KARAKTERISTIK KOTA BANDUNG
V.1. KARAKTERISTIK KOTA BANDUNG
Karakteristik Kota Bandung yang akan dijelaskan dari kondisi geografis kawasan, klimatologi, kependudukan, perekonmian, penggunaan lahan, sebaran fasilitas riteil dan transportasi. Karakteristik ini akan menjadi gambaran umum kawasan Kota Bandung yang dapat memperngaruhi perkembangan Kawasan Teknpolis Gedebage
V.1.1. GEOGRAFIS
Secara geografis, Kota Bandung terletak pada posisi 107,36’ Bujur Timur dan 6,55’ Lintang Selatan. Luas wilayah Kota Bandung adalah 16.729,65 Ha. Secara administratif, Kota Bandung berbatasan dengan beberapa daerah Kabupaten/Kota lainnya, yaitu:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat;
2. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi;
3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bandung; dan
4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung. Kota Bandung terletak pada ketinggian 791 m di atas permukaan laut (dpl). Titik tertinggi
berada di daerah Utara dengan ketinggian 1.050 m dpl, dan titik terendah berada di sebelah Selatan dengan ketinggian 675 m dpl. Wilayah yang dikelilingi oleh pegunungan membentuk Kota Bandung menjadi semacam cekungan (Bandung Basin). Secara topografis, wilayah Kota Bandung dengan luas yang terbatas memberikan kendala dalam pengembangan sistem jaringan jalan serta penyebaran pusat-pusat kegiatan yang ditunjang oleh sarana dan prasarana.
Kota Bandung dialiri dua sungai utama, yaitu Sungai Cikapundung dan Sungai Citarum beserta anak- anak sungainya yang pada umumnya mengalir ke arah selatan dan bertemu di Sungai Citarum. Keadaan geologis dan tanah yang ada di kota Bandung dan sekitarnya terbentuk pada zaman kwartier dan mempunyai lapisan tanah alluvial hasil letusan Gunung Tangkuban Parahu. Jenis material di bagian utara umumnya merupakan jenis andosol begitu juga pada kawasan dibagian Kota Bandung dialiri dua sungai utama, yaitu Sungai Cikapundung dan Sungai Citarum beserta anak- anak sungainya yang pada umumnya mengalir ke arah selatan dan bertemu di Sungai Citarum. Keadaan geologis dan tanah yang ada di kota Bandung dan sekitarnya terbentuk pada zaman kwartier dan mempunyai lapisan tanah alluvial hasil letusan Gunung Tangkuban Parahu. Jenis material di bagian utara umumnya merupakan jenis andosol begitu juga pada kawasan dibagian
V.1.2. IKLIM
Iklim Kota Bandung dipengaruhi oleh iklim pegunungan di sekitarnya. Namun pada beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan suhu, serta musim hujan yang lebih lama dari biasanya. Dalam beberapa tahun terakhir ini, musim hujan dirasakan lebih lama terjadi di Kota Bandung. Secara alamiah, Kota Bandung tergolong daerah yang cukup sejuk berbahan bakar bensin berfluktuasi dari sekitar 10% hingga 52%.
V.1.3. KEPENDUDUKAN
Sampai dengan tahun 2005, jumlah penduduk Kota Bandung mencapai 2,270,970 jiwa dengan komposisi penduduk laki-laki sebanyak 1,135,485 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 1,135,485 jiwa. Berdasarkan kelompok usia, penduduk berusia 0-14 tahun sebanyak 26.87%, penduduk berusia 15-64 tahun sebanyak 69,69%, dan penduduk berusia di atas 65 tahun sebanyak 3.45% (Bandung dalam angka Tahun 2005, BPS Kota Bandung).
Jumlah tersebut menunjukkan rata-rata laju pertumbuhan penduduk (LPP) sebesar 1,24% per tahun selama periode 2000-2005, meskipun LPP ini masih tinggi tetapi menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan periode tahun 1995-2000 sebesar 3,52% per tahun. Tingginya angka pertumbuhan ini disebabkan selain karena pertumbuhan alamiah juga akibat arus urbanisasi pasca krisis moneter tahun 1997 untuk mencari pekerjaan ke kota Bandung.
Tabel V.1. Perkembangan Penduduk Kota Bandung Tahun 1995-2005 Jumlah Penduduk
LPP Tahun
Luas Kota
Kepadatan
Pertambahan
2 (Jiwa) 2 (km ) (Jiwa / km )
Sumber: BPS Kota Bandung, Hasil Sensus Tahun 1995-2005
Dari tabel di atas dapat diamati bahwa penduduk Kota Bandung mengalami peningkatan yang relatif konstan. Hanya mengalami penurunan di tahun 1997 kemungkinan disebabkan oleh dampak krisis moneter sehingga banyak penduduk yang kembali ke kampung halaman karena mengalami PHK. Namun pada tahun-tahun berikutnya, jumlah penduduk Kota Bandung kembali meningkat secara signifikan di tahun 2000 dan kembali meningkat secara konstan hingga tahun 2005.
V.1.4. PEREKONOMIAN
Kondisi perekonomian kota Bandung yang bercirikan struktur perekonomian urban atau kota yang tengah mengalami perbaikan dan peningkatan dalam semua sektor. Hal ini dapat dilihat indikasinya dari Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) kota Bandung yang mengalami pertumbuhan tinggi, yaitu pada masa awal krisis (1998) LPE sebesar -19.69%. Seiring dengan membaiknya perekonomian pada tingkat nasional dan regional, pertumbuhan ekonomi kota Bandung sejak tahun 2000, 7.57% pada tahun 2001, 7.13% pada tahun 2002, 7.43% pada tahun 2004 dan sebesar 7.53% pada tahun 2005 (Bandung Dalam Angka Tahun 2000-2005). Peningkatan laju pertumbuhan ini menunjukkan adanya peningkatan pada produksi maupun harga seluruh sektor produksi di kota Bandung.
Struktur ekonomi kota Bandung pada tahun 2005 terdiri atas: sektor primer yang berkontribusi 0.31% terhadap produk domestik regional bruto (PDRB); sektor sekunder yang berkontribusi 37,98% terhadap PDRB; dan, sektor tersier (jasa) yang berkontribusi 61.72% terhadap PDRB. Dari struktur ekonomi tersebut, menunjukkan bahwa sektor tersier merupakan struktur yang dominan dalam struktur perekonomian kota. Sektor tersier ini terdiri atas: sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, lembaga keuangan, persewaan, jasa-jasa perusahaan serta jasa pemerintahan.
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi tersebut telah berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat kota. Hal ini ditunjukkan dengan makin meningkatnya PDRB perkapita (atas dasar harga konstan tahun 2000) yaitu pada tahun 2000 sebesar Rp 6,834,500,000.00, naik menjadi Rp 7,317,265.00 pada tahun 2001, Rp 7,851,319.00 pada tahun 2002, Rp 8,391,546.00 pada tahun 2003, Rp 8,928,179.00 pada tahun 2004, dan naik menjadi Rp 9,509,359.00 pada tahun 2005. Ini berarti telah terjadi kenaikan sebesar 7.06% pada tahun 2001, 7.30% pada tahun 2002, 6.88% pada tahun 2003, 6.39% pada tahun 2004 dan sekitar 6.51% pada tahun 2005. Kenaikan PDRB perkapita ini sejalan dengan kenaikan sektor-sektor yang mempunyai sumbangan cukup besar, dalam hal ini adalah industri pengolahan dan perdagangan, hotel dan restoran.
V.1.5. GUNA LAHAN
Arus urbanisasi di kota Bandung mempengaruhi penggunaan lahan di kota Bandung pada tahun 2003. Penggunaan lahan di kota bandung didominasi oleh pemukiman (berupa perumahan dan kampung) sebesar 57.50% dan lahan pertanian (berupa sawah tadah hujan, tegalan, dan kebun Arus urbanisasi di kota Bandung mempengaruhi penggunaan lahan di kota Bandung pada tahun 2003. Penggunaan lahan di kota bandung didominasi oleh pemukiman (berupa perumahan dan kampung) sebesar 57.50% dan lahan pertanian (berupa sawah tadah hujan, tegalan, dan kebun
Tabel V.2. Penggunaan Lahan di Kota Bandung Tahun 2003 (Ha)
No
Jenis Guna Lahan
Luas Lahan (Ha)
3 Sawah tadah hujan, tegalan, kebun campuran 3,951.75
5 Tanah kosong 571.21
Sumber Badan Pertanahan Nasional Kota Bandung, Tahun 2003
V.1.6. SEBARAN FASILITAS RITEL
Pertumbuhan fasilitas ritel modern di Kota Bandung sangat pesat. Fasilitas ritel dalam kategori ini meliputi departement store, pasar swalayan, supermarket, minimarket, pertokoan dan toserba. Sejalan dengan konsep kota wisata belanja, perkembangan fasilitas ritel di Kota Bandung terus bertambah. Sampai dengan tahun 2007 tercatat sudah mencapai 156 pusat ritel modern di kota Bandung (Dinas Perindustrian dan Perdagangan kota Bandung). Jika dibandingkan dengan tahun 2002 yaitu sebanyak 93 unit (BAPPAEDA, 2002), jumlah ini telah berkembang cukup pesat. Dalam kurun waktu 5 tahun jumlahnya telah meningkat sebesar 67.74% (63 unit).
Tabel V.3. Persentase Sebaran Riset Modern per Wilayah Pengembangan Tahun 2007 Luas Gerai
Wilayah 2 2 Total
Kurang dari 2000 m Di atas 2000 m
Bojonagara 26 25.49 9 16.67 35 22.44 Cibeunying
Sumber: BPS Kota Bandung, Hasil Sensus Tahun 1995-2005
Pola perkembangan ritel di kota Bandung, saat ini mengalami pergeseran pertumbuhan ke wilayah pinggiran. Sejak tahun 2000 pertambahan pusat ritel moder di pusat kota sudah tidak ada. Sementara itu, sejak tahun 2000 di pinggiran juga sudah mulai mengecil pertambahannya. Hal ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan pusat ritel modern di pusat kota sudah jenuh dan mulai mencari segmen pasar di wilayah sub-pusat mendekati guna lahan permukiman. Pola seperti ini Pola perkembangan ritel di kota Bandung, saat ini mengalami pergeseran pertumbuhan ke wilayah pinggiran. Sejak tahun 2000 pertambahan pusat ritel moder di pusat kota sudah tidak ada. Sementara itu, sejak tahun 2000 di pinggiran juga sudah mulai mengecil pertambahannya. Hal ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan pusat ritel modern di pusat kota sudah jenuh dan mulai mencari segmen pasar di wilayah sub-pusat mendekati guna lahan permukiman. Pola seperti ini
Tabel V.4. Perkembangan Ritel Modern di Kota Bandung
1969 - 1990 8 36.4 26 65.0 14 45.2 48 1990 - 2000
Sumber: Bappeda Kota Bandung tahun 2002
V.1.7. SARANA TRANSPORTASI
Sejak dibangunnya jalan Tol Cipularang, hal ini menigkatkan minat wisatawan terutama yang dari Jakarta untuk menjadikan Bandung sebagai Kota Wisata. Seiring dengan tingginya minat masyarakat, Bandung semakin meningkatkan intensitas pergerakan sarana dan prasana transportasi yang ada. Persentase jumlah angkutan darat terhadap jumlah penumpang angkutan darat di Kota Bandung di tahun 2012 mencapai 6.03%. Ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2008 yang hanya mencapai 4.24%. Kemacetan pun masih dirasakan di berbagai ruas jalanan kota Bandung. Apabila belum terdapat transportasi yang massal maka akan dipastikan jumlah volume kendaraan akan terus meningkat. Pembangunan jalan layang dan jalan bawah tanah masih diperlukan untuk mengurangi kemacetan. Oleh karena itu, pemerintah kota bandung mengembangkan konsep moda transportasi Mass Rapid Transit dengan jenis monorel pada tahun 2012. Sampai saat ini proyek MRT masih sedang dikerjakan dan menunggu untuk disahkan oleh pemerintah kota Bandung.