Laporan Akhir Studio TKP 2015 pdf
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat tersusun laporan “Rencana Aksi Pengembangan Konsep Smart Growth di Kawasan Inti Teknopolis Gedebage” yang merupakan laporan akhir dari Studio Tata Kelola Perkotaan, tahun 2015. Laporan ini berisi terkait kajian analisis manfaat konsep smart growth dan strategi penerapan
konsep smart growth ditinjau dalam aspek kelembagaan, pembiayaan serta kebijakan. Sehingga luaran dari laporan ini berisi tahapan pelaksanaan untuk menunjang penerapan konsep smart growth di Kawasan Inti Teknopolis, Gedebage. Dalam proses penyusunan Laporan Studio Tata Kelola Perkotaan tahun 2015 mendapat arahan dan bantuan dari beberapa pihak terkait. Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kami sampaikan kepada:
1. Bapak Wilmar A. Salim, ST., M.Reg.Dev, Dr., Selaku ketua Program Studi Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, SAPPK ITB
2. Bapak Suhirman, Drs, SH, MT., Dr dan Ibu Puspita Dirgahayani, ST, M.Eng, Dr,Eng selaku dosen mata kuliah Studio Tata Kelola Perkotaan Tahun 2015 yang telah memberikan banyak bimbingan dan saran terhadap proses penyusunan laporan.
3. Tizar Muhammad Kautsar Bijaksana ST., MT., selaku asisten mata kuliah Studio Tata Kelola Perkotaan Tahun 2015 yang telah memberikan masukan dan membimbing kami dalam proses penyusunan laporan.
4. Pemerintah Kota Bandung yang telah membantu dalam pengumpulan data dan pemberian informasi terkait penyusunan laporan.
5. Kepada masyarakat dan buruh tani di Kelurahan Cimincrang dan Cisaranten Kidul yang telah memberikan bantuan dan memberikan informasi.
6. Seluruh Staf Tata Usaha Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, SAPPK-ITB yang telah banyak memberikan bantuan dalam proses pelaksanaan studio
7. Seluruh tim ahli (dosen), Dewan Smart City, perwakilan instansi dan perusahaan- perusahaan, serta berbagai informan terkait yang telah bersedia memberikan pendapat dan informasi yang dibutuhkan
8. Serta semua pihak-pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga laporan “Rencana Aksi Pengembangan Konsep Smart Growth di Kawasan Inti Teknopolis, Gedebage” ini dapat memeberikan manfaat bagi pembaca sekaligus dapat menjadi bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut.
Bandung, 21 Mei 2015
Tim Studio Tata Kelola Perkotaan 2015
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang penyusunan dokumen Rencana Aksi Pengembangan Konsep Smart Growth di Kawasan Inti Teknopolis Gedebage, rumusan masalah yang ingin dijawab, tujuan serta sasaran penyusunan dokumen, luaran yang diharapkan, serta ruang lingkup yang terbagi atas wilayah dan materi. Pembahasan ini berfungsi sebagai pengantar untuk menjelaskan garis besar isi dokumen rencana aksi ini serta sebagai acuan dalam merumuskan kesimpulan dan rekomendasi pada Bab VIII.
I.1. LATAR BELAKANG
Meningkatnya pertumbuhan jumlah penduduk yang pesat dalam beberapa dekade terakhir memberi pengaruh pertumbuhan wilayah yang signifikan. Indonesia sendiri, berdasarkan data PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) tahun 2012 menunjukan tingkat pertumbuhan kota yang meningkatan pesat, sebaliknya pertumbuhan di daerah menunjukan penurunan. Pertumbuhan perkotaan yang tidak terkendali ini memerlukan strategi pengelolaan pertumbuhan kota yang strategis atau disebut “Urban Growth Management Strategies”. Tujuannya adalah menyeimbangkan antara perkembangan kota dengan kemampuan lingkungan perkotaan untuk dapat mencapai keberlanjutan.
Kota Bandung sebagai salah satu kota metropolitan di Indonesia turut menunjukan pertumbuhan kota yang sangat pesat. Pertumbuhan ini terlihat pada tingginya jumlah penduduk dan lahan permukiman. Berdasarkan UU No.18 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung 2011-2031, luas lahan yang diperuntukan untuk perumahan pada tahun 2031 disiapkan untuk menampung ±4.093.322 jiwa. Sementara pada tahun 2000, luas lahan permukiman sudah mencapai 8.866,715 ha atau sekitar 53% dari luas lahan keseluruhan dan telah menampung 2.136.260 jiwa. Kondisi inilah yang mendorong pemerintah kota Bandung mengatasi pertumbuhan kota (growing city) melalui pelimpahan beban kawasan. Dalam RTRW Kota Bandung tahun 2011- 2031, disebutkan bahwa akan dibentuk sebuah sistem Pusat Pelayanan Kota (PPK) primer baru yaitu PPK Gedebage. PPK Alun-alun yang sebelumnya merupakan pusat primer tunggal yang melayani kegiatan pusat Kota Bandung secara keseluruhan, kini dijadikan sebagai pusat kota Wilayah Bandung Barat dan nantinya akan dijadikan sebagai pusat seni, budaya, dan jasa. Sedangkan PPK Gedebage sebagai pusat kota Wilayah Bandung Timursebagai kota baru akan dijadikan sebagai kota pemerintahan. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandung No.3 Tahun 2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2013-2018, pengembangan Pusat Primer Gedebage juga merupakan upaya untuk mengurangi ketergantungan yang sangat tinggi terhadap inti Pusat Kota Alun-Alun. Pemindahan pusat pemerintahan merupakan rencana dalam pengembangan Teknopolis Gedebage yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan bagi masyarakat, sebagai fungsi utama pemerintah.
sebelumnya berada pada Wilayah Bandung Barat yang diwakili oleh PPK Alun-alun akan dipindahkan ke Wilayah Bandung Timur yaitu PPK Gedebage. Dengan adanya kebijakan tersebut, diharapkan orientasi pergerakan penduduk dapat disebar dan dapat mengurangi beban lalu lintas di kawasan pusat kota. Pemindahan pusat pemerintahan merupakan rencana dalam pengembangan Teknopolis Gedebage yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan bagi masyarakat, sebagai fungsi utama pemerintah. Adapun tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Tabel I.1. Rencana Pengembangan Teknopolis Gedebage
1 Kajian/Studi Kelayakan X 2 Perda RDTRK
X 3 Pengadaan Lahan
X X 4 Perencanaan Teknis (DED)
X X 5 Revisi Perda RTRW
X 6 Perijinan
X 7 Kajian Lingkungan (Amdal)
X 8 Pematangan Lahan
X 9 Pembangunan/Kontruksi
X X 10 Operasional
Sumber: Peraturan Daerah Kota Bandung No.3 Tahun 2014 tentang RPJMD 2013-2018
Sedangkan beberapa komponen kegiatan yang akan dilaksanakan dalam pembangunan Kawasan Pusat Pelayanan Kota (PPK) Gedebage dengan tema Bandung Teknopolis berdasarkan RPJMD Kota Bandung tahun 2013-2018 antara lain:
1. Pengadaan Lahan - Pusat Pemerintahan
- Jalan Tol Gedebage - Infrastruktur - Kolam Retensi - Sisa Pengembangan Lahan SUS Gedebage - RTH
2. Kontruksi/Pembangunan - Kawasan Ekonomi Khusus - Pusat Pemerintahan - Jalan Tol Gedebage - Terminal Terpadu - Infrastruktur Dasar - Kolam Retensi
Rencana pengembangan kawasan Teknopolis Gedebage merupakan gagasan yang mengadopsi urban growth management strategies yang telah berhasil dilakukan di beberapa negara. Konsep Bandung Teknopolis sendiri mengadopsi tiga sub-tema desain perkotaan (Aecom, 2015) yaitu Creative Bussiness Core, Digital Media City, dan Biopolis.
Gambar I.1. Konsep Teknopolis Gedebage
Sumber: Aecom, 2015
Namun demikian, adopsi gagasan ketiganya untuk dapat diterapkan di Indonesia merupakan hal yang masih relatif baru, sehingga diperlukan pengkajian yang komprehensif mengenai studi kelayakan (feasibility study) rencana pengembangan tersebut. Selain itu, diperlukan pula analisis mendalam mengenai keterandalan rencana pengembangan tersebut dalam menawab masalah pertumbuhan Kota Bandung yang tidak terkendali.
I.2. RUMUSAN MASALAH
Perkembangan PPK Alun-Alun Kota Bandung melatarbelakangi pemerintah untuk membuat kebijakan yang akan mendorong pemerataan kegiatan. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandung No.3 Tahun 2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2013- 2018, pengembangan Pusat Primer Gedebage juga merupakan upaya untuk mengurangi ketergantungan yang sangat tinggi terhadap inti pusat Kota Alun-alun. Pemindahan pusat pemerintahan merupakan rencana dalam pengembangan Teknopolis Gedebage yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan bagi masyarakat, sebagai fungsi utama pemerintah. Dalam rencana pembangunan Kawasan Teknopolis Gedebage dibutuhkan upaya untuk mengatur dan mengarahkan pihak terkait dalam mewujudkan kawasan inti Teknopolis Gedebage sesuai fungsi yang telah ditetapkan yaitu kawasan yang berfungsi untuk mengatasi permasalahan urban sprawl. Dengan demikian, maka pembangunan Kawasan Teknopolis Gedebage dapat mengadopsi konsep smart growth guna mengurangi permasalahan yang akan muncul dengan adanya kegiatan baru di kawasan tersebut. Penerapan konsep smart growth membutuhkan partsipasipasi dan koordinasi dari pihak terkait. Dengan demikian, maka rumusan persoalan yang akan dikaji dalam dokumen ini adalah bagaimana mengimplementasikan konsep smart growth di Kawasan Inti Teknopolis
I.3. TUJUAN DAN SASARAN
Tujuan dari kajian ini adalah menyusun rencana aksi untuk mengimplementasikan konsep smart growth pada Kawasan Inti Teknopolis Gedebage. Sasaran yang diharapkan dalam penyusunan kajian pembangunan kawasan Teknopolis Gedebage adalah :
a. Mengidentifikasi permasalahan, tantangan, potensi, dan peluang konsep Smart Growth pada Kawasan Inti Teknopolis Gedebage
b. Mengidentifikasi tugas pokok, fungsi, struktur, dan kesiapan stakeholder pada pengembangan konsep Smart Growth pada Kawasan Inti Teknopolis Gedebage
c. Menyusun prioritas isu-isu strategis kelembagaan, kebijakan, dan pembiayaan dalam rangka mengimplementasikan konsep Smart Growth pada Kawasan Inti Teknopolis Gedebage
d. Menyusun program-program dan tahapan prioritas pembangunan konsep Smart Growth berdasarkan kelembagaan, kebijakan, dan pembiayaan pada Kawasan Inti Teknopolis Gedebage
I.4. LUARAN
Luaran yang diharapkan dari penyusunan dokumen rencana ini adalah:
1. Kajian isu-isu stragis terhadap rencana pembangunan kawasan Teknopolis Gedebage bedasarkan hasil kajian dokumen perencanaan, peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku baik tingkat nasional, provinsi, maupun daerah, peraturan menteri terkait, serta peraturan atau dokumen kajian lainnya
2. Rumusan rencana aksi untuk mengimplementasikan konsep smart growth pada Kawasan Inti Teknopolis Gedebage, berdasarkan segi kelembagaan, kebijakan, dan pembiayaan.
I.5. RUANG LINGKUP
Secara spesifik, ruang lingkup kegiatan terdiri atas ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup materi. Ruang lingkup wilayah memaparkan objek penelitian berdasarkan lokasi, deliniasi, luasan, dan karakteristik kawasan studi.Sedangkan ruang lingkup materi menjabarkan tentang implementasi konsep smart growth Kota Bandung berdasarkan perspektif kebijakan, kelembagaan, dan pembiayaan
I.5.1. RUANG LINGKUP WILAYAH
Ruang lingkup wilayah adalah ruang lingkup yang berkaitan dengan lokasi yang menjadi obyek penelitian. Ruang lingkup wilayah yang dipilih adalah deliniasi Kawasan Inti Teknopolis Gedebage yang berada pada PPK Gedebage. Deliniasi Kawasan Inti Teknopolis Gedebage dipilih karena lokasi ini akan dikembangkan menjadi inti pertumbuhan smart growth Kota Bandung dengan adanya catching point berupa pengembangan kawasan bertemakan Teknopolis Gedebage. Selain itu, konsep smart growth yang dapat terlaksana melalui keterlibatan sektor privat di dalamnya, terwadahi dalam deliniasi Kawasan Inti Teknopolis Gedebage yang terbagi atas lahan milik swasta (Summarecon) dan pemerintah. Kawasan ini juga menjadi program prioritas Kota Bandung yang berpotensi berkembang menjadi kawasan strategis nasional, sehingga memiliki
Gambar I.2.Peta Orientasi Kecamatan Gedebage Terhadap Kota Bandung
Sumber: Hasil Analisis, 2015
Laporan Akhir Studio Tata Kelola Perkotaan 2015
|5
Gambar I.3. Peta Fokus Wilayah Studi
Sumber: Hasil Analisis, 2015
I.5.2. RUANG LINGKUP MATERI
Ruang lingkup materi mencakup:
Prinsip-prinsip smart growth yang akan mendukung pembangunan Teknopolis Gedebage Kebijakan-kebijakan tingkat nasional, provinsi, dan kota yang mendukung implementasi konsep
smart growth Kota Bandung
Indikator-indikator dan kriteria penunjang keberhasilan rencana implementasi konsep smart growth Kota Bandung Kajian kebijakan mengenai berbagai kepentingan publik (public interest) yang memeroleh eksternalitas dari pengembangan konsep smart growth kawasan Kajian strategis pengembangan konsep smart growth kawasan berdasarkan perspektif
kebijakan, kelembagaan, dan pembiayaan dalam bentuk rencana tindak, yang mencakup: - program-program - lembaga dan mekanisme pendanaan - koordinasi dan integrasi antar aktor - sistem monitoring dan evaluasi - rencana tahun implementasi
BAB II KAJIAN TEORI DAN REGULASI
Bab ini berisi kajian teori umum mengenai metodologi penelitian yang selanjutnya dijabarkan pada Bab IV; konsep teknopolis secara umum; konsep smart growth management yang diterapkan di Amerika Serikat, teori pembiayaan publik, dan teori penguasaan lahan. Pada sub bab selanjutnya akan dibahas mengenai regulasi di Indonesia yang berkaitan dalam penerapan konsep smart growth, managemen lahan atau pertanahan, pembiayaan publik, kelembagaan, dan perizinan. Pada bagian terakhir akan dibahas pula mengenai pedoman penyusunan RTBL dan RDTR. Kajian empiris pada bab ini dipergunakan sebagai bahan pengetahuan dalam merumuskan rencana aksi,
II.1. KAJIAN TEORI
Pembahasan dalam sub-bab ini berkaitan dengan kajian teori dan kajian empiris mengenai metodelogi penelitian untuk merumuskan konsep teknopolis dan smart growth management. Kajian teori mengenai teknopolis berkaitan dengan tema kawasan Gedebage sebagai deliniasi kawasan studi. Sedangkan konsep smart growth merupakan konsep pengembangan Kawasan Inti Teknopolis Gedebage yang melayani pertumbuhan perekonomian, masyarakat, dan lingkungan. Smart growth merupakan suatu solusi bagi tantangan dan dampak pembangunan yang tersebar pesat dalam 50 tahun terakhir, melalui peningkatan kualitas hidup masyarakat perkotaan. Kajian teori ini nantinya akan menjadi bahan dalam menganalisis data pada Bab V.
II.1.1. METODOLOGI
Metodologi mengacu pada prinsip dan filosofi yang digunakan peneliti dalam prosedur serta strategi penelitian serta asumsi yang mereka gunakan tentang sifat penelitiannya (Basuki, 2005). Metodologi terdiri dari pemikiran yang mendasari pengumpulan data serta analisis. Metodologi ialah metodologi mengacu ke prinsip dan epistemologi yang didasarkan sebagai pijakan peneliti dalam prosedur dan strategi penelitiannya (Basuki, 2005).
A. PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian dapat berupa primer dan sekunder. Primer adalah teknik pengumpulan data yang langsung dilakukan oleh peneliti, sedangkan sekunder adalah teknik pengambilan data yang telah diolah menjadi satu kesatuan oleh pihak lain diluar peneliti. Maka 2 teknik pengambilan data yang ada dapat saling melengkapi untuk memperkaya data dan memperluas hasil analisis.
1. PENGUMPULAN DATA PRIMER
Sumber primer ini berupa catatan hasil wawancara yang diperoleh melalui wawancara yang dilakukan penulis. Selain itu, peneliti juga melakukan observasi lapangan dan mengumpulkan data dalam bentuk catatan tentang situasi dan kejadian di kawasan studi. Instrumen utama dalam pengumpulan data adalah peneliti. Metode pengumpulan data yang digunakan di lapangan adalah observasi (pengamatan) dan wawancara.
a. OBSERVASI (PENGAMATAN)
Menurut Prof. Parsudi Suparlan dalam (Patilima, 2004) ada delapan hal yang harus diperhatikan oleh peneliti dalam menggunakan metode pengamatan, yaitu :
1. Ruang atau tempat Setiap kegiatan membutuhkan ruang dan tempat. Tugas dari peneliti adalah mengamati ruang atau tempat tersebut untuk dicatat atau digambar
2. Pelaku Peneliti mengamati ciri-ciri pelaku yang ada di ruang atau tempat tersebut
3. Kegiatan Pengamatan dilakukan pada pelaku-pelaku yang melakukan kegiatan-kegiatan di ruang, sehingga menciptakan interaksi antara pelaku yang satu dengan pelaku yang lain dalam ruang atau tempat
4. Benda-benda atau alat-alat Peneliti mencatat semua benda atau alat yang digunakan oleh pelaku untuk berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan kegiatan pelaku
5. Waktu Peneliti mencatat setiap tahapan-tahapan waktu dari sebuah kegiatan. Bila memungkinkan dibuatkan kronologi dari setiap kegiatan untuk mempermudah pengamatan selanjutnya.
6. Peristiwa Peneliti mencatat peristiwa-peristiwa yang terjadi selama kegiatan pelaku
7. Tujuan Peneliti mencatat tujuan dari setiap kegiatan yang ada
8. Perasaan Peneliti juga perlu mencatat perubahan-perubahan yang terjadi pada setiap peserta atau pelaku kegiatan, baik dalam verbal maupun non verbal.
Ada 3 macam jenis metode pengamatan, yaitu (Patilima, 2004) :
1. Metode pengamatan biasa Dalam metode ini peneliti tidak boleh terlibat langsung dalam hubungan-hubungan
emosi pelaku yang menjadi sasaran penelitian. Metode ini sering digunakan untuk mengumpulkan bahan-bahan keterangan yang diperlukan berkenaan dengan masalah- masalah berdasarkan suatu peristiwa atau gejala.
2. Metode Pengamatan Terkendali Para pelaku yang akan diamati, diseleksi dan dikondisikan pada ruangan atau tempat kegiatan pelaku diamati atau dikendalikan oleh peneliti. Biasanya banyak digunakan oleh mahasiswa kedokteran.
3. Metode Pengamatan Terlibat Metode ini mengharuskan peneliti melibatkan diri dalam kehidupan masyarakat yang akan diteliti untuk melihat dan memahami gejala-gekjala yang ada sesuai dengan makna yang diberikan atau dipahami oleh para warga yang ditelitinya.
Keterlibatan peneliti dibedakan menjadi empat kelompok yaitu keterlibatan pasif, keterlibatan aktif, keterlibatan setengah-setengah dan keterlibatan penuh (Patilima, 2004). Metode pengamatan yang dilakukan di lapangan dalam bentuk keterlibatan pasif karena para peneliti tidak terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para pelaku yang diamatinya. Keterlibatan peneliti dalam bentuk keberadaan di arena kegiatan saja. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh peneliti, tidak semuanya bisa dilakukan karena disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan lapangan. Peneliti melakukan pengamatan awal dengan meninjau lokasi dimana lokasi buruh tani berada, kantor lurah, kantor kecamatan.
b. WAWANCARA
Wawancara adalah salah satu alat yang paling banyak digunakan dalam penelitian kualitatif. Wawancara memungkinkan peneliti mengumpulkan data yang beragam dari para informan dalam berbagai situasi dan konteks. Meskipun demikian wawancara perlu digunakan dengan hati-hati karena perlu ditriangulasi dengan data lainnya. Wawancara didefinisikan sebagai diskusi antara dua orang atau lebih dengan tujuan tertentu. Dalam wawancara peneliti dapat mengajukan pertanyaan mengenai fakta, kepercayaan dan perspektif seseorang terhadap suatu fakta, perasaan, perilaku saat ini dan masa lalu, standar normatif dan mengapa seseorang melakukan tidakan tertentu. Tipe wawancara terdiri dari tiga jenis, yaitu (Patilima, 2004):
1. Wawancara Terstruktur Wawancara tipe ini menggunakan panduan wawancara dalam sebuah kuesioner
(bahkan sudah ada pilihan jawabannya). Pencatat menjawab jawaban responden. Dalam menanyakan dan mencatat jawaban responden, pewawancara harus menggunakan nada suara yang sama dan mencatat dengan standar yang sama demi menghindari bias. Wawancara terstruktur biasanya tidak cocok untuk mengumpulkan data penelitian yang bersifat kualitatif.
2. Wawancara Tidak Terstruktur Sifat wawancara ini adalah informal, tidak menggunakan panduan wawancara (daftar
pertanyaan yang menuntun arah wawancara). Wawancara tidak terstruktur dimulai pertanyaan yang menuntun arah wawancara). Wawancara tidak terstruktur dimulai
3. Wawancara Semi Terstruktur Dalam tipe wawancara ini, pewawancara sudah menyiapkan panduan wawancara
sebelum aktivitas wawancara dilakukan. Urutan pertanyaan dan pembahasan tidak harus sama seperti panduan, semua tergantung jalannya wawancara. Panduan yang telah disiapkan harus diikuti dengan pertanyaan tambahan untuk menggali lebih jauh jawaban partisipan.
2. PENGUMPULAN DATA SEKUNDER
Pengumpulan data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara yang diperoleh dan dicatat oleh pihak lain (Basuki, 2005). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan. Teknik pengumpulan data sekunder adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui studi bahan- bahan kepustakaan yang perlu untuk mendukung data primer. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan instrumen sebagai berikut :
a. Studi Kepustakaan yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari buku-buku, karya ilmiah, pendapat para ahli yang memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti.
b. Studi Dokumentasi yaitu pengumpulan data yang diperoleh dengan menggunakan catatan-catatan tertulis yang ada dilokasi penelitian serta sumber-sumber lain yang menyangkut masalah yang diteliti dengan instansi terkait.
B. ANALISIS DATA
Analisis terhadap data yang diperoleh berdasarkan kemampuan nalar penelitian dalam menghubung-hubungkan fakta, data dan informasi. Jadi teknik analisis data kualitatif yaitu dengan menyajikan hasil wawancara dan observasi yang akan ditunjang oleh data sekunder. Hal tersebut akan menjadi analisis terhadap masalah yang ditemukan dilapangan sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang diteliti dan kemudian menarik kesimpulan. Analisis data menggunakan beberapa metode yaitu analisis isi, anasis SWOT dan LFA.
1. ANALISIS ISI (CONTENT ANALYSIS)
Analisis isi merupakan analisis yang sering digunakan dalam penelitian kualitatif. Menurut Babbie (2007), analisis isi antara lain dapat digunakan untuk menganalisis isi dari buku, majalah, website, puisi, koran, lagu, lukisan, pembicaraan, surat, dan e-mail. Analisis isi Analisis isi merupakan analisis yang sering digunakan dalam penelitian kualitatif. Menurut Babbie (2007), analisis isi antara lain dapat digunakan untuk menganalisis isi dari buku, majalah, website, puisi, koran, lagu, lukisan, pembicaraan, surat, dan e-mail. Analisis isi
Data yang akan dianalisis dengan metoda analisis isi diperoleh dari hasil sampling. Pada tahap awal sampling, seorang peneliti harus menentukan terlebih dahulu unit analisis sampel yang dibutuhkan, misalnya saja seorang peneliti yang ingin melakukan analisis isi mengenai topik literatur tertentu, maka ia harus menentukan apakah akan memilih unit sampling berdasarkan penulis atau buku.
Teknik sampling yang digunakan tidak berbeda dengan teknik sampling yang pada umumnya digunakan. Dalam analisis isi, peneliti dapat menggunakan teknik sampling berupa probabilistic ataupun nonprobabilistic sample. Pada analisis isi umumnya melakukan proses pengkodean (coding). Kode ini akan memudahkan peneliti dalam melakukan proses analisis. Dengan adanya kode, peneliti dapat mentransformasi data mentah ke dalam bentuk yang lebih standar sehingga peneliti akan lebih mudah mengelompokkan data berdasarkan kemiripan atau kesamaan konsep yang dimiliki serta memetakan hubungan antar konsep. Kode yang digunakan dapat berbentuk manifest coding (kode yang langsung terlihat) dan latent coding (kode tidak langsung terlihat). Peneliti yang menggunakan manifest coding dapat secara langsung melakukan analisis dan menarik kesimpulan dari sebuah teks atau percakapan dengan menghitung kata atau kalimat yang sering muncul dalam teks atau percakapan tersebut; sementara latent coding lebih menekankan pada pemaknaan yang dilakukan peneliti terhadap teks atau percakapan, dan tidak semata-mata pada kata atau kalimat yang sering muncul.
Dalam membuat atau menyusun kode, peneliti dapat menggunakan dua pendekatan, yaitu induktif atau deduktif. Pemilihan pendekatan ini didasarkan pada kebutuhan dan karakteristik penelitian yang dilakukan. Pada pendekatan induktif, kode yang dihasilkan merupakan prinsip-prinsip umum yang diperoleh dari suatu pengamatan empiris di lapangan; sementara pada pendekatan deduktif peneliti membuat kode berdasarkan indikator empiris yang diturunkan dari teori-teori yang digunakan (Babbie, 2005) atau penelitian yang telah dilakukan sebelumnya (Neuendorf, 2002). Penggunaan teori atau hasil penelitian yang telah ada akan memudahkan peneliti untuk memprediksi relasi antar variabel yang digunakan. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam membuat kode adalah prinsip mutually exclusive dan exhaustive; artinya kode yang dibuat tidak boleh memiliki makna yang saling berhubungan atau beririsan serta dapat digunakan pada semua sampel.
Evaluasi terhadap data dalam analisis isi dapat dilakukan secara kuantitatif. Agar dapat diolah secara kuantitatif, hasil dari proses pengkodean harus berupa angka. Hal ini dapat dilakukan dengan menghitung kata, kalimat, atau konsep tertentu yang sering muncul dalam suatu teks atau percakapan. Selain itu hal penting lainnya adalah menentukan basis penghitungan yang Evaluasi terhadap data dalam analisis isi dapat dilakukan secara kuantitatif. Agar dapat diolah secara kuantitatif, hasil dari proses pengkodean harus berupa angka. Hal ini dapat dilakukan dengan menghitung kata, kalimat, atau konsep tertentu yang sering muncul dalam suatu teks atau percakapan. Selain itu hal penting lainnya adalah menentukan basis penghitungan yang
2. SWOT (STRENGTH, WEAKNESS, OPPORTUNITY, AND THREAT)
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan suatu strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategi selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan penunjang konsep Smart Growth dengan menerapkan Konsep S. Dengan demikian perencana strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis penerapan konsep Smart Growth (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan analisis situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah analisis SWOT.
- Peluang - Ancaman
Evaluasi
Analisis
Evaluasi dan
Evaluasi kinerja
review Pilihan pemerintah
budaya /
alternatif saat ini - Kebijakan
- Misi
Analisis faktor
SWOT - Tujuan
terbaik
utama - Strategi
faktor strategis: internal - Kekuatan
- Kelemahan
Gambar II.1. Proses Pengambilan Keputusan Strategis
Sumber: Rangkuti, 2000
Penelitian menunjukan bahwa kinerja suatu rencana dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT. SWOT adalah singkatan dari lingkungan Internal Strengths dan Weaknesses serta lingkungan eksternal Opportunities dan Threats yang dihadapi dunia perencanaan. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats) dengan faktor internal kekuatan (Strengths) kelemahan (Weaknesses).
Berikut merupakan penjelasan dari kuadran 1 sampai dengan kuadran 4 tentang alur berpikir pada analisis SWOT, yaitu :
Berbagai Peluang
Kelemahan Internal Kekuatan Internal
Berbagai Ancaman
Gambar II.2. Kuadran Posisi SWOT
Sumber: Rangkuti, 2000
3. LFA (LOGICAL FRAMEWORK APPROACH)
Logical Framework Approach adalah sebuah alat analisis bagi manajemen dan perencanaan proyek yang berorientasi pada tujuan. Adapun tujuan dari LFA adalah sebagai berikut:
1. Mengklarifikasi tujuan dan menjustifikasi proyek
2. Mengidentifikasi persyaratan informasi secara jelas yang mendefinisikan elemen kunci dari sebuah proyek
3. Menganalisis pengaturan proyek pada setiap tahapan
4. Memfasilitasi komunikasi di antara semua pihak yang terlibat
5. Mengidentifikasi bagaimana kesuksesan atau kegagalan proyek seharusnya diukur.
Tahapan dalam analisis LFA digambarkan melalui diagram dan tabel berikut:
Gambar II.3. Diagram Tahapan LFA
Sumber: NORAD, 1999
Tabel II.1. Penjelasan Tahapan LFA
Tujuan level yang lebih tinggi
Peristiwa penting, kondisi atau menuju proyek yang diharapkan
Mengukur (secara langsung atau tidak
keputusan penting untuk untuk berkontribusi
langsung) untuk memverifikasi sejauh apa
mempertahankan tujuan jangka (Menyebutkan kelompok target)
GOAL yang diisikan (maksud verifikasi yang
seharusnya dispesifikasikan).
Dampak yang diharapkan untuk
Peristiwa penting, kondisi atau dicapai sebagai hasil proyek
Mengukur (secara langsung atau tidak
keputusan dilluar kontrol dari proyek (menyebutkan kelompok target).
langsung) untuk memverifikasi sejauh apa
tujuan yang terisi (maksud dari verifikasi
yang harus berlaku bagi perkembangan
yang seharusnya dispesifikasikan)
tujuan yang akan dicapai
Hasil yang mana manajemen
Kondisi penting atau keputusan diluar proyek yang seharusnya dapat
Mengukur (secara langsung atau tidak
kontrol dari manajemen proyek, menggaransi (maksud kelompok
langsung) yang mana memverifikasi sejauh
penting bagi pencapaian tujuan jangka target)
apa output yang dihasilkan (maksud dari
verifikasi seharusnya dispesifikasikan)
Aktivitas yang harus diambil oleh
Peristiwa penting, kondisi atau proyek agar menghasilkan output
Barang dan jasa yang penting untuk di dalam
aktivitas
keputusan di luar kontrol dari manajemen proyek yang penting bagi produksi output
Sumber: NORAD, 1999
LFA ini dapat digunakan tidak hanya pada perencanaan tetapi dapat juga digunakan dalam implementasi proyek. Dalam perencanaan, langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berkut:
1. Analisis Partisipasi (mirip seperti Analisis Stakeholder) 1. Analisis Partisipasi (mirip seperti Analisis Stakeholder)
b. Mengkategorikan mereka kedalam beberapa kelompok. Contohnya kelompok kepentingan, individu, organisasi, kewenangan dan lain-lain.
c. Mendiskusikan kepentingan dan pandangan siapa yang menjadi prioritas ketika menganalisis masalah.
d. Memilih grup yang paling penting
e. Membuat analisis yang lebih detail dari grup ini (ekonomi, ekologi, budaya dan lain- lainnya) dalam hal: - Masalah: permasalahan utama yang dihadapi dan mempengaruhi kelompok
(ekonomi, ekologi, kebudayaan dsb). - Kepentingan: kebutuhan dan kepentingan utama yang terlihat dari sudut pandang kelompok - Potensial: Kekuatan dan kelemahan kelompok - Lingkage: Konflik utama dari kepentingan, pola korporasi atau ketergantungan
dengan kelompok.
2. Analisis Permasalahan Mengidentifikasi masalah yang ada sampai yang tidak mungkin, yang dapat dibayangkan atau yang akan datang.
a. Mengidentifikasi titik permulaan masalah
b. Memilih permasalahan yang paling vokal dalam analisis
c. Mengembangkan pohon permasalahan
3. Analisis Tujuan Mengembangkan pohon tujuan dengan cara:
a. Memformulasikan semua elemen dalam pohon masalah kedalam hal yang positif, yaitu kondisi yang diinginkan
b. Tinjau yang menghasilkan hubungan maksud akhir untuk memastikan validitas dan kelengkapan pohon tujuan
c. Jika perlu: - Laporan revisi
- Hapus tujuan yang muncul tidak realistis atau tidak perlu - Tambahkan tujuan baru jika diperlukan
d. Menggambarkan garis yang mengkoneksikan hubungan maksud-akhir
4. Analisis Alternatif
a. Mengidentifikasi tangga berbeda "maksud-akhir" pilihan alternatif yang mungkin atau komponen proyek alternatif.
b. Menghilangkan tujuan yang jelas tidak diinginkan dan dicapai.
c. Menghilangkan tujuan yang dikejar oleh proyek-proyek lain di daerah.
d. Diskusikan implikasi untuk kelompok yang terkena dampak d. Diskusikan implikasi untuk kelompok yang terkena dampak
f. Memilih salah satu alternatif sebagai strategi proyek
g. Jika persetujuan secara tidak langsung dicapai, maka: perkenalkan kriteria tambahan atau setelah pilihan yang paling menjanjikan dengan memasukkan atau mengurangi elemen dari pohon tujuan
5. Identifikasi Proyek Utama Membuat tabel yang berisikan goal (tujuan), purpose (sasaran), output (strategi), activity
(output), dan input (instrument).
6. Asumsi-asumsi
a. Asumsi dapat terdiri dari pohon tujuan
b. Diindikasi sebagai kondisi positif (lihat tujuan)
c. Terkait dengan tingkat yang berbeda dalam PM
d. Diindikasi menurut kepentingan dan probabilitas
7. Indikator Membuat indikator yang detail dan terukur yang seharusnya meliputi:
a. Terdiri dari target kelompok (dari siapa)
b. Kuantitas (seberapa banyak)
c. Kualitas (seberapa baik)
d. Waktu (kapan dan berapa lama)
e. Lokasi (dimana)
f. Indikator menyediakan sebuah dasar untuk memonitoring dan evaluasi.
II.1.2. TEKNOPOLIS
Berawal dari munculnya Technopark pada tahun 1950, dimulai dari keinginan para akademisi yang berpikiran enterpreuner di Amerika yang ingin mengubah pengetahun dan penemuan dalam pengembangan dan riset menjadi bernilai ekonomi yang dinamakan produksi dan pemasaran (Monoarfa, 2012). Technopark pertama didirikan dengan panduan dari Universitas Stanford di California. Saat ini dikenal sebagai Silicon Valley yang mempekerjakan sekitar 200.000 orang berkeahlian tinggi, dengan pendapatan tinggi pula yang bekerja dalam mendesain dan menghasilkan produk yang bernilai tambah tinggi. Definisi technopark menurut Monoarfa (2012):
a. Technopark adalah pada tanah yang menarik dan berisi bangunan arsitektur yang indah tersebar secara spasial di mana perusahaan dengan fungsi ilmu pengetahuan dan teknologi
atau R & D dipilih dengan teliti untuk penelitian baru dan penerapan penelitian,
b. melakukan kerjasama penelitian dan pengembangan dengan universitas ternama yang terdekat mengambil keuntungan secara luas dari sumberdaya teknologi universitas tersebut,
c. menyadari transfer teknologi yang kuat di antara perguruan tinggi, laboratorium penelitian dan industri,
d. secara sistematis menarik dukungan dari manajemen technopark ini dalam rangka untuk mengembangkan keterampilan manajemen, menemukan solusi pembiayaan pada semua d. secara sistematis menarik dukungan dari manajemen technopark ini dalam rangka untuk mengembangkan keterampilan manajemen, menemukan solusi pembiayaan pada semua
Konsep dari “Science Park”, “Technopark”, “Business Park”, “Technopole”, “Technopolis atau Teknopolitan”, “Science City”, “Technology Zone”, “Silicon Valley”, “Technology Corridor”, menggambarkan perbedaan makna untuk komite pengelola, pengelola dan ukuran dan kebutuhan dari suatu negara. Dari definisi luas yang bervariasi, secara umum menggambarkan “technology park” sebagai salah satu yang menyediakan:
1. hubungan dengan institusi pendidikan dan penelitian,
2. dukungan pelayanan infrastruktur untuk bisnis, terutama real estate dan perkantoran,
3. melakukan fungsi transfer teknologi,
4. melakukan fingsi pengembangan ekonomi. Sebagai contoh, pada tahun 1993 di Amerika Serikat, rata- rata “technology park” terdiri dari 200 Ha,
bangunan lebih dari 200.000 ft 2 , 12 perusahaan tenants, 300 pekerja dan biaya operasi U$ 250.000. Lokasi lain di luar Amerika Serikat sering lebih kecil ukurannya dan dapat ditemukan pada beragam
kondisi, dari area hijau di pedesaan hingga “vertical parks” pada bangunan pencakar langit di kota- kota besar. Sampai saat ini, ada 212 technology parks dan 295 anggota yang tergabung dalam
Association of University Research Parks. Business Week, edisi 18-25 Agustus 1997 memberitakan ada 7.000 perusahaan elektronik dan
software dan ribuan perusahaan pemula (starts up), dengan 11 perusahaan yang dihasilkan setiap minggunya sepanjang 80 km koridor teknologi. Rata-rata, satu perusahaan di Valley go public setiap
5 hari, dan menghasilkan 62 juta setiap hari. Menghadirkan ilmu pengetahuan baru yang akan menghasilkan penemuan dan inovasi baru yang akan menarik perhatian investor dan mengakumulasikan dukungan mereka untuk menambah nilai ekonomi.
Technology park menyatukan pemerintah, komunitas akademik, bisnis dan sektor keuangan (triple helix) dalam pengembangan yang direncanakan dengan baik, berintegrasi dengan semua fasilitas yang diperlukan seperti bangunan komersial, fasilitas penelitian, perumahan, tempat rekreasi, hotel dan pusat konferensi. Syarat-syarat science park berdasarkan dari paradigma manajemen (Regis Cabral, 1990 dalam Monoarfa, 2012) adalah:
1. Harus memiliki akses ke penelitian yang berkualitas dan pengembangan sumber daya manusia pada area ilmu pengetahuan sebagai identitas science park.
2. Harus dapat memasarkan produk dan layanan yang bernilai tinggi.
3. Harus memiliki kemampuan untuk menyediakan ahli pemasaran dan ahli manajemen bagi perusahaan, terutama usaha kecil dan menengah yang tidak memiliki sumber daya tersebut.
4. Harus dimasukkan dalam sebuah kelompok masyarakat yang memungkinkan untuk perlindungan produk atau rahasia proses, melalui paten, keamanan atau cara lain.
5. Harus dapat memilih atau menolak perusahaan yang akan masuk ke dalam science park. Rencana bisnis perusahaan diharapkan dapat saling berkaitan dengan identitas science park.
6. Memiliki identitas yang jelas, cukup sering diungkapkan secara simbolis, sebagai pilihan nama taman, logo atau wacana manajemen.
7. Harus memiliki manajemen dengan para ahli yang dikenal dengan kemampuan dalam masalah keuangan, yang disajikan dalam rencana pengembangan ekonomi jangka panjang.
8. Harus didukung lembaga yang memiliki kuasa, dinamis dan ekonomi yang stabil, seperti lembaga pembiayaan, lembaga politik atau universitas lokal.
9. Harus menyertakan orang yang aktif dan profil tinggi dan jauh berpikiran ke depan dan memiliki visi dalam manajemennya, dengan kekuatan untuk mengambil keputusan, untuk
memutuskan kerjasama antara akademik dan industri, rencana jangka panjang dan manajemen yang baik.
10. Harus menyertakan perusahaan konsultasi dalam jumlah yang cukup, seperti jasa perusahaan pelayanan, termasuk laboratorium dan perusahaan pengendali kualitas
Tabel II.2. Konsep dan Tahap Pembangunan Science Park
Contoh Science /
Tipe
Karakteristik Fisik
Fokus
Menciptakan
Basis penelitian
Tsukuba, Jepang
Techno Park
pemukiman baru (untuk dan Daedok Science Twon, Korea pusat penelitian, kota
Kumonto, Jepang pemukiman baru
Menciptakan
Produksi
Sophia Antipolis, Perancis termasuk aktifitas
berteknologi
Daedok Science Twon, Korea produksi
tinggi
Kluster Inovasi
Pengembangan kluster
Kluster inovatif
Daedok Innopolis, Korea (2005 –
(innovation cluster)
Teknopolis dan Science
dan enterpreneur
Park di suatu kawasan
pada suatu
Silicon Valley
kawasan Sumber: Concept of Teknopolitan, Monoarfa – PPKDT, BPPT, 2012
A. Science Park
Konsep utamanya adalah menjalin hubungan formal dengan universitas dan pendidikan tinggi lainnya dan institusi penelitian, mendorong terbentuk dan tumbuhnya bisnis berbasis ilmu pengetahuan pada perusahaan bernilai tinggi, dan organisasi lain biasanya perumahan pada lokasi, dan fungsi manajemen yang terkait secara aktif pada transfer teknologi dan keahlian binis pada organisasi di lokasi Science Park. Pada pusat / inti lokasi, terdapat kombinasi dari fasilitas fisik dan porfolio penyedia layananyang memiliki keseimbangan yang baik untuk mendukung terbentuknya kolaborasi lingkungan, dimana tiga komponen utama akan menggerakan tumbuhnya nilai baru.
Gambar II.5. Dortmund Technology Park, Jerman Sumber: http://www.surrey-research-park.com, 2015
Gambar II.4. Surrey Research Park, Inggris
Sumber: http://www.cs.tudortmund.de, 2015
UNIVERSITY AND RESEARCH AND
RESEARCH
HIGHER
DEVELOPMENTS
CORE
EDUCATION
CENTER INSTITUTION
Gambar II.6. Science Park: Inisiatif Berbasis Properti
Sumber: Concept of Teknopolitan, Monoarfa – PPKDT, BPPT, 2012
B. Technopolis / Science City
Konsep dasarnya menekankan pada kebutuhan pendekatan yang seimbang. Daripada berfokus hanya pada teknologi juga melibatkan pembuatan pemukiman baru, lengkap dengan tempat penelitian, universitas baru, pusat teknologi, perumahan dan fasilitas budaya/sosial (Monoarfa dalam Tatsuno, 1986). Teknopolis berskala lebih besar dan sering kali terhubung dengan pengembangan infrastruktur dan fasilitas dari model kota baru dimana science park lebih terbatas pada jangkauan (Monoarfa, 2012 dalam Masser, 1991; Oh, 1997). Teknopolis juga lebih berorientasi pada produksi dari science parks. Baik science park dan teknopolis memiliki tujuan nasional dan regional.
HIGH – TECH INDUSTRY
Science / Technology Park
UNIVERSITY AND RESEARCH AND HIGHER
DEVELOPMENTS EDUCATION CENTER INSTITUTION
Gambar II.7. Teknopolis / Science City : Pengembangan Kota
Sumber: Concept of Teknopolitan, Monoarfa – PPKDT, BPPT, 2012
Gambar II.9. Sophia Antipolis, Perancis Sumber: http://www.tsukuba-network.jp/, 2015
Gambar II.8. Tsukuba Science City, Jepang
Sumber:http://www.smartmedparks.eu/, 2015
C. Kluster Inovasi (Innovation Cluster)
Berkonsep utama jaringan inovasi di dalam kluster yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas inovasi dan membina industri untuk peningkatan daya saing daerah dan nasional. Konsep pendekatan terpadu dibutuhkan untuk menciptakan kapasitas institusi yang diperlukan untuk pengembangan kluster inovasi, yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Area promosi teknologi baru; a. Area promosi teknologi baru;
c. Pusat teknologi untuk mendukung bisnis pemula
d. Skema bant uan finansial dan teknologi untuk mendukung usaha kecil menengah
e. Proyek penelitian bersama antara usaha kecil menengah, pusat transfer teknologi dan perusahaan lainnya.
Government National /
Regional
Service Sectors
R & D Centre
Regional Innovation Cluster
Industry HEIs (University)
Network Support
Gambar II.10. Kluster Inovasi: Kerangka Institusi
Sumber: Concept of Teknopolitan, Monoarfa – PPKDT, BPPT, 2012
II.1.3. SMART GROWTH MANAGEMENT
Smart growth atau Pertumbuhan Cerdas adalah pengembangan yang melayani perekonomian, masyarakat, dan lingkungan. Memberikan kerangka kepada masyarakat untuk membuat keputusan terinformasi tentang bagaimana dan dimana mereka tumbuh. Smart growth memungkinkan masyarakat untuk tumbuh dengan cara-cara yng mendukung pengembangan ekonomi dan lapangan kerja, menciptakan lingkungan sekitar yang kuat dengan berbagai pilihan perumahan, komersial, dan pilihan transportasi; serta mencapai masyarakat sehat yang melengkapi keluarga dengan lingkungan yang bersih.
Smart growth adalah suatu solusi bagi tantangan dan dampak pembangunan yang tersebar pesat pada 50 tahun terakhir, dengan menciptakan masyarakat yang sehat dan livable, serta lapangan pekerjaan yang lebih besar untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Solusi ini kemudian disusun dalam 10 prinsip pada tahun 1996 oleh Smart Growth Network, merupakan koalisi 32 Smart growth adalah suatu solusi bagi tantangan dan dampak pembangunan yang tersebar pesat pada 50 tahun terakhir, dengan menciptakan masyarakat yang sehat dan livable, serta lapangan pekerjaan yang lebih besar untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Solusi ini kemudian disusun dalam 10 prinsip pada tahun 1996 oleh Smart Growth Network, merupakan koalisi 32
1. Guna Lahan Campuran (Mix Land Uses)
Mixing land uses –komersil, permukiman, pendidikan, rekreasi, dll– dalam suatu lingkungan yang accessible menggunakan sepeda / berjalan kaki dapat menciptakan semangat dan keragaman masyarakat. Dalam skala besar, guna campuran yang menarik masyarakat untuk berbelanja, bertemu teman-teman, dan tinggal dalam lingkungan perkotaan seperti Georgetown di Washington, D.C., atau kota kecil seperti Wiscasset, Maine.
Pemisahan guna lahan pada banyak negara umumnya bertujuan untuk melindungi masyarakat dari polusi industri dan bisnis. Hal ini mendorong pola pengembangan lahan dimana pertokoan, perumahan, dan sekolah terkadang ditempatkan sangat jauh dan hanya dapat dituju menggunakan mobil. Memperbaiki peraturan terkait lingkungan dan inovasi sektor privat artinya bahwa banyak sektor bisnis kini yang lebih bersih dibandingkan dengan 80 tahun lalu ketika zonasi pertama kali dikenalkan untuk memisahkan guna lahan. Faktanya, seperempat dari total perjalanan seseorang sekitar ±1 mil, sedangkan tiga per empat lainnya menggunakan mobil. Dengan pengembangan guna lahan campuran, dapat mengurangi polusi udara dari penggunaan kendaraan bermotor serta mengurangi ketergantungan akan kebutuhan jalan dan parkir yang lebih besar.
Smart growth juga mendukung integrasi guna lahan campuran kedalam masyarakat sebagai komponen kritikal dalam memeroleh tempat tinggal yang lebih baik, meningkatkan vitalitas dan memeroleh keamanan dengan banyaknya orang di jalan, merevitalisasi kehidupan masyarakat dengan mempertemukan orang-orang, serta membawa keuntungan ekonomi dan fiskal substansial melalui campuran guna lahan perumahan-bisnis. 10 kebijakan yang dapat diterapkan untuk mencapai guna lahan campuran antara lain:
1. Memberi insentif pada dana negara dalam mendorong penduduk untuk tinggal dekat dengan lokasi kerja
2. Mengadopsi smart growth code menjadi parallel existing conventional development codes
3. Menggunakan innovative zoning tools untuk mendorong masyarakat dan bangunan mixed-use
4. Memfasilitasi pembiayaan mixed-use properti
5. Menzonasi area berdasarkan tipe bukan penggunaannya
6. Menggunakan flex zoning (kelonggaran) dalam memudahkan developer menyediakan permintaan lahan
7. Mengubah declining shopping malls dan strip commercial streets menjadi mixed-use developments
8. Menyediakan berbagai contoh pembangunan mixed-use pada skala yang sesuai untuk setiap kelompok masyakarat
9. Menciptakan peluang untuk meretrofit single-use commercial dan retail menjadi komunitas yang walkable dan mixed-use
10. Memberi penghargaan bagi masyarakat yang menciptakan keseimbangan antara pekerjaan dan tempat tinggal
2. Mengambil Manfaat dari Compact Building Design (Desain Bangunan Kompak/Padat-Lengkap)
Pertumbuhan pembangunan antara 1982 dan 1997 di Amerika meningkat pesat 45% dibandingkan pertumbuhan jumlah penduduk yang hanya 17%. Konsumsi lahan yang sangat cepat ini disertai dengan pertumbuhan ukuran perumahan dan retail pertokoan per dasar kapita, sedangkan ketersediaan lahan perkotaan tetap. Kondisi ini mendorong pertumbuhan compact building.
Smart growth mendorong masyarakat untuk menentukan bagaimana dan dimana mereka ingin tumbuh, dan compact building membantu menciptakan pusat lingkungan yang nyaman yang diinginkan masyarakat. Compact building membantu menciptakan pusat lingkungan yang nyaman, sesuai keingginan masyarakat, dengan penggunaan lahan yang lebih efisien, lebih murah, dua kali lebih banyak menampung kepadatan penduduk, membutuhkan lebih sedikit utilitas, dan mengurangi penggunaan kendaraan bermotor. Dengan penggnaan building footprints yang lebih kecil untuk pembangunan baru, compact building dapat menyisakan lahanbelum terbangun untuk mengabsorbsi dan memfilter air hujan yang dapat mengurangi banjir dan kebutuhan drainase air hujan, serta mengurangi jumlah limpasan polusi. Compact desain dapat didorong melalui pembangunan parkir struktural dibandingkan parkir permukaan- jalan, serta pembangunan bertumbuh (vertikal) dibandingkan horizontal. Adapun kebijakan yang dapat dilakukan untuk merealisasikan compact building, antara lain:
1. Mengedukasi masyarakat mengenai kepadatan penduduk dan compact building dalam public meetings
2. Memastikan adanya ready access to open space dalam compact area
3. Mendorong developer untuk mengurangi parkir off-street
4. Menyesuaikan skala bangunan terhadap tipe jalan dalam proses zonasi dan perizinan
5. Mendirikan model dan kode desain standar nasional untuk mendorong compact building design yang dapat diadopsi masyarakat lokal
6. Menggunakan density bonuses untuk mendorong developer meningkatkan KDB