Intervensi Negara terhadap INGSO sebagai Aksi Legal dan Politik

IV.1 Intervensi Negara terhadap INGSO sebagai Aksi Legal dan Politik

Intervensi sebuah negara terhadap INGSO merupakan sebuah praktik ilegal karena melanggar prinsip otonomi INGSO dan dianggap sebagai pencampuran antara olahraga dan politik. FIFA sebagai salah satu INGSO mendapatkan otonomi organisasi yang diakui oleh European Council dan terikat oleh Swiss Law yang menjamin kebebasan serta imunitas organisasi, memiliki prinsip yang kuat dalam memisahkan antara olahraga dan politik yang diwujudkan dalam Statuta FIFA artikel 17 “Each Member shall manage its affairs independently and with no influence from third parties.” 238

Prinsip tersebut kemudian tidak menutup kemungkinan adanya intervensi negara terhadap INGSO. Terdapat beberapa celah yang bisa dijadikan justifikasi legalitas intervensi negara yang nantinya akan membantu sebuah negara untuk melancarkan intervensi ke dalam INGSO tanpa bisa dibantah. Celah pertama adalah kontinuitas praktik bad governance dalam INGSO yang menyimpulkan bahwa sebuah INGSO tidak bisa dinilai akuntabel. Pada dasarnya menurut Roger Pielke, sebuah INGSO memang sulit untuk dinilai akuntabilitasnya karena tidak adanya pemerintah global yang bisa membuat regulasi internasional dan menurut

Stiglitz akuntabilitas di dunia politik global sangat sulit untuk dicapai. 239 INGSO yang tidak bisa dinilai akuntabel kemudian seringkali terlena dalam melakukan

238 Jean-Loup Chappelet, “Autonomy of sport in Europe”, hal 15. 239 Roger Pielke Jr., “How can FIFA be held accountable?”, 256.

praktik bad governance dalam organisasi sehingga mengikis kemampuan self- regulated yang pada akhirnya menjadi titik awal adanya intervensi dari luar.

Setelah mengetahui bahwa INGSO memiliki celah, sebuah negara yang ingin turun tangan tidak kemudian bisa langsung melakukan penetrasi ke dalam organisasi. Hal tersebut dikarenakan adanya tata cara yang telah disepakati secara global untuk dapat masuk dan mengintervensi organisasi. Hambatan yang seringkali ditemukan selain prinsip otonomi organisasi adalah imunitas hukum negara basis organisasi. Cedric Ryngaert mengatakan bahwa untuk bisa melancarkan intervensi, negara pelaku harus melakukan kerjasama internasional dengan negara basis untuk memohon izin intervensi—tentunya dengan basis-

basis/alasan legal. 240 Setelah negara mendapatkan izin untuk mengintervensi sebuah INGSO yang dinilai bermasalah, barulah intervensi dapat dilakukan.

Basis legal sebuah negara untuk melakukan intervensi ke dalam INGSO bisa berwujud pelanggaran yurisdiksi negara yang akan mengintervensi. Namun tentunya negara tersebut harus memiliki alat berupa law enforcement yang akan digunakan untuk mengadili INGSO yang melanggar yurisdiksinya. Law enforcement negara yang bersifat ekstrateritori khususnya bisa digunakan untuk mengadili INGSO yang berada di luar teritori negara. Jika pelanggaran INGSO bersifat ekstrateritori maka hukum yurisdiksi negara akan dipaksakan kepada

INGSO tersebut dan diadili oleh negara yang mengaplikasikan hukumnya. 241 Tidak berhenti pada aspek legal, intervensi sebuah negara bisa memiliki motif lain

yang berjalan seiringan dengan legalitas intervensi. Motif sebuah negara dalam

240 Cedric Ryngaert, “The Concept of Jurisdiction in International Law”, 7. 241 Cedric Ryngaert, “The Concept of Jurisdiction in International Law”, 6.

mengintervensi INGSO bisa berupa motif politik. Untuk melihat munculnya motif politik dalam intervensi perlu dilakukan analisis mendalam pada proses intervensi yang pada akhirnya akan memunculkan suatu kejanggalan/anomali. Namun sebelumnya perlu diketahui terlebih dahulu bahwa olahraga bisa dijadikan alat politik negara.

Polley dan Houlihan telah mengatakan bahwa olahraga dan politik memiliki hubungan interelasi yang semakin menguat hubungannya pasca adanya komersialisasi olahraga. 242 Olahraga memiliki banyak fungsi yang bisa

dimanfaatkan oleh kepentingan politik seperti menjadi kendaraan propaganda, arena adu prestis negara, sumber pemasukan dan lain-lain. Tabel I.4.4.1 menunjukkan secara rinci fungsi olahraga sebagai kendaraan politik yang kemudian dijadikan justifikasi masuknya negara ke dalam INGSO. Salah satu fungsi olahraga yang disampaikan oleh Paddick adalah sebagai wadah persaingan prestis negara dan pelampiasan tendensi negara. Persaingan prestis negara diwujudkan dalam sebuah MSE sebagai wadah unjuk kekuatan negara secara global untuk menilai kekuatan sebuah negara. 243 Pada akhirnya, sebuah intervensi

yang dilakukan negara terhadap INGSO bisa memiliki motif politik namun harus memiliki basis legal yang berguna sebagai justifikasi intervensi.