JARINGAN DRAINASE
VI.1.3. JARINGAN DRAINASE
Dalam sub bab ini memaparkan kondisi eksisting jaringan drainase. Hal ini didasari oleh hasil observasi, berita media, dan hasil wawancara instansi (bidang pengairan di Dinas Bina Marga dan Pengairan). Selain kondisi eksisting terdapat rencana pembangunan drainase di Kawasan Gedebage. Kondisi eksisting dan rencana akan menjadi dasar analisis untuk mencapai tingkat pelayanan yang optimal, sehingga akan meminimalisir dampak lingkungan khususnya banjir dan dapat menunjang kualitas lingkungan dalam pengembangan Kawasan Teknopolis Gedebage.
Drainase kota adalah jaringan pembuangan air yang berfungsi mengeringkan bagian-bagian wilayah administrasi kota dan daerah urban dari genangan air, baik dari hujan lokal maupun luapan sungai yang melintas di dalam kota (SK Menteri Pekerjaan Umum 239 tahun 1987). Fungsi drainase perkotaan secara umum adalah; mengeringkan bagian wilayah kota dari genangan sehingga tidak menimbulkan dampak negatif; mengalirkan air permukaan ke badan air penerima terdekat secepatnya; mengendalikan kelebihan air permukaan yang dapat
Pengembangan jaringan drainase bertujuan untuk mengatasi ancaman banjir yang terjadi setiap tahun. Hal terpenting dalam pengembangan jaringan drainase ini adalah sinkronisasi jaringan drainase pada kawasan teknopolis dengan jaringan drainase diluar kawasan. Bidang pengairan berfokus pada sarana dan prasarana pengairan seperti drainase, sehingga kondisi fisik dan sosial akan sangat menentukan jenis drainase dan sejauh mana drainase itu dapat bertahan dengan pola sosial yang ada di masyarakat. Berdasarkan paparan dihadapan Dewan Smart City, Hindarko Hasan selaku Direktur Utama PT.Mahkota Permata Perdana (Summarecon) menyatakan bahwa kondisi eksisting Gedebage yang sering terkena banjir tidak disebabkan oleh potensi kawasan yang rawan banjir, namun lebih dikarenakan oleh faktor engineering system dimana terdapat sumbatan-sumbatan saluran dalam kawasan. Untuk mengatasi permasalahan ini diperlukan revitalisasi dan penegakan regulasi agar saluran-saluran air (termasuk sungai) berfungsi optimal dan tidak tersumbat oleh sampah. Selain itu, pihak Summarecon juga akan bekerjasama dengan tim Royal Hasconing Belanda dan dosen Teknik Sipil ITB, Hendratmo, dalam mengonsepkan retention pond sebagai salah satu instrument. pengendali banjir. Adapun kondisi eksisting sungai di Kawasan Inti Teknopolis Gedebage adalah sebagai berikut:
Gambar VI.7. Kondisi Saluran Air Eksisting Perbatasan Kawasan Teknopolis Gedebage dengan Kabupaten Bandung
Sumber: Hasil Observasi, 2015
Gambar VI.8. Kondisi Saluran Air Eksisting Kawasan Inti Teknopolis Gedebage
Kondisi eksisting saluran air pada kawasan inti Teknopolis Gedebage seperti Sungai Cinambo, memiliki lebar yang cukup dan umumnya bersih dari tumpukan sampah. Selain itu pada tahun 2014, Pemerintah Kota Bandung telah melaksanakan kegiatan penurapan dan pengurukan sungai Cinambo untuk mengurangi sedimentasi sehingga kapasitas sungai dapat ditingkatkan. Namun, kondisi bertolak belakang terjadi pada badan sungai Cinambo yang berbatasan dengan Kabupaten Bandung. Sungai Cinambo pada perbatasan dengan Kabupaten Bandung mengalami penyempitan, pendangkalan akibat sedimentasi, serta tersumbat oleh tumpukan sampah. Selain itu di pembangunan perumahan yang menempel langsung ke pinggir sungai menyebabkan hilangnya area parkir air, penyempitan sungai, serta menyulitkan perawatan sungai. Kondisi ini secara tidak langsung menimbulkan banjir di Kawasan Gedebage. Karenanya diperlukan koordinasi dan kerjasama dengan Pemerintah Daerah setempat untuk menjaga kondisi dan kualitas saluran air terintegrasi antara di dalam dan di luar kawasan teknopolis Gedebage, sehingga tidak terjadi banjir pada kawasan. Drainase yang buruk dengan kondisi pengendapan sampah pada saluran akan mengakibatkan kualitas air permukaan buruk, dan kapasitas untuk menampung air, baik air hujan atau limpasan dari suatu kawasan, akan meluap dan mengakibatkan genangan pada jalan bahkan kawasan tersebut. Selain itu, berkurangnya kawasan resapan karena penggunaan lahan budidaya pertanian akan diubah menjadi kawasan perumahan, perkantoran dan perdagangan, sehingga daya serap kawasan terhadap limpasan air akan melambat. Sedangkan dari segi sosial, kurangnya pemahaman masyarakat untuk dapat menampung air hujan seperti pembuatan biopori, penggunaan toren atau pembuatan sumur resapan.