Kerangka Konsepsi Analisis Komparatif Yuridis Kebijakan Anti Dumping Antara Indonesia Dan Filipina

Antidumping yang di gunakan sebagai instrument itu di karenakan negara memiliki kekuasaan penuh dalam menegakkan keadilan dan memakmurkan rakyatnya dalam rangka melindungi industri dalam negerinya dari praktek dagang curang tersebut.

2. Kerangka Konsepsi

Didalam penulisan tesis ini digunakan beberapa istilah sebagai landasan konsepsional untuk menghindari kesalahfahaman mengenai definisi atau pengertian serta istilah yang di gunakan adalah sebagai berikut: 1. Dumping adalah praktik dagang yang dilakukan pengekspor dengan menjual komoditi di pasaran internasional dengan harga kurang dari nilai yang wajar atau lebih rendah daripada harga barang tersebut di negerinya sendiri atau daripada harga jual kepada negara lain, pada umumnya, praktik ini dinilai tidak adil karena dapat merusak pasar dan merugikan produsen pesaing di negara pengimpor. 36 2. Tindakan Antidumping adalah tindakan yang diambil pemerintah berupa pengenaan bea masuk Antidumping terhadap barang dumping. 37 3. Tindakan Pengamanan Perdagangan, yang selanjutnya disebut Tindakan Pengamanan, adalah tindakan yang diambil pemerintah untuk memulihkan kerugian serius atau mencegah ancaman kerugian serius yang diderita oleh industri dalam 36 Erman Rajagukguk, Butir-Butir Hukum Ekonomi, Cetakan Pertama, Jakarta: Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011, hlm. 32 37 PP No. 34 Tahun 2011, Op. cit., Bab 1Pasal 1 1 negeri sebagai akibat dari lonjakan jumlah barang impor baik secara absolut maupun relatif terhadap barang sejenis atau barang yang secara langsung bersaing. 38 4. Barang dumping adalah barang yang diimpor dengan tingkat harga ekspor yang lebih rendah dari nilai normalnya di negara pengekspor. 39 5. Harga ekspor adalah harga yang sebenarnya dibayar atau akan dibayar untuk barang yang diekspor ke daerah pabean Indonesia. 40 6. Nilai normal adalah harga yang sebenarnya dibayar atau akan dibayar untuk barang sejenis dalam perdagangan pada umumnya di pasar domestik negara pengekspor untuk tujuan konsumsi. 41 7. Marjin dumping adalah selisih antara nilai normal dengan harga ekspor dari barang dumping. 42 8. Barang sejenis adalah barang produksi dalam negeri yang identik atau sama dalam segala hal dengan barang impor atau barang yang memiliki karakteristik menyerupai barang yang diimpor. 43 9. Kuota adalah pembatasan jumlah barang oleh pemerintah yang dapat diimpor. 44 10. Kerugian, dalam hal tindakan Antidumping, adalah: 45 38 Ibid., Bab 1Pasal 1 3 39 Ibid., Bab 1Pasal 1 4 40 Ibid., Bab 1Pasal 1 5 41 Ibid., Bab 1Pasal 1 6 42 Ibid., Bab 1Pasal 1 7 43 Ibid., Bab 1Pasal 1 10 44 Ibid., Bab 1Pasal 1 12 45 Ibid., Bab 1Pasal 1 13 11. Kerugian serius adalah kerugian menyeluruh yang signifikan yang diderita oleh industri dalam negeri. 46 12. Ancaman kerugian serius adalah kerugian serius yang jelas akan terjadi dalam waktu dekat pada industri dalam negeri yang penetapannya didasarkan atas fakta-fakta, bukan didasarkan pada tuduhan, dugaan, atau perkiraan. 47 13. Industri dalam negeri, dalam hal tindakan Antidumping atau tindakan imbalan, adalah produsen dalam negri secara keseluruhan dari barang sejenis atau yang secara kumulatif produksinya merupakan proporsi yang besar dari keseluruhan produksi barang sejenis, tidak termasuk: 48 a Produsen dalam negeri barang sejenis yang terafiliasi dengan eksportir, eksportir produsen, atau importir barang dumping atau barang yang mengandung subsidi; dan b Importir barang dumping atau barang yang mengandung subsidi. 46 Ibid., Bab 1Pasal 1 15 47 Ibid., Bab 1Pasal 1 16 48 Ibid., Bab 1Pasal 1 17 a kerugian material yang telah terjadi terhadap industri dalam negeri; b ancaman terjadinya kerugian materiel terhadap industri dalam negeri; atau; c terhalangnya pengembangan industri barang sejenis di dalam negeri. 14. Tindakan Sementara adalah tindakan yang diambil untuk mencegah berlanjutnya kerugian dalam masa penyelidikan berupa pengenaan Bea Masuk Antidumping Sementara atau Bea Masuk Imbalan Sementara. 49 15. Bea Masuk adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang yang diimpor. 50 16. Bea masuk Antidumping adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang dumping yang menyebabkan kerugian. 51 17. Bea masuk Antidumping Sementara adalah pungutan negara yang dikenakan pada masa penyelidikan terhadap barang dumping yang menyebabkan kerugian berdasarkan bukti permulaan yang cukup. 52 18. Barang yang diselidiki, dalam hal Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan, adalah barang impor yang yang menjadi obyek penyelidikan Antidumping atau barang impor yang diduga mengandung subsidi yang dinyatakan dengan uraian dan spesifikasi barang serta nomor pos tarif sesuai buku tariff bea masuk Indonesia. 53 19. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan. 54 49 Ibid., Bab 1Pasal 1 19 50 Ibid., Bab 1Pasal 1 20 51 Ibid., Bab 1Pasal 1 21 52 Ibid., Bab 1Pasal 1 22 53 Ibid., Bab 1Pasal 1 26 54 Ibid., Bab 1Pasal 1 28 20. Komite Antidumping Indonesia, yang selanjutnya disingkat KADI, adalah komite yang bertugas untuk melaksanakan penyelidikan dalam rangka tindakan Antidumping dan tindakan imbalan. 55 Sedangkan definisi menurut kebijakan Antidumping di Filipina diantaranya adalah sebagai berikut: a “Determination of Material Injury or Threat Thereof. - The presence and extent of material injury to the domestic industry, as a result of the dumped imports shall be determined on the basis of positive evidence and shall require an objective examination of,” 56 definisi kerugian materil atau ancaman kerugian – adanya kerugian materiel yang dialami oleh industri dalam negeri, sebagai akibat dari adanya dumping oleh produk produk import berdasarkan bukti positif dan membutuhkan pengujian secara objektif [terjemahan bebas oleh penulis] b “Agricultural Product” refers to a product classified under chapters 1 to 24 of the Tariff and Customs Code of the Philipines, including those under the Specific tariff lines listed in annex A.” 57 “Produk Pertanian” mengacu pada produk yang telah di klasifikasikan pada chapter 1 sampai chapter 24 undang undang kepabeanan Filipin, termasuk didalamnya pajak untuk produk produk yang telah di spesifikkan pada annex A [terjemahan bebas oleh penulis] c Anti-Dumping Duty refers to a special duty imposed on the importation of a product into the Philippines at less than its normal value when destined for domestic consumption in the country of export or origin, it being the difference between the export price and the normal value of such product.” 58 “Tindakan Antidumping” merupakan tindakan yang di ambil oleh pemerintah terhadap produk produk import yang masuk ke Filipina dimana harga dari produk tersebut kurang dari nilai normal dan produk tersebut di konsumsi di negara pengekspor atau negara asal, dimana terdapat perbedaan harga antara harga export dan nilai normal untuk barang barang sejenis. [terjemahan bebas oleh penulis] 55 Ibid., Bab 1Pasal 1 29 56 Republict Act No. 8752 The Anti-Dumping of Act 1999 Part 2 i 57 Administrative order No.01 Implementing Rules and Regulations Governing the Imposition of an Anti- Dumping Duty under Republict of Act 8752. Section 2 Part a 58 Ibid., Section 2 b d “Causal Link refers to a finding that the material injury suffered by the domestic industry is the direct result of the importation of the dumped product 59 “Hubungan Sebab Akibat” mengacu pada penentuan kerugian material yang dialami oleh industri dalam negeri sebagai akibat dari adanya produk dari barang dumping [terjemahan bebas oleh penulis] e “Commision” refers to the Tariff Commission. 60 Commission mengacu pada Tarrif Commision [terjemahan bebas oleh penulis] f Comparable Price refers to the domestic price of the like product in the country of export or origin at the same level of trade, normally at the ex- factory level, and in respect of sales made at the same time as, or as near as possible to, the date of exportation to the Philippines. 61 “Perbandingan Harga” mengacu pada perbandingan harga industri dalam negeri oleh negara pengekspor atau negara asal untuk produk produk sejenis, biasanya pada harga ekspor di negara ketiga, dan pada penjualan pada saat yang bersamaan, atau harga yang di jual di Filipina. [terjemahan bebas oleh penulis] g “Country of Export” is the country where the allegedly dumped product was shipped to the Philippines, regardless of the location of the seller. The country of export and the country of origin may be the same, but not in all instances. 62 “Negara Pengekspor” adalah negara yang diduga melakukan dumping ke Filipina, mengacu pada lokasi penjual, atau negara pengekspor [terjemahan bebas oleh penulis] h Domestic Industry refers to the domestic producers as a whole of the like product or to those of such producers whose collective output of the product constitutes a major proportion of the total domestic production of that product, except that when producers are related to the importers or foreign exporters or are themselves importers of the allegedly dumped product, the term domestic industry may be interpreted as referring to the rest of the producers. Producers shall be deemed to be related to importers or foreign exporters only if: 63 1. one of them directly or indirectly controls the other; or 2.both of them are directly indirectly controlled by a third person; or 59 Ibid., Section 2 d 60 Ibid., Section 2 e 61 Ibid., Section 2 f 62 Ibid., Section 2 h 63 Ibid., Section 2 i 3.together they directly or indirectly control a third person, provided that there are grounds to believe or suspect that the effect of relationship is such as to cause the producers concerned to behave differently from non-related producers. For this purpose, one shall be deemed to control another when the former is legally or operationally in a position to exercise restraint or direction over the latter. If available data does not permit the separate identification of the domestic production of the like product, the domestic production shall refer to the production of the narrowest group or range of products which includes the like product for which the necessary information is available. Industri Dalam Negeri ialah seluruh produsen dari barang sejenis atau produsen yang memproduksi suatu produk dalam jumlah yang besar dari jumlah total produksi dalam negeri, produsen yang mempunyai hubungan dengan para importir atau eksportir yang berkaitan dengan produk yang di duga dumping, istilah “industri dalam negeri” dapat diinterpretasikan sebagai produsen yang memproduksi suatu barang bukan produsen yang menjadi perantara dalam suatu kegiatan pertukaran barang dan jasa. Produsen yang berhubungan dengan para importir atau eksportir dapat di kategorikan sebagai berikut : 1. salah satu dari mereka telibat secara langsung ataupun tidak langsung mengontrol pihak eksportir atau importir 2. keduanya dari mereka secara langsung ataupun tidak langsung di kontrol oleh pihak ketiga. 3. bersama sama mereka secara langsung dan tidak langsung mengontrol pihak ketiga. Dalam hal ini, salah seorang dari mereka yang berwenang secara hukum Jika data tidak mendukung dalam mengidentifikasi produk sejenis maka produk dalam negeri mengacu pada produk sejenis. dimana membutuhkan informasi yang tersedia [terjemahan bebas oleh penulis] i Dumped Import Product refers to any product which is imported into the Philippines at an export price less than its normal value in the ordinary course of trade for the like product destined for consumption in the country of export or origin, and which is causing or is threatening to cause material injury to a domestic industry, or materially retarding the establishment of a domestic industry producing the like product.” 64 produk dumping mengacu pada produk yang di import ke Filipina pada harga kurang dari harga normal dalam suatu kegiatan perdagangan untuk barang barang sejenis yang di konsumsi di negara exportir atau negara asal, dan yang menyebabkan industri dalam negeri mengalami kerugian secara materil, atau secara materiel mempengaruhi produksi industri dalam negeri. [terjemahan bebas oleh penulis] j Export Price refers to 1 the ex-Factory price at the point of sale for export; or 2 the F.O.B. Price at the point of shipment. In this cases where 1 or 2 cannot be used, then the export price may be constructed based on such reasonable basis as the Secretary or the Commission may determine. 65 Harga ekspor mengacu pada 1 harga penjualan ex factory di negara pengekspor; atau 2 harga ekspor pada tingkat F.O.B. apabila harga ekspor tidak dapat dihitung berdasarkan 1 dan 2 harga ekspor mungkin di hitung berdasarkan pembentukan harga di negara ketiga berdasarkan alasan yang masuk akal. [terjemahan bebas oleh penulis] k Like Product refers to a product which is identical or alike in all respects to the allegedly dumped product, or in the absence of the former, another product which, although not alike in all respects, has characteristics closely resembling those of the allegedly dumped product. 66 barang sejenis ialah suatu produk yang identik atau sama secara keseluruhan dengan produk yang di duga dumping, atau suatu produk yang sama dalam bentuk, atau mempunyai karakteristik yang sama dengan produk yang di duga dumping. [terjemahan bebas oleh penulis] l Non-Market Economy refers to the country of export or origin where the government 1 has a monopoly or substantial monopoly of trade of the country and; 2 determines or substantially influences the domestic price of the products in that country. 67 “Pasar Non-Market” mengacu pada negara pengekspor atau negara asal dimana pemerintah 1 memonopoly atau secara substansial menguasai industri dalam negeri dan; 2 pemerintah suatu negara menguasai dan mempengaruhi harga produk industri dalam negeri [terjemahan bebas oleh penulis]. m “Normal Value refers to a comparable price at the date of sale of the like product in the ordinary course of trade when destined for consumption in the 64 Ibid., Section 2 j 65 Ibid., Section 2 l 66 Ibid., Section 2 n 67 Ibid., Section 2 r country of export or origin. 68 “ Nilai Normal mengacu kepada perbandingan harga pada saat penjualan produk dari barang sejenis dalam kegiatan perdagangan yang di konsumsi negara pengekspor atau negara asal [terjemahan bebas oleh penulis] n “Price Depression” refers to the extent at which the domestic producer reduces its selling price in order to compete with the allegedly dumped product. 69 “Penurunan Harga” mengacu pada adanya penurunan harga yang dilakukan produsen dalam negeri dengan mengurangi harga penjualan dalam hal bersaing dengan produk yang di duga dumping. [terjemahan bebas oleh penulis] o Price Supression refers to the extent by which the allegedly dumped product prevents the domestic producer from increasing its selling price to a level that will allow full recovery of its cost of production. 70 “Penekanan Harga” mengacu pada adanya kerugian materil yang di derita oleh industri dalam negeri yang mana dalam hal ini produsen terus menurunkan harga jual suatu produk degan harga di bawah biaya produksi. [terjemahan bebas leh penulis]

G. Metode Penelitian 1.

Jenis dan Sifat Penelitian a. Jenis Penelitian Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini ialah penelitian hukum normatif atau yang dikenal dengan doctrinal research. Menurut Soerjono Soekanto penelitian hukum normatif terdiri dari: 71 a. Penelitian terhadap azas-azas hukum, b. Penelitian terhadap sistematika hukum, c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum, 68 Ibid., Section 2 s 69 Ibid., Section 2 t 70 Ibid., Section 2 u 71 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI-Press, 1984 hal. 51 d. Penelitian terhadap sejarah hukum, e. Penelitian perbandingan hukum. Penulisan dalam tesis ini tergolong ke dalam jenis penelitian doctrinal pada poin e. Penelitian tipe ini menurut Zainuddin Ali adalah suatu penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan membandingkan undang-undang suatu negara dengan undang-undang dari satu atau lebih negara lainnya mengenai hal yang sama. Selain itu, dapat juga dibandingkan putusan pengadilan di beberapa negara mengenai kasus yang sama. Kegunaan pendekatan tersebut, untuk memperoleh persamaan dan perbedaan di antara undang-undang maupun putusan-putusan pengadilan tersebut. Dengan demikian, peneliti akan mengetahui filosofi hukum yang terkandung dalam kebijakan-kebijakan tersebut mengenai kasus yang serupa. 72 Adapun penulisan dalam tesis ini ditujukan untuk menganalisa secara komparatif kebijakan Antidumping di Indonesia dengan di Filipina. Kebijakan Antidumping di Indonesia seperti UU No.7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization serta peraturan pelaksanaanya, maupun kebijakan Antidumping di Filipina yaitu Republic Act No. 8752 “The Anti-Dumping Act of 1999”, serta fakta-fakta yang relevan dalam perkara in concreto legal facts mengenai implementasi kebijakan Antidumping di Indonesia dan di Filipina berfungsi sebagai acuan dalam penelitian komparatif ini. 72 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2009 hal. 43

b. Sifat Penelitian

Sifat penelitian dalam penulisan tesis ini adalah deskriptif analitis. Dimana didalam penelitian ini tidak hanya ditujukan untuk mendeskripsikan gejala atau fenomena – fenomena hukum terkait dengan tindakan Antidumping, akan tetapi juga ditujukan untuk menganalisis fenomena fenomena hukum tersebut. 2. Sumber Data Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari bahan-bahan yang sudah siap tersaji, langsung dapat digunakan dan berasal dari peneliti-peneliti sebelumnya. Sumber data diperoleh dari: 73 a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat sebagai berikut: 1. Agreement on Implementation of article VI of GATT 1994 Antidumping Agreement; 2. UU No.7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia 3. UU no. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan 4. UU no 17 tahun 2006 tentang Perubahan Atas UU no. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan 5. Peraturan Pemerintah PP No. 34 Tahun 2011 tentang Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan 6. Republic Act No. 8752 “The Antidumping Act of 1999” 73 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Rajawali Pers, 2010 hal. 185 7. Administrative Order No. 01 Implementing Rules and Regulations Governing the Imposition of an Antidumping duty under Republic Act 8752 The Antidumping Act of 1999 b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, seperti buku-buku bacaan atau karya dari kalangan hukum, jurnal ilmiah, artikel ilmiah, majalah, surat kabar, yang menyangkut kebijakan Antidumping. c. Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang, yaitu bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum atau ensiklopedia.

3. Teknik Pengumpulan Data