Penentuan Kerugian Materil berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik

4. Penentuan Kerugian Materil berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia No 34 Tahun 2011 Penentuan kerugian materil menurut kebijakan Antidumping di Indonesia selain di atur dalam UU No. 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 34 Tahun 2011. Adapun penentuan kerugian materil material injury diatur dalam PP No 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan yang termuat dalam pasal 1 ayat 13 yang berbunyi sebagai berikut: Kerugian, dalam hal tindakan Antidumping adalah: a. Kerugian materil yang telah terjadi terhadap industri dalam negeri b. Ancaman terjadinya kerugian materiel terhadap industri dalam negeri; atau c. Terhalangnya pengembangan industri barang sejenis di dalam negeri. Dari ketentuan diatas, ada tiga macam hal yang patut di jadikan sebagai dasar dalam menentukan kerugian bagi industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis: 1. Kerugian materil material injury yang dialami oleh industri dalam negeri yang disebabkan oleh adanya barang impor yang di duga dumping, baik itu kerugian yang sudah terjadi maupun kerugian yang dianggap akan terjadi dalam waktu dekat. Kerugian tersebut diukur dari 15 indikator kerugian yaitu: 197 1. Penjualan dalam negeri 2. Profit 197 Komite Anti Dumping, Referensi Antidumping, Jakarta, komite antidumping Indonesia, 2010 hal.12. 3. OutputProduksi 4. Utilisasi Kapasitas 5. Pangsa Pasar 6. Produktivitas 7. Return on investment 8. Harga dalam negeri 9. Dampak dari marjin dumping 10. Cash flow 11. Persediaan 12. Upah kerja 13. Tenaga kerja 14. Pertumbuhan 15. Kemampuan meningkatkan modal dan investasi Pemohon diharapkan selama periode tertentu 4 tahun berturut turut memberikan penjelasan 15 indikator tersebut termasuk faktor-faktor penyebabnya, baik yang disebabkan barang dumping maupun faktor lainnya. Kebenaran dari fakta-fata tersebut harus dapat di verifikasi oleh Komite Anti Dumping Indonesia KADI. Pemberian informasi yang salah dapat menyebabkan permohonan ditolak. 198 Data yang disampaikan kepada Komite Anti Dumping Indonesia KADI yang menerangkan adanya kerugian maka perlu dilihat kinerja perusahaan selama 4 tahun antara lain menyangkut kinerja penjualan, utilisasi kapasitas, profit, persediaan, pangsa pasar dsb. Pemohon diharapkan dapat menyediakan data tiga tahun sebelumnya dan data tahun sekarang. Data tahun sekarang periode investigasi dapat diberikan berdasarkan kuartal dan apabila memungkinkan dapat dalam bentuk data bulanan sampai dengan bulan terakhir. 199 198 Komite Antidumping., Ibid.,hal.12 199 Ibid, Hal. 12-13 Ke 15 indikator tersebut juga di jelaskan dalam penjelasan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 34 Tahun 2011 pasal 17 yang berbunyi sebagai berikut: ”Dalam hal menyelidiki kerugian, KADI wajib mengevaluasi faktor ekonomi yang terkait dengan kondisi industri dalam negeri dan faktor lain yang relevan.” Dalam hal ini yang dimaksud dengan ”faktor ekonomi yang terkait” dapat berupa: potensi penurunan penjualan, keuntungan, produksi, pangsa pasar, produktifitas, pengembalian investasi, utilisasi kapasitas, faktor faktor yang mempengaruhi harga domestik, besaran marjin dumping, pengaruh negatif yang nyata dan potensial dari arus kas, persediaan, tenaga kerja, gaji, pertumbuhan, kemampuan meningkatkan modal dan investasi 200 Dari pernyataan diatas dapat di katakan bahwa dalam menentukan adanya kerugian Komite Anti Dumping Indonesia wajib mengevaluasi ke 15 indikator kerugian tersebut dalam hal menentukan kerugian materil sebagai akibat dari adanya dumping. 2. Adanya ancaman kerugian bagi industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis yang mengalami kerugian akibat produk dumping tersebut secara nyata threat of material injury, dalam hal ini yang di maksud dengan ancaman pada dasarnya sesunguhnya belum terjadi kerugian secara faktual bagi industri dalam negeri, namun apabila tidak dikenakan biaya Antidumping maka industri dalam negeri akan mengalami kerugian. 3. Adanya kerugian materil yang dapat menghambat atau mengakibatkan terhalangnya produksi industri dalam negeri 200 Penjelasan Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 2011, Pasal 17 Selain ketiga kerugian yang terkandung dalam pasal 1 ayat 13 dalam PP No.34 tahun 2011 pasal 1 ayat 15 dan 16 juga memberikan definisi kerugian yang berbunyi: ”Kerugian serius adalah kerugian menyeluruh yang signifikan yang diderita oleh industri dalam negeri.” 201 Ancaman kerugian serius adalah kerugian serius yang jelas akan terjadi dalam waktu dekat pada industri dalam negeri yang penetapannya didasarkan atas fakta fakta, bukan didasarkan pada tuduhan, dugaan, atau perkiraan. 202 Dalam hal ini maksud kerugian serius itu adalah kerugian nyata yang diderita oleh industri dalam negeri. 203 Sedangkan yang di maksud dengan ancaman kerugian serius yang jelas akan terjadi dalam waktu dekat itu adalah ancaman kerugian bagi produk produk yang vital produk produk yang dianggap penting contoh seperti produk produk pertanian yang memerlukan penanganan dengan cepat dan penetapan bea masuk Antidumping tersebut diperlukan dikarenakan kerugian itu akan terjadi dan penetapan bea masuk itu harus segera di lakukan dengan waktu yang singkat. 204 Berdasarkan definisi diatas dapat di katakan bahwa kerugian materiel tidak di jelaskan lebih rinci mengenai seorang pemohon dalam hal pengajuan antidumping harus memenuhi minimal berapa faktor indikator yang harus di penuhi untuk dalam hal menentukan kerugian materil. Namun pada prakteknya 6 indikator saja yang terpenuhi dapat 201 PP No.34 Tahun 2011 Pasal 1 15 202 PP No.34 tahun 2011 Pasal 1 16 203 Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 84 Tahun 2002 pasal 1 2 204 Wawancara dengan Duma Situmorang, Staff Penyelidikan Anti Dumping dan Subsidi pada KADI Jakarta: Tanggal 16 April 2013 dijadikan acuan dalam menentukan kerugian terhadap industri dalam negeri. 205 Yang dimaksud dengan industri dalam negeri, dalam hal tindakan Antidumping atau tindakan imbalan, adalah produsen dalam negeri yang secara keseluruhan dari barang sejenis atau yang secara kumulatif produksinya merupakan proporsi yang besar dari keseluruhan produksi barang sejenis, tidak termasuk: 206 a Produsen dalam negeri yang terafiliasi dengan eksportir, eksportir produsen, atau importir barang dumping atau barang yang mengandung subsidi; dan b Importir barang dumping atau barang yang mengandung subsidi. Dari penjelasan diatas industri dalam negeri menurut Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2011 tidak mengatur lebih rinci mengenai hubungan istimewa yang harus dikecualikan dalam penentuan industri dalam negeri. Artinya bahwa produsen yang memiliki hubungan istimewa dengan pengeskpor atau produsen dapat di kategorikan sebagai industri dalam negeri. 207 Menurut A . Setiadi dalam Yulianto Syahyu, bahwa yang dimaksud dengan produsen yang terkait atau memiliki hubungan istimewa adalah apabila mereka memiliki kriteria sebagai berikut: 208 a Apabila salah satu dari produsen dalam negeri atau pengekspor baik langsung maupun tidak langsung mengendalikan salah satu dari mereka Pengekspor b Keduanya dikendalikan oleh pihak ketiga yang sama. 205 Wawancara dengan Duma Situmorang. Staff Penyelidikan Antidumping dan Subsidi pada KADI Jakarta: Tanggal 16 April 2013 206 Peraturan Pemerintah No 34 Tahun 2011, Bab 1 Pasal 1 17 207 Muhammad Sood., Op. cit., hal. 154 208 Yulianto Syahyu., Op.cit., hal. 79 c Keduanya bersama-sama mengendalikan pihak ketiga sepanjang terdapat dasar untuk meyakini atau menduga bahwa akibat dari hubungan tersebut adalah sedemikian rupa, sehingga menyebabkan produsen dimaksud berperilaku berbeda dengan produsen yang tidak memiliki hubungan istimewa. Ketiga hal tersebut tidak dapat di jumpai dalam Peraturan Perundang- Undangan maupun Peraturan Pemerintah negara Republik Indonesia No 34 Tahun 2011. B. Penentuan kerugian Materil berdasarkan Kebijakan Antidumping di Filipina 1. Penentuan kerugian Materil Material Injury berdasarkan Republict of Act No. 8752 The Antidumping 1999 Adapun dalam hal penentuan kerugian materil berdasarkan kebijakan Antidumping Filipina dapat dilihat dari ketentuan yang tertera dalam Republict of Act No. 8752 The Antidumping 1999 Part 2 Special Duties i yang berbunyi sebagai berikut: 209 i Determination of Material Injury or Threat Thereof. - The presence and extent of material injury to the domestic industry, as a result of the dumped imports shall be determined on the basis of positive evidence and shall require an objective examination of, but shall not be limited to the following: 1 The rate of increase and amount of imports, either in absolute terms or relative to production or consumption in the domestic market; 2 The effect of the dumped imports on the price in the domestic market for like product, commodity or article, that is, whether there has been a significant price undercutting by the dumped imports as compared with the price of like product, commodity or article in the domestic market, or whether the effect of such imports is otherwise to depress prices to a significant degree or prevent price increases, which otherwise would have occurred, to a significant degree; and 3 The effect of the dumped imports on the domestic producers or the resulting retardation of the establishment of a domestic industry manufacturing like product, commodity or article, including an evaluation of all relevant economic 209 Republict of Act No. 8752 Part 2 i factors and indices having a bearing on the state of the domestic industry concerned, such as, but not limited to, actual or potential decline in output, sales, market share, profits, productivity, return on investments, or utilization of capacity; factors affecting domestic prices; the magnitude of dumping; actual and potential negative effects on cash flow, inventories, employment, wages, growth, and ability to raise capital or investments. The extent of injury of the dumped imports to the domestic industry shall be determined by the Secretary and the Commission upon examination of all relevant evidence. Any known factors other than the dumped imports which at the same time are injuring the domestic industry shall also be examined and the injuries caused by these factors must not be attributed to the dumped imports. The relevant evidence may include, but shall not be limited to, the following: 1 The volume and value of imports not sold at dumping prices; 2 Contraction in demand or changes in consumption pattern; 3 Trade restrictive practices and competition between foreign and domestic producers; 4 Developments in technology; and 5 Export performance and productivity of the domestic industry. A determination of a threat of material injury shall be based on facts and not merely on allegation, conjecture or remote possibility. The change in circumstances which will create a situation in which the dumping will cause injury must be clearly foreseen and imminent. In making a determination regarding the existence of a threat of material injury, the following shall be considered, inter alia, collectively: 1. a significant rate of increase in the importation of the dumped products into the domestic market indicating the likelihood of substantially increased importations; 2. sufficient freely disposable, or an imminent, substantial increase in, production capacity of the foreign exporter indicating the likelihood of substantially increased dumped exports in the domestic market, taking into account the availability of other export markets to absorb any additional exports; 3. whether dumped products are entering at prices that will have a significantly depressing or suppressing effect on domestic prices, and will likely increase demand for further importation of the dumped products; and 4. Inventories of the product being investigated Berdasarkan kalimat tersebut diatas maka definisi kerugian materil material injury adalah adanya kerugian materil yang dialami oleh industri dalam negeri sebagai akibat dari adanya produk import yang dijual secara dumping yang mana dalam hal menentukan adanya dumping harus berdasarkan bukti bukti positif dan membutuhkan pengujian secara objektif, akan tetapi tidak terbatas pada hal hal di bawah ini; 1. Laju peningkatan dan jumlah produk impor yang di duga dumping, baik bersifat absolut atau relative terhadap produksi atau konsumsi dalam pasar domestik atau pasar dalam negeri. 2. Sebagai akibat dari adanya produk dumping menyebabkan harga di pasar dalam negeri untuk produk sejenis mengalami penurunan harga secara signifikan, atau sebagai akibat dari adanya produk dumping menyebabkan penurunan harga ke tingkat yang lebih rendah. Depresi harga penurunan harga mengacu pada adanya kerugian materil yang di alami oleh industri dalam negeri di karenakan produsen dalam negeri mengurangi jumlah penjualan di karenakan kalah bersaing dengan produk dumping. Sedangkan harga suppression penekanan harga mengacu pada adanya kerugian materil yang dialami oleh industri dalam negeri penurunan harga yang disebabkan semakin meningkatnya produk impor yang dijual dengan harga dumping. 3. Sebagai akibat dari adanya lonjakan produk import yang bersifat dumping menyebabkan terhambatnya perkembangan industri dalam negeri dalam memproduksi produk sejenis, termasuk evaluasi semua aspek ekonomi yang terkait dan indikator indikator sebab akibat kerugian materil industri dalam negeri seperti tidak terbatas pada penjualan dalam negeri, profit, kemunduran suatu industri dalam negeri dalam hal memproduksi, pangsa pasar, produktivitas, return of investment, utilisasi kapasitas, harga dalam negeri, besaran margin dumping, cash flow peredaran uang, persediaan, tenaga kerja, gaji, pertumbuhan ekonomi, kemampuan dalam meningkatkan modal. Indikator kerugian yang tertera diatas bukanlah semua indikator yang bersifat menyeluruh apabila terdapat indikator lain dalam menentukan kerugian maka dapat di gunakan sebagai indikator dalam menentukan kerugian, atau apabila indikator kerugian diatas tidak dapat menentukan kerugian maka memerlukan informasi lebih lanjut. Adanya kerugian materil material injury yang dialami oleh industri dalam negeri sebagai akibat dari adanya produk dumping, Sekretaris dan Komisi dalam hal menentukan adanya kerugian secara materil berdasarkan pengujian faktor faktor terkait dan bukti bukti yang relevan. Faktor faktor tersebut dalam waktu dekat menyebabkan kerugian bagi industri dalam negeri. Sedangkan bukti bukti yang relevan dapat berupa bukti bukti yang terkait tapi tidak terbatas pada hal hal di bawah ini : 1 Volume dan jumlah produk import yang tidak dijual dengan harga dumping; 2 Pengurangan permintaan atau perubahan pola konsumsi; 3 Adanya praktek pembatasan perdagangan dan persaingan antara produsen luar negeri dengan produsen dalam negeri; 4 Perkembangan teknologi; dan 5 Kinerja ekspor dan produktifitas industri dalam negeri yang selayaknya di pertimbangkan yang dapat juga berpengaruh serta menimbulkan kerugian pada industri dalam negeri. Dalam hal menentukan kerugian materil harus berdasarkan pada fakta bukan berdasarkan dugaan, perkiraan atau kemungkinan kecil bisa terjadi. Kerugian materil yang di derita oleh suatu industri dalam negeri harus berdasarkan pada perubahan keadaan yang menciptakan situasi bahwa adanya dumping dapat menimbulkan kerugian. Hal tersebut harus dapat di ramalkan dan kalau tidak di ambil tindakan dalam waktu dekat maka industri dalam negeri akan mengalami kerugian. Dalam hal menentukan kerugian materil, berdasarkan fakta fakta di bawah ini; 1. Peningkatan jumlah produk import pada industri dalam negeri yang menyebabkan industri dalam negeri produk sejenis mengalami kerugian 2. Ancaman kerugian dalam waktu dekat, dengan meningkat secara substansial, kapasitas produksi dari produsen luar negeri yang menyebabkan produk sejenis meningkat di pasar dalam negeri 3. Ketika produk impor dengan harga dumping masuk ke pasar dalam negeri mengakibatkan harga menurun secara signifikan yang menyebakan meningkatnya jumlah import barang dumping. 4. Produk yang diselidiki. Dari pengertian diatas terlihat jelas bahwa kerugian materil yang terdapat pada Republict of Act 8752 The Antidumping of Act 1999 hanya mengatur secara umum mengenai kerugian materil yang dialami oleh industri dalam negeri. Adapun ketentuan yang berkaitan dalam hal menentukan adanya kerugian materil menurut kebijakan Antidumping di Filipina lebih lanjut di jelaskan pada Administrative Order No.1 Republict of Act No. 8752 Implementing Rules and regulations Governing the imposition of an Anti-dumping Duty under Republict Act 8752 the Antidumping of Act. Berbeda dengan ketentuan yang terdapat di Indonesia, dalam hal menentukan adanya kerugian materil hanya di atur pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 34 tahun 2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan.

2. Penentuan kerugian Materil Material Injury berdasarkan Administrative Order