Intervensi AS ke dalam Skandal FIFA sebagai aksi Politik

IV.3 Intervensi AS ke dalam Skandal FIFA sebagai aksi Politik

Aspek politik intervensi AS ke dalam skandal FIFA tidak seketika hadir bersamaan dengan eksistensi aspek legal karena tentunya sebuah negara yang ingin mengintervensi sebuah organisasi internasional non-pemerintah yang memiliki otonomi dan imunitas tentunya harus memiliki basis legal intervensi. Pada konklusi kerangka pemikiran bab 1 peneliti telah menjabarkan bagaimana aspek politik bisa hadir dalam mencari penjelasan kasus ini. Segala asumsi, proses, strategi hingga realisasi intervensi digambarkan dan dihubungkan dengan benang-

247 George Wright, “FIFA and the United States: The Russian Connection”.

benang merah kasus serta data dan fakta yang telah tersedia hingga memunculkan beberapa anomali. Anomali yang muncul itulah yang kemudian dijadikan dasar perhitungan munculnya aspek politik dalam intervensi skandal FIFA. Berikut akan peneliti jabarkan beberapa faktor kunci munculnya aspek politik intervensi skandal FIFA: 1) adanya pembelokan tujuan intervensi; 2) investigasi ulang proses bidding tuan rumah PD 2018 dan 2022; 3) “timing” dan “placing” intervensi.

Pembelokan tujuan intervensi dibuktikan dengan adanya kontradiksi pernyataan dari para eksekutor AS yakni terutama DOJ yang menyatakan bahwa intervensi skandal FIFA dilakukan atas dasar inakuntabilitas organisasi dan penyalahgunaan sistem finansial AS yang bertujuan untuk membersihkan organisasi namun pada akhirnya yang lebih terlihat adalah munculnya tujuan lain yakni mengambil hak tuan rumah PD Rusia 2018. Pernyataan peneliti sebelumnya dapat dilihat melalui fakta diadakannya investigasi ulang terkait pemberian hak tuan rumah PD Rusia dan Qatar meskipun pada bab III.2 telah dijelaskan bahwa pada tahun 2014 telah ada investigasi internal dan Rusia disimpulkan telah bebas dari pelanggaran selama proses bidding. Namun pasca penangkapan petinggi FIFA di Zurich Mei 2015 investigasi pemilihan tuan rumah PD 2018 akan dibuka kembali. Pada sub bab selanjutnya peneliti menjabarkan beberapa anomali intervensi yang semakin menguatkan asumsi bahwa intervensi AS ke dalam skandal FIFA tidak hanya bersifat legal.

Timing” adalah segalanya, bahkan dalam sepak bola dan politik. Kali ini kejadian penangkapan para petinggi FIFA di Zurich dengan hanya berselang Timing” adalah segalanya, bahkan dalam sepak bola dan politik. Kali ini kejadian penangkapan para petinggi FIFA di Zurich dengan hanya berselang

Kontradiksi pertama intervensi AS terhadap skandal FIFA dengan segala anomalinya datang dari Moscow, Rusia. Piala Dunia berikutnya yang telah dijadwalkan akan diadakan di Rusia dan Vladimir Putin seketika melontarkan pendapatnya mengenai aksi AS yang menurutnya sudah menuju ke arah personal: “So there are clearly forces in America that are trying to turn anything positive that we have into a new channel of confrontation.” Kirill Kabanov yang memonitor praktik korupsi di Rusia dan merupakan seorang anggota council on civil society Kremlin menyatakan pada TIME: “Dan jika memang penyuapan dalam FIFA memang ada, mengapa orang-orang Amerika baru mempermasalahkannya sekarang tepat setelah FIFA menolak permohonan para

senator AS untuk mencabut hak Piala Dunia Rusia?” 249 Tanggapan Kremlin tidak datang tanpa alasan karena dakwaan yang dijatuhkan AS kepada FIFA sangat

sensitif terkait adanya dugaan mismanajemen yang memungkinkan untuk mengambil momen Rusia sebagai tuan rumah Piala Dunia. 250

AS baru turun tangan dalam skandal FIFA pada pertengahan tahun 2015. Maka kasus yang dijadikan sasaran analisis aksi AS tersebut adalah dua Piala Dunia mendatang yakni Rusia 2018 dan Qatar 2022. Jika ditarik benang merah, jawaban tersebut dapat dikaitkan dengan kekalahan bidding Inggris untuk PD 2018 dan AS untuk PD 2022. 251 Meskipun terdapat aspek legal dari intervensi AS terhadap

248 David Goldblatt, “The Fifa fiasco proves it’s time to dismantle football’s edifice of corruption”. 249 Simon Shuster, “Russia Sees U.S. Conspiracy Against World Cup Plans in FIFA Scandal”. 250 Reid Standish, “Russia: U.S. FIFA Investigation Is Illegal, Extraterritorial Use of Law”, http://foreignpolicy.com/2015/05/27/russiausfifainvestigationisillegalextraterritorialuseoflaw- worldcup2018seppblatterputin/ (diakses 18 Juni 2016). 251 Diana Johnstone, “Playing hard ball with soft power”.

skandal FIFA sebagai INGO dengan otonomi dan prinsip bebas intervensi pemerintah, “timing” atau waktu intervensi AS terhadap skandal FIFA dianggap janggal dan memunculkan banyak pertanyaan karena: pertama, seperti yang telah tertera di atas, terbongkarnya kasus korupsi FIFA telah menjadi rahasia publik dan telah didokumentasikan sejak beberapa dekade yang lalu, terutama sejak 2010 252 ;

kedua, aksi penangkapan petinggi FIFA yang dilakukan DOJ beserta dakwaan yang turut dibongkar baru dilakukan ketika para petinggi FIFA sedang mengadakan general meeting di Zurich, tepat dua hari sebelum pelaksanaan kongres pemilihan presiden FIFA. Kala itu Sepp Blatter, presiden FIFA selama empat kali dan akan menjadi presiden untuk kelima kalinya. Namun kejadian penangkapan petinggi FIFA menciptakan kekacauan dalam FIFA sehingga membatalkan pelaksanaan kongres; ketiga, hukum yurisdiksi yang dipakai oleh AS untuk melakukan investigasi dan mendakwa anggota INGO berbasis di Swiss adalah RICO Act 1970 (Racketeering Influence and Corruption Act) yang merupakan hukum untuk mengadili aktivitas kriminal terorganisir; dan yang keempat, pelaksanaan kongres FIFA tidak hanya dilaksanakan untuk memilih presiden FIFA namun juga untuk melaksanakan kesepakatan suara (vote) terkait permohonan FA Palestina untuk mencoret Israel dari keanggotaan FIFA. 253

Terdapat anomali berikutnya yang membedakan intervensi AS terhadap FIFA dengan intervensi negara lain yakni pendekatan intervensi yang dilakukan. Anomali yang membedakan intervensi AS terhadap FIFA dengan intervensi negara lain yakni pendekatan intervensi yang dilakukan. Sesaat setelah Blatter mengumumkan pemegang hak tuan rumah PD 2018 dan 2022, Buretta secara

252 lihat sub bab II.3.1. 253 George Wright, “FIFA and the United States: The Russian Connection”.

resmi membuka kasus untuk melawan FIFA dengan cara memakai seorang anggota FIFA berkebangsaan Amerika yang dijadikan “whistleblower”, Chuck Blazer. 254 Selain itu yang mengejutkan adalah mundurnya Sepp Blatter setelah

terpilih menjadi presiden FIFA kelima kalinya, tepat tiga hari setelah intervensi FIFA dilancarkan.