ANALISIS KEBIJAKAN KEPENTINGAN PUBLIK

VI.6. ANALISIS KEBIJAKAN KEPENTINGAN PUBLIK

Dalam pembangunan Kawasan Inti Teknopolis Gedebage, ada beberapa isu kepentingan publik yang harus menjadi perhatian pemerintah Kota Bandung. Fungsi pemerintah untuk memastikan keadilan dapat diperoleh seluruh stakeholder, khususnya masyarakat di lokasi pembangunan agar semua pihak yang terlibat langsung maupun yang terdampak akibat pembangunan dapat difasilitasi dan diantisipasi dengan baik. Melalui analisis kebijakan, isu kepentingan publik tersebut antara lain terkait dengan; alih fungsi lahan, alih profesi dan zona lindung.

VI.6.1. ALIH FUNGSI LAHAN

Pada bagian ini dijelaskan bagaimana alih fungsi lahan akan menjadi salah satu dampak yang signifikan pada Kawasan Inti Teknopolis Gedebage. Kemudian pada bagian ini juga akan diuraikan eksternalitas baik positif maupun negatif yang terjadi pada alih fungsi lahan. Alih fungsi lahan yang sebenarnya telah memiliki dasar hukum yang jelas namun tidak mampu dilaksanakan dengan baik di Kawasan Inti Teknopolis Gedebage juga akan diulas, bagaimana potensi dan tantangan pelaksanaan alih fungsi lahan tersebut juga dijelaskan. Terakhir akan dipaparkan alternatif solusi dari permasalahan tersebut dan rekomendasi kebijakan yang dinilai paling optimal.

Dalam rencana pembangunan Kawasan Inti Teknopolis Gedebage terdapat alih fungsi lahan yang pada awalnya dari lahan pertanian dan permukiman. Dengan adanya pengalihan tersebut maka terdapat kepentingan publik yang berdampak, seperti kehilangan pekerjaannya buruh tani serta pemindahan tempat tinggal bagi masyarakat setempat. Regulasi yang mengatur terkait alih fungsi lahan saat ini telah menetapkan terkait pemberian ganti rugi dalam alih fungsi lahan yang tercantum dalam Perpres No.71 tahun 2012, Peraturan Menteri Negara Agraria No.1 tahun 1994. Namun peraturan tersebut dan peraturan terkait lainnya belum dapat memfasilitasi kesepakatan dampak yang dihasilkan. Secara umum permasalahan tersebut timbul akibat belum disahkannya RTRW yang telah direvisi sehingga menghambat proses pembebasan lahan, Hal ini disebabkan bahwa salah satu syarat pengadaan tanah untuk kepentingan umum adalah telah tertuang dalam dokumen perencanaan yaitu RTRW. Selain itu implementasi peraturan yang telah ada tidak dilakukan dengan benar. Berikut merupakan penjelasan dari dampak yang dihasilkan oleh isu alih fungsi lahan:

1. Nilai Kompensasi Nilai kompensasi yang diberikan oleh pihak pengembang dan petani tidak menghasilkan

kesepakatan untuk seluruh pihak yang terdampak. Permasalahan ini termasuk kedalam jenis kegagalan pemerintah karena pada permasalahan ini seharusnya pemerintah dapat menjadi penengah antara pihak yang terdampak yaitu masyarakat dan buruh tani dan pihak pengembang.

2. Prasarana dan Sarana Utilitas Tambahan Dari perubahan alih guna lahan tersebut maka akan berdampak pada penambahan sarana

dan prasarana sosial. Berdasarkan peraturan daerah telah ada peraturan yang mencantumkan terkait PSU bagi pengembang yaitu senilai 35% dari total luasan lahan.

Namun peraturan ini masih belum dapat ditegakan sehingga Masih banyak pengembang yang tidak memenuhi aturan untuk menyediakan prasarana dan saran utilitas tambahan, sehingga hal ini tetap menjadi beban pemerintah.

3. Segregasi Sosial Dari adanya segrerasi sosial maka akan menghasilkan eksternalitas negatif. Contohnya yaitu

pembangunan perumahan oleh pengembang yang hanya ditujukan oleh kalangan masyarakat berpenghasilan tinggi, sehingga akan menimbulkan pembentukan masyarakat yang tinggal dikawasan tersebut hanya masyarakat yang sejenis yaitu berpenghasilan tinggi. Dengan adanya kondisi ini maka akan menimbulkan ketimpangan dengan daerah sekitarnya yang masih didominasi oleh masyarakat berpenghasilan rendah.

4. Spekulasi Lahan Dampak spekulasi lahan akan terjadi yaitu Perilaku opportunistic, menginginkan keuntungan

dengan meninggikan harga lahan. Sehingga pengembang mempunyai kesulitan untuk mewujudkan kawasan inti karena permasalahan tersebut.

Untuk itu diperlukan adanya mekanime baru yang mendukung implementasi kebijakan yang telah ada serta diperlukan adanya kebijakan yang mengatur agar dapat mengurangi eksternalitas negatif yang dihasilkan oleh alif fungsi lahan. regulasi yang dibuat diharapkan dapat mencapai beberapa tujuan yang meliputi:

1. Untuk menyeimbangkan nilai kompensasi lahan agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Dalam hal ini nilai kompensasi lahan dikonsisikan agar berada dalam batasan kemampuan anggaran pemerintah dan masyarakat pemilik lahan tidak merasa dirugikan atas nilai

kompensasinya.

2. Menyediakan sarana dan prasarana di Kawasan Teknopolis Gedebage sesuai kebutuhan.

3. Menjadikan Kawasan Teknopolis Gedebage sebagai zona perumahan yang inklusif.

4. Meningkatkan peran pemerintah setempat yaitu kecamatan dan kelurahan dalam me- monitoring aktivitas jual beli lahan.

Alternatif kebijakan yang dapat diambil dalam mengurangi dampak dari isu permasalahan alih fungsi lahan diantaranya:

- Menyegerakan pengesahan dokumen RTRW Kota Bandung yang berisi pembangunan Kawasan Teknopolis Gedebage.

- Memperkuat kapasitas kelembagaan baik dari segi sistem dan sumber daya aparatur baik pada level SKPD, Kecamatan dan Kelurahan.

- Pembentukan pokja untuk Kawasan Teknopolis Gedebage dengan kesekretariatannya yang dapat menjadi pengelolah serta sebagai perpanjangan tangan pemerintah kota terhadap

keluhan masyarakat terkait alih fungsi lahan.

VI.6.2. ALIH PROFESI

Perubahan tata guna lahan kawasan Gedebage dari sebagian besar kawasan pertanian menjadi kawasan industri, perdagangan, dan permukiman berdasarkan hasil revisi Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Bandung 2011-2031, memberikan eksternalitas negatif sebagai dampak kegagalan pasar (market failure) khususnya bagi petani setempat. Sebanyak 143 petani yang diperkirakan akan terkena dampak dari alih fungsi lahan umumnya telah turun-temurun dan bertahun-tahun menggarap lahan pertanian di kawasan Gedebage. Adanya landasan hukum yang melindungi perubahan guna lahan kawasan membuat sebagian besar petani bersikap pasrah dengan pembangunan Kawasan Inti Teknopolis Gedebage serta penggusuran lahan pertanian dan tempat tinggal mereka. Namun demikian, mereka tetap mengharapkan ganti rugi yang layak yang dapat menjamin keberlangsungan hidup mereka selanjutnya.

Penjelasan terkait alih guna lahan pertanian menjadi non-pertanian dijelaskan dalam Undang- Undang dan Peraturan Presiden. Dalam Undang-Undang Dasar 1945, dikatakan bahwa setiap orang berhak untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya; serta berhak untuk mendapat kemudahan untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. Berkaitan Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, negara wajib menjamin perlindungan kepentingan golongan ekonomis lemah serta pemerintah wajib memberi ganti kerugian yang layak dan sesuai undang-undang. Pemberian ganti rugi dan perundingan besarannya dalam musyawarah bersama kepada pihak yang tanahnya digunakan untuk pembangunan bagi kepentingan umum, dijelaskan dalam Peraturan Presiden No.65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Ganti rugi diberikan dalam bentuk fisik dan non fisik yang dapat memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik dari tingkat kehidupan sosial ekonomi sebelum terkena pengadaan tanah, melalui cara-cara yang disepakati secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Ganti rugi dapat berupa uang, tanah pengganti, permukiman kembali, gabungan dari bentuk-bentuk tersebut, atau bentuk lain yang disepakati bersama. Jika tidak terjadi kesepakatan besarnya nilai ganti rugi, pihak yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan kepada Bupati /Walikota/Gubernur/Menteri Dalam Negeri, dan jika tetap tidak diperoleh kesepakatan dapat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi sesuai dengan Undang-Undang No.20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang ada di Atasnya dan Peraturan Pemerintah No.39 Tahun 1973 tentang Acara Penetapan Ganti Kerugian oleh Pengadilan Tinggi Sehubungan dengan Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang ada di Atasnya.

Dalam kasus alih guna lahan Kawasan Inti Teknopolis Gedebage yang menyebabkan lahan pertanian tergusur, pemberian ganti rugi berupa uang tidak mampu melindungi perekonomian petani dalam jangka panjang atau berkelanjutan. Karakteristik petani yang umumnya berpendidikan rendah dan tidak memiliki keahlian lain selain bertani, memerlukan alternatif kebijakan yang menginternalkan keterbatasan petani tersebut. Berdasarkan pertimbangan tersebut, alternatif kebijakan berupa pemberian kompensasi tempat tinggal dan lahan pertanian pengganti atau penawaran profesi Dalam kasus alih guna lahan Kawasan Inti Teknopolis Gedebage yang menyebabkan lahan pertanian tergusur, pemberian ganti rugi berupa uang tidak mampu melindungi perekonomian petani dalam jangka panjang atau berkelanjutan. Karakteristik petani yang umumnya berpendidikan rendah dan tidak memiliki keahlian lain selain bertani, memerlukan alternatif kebijakan yang menginternalkan keterbatasan petani tersebut. Berdasarkan pertimbangan tersebut, alternatif kebijakan berupa pemberian kompensasi tempat tinggal dan lahan pertanian pengganti atau penawaran profesi

VI.6.3. ZONA LINDUNG

Zona lindung merupakan salah satu kepentingan masyarakat yang pelu disediakan untuk meningkatkan interaksi masyarakat. Zona lindung yang telah direncanakan terdapat pada kawasan inti teknopolis yaitu retention pond. Retentuon pond mempunyai tujuan utama sebagai pengendalian banjir sehingga perlu direncakan retention pond dengan luasan dan kedalaman tertentu guna mencapai fungsi tersebut. Mengingat SWK Gedebage merupakan salah satu wilayah yang mempunyai potensi banjir setiap tahunnya. Selain itu fungsi dari retention pond juga dapat diperuntukan sebagai sumber air baku. Berdasarkan data primer yang didapatkan dari hasil wawancara dengan PDAM tanggal 19 Maret 2015, ada kesenjangan kebutuhan air baku di kawasan Gedebage. Desain PDAM hanya bisa melayani kebutuhan air pelanggan sebesar 300 l/det, sementara kebutuhan air di kawasan Gedebage sebesar 600 l/det sehingga ada kekurangan sebesar 300 l/det. Ketidakmampuan PDAM untuk menyediakan air baku, membuat masyarakat sekitar mengeksploitasi air tanah dengan membuat sumur bor. Untuk itu diharapkan dengan adanya retention pond dengan luasan dan kedalaman yang sesuai maka dapat membantu permasahan penyediaan sumber air baku di SWK Gedebage.

Selain retention pond, di Kawasan Inti Teknopolis juga diperlukan adanya RTH agar melengkapi zona lindung yang terdapat di Gedebage. Berdasarkan Undang-Undang No.26 Tahun 2007 dicantumkan bahwa luasan ruang terbuka hijau di perkotaan seluas 30% dari luas lahan keseluruhan. Tetapi Kota Bandung baru memenuhi 12,14%, sehingga masih memerlukan RTH sebesar 17,16% dari luas lahan Kota Bandung. Pemenuhan tersebut diharpkan dapat dicapai pada tahun 2031.Upaya kota Bandung guna peningkatan penyediaan RTH yaitu dengan membangun taman tematik, hingga saat ini taman tematik yang ada di kota Bandung yaitu sebanyak 542 buah taman. SWK Gedebage merupakan salah satu SWK yang memiliki jumlah RTH paling kecil setelah SWK Tegalega yaitu dengan luasan sebesar 32,449,81 m2, Sedangkan untuk rencana pengembangan RTH SWK Gedebage pada tahun 2031 diharapkan luasan RTH sebesar sekitar 60,4 ha sehingga kekurangan luasan RTH dalam rangka Selain retention pond, di Kawasan Inti Teknopolis juga diperlukan adanya RTH agar melengkapi zona lindung yang terdapat di Gedebage. Berdasarkan Undang-Undang No.26 Tahun 2007 dicantumkan bahwa luasan ruang terbuka hijau di perkotaan seluas 30% dari luas lahan keseluruhan. Tetapi Kota Bandung baru memenuhi 12,14%, sehingga masih memerlukan RTH sebesar 17,16% dari luas lahan Kota Bandung. Pemenuhan tersebut diharpkan dapat dicapai pada tahun 2031.Upaya kota Bandung guna peningkatan penyediaan RTH yaitu dengan membangun taman tematik, hingga saat ini taman tematik yang ada di kota Bandung yaitu sebanyak 542 buah taman. SWK Gedebage merupakan salah satu SWK yang memiliki jumlah RTH paling kecil setelah SWK Tegalega yaitu dengan luasan sebesar 32,449,81 m2, Sedangkan untuk rencana pengembangan RTH SWK Gedebage pada tahun 2031 diharapkan luasan RTH sebesar sekitar 60,4 ha sehingga kekurangan luasan RTH dalam rangka

Gambar VI.24. Peningkatan Jumlah RTH Gambar VI.25. Perbandingan Jumlah RTH Kota Bandung

dan Luasan Rencana RTH

Sumber: Firmansyah & Bastaman, 2014 Sumber: Firmansyah & Bastaman, 2014