materil, dan adanya hubungan sebab akibat antara produk yang di duga dumping dengan kerugian materil yang di derita oleh industri dalam negeri.
Dari uraian penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya unsur unsur dumping itu dapat dilihat dari tiga unsur yaitu Pertama, dumping yang dilakukan oleh suatu
negara dengan menjual suatu produk dengan harga dibawah nilai normal. Kedua, tindakan dumping yang dianggap dapat menyebabkan kerugian materiil “material injury” terhadap
industri dalam negeri importir domestic industry. Ketiga, hubungan sebab akibat antara dumping dengan kerugian materil yang di derita oleh suatu negara.
4. Definisi Antidumping
Ada beberapa pendapat para ahli mengenai definisi Antidumping adalah sebagai berikut: Antidumping adalah suatu tindakan balasan yang diberikan oleh negara pengimpor
terhadap barang dari negara pengekspor yang melakukan dumping.
108
Pendapat lain menyebutkan bahwa Antidumping adalah jika suatu perusahaan di luar negeri menjual
produk-produknya kenegara lain dengan harga dumping dan menyebabkan kerugian terhadap industri dalam negeri negara pengimpor, maka negara pengimpor tersebut
dibenarkan mengenakan bea masuk Antidumping sebesar margin dumpingnya.
109
Menurut Alan Oxley seorang ahli ekonomi asal Amerika menyatakan bahwa : “the lawyer’s favourite. This is the area of GATT law in which the professionals
brings the full processes and expense of the law to bear. If after investigation an import is found to be selling below its domestic price and damaging industry in the
importing country, the authorities may levy an antidumping duty. The greatest
108
Muhammad Sood, Op. cit., hal. 117
109
Christophorus Barutu, Op.cit., hal. 163
incident of Antidumping investigations and penalties is found in the United States, The European Community, Canada, and Australia.”
110
Pengertian yang telah disebutkan di atas dapat di defnisikan apabila setelah pemeriksaan telah dilakukan dan produk import tersebut terbukti dijual di bawah nilai normal dan
menyebabkan industri dalam negeri di negara pengimpor mengalami kerugian, pihak yang berwenang dapat menerapkan bea masuk Antidumping sebesar kerugian yang diderita.
Kasus Antidumping ini banyak di temukan di Amerika, Eropa, Canada dan Australia. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Antidumping
adalah suatu tindakan yang di berikan oleh pemerintah suatu negara untuk memulihkan industri dalam negerinya dari praktek dumping yang dilakukan oleh suatu perusahaan luar
negeri dengan menjual harga dumping dan menyebabkan kerugian di negara pengimpor.
B. Pengaturan Hukum dan Ketentuan Antidumping dalam Perdagangan
Internasional
Pengaturan masalah dumping yang berlaku dalam perdagangan internasional saat ini adalah peraturan menurut Antidumping Code 1994 yang secara resmi berjudul Agreement
on Implementation of Article VI of GATT 1994 dan peraturan Antidumping dari masing masing negara.
111
110
Alan Oxley, The Challenge of Free Trade, New York: Harvester Wheatsheaf, 1990 hal.231
Ketentuan Antidumping diatur dalam pasal VI GATT. Ketentuan Article VI GATT mengharuskan para negara anggotanya untuk mengimplementasikan ketentuan
111
Yulianto Syahyu, Hukum Antidumping di Indonesia- Analisis dan Panduan Praktis, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004hal. 41
Antidumping GATT dalam hukum nasionalnya masing masing. Ketentuan dalam article VI ini sebenarnya hanya merupakan garis besar pengaturan mengenai Antidumping.
112
Pada dasarnya Pasal VI GATT 1994 hanya mengatur pokok pokok ketentuan dumping yang sangat umum. Persetujuan tentang implementasi pasal VI GATT 1994
berusaha memberikan pengaturan yang lebih rinci tentang masalah dumping. Persetujuan atas Implementasi Article VI GATT dikenal sebagai Antidumping Agreement ADA dimana
ketentuan didalam peraturan ini menyediakan perluasan lebih lanjut mengenai prinsip prinsip dasar Article VI GATT itu sendiri.
113
Dengan demikian, kedudukan Antidumping Code 1994 tidak lagi merupakan perjanjian tambahan dari GATT, tetapi telah merupakan
bagian integral dari Agreement Establishing WTO itu sendiri. Secara keseluruhan isi Antidumping Code 1994 adalah sebagai berikut:
114
1. Prinsip
2. Penentuan Dumping 3.
Penentuan kerugian 4.
Definisi Industri dalam negeri 5.
Penyelidikan awal dan penyelidikan lanjutan 6.
Bukti-bukti 7. Pengenaan biaya Antidumping
8. Penawaran harga penyesuaian
9. Penentuan dan pemungutan biaya Antidumping 10.
Keberlakuan surut 11.
Masa berlakunya dan peninjauan ulang bea Antidumping dan penawaran harga penyesuaian
12. Pengumuman kepada publik dan penjelasan penetapan
13. Peninjauan ulang
14. Tindakan Antidumping atas nama negara ketiga
112
Ibid., hal. 44
113
Christophorus Barutu, Op.cit., hal. 43
114
Yulianto Syahyu, Op.cit., hal.45
15. Anggota negara negara berkembang
16. Komite Antidumping
17. Konsultasi dan penyelesaian sengketa
18. Pengenaan biaya Antidumping tetap.
Di samping mengatur secara keseluruhan mengenai Antidumping, Agreement Establishing
WTO juga mengatur mengenai sengketa dapat muncul ketika suatu negara menetapkan suatu kebijakan perdagangan tertentu yang bertentangan dengan komitmennya di WTO atau
mengambil kebijakan kemudian merugikan kepentingan negara lain.
115
Selain negara yang paling dirugikan atas kebijakan tersebut, negara ketiga yang tertarik pada kasus tersebut
dapat mengemukakan keinginannya untuk menjadi pihak ketiga dan mendapat hak – hak tertentu selama berlangsungnya proses penyelesaian sengketa.
116
Setiap negara anggota Committee on Antidumping Practices, dalam penyelesaian sengketa Antidumping dapat
menempuh prosedur sebagai berikut:
117
1. Bila tindakan Antidumping tersebut dirasakan tidak beralasan oleh negara yang
terkena, maka negara yang terkena tindakan Antidumping dapat membawa persoalan ini kedalam pembahasan Committee on Antidumping Practices untuk “Consultation”
permintaan konsultasi secara tertulis. Committee ini bersidang dua kali setahun
2. Berdasarkan ketentuan GATT artikel XXII, maka konsultasi ini dapat meminta pada
Council untuk mengadakan konsultasi dengan negara yang mengenakan tindakan Antidumping Konsultasi Bilateral
3. Bila konsultasi bilateral ini tidak mencapai hasil yang memuaskan, maka negara yang
terkena bisa mengajukan permintaan konsultasi menuju ke pembentukan panel 4.
Kalau konsultasi ini juga tidak mencapai hasil yang memuaskan, maka council dapat diminta untuk membentuk panel
115
Freddy Jsoseph Pelawi, Penyelesaian Sengketa WTO dan Indonesia, Jakarta: Buletin Kementrian Perdagangan Edisi IX , 2009. hal. 2
116
Peter van den Bossche, The Law and Policy of the World Trade Organization, New York : Cambridge University , 2005. hal. 173
117
Yulianto Syahyu., Op.cit., hal. 42
5. Proses selanjutnya sama dengan proses penyelesaian sengketa dagang umum melalui
WTO. 6.
Dalam sidang panel Panel terdiri dari ahli yang dibentuk berdasarkan artikel XXIII akan diputuskan apakah bea masuk Antidumping yang dikenakan oleh negara importir
dilaksanakan dengan melanggar ketentuan-ketentuan GATT atau tidak. Meskipun banyak prosedur WTO yang mirip dengan proses pengadilan negara negara
anggota yang sedang bersengketa tetap diharapkan untuk melakukan perundingan dan menyelesaikan masalahnya sebelum terbentuknya panel. Adapun tahapan tahapan yang
dilakukan dalam proses penyelesaian sengketa ialah sebagai berikut:
118
1. DSB dan Panel