Penentuan Kerugian Materil Menurut Undang Undang No. 10 Tahun 1995 tentang Penentuan Kerugian Materil Menurut Undang Undang Nomor 17 Tahun 2006

2. Penentuan Kerugian Materil Menurut Undang Undang No. 10 Tahun 1995 tentang

Kepabeanan Pada dasarnya kerugian materil material injury yang dialami oleh industri dalam negeri diatur dalam UU No. 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan Bab IV Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan Bagian Pertama, pasal 18 yang berbunyi Bea masuk Antidumping dikenakan terhadap barang impor dalam hal : a. Harga ekspor dari barang tersebut lebih rendah dari nilai normalnya; dan b. Impor barang tersebut: 1. Menyebabkan kerugian terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut; 2. Mengecam terjadinya kerugian terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut; dan 3. Menghalangi pengembangan industri barang sejenis di dalam negeri. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa di dalam UU No. 10 Tahun 1995 pasal 18 b hanya mengatur bea masuk Antidumping dapat diterapkan kepada negara pengekspor yang melakukan dumping yang menyebabkan kerugian materil material injury yang diderita industri dalam negeri. Namun tidak di jelaskan lebih rinci mengenai kerugian materil material injury yang di derita oleh industri dalam negeri. UU No. 10 Tahun 1995 hanya berisikan ketentuan pengenaan Bea Masuk Antidumping. Pengenaan Bea Masuk Antidumping yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia merupakan instrumen untuk melindungi industri dalam negeri sebagai akibat dari adanya produk dumping yang masuk ke Indonesia dan akibat dari adanya praktek dumping tersebut industri di negara pengimpor mengalami kerugian secara materil. Kerugian materil material injury lebih rinci di jelaskan dalam Peraturan Pemerintah.

3. Penentuan Kerugian Materil Menurut Undang Undang Nomor 17 Tahun 2006

Tentang Perubahan atas Undang Undang No 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan Dalam hal menentukan kerugian material injury diatur dalam UU No. 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang Undang No. 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan, penentuan kerugian materil masih mengacu pada UU No. 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan Bab IV Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan Bagian Pertama, pasal 18 yang berbunyi sebagai berikut Bea masuk Antidumping dikenakan terhadap barang impor dalam hal : 191 a Harga ekspor dari barang tersebut lebih rendah dari nilai normalnya; dan b Impor barang tersebut: 1. Menyebabkan kerugian terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut; 2. Mengecam terjadinya kerugian terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut; dan 3. Menghalangi pengembangan industri barang sejenis di dalam negeri. Penentuan kerugian material yang dialami oleh industri dalam negeri menurut Undang Undang No 17 Tahun 2006 masih mengacu pada UU No. 10 Tahun 1995 tentang kepabeanan yang terdapat pada Bab IV Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan Bagian Pertama Bea Masuk Antidumping, penjelasan pasal 18 UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. UU No.17 tahun 2006 tetap mempertahankan tidak menghapus pasal 18, pasal 19, pasal 21 dan pasal 22 Undang Undang No 10 tahun 1995 tentang kepabeanan, tetapi menghapus pasal 20 tentang pengaturan persyaratan dan tatacara pengenaan Bea Masuk Antidumping dengan Peraturan Pemerintah dan menghapus Pasal 23 tentang 191 Pasal 18 UU No 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan pengaturan persyaratan Bea Masuk Imbalan dengan peraturan pemerintah. Pasal 20 Undang Undang No 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan berbunyi: 192 “Ketentuan tentang persyaratan dan tata cara pengenaan Bea Masuk Antidumping serta penanganannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.” Pasal 20 Undang Undang No 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan diatas telah dihapus dengan keluarnya Undang Undang No 17 Tahun 2006, seperti terlihat dalam ketentuan perubahan nomor 35 yang berbunyi: 193 35. Pasal 20 dihapus. Pasal 23 Undang Undang No 10 Tahun 1995 tentang kepabeanan berbunyi: 194 “Ketentuan tentang persyaratan dan tata cara pengenaan Bea Masuk Imbalan serta penanganannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.” Pasal 23 Undang Undang No 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan diatas telah dihapus dengan keluarnya Undang Undang No 17 Tahun 2006, seperti terlihat dalam ketentuan perubahan nomor 36 yang berbunyi: 195 36. Pasal 23 dihapus. Namun, selanjutnya pengaturan mengenai persyaratan dan tata cara pengenaan Bea Masuk Antidumping, Bea Masuk Imbalan, digabungkan dengan pengaturan mengenai persyaratan dan tata cara Bea Masuk Tindakan Pengamanan dan Bea Masuk Pembalasan yang diatur 192 Christophorus Barutu., Op.cit., hal. 132 193 Loc.cit 194 Loc.cit 195 Ibid., hal 133 lebih lanjut dalam Peraturan pemerintah, seperti yang ditegaskan dalam Pasal 23D Undang Undang No 17 Tahun 2006 yang berbunyi: 196 Bagian Kelima Pengaturan dan penetapan Pasal 23D 1 Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pengenaan bea masuk Antidumping, bea Masuk Imbalan, Bea Masuk Tindakan Pengamanan , dan Bea Masuk Pembalasan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 2 Besar tariff bea masuk Antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan bea masuk pembalasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan oleh Mentri. Pada pokoknya UU No.17 Tahun 2006 hanya membicarakan masalah masalah yang berkaitan dengan kepabeanan tidak secara khusus menguraikan mengenai penentuan kerugian materil yang dialami oleh industri dalam negeri. Berbeda halnya dengan ketentuan menurut kebijakan Antidumping di Filipina, UU no 17 Tahun 2006 ini tidak mengatur penentuan kerugian materil yang dialami oleh industri dalam negeri secara lebih terperinci. Adapun dalam hal menentukan kerugian materil yang dialami oleh industri dalam negeri lebih lanjut diatur oleh Peraturan Pemerintah No 34 Tahun 2011. 196 Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2011, Op.cit., Pasal 23D

4. Penentuan Kerugian Materil berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik