JARINGAN AIR BERSIH
VI.1.2. JARINGAN AIR BERSIH
Pada sub bab jaringan air bersih, akan memaparkan kondisi eksisting pengoprasian pelayanan air bersih. Gambaran umum dari kondisi eksisting didapat dari hail observasi lapangan, wawancara litbang (penelitian dan pengembanga) PDAM, buku fakta dan analisa rencana induk Kawasan Gedebage (2006). Setelah memaparkan kondisi eksisting, maka dirumuskannya permasalahan yang timbul. Perumusan masalah menjadi dasar analisis untuk menemukan aspek-aspek penunjang untuk megoptimalkan pelayanan air bersih kepada seluruh kalangan masyarakat di Kawasan Teknopolis Gedebage .
Air baku menjadi kebutuhan primer pada setiap kawasan, tanpa ketersediaan air pada suatu kawasan maka dipastikan penduduk tidak akan mengisi ruang tersebut. Berdasarkan Undang- Undang No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air bahwa penyediaan sumber daya air dilakukan oleh pemerintah dan PDAM hanya mengolah dan menditribusikan kepada masyarakat, namun undang-undang tersebut sekarang dicabut. Kota Bandung telah terlayani oleh PDAM Sebesar 50% (2550 l/det) dari kebutuhan air baku sebesar 4500-5000 l/det. Rata- rata kebutuhan air untuk penduduk kota Bandung: 200 liter/orang/hari sedangkan kemampuan penyediaan 120 liter/orang/hari, SPM 60 liter/orang/hari karena PDAM tidak bisa menyediakan sesuai dengan kebutuhan biasanya menggunakan air tanah. PPK Gedebage
Dalam pengembangan Kawasan Teknopolis Gedebage ketersediaan air kemungkinan besar akan menjadi permasalahan. Berdasarkan rencana yang dibuat, kawasan teknopolis akan menjadi memiliki kepadatan penduduk yang tinggi. Kegiatan yang direncanakan difokuskan pada perdagangan, jasa dan permukiman, dimana perdagangan dan jasa dikonsepkan berbasis teknologi. Saat ini sumber air yang digunakan masyarakat di Kawasan Gedebage 73,8% berasal dari air tanah yang diperoleh melalui sumur bor/pompa listrik, sedangkan yang terlayani PDAM hanya 4,5%, itupun di Kecamatan Rancasari dan bukan Kecamatan Gedebage. Sumber air masyarakat di SWK Gedebage dapat dilihat pada Tabel VI.1. Secara tidak disadari, pengambilan air secara masal tersebut akan berdampak pada lingkungan seperti menambah kerentanan tanah.
Tabel VI.1. Sumber Air Masyarakat
2 Sumur Gali
3 Pompa listrik/ Bor
Sumber: Laporan Final Rencana Induk Kawasan Gedebage, 2005
Selain sumber-sumber air tersebut, air bersih juga diperoleh dari penjual air keliling. Pembelian air dari penjaja air bervariasi dari 4 jerigen sampai 20 jerigen setiap bulannya dengan harga air sekitar Rp 2.000,- untuk setiap jerigen (Agung, Kepala Litbang PDAM Bandung, 19 Maret 2015).
Tabel VI.2. Rencana Kebutuhan Air Baku
No
Jenis Sarana
Kebutuhan Air (l/detik)
1 Permukiman
2 Fasilitas Sosial
3 Fasilitas Jasa
4 Fasilitas Komersial
5 Area Hijau
6 Kehilangan Air
Kebutuhan Air Total
Sumber: Laporan Final Rencana Induk Kawasan Gedebage, 2005
Didalam buku Laporan Rencana Induk Kawasan Gedebage buku IV yang dikeluarkan oleh Bappeda Kota Bandung, jumlah penduduk yang akan bermukim dan beraktivitas di kawasan teknopolis Gedebage diperkirakan akan berjumlah 30.000 jiwa. Di kawasan ini direncanakan Didalam buku Laporan Rencana Induk Kawasan Gedebage buku IV yang dikeluarkan oleh Bappeda Kota Bandung, jumlah penduduk yang akan bermukim dan beraktivitas di kawasan teknopolis Gedebage diperkirakan akan berjumlah 30.000 jiwa. Di kawasan ini direncanakan
Ketidakmampuan PDAM saat ini, berpotensi menambah persentase penggunaan air tanah baik oleh developer maupun oleh masyarakat dan meningkatkan ketidakmerataan distribusi air yang menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat dalam mengakses air baku, sebagai sumber daya alam milik masyarakat. Paper ini akan fokus pada kebijakan yang sesuai dengan penyediaan air baku pada Kawasan Teknopolis Gedebage. Permasalahan mendasar dalam penyediaan jaringan air bersih perpipaan di Gedebage sangat tergantung pada kemampuan/kapasitas PDAM. Berdasarkan hasil perhitungan (Bappeda, 2005) kebutuhan air baku di Gedebage mencapai ± 600 liter/detik, sementara kapasitas pelayanan jaringan PDAM saat ini baru ± 300 liter/detik; bila kawasan teknopolis beroperasi kebutuhan air akan meningkat menjadi 1010,19 liter/detik. Hal ini menunjukkan adanya gap antara kebutuhan dan kapasitas eksisting sebesar 300-800 liter/detik.
Berdasarkan hasil wawancara dengan PDAM Tirta Wening diperoleh informasi bahwa ketersediaan air yang dimiliki PDAM Tirta Wening masih belum mencukupi untuk memenuhi permintaan seluruh kota Bandung. Pada kawasan-kawasan yang telah terlayani jaringan perpipaan pun masih banyak hotel, restoran, dan apartemen yang belum mendapat air bersih dari PDAM. Keterbatasan PDAM dalam mencari sumber air baru terutama disebabkan oleh adanya batasan peraturan. Kewenangan PDAM hanya sebatas mengolah dan mendistribusikan air kepada konsumen, sementara penyediaan sumber-sumber air merupakan tugas dan wewenang Pemerintah Kota Bandung, dalam hal ini Dinas Bina Marga dan Pengairan.
Gambar VI.5. Diagram Ketidakmampuan Penyediaan Air Baku Oleh PDAM Kota Bandung
Sumber: Hasil Analisis, 2015
Potensi kehilangan pendapatan oleh PDAM kota Bandung dapat dihitung dengan berdasarkan standar kebutuhan kebutuhan air per kapita berdasarkan SNI. Berdasarkan SNI 19-6728.1- 2002 tentang Penyusunan Neraca Sumberdaya Air, volume kebutuhan air penduduk Potensi kehilangan pendapatan oleh PDAM kota Bandung dapat dihitung dengan berdasarkan standar kebutuhan kebutuhan air per kapita berdasarkan SNI. Berdasarkan SNI 19-6728.1- 2002 tentang Penyusunan Neraca Sumberdaya Air, volume kebutuhan air penduduk
3 tangga per bulan adalah 18 m 3 (150 m /orang/hari x 4 orang x 30 hari). Berdasarkan Perwal No. 270 tahun 2013, jumlah tersebut termasuk dalam pemakaian rumah tangga/non niaga
dengan volume 11-20 m 3 per bulan dan dikenai tarif sebesar Rp. 1600,-/m . Dengan demikian potensi pendapatan yang hilang dari pasar air bersih di Kecamatan Gedebage mencapai Rp.
264 juta/bulan atau Rp. 3,17 miliar/tahun. Sementara jika dihitung sebagai retribusi maka nilai PAD yang hilang akibat pemakaian air tanah secara ilegal akan jauh lebih besar. Pada saat ini, tarif retribusi air tanah di kota Bandung adalah Rp. 5.000,-/m 3 . Dengan tarif ini maka
potensi pendapatan dari retribusi air tanah yang hilang mencapai Rp. 825 juta/bulan atau Rp. 9,9 miliar/tahun.
Tabel VI.3. Tarif Distribusi Air PDAM
Sumber: PDAM, 2013
Barang bebas dan sumber daya alam milik masyarakat ini akan menimbulkan beberapa masalah dari penggunaan air tanah dan pembelian air dari penjaja air. Permasalahan yang timbul adalah terjadinya ekternalitas negatif, dimana penggunaan air tanah akan mengakibatkan dampak lingkungan berupa penurunan muka air tanah. Hal tersebut akan menambah biaya masyarakat untuk membuat sumur bor yang lebih dalam dan berpotensi meningkatkan kerentanan tanah. Ketidakmerataan pelayanan distribusi air bersih oleh Pemerintah Kota Bandung mengakibatkan ketidakadilan bagi masyarakat Gedebage selaku pembayar pajak. Ketidakadilan bagi masyarakat yang terjadi adalah:
1. Masyarakat harus mengeluarkan biaya tambahan untuk membuat sumur bor.
2. Mendapatkan kualitas air yang buruk dari air tanah.
3. Masyarakat membeli air pada penjaja air keliling (perusahaan informal yang tidak dapat diintervensi). Hal tersebut akan mengakibatkan asimetri informasi karena
penjaja air lebih mengetahui informasi kualitas mengenai air yang mereka jual. Permasalahan lain yang muncul dari tidak adanya jaringan air bersih perpipaan adalah
timbulnya pasar monopoli air oleh penjaja air keliling yang menyebabkan masyarakat membayar harga yang sangat mahal untuk memperoleh air bersih. Para penjaja air keliling ini masing-masing memiliki wilayah pelayanan yang ekslusif dan menentukan harga monopoli
3 m 3 per bulan dikenakan tarif sebesar Rp 1.600 /m , sementara untuk memperoleh air bersih dari penjual air keliling, masyarakat harus mengeluarkan biaya Rp. 2.000 per 20 liter (1
jerigen) atau Rp. 100.000/m 3 . Oleh karena itu masyarakat marjinal harus mengeluarkan biaya tambahan sebesar Rp. 99.000/m 3 untuk mendapatkan air bersih dibandingkan yang
dikeluarkan masyarakat yang terlayani PDAM. Tingginya biaya untuk memperoleh air bersih ini menghabiskan proporsi pendapatan yang sangat besar sehingga sangat mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat.
Permasalahan yang
Potensi kehilangan timbul akibat
Ketidakmampuan
pemerintah menyediakan
pendapatan oleh PDAM
pengelolaan air baku
Air Baku
ketidakadilan bagi masyarakat
barang bebas dan
Ekternalitas Negatif
sumber daya alam milik
pengambilan air tanah
umum
masyarakat
penurunan muka air
biaya tambahan untuk
membuat sumur bor
konsumsi air berlebih
tanah
(overuse) oleh masyaraat dan
kualitas air yang buruk dari
Developer
membuat sumur bor
meningkatkan
air tanah
kerentanan tanah
yang lebih dalam
Pembelian air pada penjaja
air keliling
Pasar Monopoli
Gambar VI.6. Rumusan Permasalahan Pada Penyediaan Air Baku
Sumber: Hasil Analisis, 2015