidup, pembangunan komunitas eksisting, penyediaan moda transportasi yang beragam, pengambilan keputusan yang terprediksi, adil, dan efektif, serta mendorong adanya kolaborasi dalam pembangunan.

SWK Gedebage sebagai pusat pengembangan baru telah tercantum dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung tahun 2011-2031 dan tercantum dalam RDTR SWK Gedebage. Untuk memudahkan perumusan strategi implementasi smart growth didalam pengembangan kawasan inti teknopolis, maka dilakukan reduksi dan pengelompokkan prinsip-prinsip berdasarkan keterkaitannya dengan fungsi ruang yang akan dikembangkan. Berdasarkan fungsi ruang yang akan dikembangkan, terdapat tiga prinsip smart growth yang tidak digunakan didalam pengembangan Kawasan Inti Teknopolis, yaitu pembangunan komunitas eksisting, penyediaan moda transportasi yang beragam, pengambilan keputusan yang terprediksi, adil, dan efektif, serta mendorong adanya kolaborasi

dalam pembangunan. Prinsip ‘pembangunan komunitas eksisting’ dan ‘kolaborasi’ tidak digunakan karena pada saat ini lingkungan di kawasan inti teknopolis masih berupa lahan kosong dan belum dalam pembangunan. Prinsip ‘pembangunan komunitas eksisting’ dan ‘kolaborasi’ tidak digunakan karena pada saat ini lingkungan di kawasan inti teknopolis masih berupa lahan kosong dan belum

Pengelompokkan prinsip smart growth berdasarkan fungsi ruang tersebut adalah sebagai berikut:

a. Aspek jaringan: prinsip smart growth yang termasuk dalam aspek ini adalah prinsip yang secara fisik merupakan struktur pembentuk ruang. Prinsip yang dapat dikategorikan ke dalam

aspek ini adalah prinsip walkable neighborhood (walkability) karena terkait dengan pengembangan jaringan pedestrian didalam kawasan inti teknopolis.

b. Aspek zona lindung: prinsip smart growth yang termasuk dalam aspek ini adalah prinsip yang berkaitan dengan perlindungan dan pelestarian lingkungan dan fungsinya sebagai estetika

kawasan. Prinsip yang dapat dimasukkan ke dalam aspek ini adalah prinsip citra kawasan (strong sense of place) dan perlindungan terhadap lingkungan hidup.

c. Aspek kawasan berkepadatan tinggi : prinsip smart growth yang termasuk dalam aspek ini adalah prinsip yang berhubungan dengan code pemanfaatan ruang bagi kegiatan budidaya. Prinsip yang dapat dimasukkan ke dalam aspek ini adalah prinsip zona campuran (mix land

use), konstruksi bangunan yang kompak (compact building), dan penyediaan berbagai tipe perumahan (variety of housing).

III.2.1. KONSEP SISTEM JARINGAN YANG TERINTEGRASI

Perecanaan jaringan dalam kawasan Inti Teknopolis Gedebage perlu diperhatikan agar terintegrasi satu dengan yang lain. Jaringan yang dimaksud adalah prasarana dasar seperi jalan, pedestrian, air bersih, air limbah, drainase, persampahan, telekomunikasi dan kelistrikan. Kebutuhan dasar tersebut dapat berdampak pada keberlangsungan suatu kawasan. Kawasan Inti Teknopolis Gedebage yang berkonsep smart growth, tidak hanya membutukan jaringan yang standar tetapi jaringan yang dapat menunjang perkembangan kawasan.

1. Jaringan Pergerakan

Konsep pergerakan akan membahas mengenai jaringan jalan dan pedestrian. Konsep jalan pada kawasan Inti Teknopolis Gedebage adalah smart growth. Konsep smart growth dalam pengeimplemetasian jariang pergerakan (Soegijoko, 2011), yaitu: - Desain yang compact, yang mendorong kegiatan pejalan kaki tanpa

mengesampingkan (exclude) kendaraan bermotor - Berbagai ragam pilihan transportasi, termasuk jalan-jalan yang dirancang bagi pejalan

kaki, orang bersepeda, berkendaraan bermotor, maupun penumpang transit - Sistem jalan-jalan sempit / gang-gang yang ramah bagi pejalan kaki –aman, nyaman, dan tujuan-tujuan yang dapat dicapai dengan berjalan kaki – sehingga merangsang orang untuk berjalan daripada berkendaraan.

- Jaringan jalan yang saling menghubungkan dengan berbagai ukuran dan fungsi, menyebarkan lalu lintas serta menyediakan berbagai pilihan rute perjalanan kaki dan kendaraan, keberbaga tujuan, menghubungkan lingkungan(neighborhood) dengan komunitas sekitarnya.

Gambar III.13. Konsep Jaringan Jalan

Sumber: Benfield, 2012

Hal ini akan tetap mempertahankan pola lingkungan yang telah ada, mengoptimalkan infrastruktur yang ada serta mengurangi tekanan pada ruang terbuka. Konsep ini akan membentuk kawasan inti. Kawasan inti ini akan berdampak pada kegiatan perdagangan, jasa dan permukiman yang baru dan menjadi daya tarik bagi pendatang dari luar kawasan perkotan tersebut.

Jaringan jalan merupakan bagian terpenting dalam keberhasilan pengembangan kawasan Inti Teknopolis Gedebage. Kemudahan pengaksesibilatasan kawasan menjadi penting, oleh karena itu dibutuhkan kelas jalan yang beragam. Keberagaman kelas jalan akan membuka akses dari luar kawasan ataupun mempermudah masyarakat di dalam kawasan untuk saling berinteraksi dengan ruang yang ada.Terdapatnya jalan kolektor dan sebagai pintu masuk dari jalan Tol KM 149 dapat mempercepat perkembangan kawasan. Kawasan inti teknopolis Gedebage akan menjadi kawasan perkotaan baru. Akse dari luar kawasan dapat terlihat dari kelas jalan. Jalan arteri primer yaitu tol KM 149 dapat menghubungkan langsung dengan Kota Jakarta, PPK Alun-alun, Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedangdan kawasan lainnya yang dapat terakses oleh tol. Konsep pengembangan jaringan jalan di Kawasan Inti Teknopolis Gedebage adalah terjalinnya system jaringan jalan yang menghubungan antar zona dalam kawasan dan inti dan luar kawasan Teknopolis Gedebage. Hat tersebut dapat direalisasikan dengan Terbangunnya sistem jaringan jalan dalam kawasan Teknopolis Gedebage, diantaranya terbangunnya :

a. Ruas Tol KM 149 ROW 40 dengan panjang 4 km dari intersection Tol Purbalenyi ke kawasan inti Teknopolis Gedebage

b. Jalan arterisekunder ROW 24 ke zona bisnis core;

c. Jalan kolektor primer ROW 15 ke kawasan permukiman; dan

d. Jalan lokal primer ROW 12dalam kawasan permukiman.

Gambar III.14. Jaringan Jalan Berdasarkan RDTR Gambar III.15. Jaringan Jalan Menurut AECOM

Sumber: RDTR Kota Bandung Sumber: Aecom, 2015

Konsep smart growth tidak hanya berfokus pada kemudahan akses dari luar kawasan, tetapi pergerakan di dalam kawasan. Walkability menjadi konsep smart growth. Walkable city adalah suatu konsep perencanaan kota yang didukung oleh perencanaan transportasi yang memungkinkan warganya untuk berjalan kaki dalam melakukan kegiatan kesehariannya.

a) Transportasi Umum: Transportasi umum yang baik dan memadai merupakan unsur terpenting dalam konsep ini. Transportasi umum harus direncanakan sedemikian rupa,

terintegrasi dengan tempat-tempat penting di dalam kawasan. Tarif angkutan umum dapat dijangkau oleh masyarakat sehingga mendorong penggunaan transportasi umum itu sendiri. Dengan adanya trasnportasi umum yang nyaman dan memadai inilah orang dapat turun di dekat tempat tujuan dan dilanjutkan dengan berjalan kaki.

b) Mempromosikan sepeda dan berjalan kaki. Sepeda dan jalan kaki termasuk ramah lingkungan karena bebas emisi. Saat pemerintah ingin "menyuruh" warganya untuk

bersepeda ataupun jalan kaki harus diikuti pula dengan fasilitas-fasilitas yang mendukung seperti jalur sepedanya, keamanan pejalan maupun pengguna sepeda, mengintegrasikan bangunan dan trasnportasi umum, yang dapat membuat warga nyaman bersepeda maupun berjalan kaki.

c) Kebijakan untuk membatasi penggunaan mobil. Satu kunci adalah meninggikan pajak kepemilikan kendaraan serta tarif - tarif dari penggunaan mobil seperti parkir serta harga BBM. Pemerintah yang ingin menerapkan konsep walkable city tanpa kebijakan, akan membuat hal tersebut akan sulit terwujud. Secara ekonomi, penggunaan kendaraan

Kawasan yang compactakan menunjang kemudahan akses dari setiap jenis kegiatan. Pedestrian sebagai jalur pejalan kaki menjadi moda utama dari sistem transportasi di dalam kawasan.

Gambar III.16. Jalur Sepeda dan Pejalan kaki

Sumber: Benfield, 2012

Mewujudkan pedestrian dengan konsep walkability di Kawasan Inti Teknopolis Gedebage, dengan pengaturan konektivitas akses dan standar kenyamanan pedestrian. Konektivitas tersebut ditandai dengan hubungan jaringan pedestrian pada zona permukiman, komersial, RTH dan jasa. Untuk merealisasikan kenyamanan untuk meningkatkan penggunaan jalur pedestrian dibutuhkan standar pedestrian. Kedua hal tersebut dapat terealisasikan dengan konsep desain, seperti:

1. Pembangunan jaringan pedestrian yang terkoneksi diantara seluruh fungsi kegiatan dengan jarak maksimal setiap zona 500-700m

2. Pembangunan pedestrian dengan lebar jalur primer 3 m dan lebar jalur sekunder 2 dan penyediaan jalur hijau yang akan meningkatkan kenyamanan pejalan kaki di Kawasan Inti

Teknopolis Gedebage

2. Sumber Air Baku

Air bersih adalah air yang telah memenuhi standar kesehatan secara bentuk dan kualitas sehingga layak pakai. Sumber - sumber air bersih terdiri dari air tanah, sungai, danau, mata air, laut, air hujan dan salju. Sistem penyediaan air bersih terdiri perpipaan dan non perpipaan. Pemenuhan kebutuhan air merupakan salah satu kebutuhan primer dari suatu kawasam. Menurut Undang-undang 11 tahun 1974 "Tata Pengaturan Air" adalah segala usaha untuk mengatur pembinaan sepertipemilikan, penguasaan, pengelolaan, penggunaan, pengusahaan, danpengawasan atas air beserta sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam bukanhewani yang terkandung didalamnya, guna mencapai manfaat yang sebesar- besarnyadalam memenuhi hajat hidup dan peri kehidupan Rakyat.

Penyediaan air baku dalam kawasan berkonsep smart growt tidak memiliki prasyarat secara spesifik, tidak seperti pada rencana jaringan jalan yang konsepnya sudah jelas dengan Penyediaan air baku dalam kawasan berkonsep smart growt tidak memiliki prasyarat secara spesifik, tidak seperti pada rencana jaringan jalan yang konsepnya sudah jelas dengan

Sistem penyediaan air bersih meliputi besarnya komponen pokok antara lain: unit sumber baku, unit pengolahan, unit produksi, unit transmisi, unit distribusi dan unit konsumsi.

1. Unit sumber air baku merupakan awal dari sistem penyediaan air bersih yang mana pada unit ini sebagai penyediaan air baku yang bisa diambil dari air tanah, air permukaan, air hujan yang jumlahnya sesuai dengan yang diperlukan.

2. Unit pengolahan air memegang peranan penting dalam upaya memenuhi kualitas air bersih atau minum, dengan pengolahan fisika, kimia, dan bakteriologi, kualitas air baku

yang semula belum memenuhi syarat kesehatan akan berubah menjadi air bersih atau minum yang aman bagi manusia.

3. Unit produksi adalah salah satu dari sistem penyediaan air bersih yang menentukan jumlah produksi air bersih atau minum yang layak didistribusikan ke beberapa tandon atau reservoir dengan sistem pengaliran gravitasi atau pompanisasi.

4. Unit produksi merupakan unit bangunan yang mengolah jenis-jenis sumber air menjadi air bersih. Teknologi pengolahan disesuaikan dengan sumber air yang ada.

Gambar III.17. Sistem Jaringan Air Baku

Sumber: Pacific Water, 2000

Gambar III.18. Konfigurasi Umum Unit Pengelolaan berdasarkan Sumber Air

Sumber: Pacific Water, 2000

Dari konsep umum penyediaan air baku diatas, maka konsep penyediaan sistem penyediaan air baku akan disesuikan dengan sumber air baku. Dilihat dari Undang-undang 11 tahun 1974 "Tata Pengaturan Air" maka pemerintah perlu mengalokasikan investasi untuk penyediaan air baku. Pelayanan penyediaan sumber air baku yang belum optimum dari PDAM, dikarena sumber air baku masih kurang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Kota Bandung khususnya di Kawasan Gedebage yang belum sama sekali terlayani. Penambahan sumber air baku dan pembangunan jaringan air bersih yang dapat menghasilkan dan mengelola air baku sebesar 1.010,19 l/det untuk kawasan Inti Teknopoli Gedebage.

3. Air Limbah

Air limbah adalah semua jenis buangan yang mengandung kotoran manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, buangan industri dan buangan kimia. Sistem penyaluran air limbah ada dua yaitu; Sistem terpisah (Sistem peyaluran yang digunakan untuk membuang air hujan atau air limbah saja); dan Sistem tercampur (Sistem penyaluran yang digunakan untuk membuang air hujan dan air limbah secara bersama-sama. Adapun sistem pengolahan air limbah terdiri dari dua, yaitu:

- On Site System Sistem pengolahan air limbah dimana air limbah ditampung dalam tangki septik atau

- Off Site System Sistem pengolahan air limbah dimana air limbah tersebut dibuang melalui sistem jaringan

perpipaan dan terlebih dahulu diolah pada unit atau instalasi pengolahan air limbah (IPAL) sebelum dibuang kebadan air penerima.

Konsep penyediaan sistem penyaluran air limbah dengan konsep off-site sanitation yang diolah di IPAL Bojongsoang. Sistem penyaluran air limbah akan dipisahkan dengan sistem drainase. Pembangunan sistem penyaluran air limbah dengan kapasitas 42.381 m³/hari dalam Kawasan Inti Teknopolis Gedebage yang disalurkan keIPAL Bojongsoang.

4. Drainase

Drainase merupakan bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi atau membuang kelebihan air pada suatu kawasan atau lahan. Drainase memiliki fungsi untuk mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Air yang dialirkan ke saluran drainase berasal dari air hujan dan limpasan permukaan (run off) untuk kemudian dibuang ke badan air. Didalam konsep smart growth volume air yang dibuang ke badan air diupayakan untuk diminimalkan dengan cara memodifikasi desain jaringan drainase (selokan) untuk meresapkan air hujan dan limpasan permukaan tersebut ke tanah.

Sempadan jalan dapat difungsikan untuk menampung dan mengalirkan air hujan dan limpasan air yang berasal dari jalan. Agar sempadan jalan dapat berfungsi meresapkan air maka sempadan tersebut harus dibiarkan terbuka dan tidak boleh ditutup dengan material yang kedap air. Untuk mengoptimalkan kemampuan meresapkan air, sempadan tersebut dapat ditanami dengan rumput-rumputan dan tanaman perdu sehingga dapat juga meningkatkan keindahan lingkungan.

Gambar III.19. Drainase Pada Sempadan Jalan yang Lebih Sempit

Sumber: Sussex County Report, 2009

Pada kawasan yang memiki sempadan jalan lebih lebar, sempadan tersebut dapat dibuat lebih dalam agar dapat menampung lebih banyak air limpasan dan air hujan. Sempadan tersebut juga ditanami dengan tanaman-tanaman yang dapat meningkatkan kemampuan tanah untuk meresapkan air tanah.

Gambar III.20. Drainase Pada Sempadan Jalan yang Lebih Lebar

Sumber: Sussex County Report, 2009

Pada saluran tersier dapat dikembangkan semacam kolam kecil yang relatif dangkal untuk parkir air. Dengan adanya kolam ini air hujan dan air limpasan tidak dibuang ke badan air atau saluran kota, namun ditampung dan diresapkan ke tanah untuk menambah ketersediaan air tanah. Kolam ini dibuat pada ujung saluran drainase dan sebaiknya dibiarkan dalam kondisi sealamiah mungkin serta dapat ditanami dengan tanaman yang dapat meningkatkan kemampuan resap tanah serta estetika.

Gambar III.21. Parkir Air Pada Ujung Saluran Drainase

Sumber: Sussex County Report, 2009

Konsep yang akan disediakan pada kawasan Inti Teknopolis Gedebage, dengan penyediaan yang dapat menampung limpasan air permukaan di kawasan Gedebage dan kawasan di luar. Sistem drainase pada kawasan Inti Teknopolis Gedebage dikonsepkan untuk menampung limpasan sebesar 137,78 m³/detik. Sistem drainase tidak akan optimal bila mengandalkan sistem jaringan seperti gorong-gorong, tetapi konsep kawasan harus dapat menyerap air hujan melalui biopori dan sumur resapan. Pengaturan pada landed house harus dapat menampung air hujan dengan memiliki sumur resapan, biopori dan toren, dengan ketentuan setiap bangunan minimal menyediakan sumur resapan dengan diameter 1-2 m kedalam 1-2

Sampah adalah suatu bahan buangan yang tidak cair atau disebut limbah padat. Sumber- sumber sampah antrara lain berasal dari daerah permukiman, perkantoran, komersial, pariwisata, pelayanan masyarakatr (SD, rumah sakit, tempat ibadah, dll), fasilitas umum (jalan, pertamanan, dll). Sistem pengelolaan sampah antara lain: - Penampungan atau pewadahan - Pengumpulan - Pengangkutan - Pembuangan akhir - Pengolahan

Waste Generation - Rumah Tangga

- Fasilitas - Industri

Storage

Collection

Transfer and Processing and Processing and Transport

Recovery Recovery

Disposal Disposal

Gambar III.22. Sistem Persampahan pada Suatu Kawasan Berwawasan Lingkungan

Sumber: Kreith, 2002

Pengelolan sampah yang ada di Kota Bandung saat ini masih bertumpu pada pendekatan akhir (end-of-pipe), yaitu sampah dikumpulkan dari sumbernya, diangkut ke TPS (Tempat Penampungan Sementara), dan dibuang ke (TPA) tempat pembuangan akhir. Pengelolaan sampah terpadu adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah (UU No.18 Tentang Pengelolaan Sampah, 2008). Adapun konsep pengelolaan sampah terpadu meliputi kegiatan pengurangan,

Pendekatan ini merupakan manifestasi dari sstem 3R yang saat ini merupakan konsensus internasional yaitu reduce, reuse, recycle atau 3M (Mengurangi, Mengggunakan kembali, dan Mendaur ulang).

Kawasan inti Teknopolis Gedebage akan mengintegrasikan sistem persampahan antara TPS ke TPA. Penetapan penyebaran lokasi TPS dengan jumlah kapasitas seluruh TPS adalah 1.556 m³/hari. Dlihat dari proyeksi timbunan sampah yang dihasilkan di Kawasan Gedebage dibutuhkan TPS tipe III dengan kapsitas 1000 m³/hari membutuhkan 1-2 TPS denga luas tiap TPS 200 m 2 . Pengelolaan sampah terpadu yang menjadi tujuan Undang-Undang no 18 Tahun

2008 tentang pengelolaan sampah. Hal tersebut secara terpadu dapat dilaksanakan dengan melakukan reduksi sampah semaksimal mungkin dengan cala pengolahan sampah di lokasi sedekat mungkin dengan sumber sampah yaitu dapat dilakukan di TPS, transfer depo maupun di lokasi sekitar sampah yang sesuai dengan kondisi setempat. Dengan mengolah sampah dalam satu modul kawasan akan mengurangi beban pencemaran di TPA dan mengurangi pencemaran bau dalam pengangkutan sampah.

6. Telekomunikasi

Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat atau sekelompok alat komunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam rangka bertelekomunikasi. Kebutuhan jaringan telekomunikasi di Kawasan Inti Teknopolis Gedebage berupa jaringan internet, menjadi salah satu sistem jaringan yang dapat merealisasikan konsep teknologi dalam kawasan. Pengembangan jaringan telekomunikasi akan dapat memenuhi kebutuhan perusahaan- perusahan IT yang akan menjadi pengisi ruang di kawasan bisnis core. Dalam kawasan teknopolis tidak hanya kawasan perdagangan dan jasa yang membutuhkan sistem jaringan internet tetapi pada kawasan permukiman, fasilitas sosial maupun fasilitas umum juga membutuhkan jaringan internet. Jaringan internet tidak hanya digunakan untuk membuat atau mencari suatu informasi tetapi untuk mengoperasikan suatu fungsi dalam kawasan. Jaringan 4G yang dilincurkan oleh PT.Telkom, akan menjadi penyedia internet di Kawasan Inti Teknopolis Gedebage. Pengoprasian jaringan internet di kawasan Inti Teknopolis Gedebage membutuhkan jaringan fiber optik. Ukuran jaringan fiber optik Telkom atau kabel fiber terdiri dari dua jenis, yaitu jaringan fiber optik telkom single mode dengan diameter ukuran 5Mikron, 9 Mikron atau 10Mikron dan jaringan fiber optik telkom atau kabel fiber multi mode dengan diameter berukuran 50Mikron atau 62.5Mikron. Jadi sebagaimana diketahui, jaringan fiber optik Telkom atau kabel fiber adalah sebuah kaca murni yang panjang dan tipis serta berdiameter sebesar rambut manusia. Dan dalam pengunaannya beberapa jaringan fiber optik Telkom dijadikan satu dalam sebuah tempat yang dinamakan jaringan fiber optik telkom atau kabel fiber dan digunakan untuk mengantarkan data digital yang berupa sinyal sinar dalam jarak yang sangat jauh (Telkom, 2010).

7. Kelistrikan

Jaringan listrik adalah suatu kesatuan sistem jaringan yang terdiri dari sumber pembangkit listrik, gardu induk atau gardu pembagi, jaringan kabel tegangan tinggi, tegangan menengah dan tegangan rendah (ESDM, 2013).

Gambar III.23. Jaringan Kelistrikan

Sumber: ESDM, 2013

Dalam konsep pengembangan kelistrikan di Kawasan Gedebage yang termasuk Wilayah Bandung Timur dalam RTRW Kota Bandung 2011-2031 yaitu pengembangan jaringan listrik dengan sistem bawah tanah. Saluran distribusi yang menyalurkan energi listrik melalui kabel yang ditanam didalam tanah. Kategori saluran distribusi seperti ini adalah yang favorite untuk pemasangan di dalam kota, karena berada didalam tanah, maka tidak mengganggu keindahan kota dan juga tidak mudah terjadi gangguan akibat kondisi cuaca atau kondisi alam. Namun juga memilik kekurangan, yaitu mahalnya biaya investasi dan sulitnya menentukan titik gangguan dan perbaikannya. Kedua cara penyaluran memiliki keuntungan dan kerugian masingmasing. Keuntungan yang dapat diperoleh dari suatu jaringan bawah tanah adalah bebasnya kabel dari gangguan pohon, sambaran petir maupun dari gangguan manusia. Kabel-kabel bawah tanah yang digunakan pun banyak sekali jenisnya selain disebabkan bahan-bahan isolasi plastik yang terus berkembang maka selalu saja ada tambahan jenis-jenis kabel baru (Suswanto, 2000).

mendukung tujuan smart growth dan berfungsi untuk memperkuat ekonomi lokal, melindungi daerah kritis, sarana rekreasi, dan sebagai tempat berlindung bagi masyarakat yang sudah ada. Pemeliharaan ruang terbuka meiliki dampak yang sangat besar bagi kualitas hidup suatu masyarakat dan kemakmuran suatu daerah (Smart Growth Network, 1996). Sebuah analisis ekonomi dilakukan untuk East Bay Park District Regional di California menyimpulkan bahwa penyediaan ruang terbuka, sarana rekreasi dan pendidikan, pelestarian lingkungan dan budaya, penyediaan moda transportasi massal, karakteristik pembatasan sprawl; kesemuanya itu berkontribusi positif terhadap kualitas hidup di wilayah East Bay. Kemudian, pada tahun 1997 sebuah studi melaporkan bahwa pemilik perusahaan-perusahaan kecil memiliki prioritas dalam rekreasi, taman dan ruang terbuka sebagai posisi yang pertama dalam memilih lokasi baru untuk usaha mereka (Smart Growth Network, 1996).

Jaringan ruang terbuka dan saluran air dapat membentuk dan menghubungkan secara langsung yang dikenal dengan infrastruktur hijau. Jaringan ini dapat membantu pembentukan pertumbuhan baru dengan menempatkan pembangunan baru di tempat yang paling efisien, yaitu lokasi dimana jalan, jaringan air, saluran pembuangan dan utilitas lainnya yang sudah ada. Infrastruktur hijau juga dapat memastikan bahwa lahan yang dipelihara terhubung sehingga menciptakan koridor perlindungan satwa liar, pemeliharaan kualitas air dan menjaga lahan pekerjaan yang layak secara ekonomi. (Smart Growth Network, 1996). Selain itu ruang terbuka dapat meningkatkan nilai properti lokal sehingga meningkatkan basis pajak properti, pendapatan di bidang pariwisata dan mengurangi kebutuhan untuk kenaikan pajak daerah dengan mengurangi kebutuhan untuk pembangunan infrastruktur baru. Manajemen kualitas dan persediaan ruang terbuka juga memastikan adanya lahan pertanian dan peternakan, mencegah kerusakan banjir dan memberikan alternatif alami dan lebih murah dalam penyediaan air bersih. Pelestarian ruang terbuka membantu melindungi habitat tumbuhan dan hewan, tempat keindahan alam dan lahan pertanian yang produktif. Ruang terbuka juga melindungi permukaan dan sumber daya air tanah dari bahaya polusi.

Terdapat berbagai macam pendekatan dan kebijakan dalam mewujudkan ruang terbuka, antara lain (Smart Growth Network, 1996):

1. Menggunakan transfer of development right purchase dalam hak pengembangan dan mekanisme pasar lainnya untuk mengkonservasi lahan privat

2. Mengkoordinasikan dan menghubungkan perencanaan lokal, provinsi, dan negara dalam konservasi dan pengembangan lahan

3. Memperluas penggunaan innovative financing tools untuk memfasilitasi akuisisi dan preservasi ruang terbuka

4. Menggunakan strategi pengembangan wilayah yang melindungi dan menjaga dengan lebih baik ruang terbuka di area pinggiran

5. Mengadopsi perencanaan infrastruktur hijau

6. Membuat sebuah jaringan jalan kecil (trails) dan greenways

7. Mendesain dan mengimplementasikan information-gathering dan program edukasi

8. Mendesain dan mengimplementasikan zoning tools yang menjaga ruang terbuka

Kondisi RTH Publik yang ada di kota Bandung yang masih jauh dari standar kualitas dan kuantitas sehingga Kepala Daerah terpilih kota Bandung periode 2014-2018 membuat agenda prioritas dalam peningkatan penyediaan kualitas dan kuantitas RTH. Agenda tersebut dalam bentuk penataan infrastruktur publik dengan pemanfaatan lahan-lahan kosong secara kreatif salah satunya melalui pembangunan taman-taman kota tematik. Taman-taman tersebut memiliki beberapa fungsi yaitu (Firmansyah & Bastaman, 2014):

1. Fungsi ekologi: fungsi yang berperan sebagai penjaga kualitas lingkungan kota,

2. Fungsi hidrologi: fungsi yang mampu menyerap air dan mereduksi potensi banjir

3. Fungsi ekonomi: fungsi yang dapat menambah nilai ekonomi lingkungan dan sarana transaksi ekonomi

4. Fungsi sosial budaya: fungsi yang berperan sebagai taman rekreasi, meningkatkan kreativitas, prngembangan budaya dan pendidikan

5. Fungsi estetika: fungsi sebagai perwujudan citra dari suatu kota dan pengembangan budaya kota.

Dengan demikian secara umum arahan pengembangan RTH kota Bandung dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu optimalisasi RTH Eksisting dan penambahan RTH baru. Secara rinci, arahan pengembangan dan pembangunan dapat diuraikan sebagai berikut (Kajian konsep pengembangan, 2014):

1. Optimalisasi (peningkatan) kualitas dan pemeliharaan RTH Eksisting

2. Pemanfaatan lahan-lahan tidur (lahan-lahan kosong yang tidak terpakai) sebagai RTHproduktif untuk skala lingkungan permukiman yang disertai dengan upaya pendampingan masyarakat

3. Pembangunan RTH Publik dengan fungsi social untuk mendorong lebih banyak aktivitaswarga kota di luar ruangan, sekaligus sebagai bentuk sosialisasi mengenai pentingnya RTH kota

4. Secara bertahap melengkapi hirarki jenis RTH di semua Sub Wilayah Kota (SWK) Bandung

5. Secara bertahap meningkatkan proporsi RTH, terutama ditekankan pada sub-sub WilayahKota dengan proporsi RTH eksisting rendah, seperti SWK Gedebage agar proporsi luas RTH antar SWK di kota Bandung seimbang.

III.2.3. KONSEP HUNIAN BERIMBANG

Menurut Social Growth Network (1996) salah satu dari prinsip smart growth yang harus ada adalah kawasan berkepadatan tinggi dan berimbang. Prinsip ini menggabungkan beberapa prinsip dasar yaitu:

1. Range House Variety Dalam konsep ini, semestinya sebuah kawasan harus memiliki berbagai macam tingkat

perumahan yang merata antara level perumahan tingkat rendah sampai dengan perumahan tingkat tinggi. Keadaan ini memungkinkan kawasan tersebut dapat ditinggali oleh berbagai macam tingkatan masyarakat baik dari segi usia dan pendapatan.

2. Mix Land Uses

3. Compact Building Konsep compact building menggambarkan bahwa dalam sebuah bangunan harus memiliki

multi fungsi. Misalnya sebuah gedung di lantai dasar akan memiliki fungsi mall di lantai berikutnya memiliki fungsi perkantoran dan lantai berikutnya memiliki fungsi tempat tinggal. Konsep seperti ini juga memiliki tujuan yang mirip dengan mix land uses dimana dapat meminimalisir kemacetan lalu lintas dan berkepadatan tinggi.

Teknopolis Gedebage direncanakan dengan menggunakan prinsip smart growth. Jika direfleksikan dengan penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa temuan yaitu:

1. Berdasarkan wawancara dengan pihak Summarecon yang diwakili oleh Bapak Lucky bidang lapangan dan kemasyarakatan pada tanggal 25 Pebruari 2015 menyatakan bahwa pihak pengembang dalam hal ini Summarecon hanya akan membangun perumahan level atas seperti image pembangunan perumahan Summarecon di tempat lain yaitu Gading Serpong dan Bekasi. Harga yang ditawarkan oleh Summarecon di Gading Serpong dan Bekasi dengan tipe studio berkisar 400 jutaan dan landed houses dengan tipe 36 harganya berkisar Rp. 1,5 Milyar (Price List The SpringLake Summarecon Bekasi, 2014). Dengan besaran harga yang ditawarkan tersebut dapat diasumsikan bahwa target pembeli perumahan tersebut berasal dari pembeli tingkat atas dan yang tentu saja kawasan tersebut akan didominasi oleh masyarakat dengan pendapatan level atas.

Namun demikian berdasarkan Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 7 Tahun 2013, pengembang diwajibkan untuk juga membangun perumahan bagi MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) dengan pola 1:2:3. Hal ini sesuai dengan yang disebutkan dalam

pasal 9a ayat 2 “Dalam hal hanya membangun rumah mewah, setiap orang wajib membangun sekurang-kurangnya rumah menengah 2 (dua) kali dan rumah sederhana 3 (tiga) kali jumlah rumah mewah yang akan dibangun 1:2:3”. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Summarecon mereka akan membangun perumahan bagi MBR namun lokasi

pembangungan rumah tersebut dapat dipastikan tidak berada dalam deliniasi Kawasan Teknopolis Gedebage.

2. Untuk prinsip mix land uses, Kawasan Teknopolis Gedebage memang akan dikembangkan dengan segala macam prasarana dan sarana yang lengkap. Disana akan dibangun perumahan, pusat perbelanjaan, pekantoran, sekolah yang dikonsepkan akan dapat

terjangkau. Aksesbilitas jangkauan kawasan tersebut juga akan di dukung dengan perencanaan pengembangan TOD (Transit Oriented Development) sesuai yang tertera pada RTRW Kota Bandung dan Rencana Induk Kawasan Pengembangan TOD, RTBL Kawasan Gedebage Bandung.

Gambar III.24. Rencana Tata Bangunan Pusat Pemerintahan Kawasan Teknopolis Gedebage

Sumber: Rencana Induk Kawasan Pengembangan Gedebage Tahun 2014

3. Untuk konsep yang terakhir compact building, RTBL dan Rencana Kajian Pengembangan Kawasan Gedebage telah menyebutkan bahwa pembangunan gedung direncanakan multi fungsi (cantumkan gambar compact building dari dokumen tersebut).

Gambar III.25. Panduan Blok Bangunan Mix-Used Kawasan Teknopolis Gedebage

Sumber: Rencana Induk Kawasan Pengembangan Gedebage Tahun 2014