Kegagalan Pemerintahan FIFA: Regime Change FIFA sebagai Global Demand

III.1.3 Kegagalan Pemerintahan FIFA: Regime Change FIFA sebagai Global Demand

His tenure has been marked by a steady stream of internal and external investigations into embezzlement and bribery, not to mention allegations of vote buying in the selection of Russia and Qatar to host the next two World Cups. Of the 22 FIFA executive committee members who voted in the

165 Matthew Oresman, “The FIFA Scandal: The Long Foot of American Justice”, 2015. 166 Lihat lampiran.

Russia and Qatar selections, at least half have been accused of corruption related to the process - Bloomberg 167

The timing is really the dead giveaway. This investigation by the media and various police authorities has been going on for about a year now and suddenly just two days before the election, there is all this suspicion surrounding Sepp Blatter – Tony Gosling

Komentator non-Western, Sukant Chandan, melihat adanya kampanye untuk melengserkan Sepp Blatter sebagai sebuah usaha regime change 168 yang berasal

dari Washington. AS menginginkan Blatter mundur sehingga Prince Ali bisa menggantikan Blatter sebagai Presiden FIFA. Prince Ali akan dengan mudah mematuhi apapun keinginan AS karena AS adalah sponsor utama Yordania. Hal tersebut berarti AS akan dengan mudah mengontrol FIFA dan mengontrol FIFA berarti mengontrol dan mempengaruhi olahraga nomor satu dunia. Perjudian, pengaturan skor, korupsi, kerjasama sponsor, pemasukan iklan, hak siar, dan segala kontrak terkait persepakbolaan dapat dikontrol melalui Washington dan diawasi oleh AS 169 .

Sebagai presiden FIFA berkewarganegaan Swiss, Blatter memang tidak pernah menjadi bagian dari komunitas Anglo-American internasional. Seorang jurnalis investigasi Inggris, Tony Gosling, mendeskripsikan Blatter sebagai karakter boneka yang dapat dengan mudah dipermainkan oleh Barat. Gosling menambahkan bahwa FIFA adalah salah satu institusi besar terakhir yang bebas dari kontrol Barat sehingga tidak mengejutkan jika Barat terutama AS membawa

167 Eugene Bai, “How the FIFA scandal is leading to a US-Russia political confrontation”. 168 Pergantian pemimpin, biasanya ditujukan untuk mengganti presiden atau pemimpin sebuah

negara. 169 Red Pill Times, “Did the US Just Execute a FIFA Coup D'Etat?”,

http://russia-insider.com/en/upcoming-elections-russia-2018-john-mccain-corruption-did-us-just- execute-fifa-coup-detat/ri7498 (diakses 8 Juni 2016).

kandidat presiden, Prince Ali dari Yordania untuk menggantikan posisi Blatter sebagai presiden FIFA. 170

Kebijakan Blatter selama memimpin FIFA adalah untuk menyebarkan nilai-nilai sepak bola ke seluruh dunia dengan merangkul negara-negara berkembang non- Western yang ada di Afrika dan Asia. Kebijakan Blatter bukan berarti tidak memiliki efek samping karena negara-negara Dunia Ketiga sarat dengan praktik perputaran uang ilegal di bawah meja. Sebagai contoh, korupsi merupakan hal yang wajar jika membicarakan berjalannya sebuah bisnis di Afrika Selatan yang notabene adalah negara tuan rumah Piala Dunia 2010. Selain itu, jatuhnya pilihan kepada Qatar sebagai tuan rumah PD 2022 semakin menyudutkan Blatter karena hanya suap dan pembelian suara yang mampu menjelaskan keputusan tersebut. “It

was the reductio ad absurdum 171 of FIFA corruption. That one really gave the game away.” 172

Kontinuitas praktik korupsi FIFA selama rezim Blatter dimanfaatkan sebagai keuntungan oleh oposisi Blatter yang kebanyakan adalah negara-negara Barat. Inggris, sebagai contoh, telah lama menyuarakan kampanye melawan Blatter sejak Inggris kalah dari Rusia dalam bidding PD 2018 pada tahun 2010 lalu di

Zurich. 173 Blatter sendiri mengakui bahwa keputusan untuk memberikan hak tuan rumah PD 2018 kepada Rusia telah disetujui sebelum pelaksanaan resmi acara

pengambilan suara (Congress voting). Menanggapi hal tersebut, Simon Johnson selaku chief operating officer bidding inggris mengatakan bahwa FA Inggris

170 RT, “FIFA’s corruption scandal: Behind the scenes”, https://www.rt.com/news/262769-fifa- scandal-blatter-usa/ (diakses 9 Mei 2016).

171 Pembuktian melalui kontradiksi. 172 Diana Johnstone, “Playing Hard Ball With Soft Power”. 173 RT, “FIFA’s corruption scandal: Behind the scenes”. 173 George Wright, “FIFA and the United States: The Russian Connection”.

memiliki hak untuk melawan FIFA secara legal. FA telah mengeluarkan biaya sebesar 21 juta pounds termasuk 2,5 juta pounds uang rakyat yang digunakan dalam proses bidding untuk menjadi tuan rumah PD 2018. Johnson mengatakan dalam siaran langsung radio BBC “Seiring dengan berjalannya proses, para petinggi FIFA mengatakan kepada kami bahwa selama kami menyajikan lamaran bidding dan presentasi yang menjanjikan maka kami memiliki kesempatan dan penawaran yang tinggi. Tim bidding menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan dan bahkan sehari sebelum pengumuman, kami mengira kami memiliki kesempatan.” 174 Presiden FA, Greg Dyke, mengatakan bahwa terkait fakta yang

dilontarkan oleh Sepp Blatter, maka Inggris menginginkan uang rakyat yang digunakan untuk bidding dikembalikan: “akan sangat baik jika Inggris

mendapatkan kembali uang para pembayar pajak negara.” 175 Tidak berhenti pada fakta kontroversial di atas, Blatter yang akan digantikan

posisinya pada pemilihan presiden FIFA di bulan Februari 2016 juga membongkar beberapa hal yang semakin menyulut kemarahan FA yakni: 1. Rusia tidak akan kehilangan haknya sebagai tuan rumah PD 2018; 2. Inggris tidak menanggapi kekalahan bidding secara sportif dengan menginvestigasi proses bidding PD 2018 dan 2022; 3. Mayoritas asosiasi sepak bola nasional di luar region Eropa tidak mendukung kandidat presiden FIFA yang dibawa oleh UEFA, Gianni Infantino; 4. Pembekuan Blatter merupakan hal yang tidak masuk akal dan FIFA ethics committee telah mengecewakannya. 176

174 BBC Sport, “Sepp Blatter: Russia 2018 World Cup 'agreed before vote ”, http://www.bbc.com/sport/football/34657900 (diakses 11 Mei 2016).

175 BBC Sport, “Sepp Blatter: Russia 2018 World Cup 'agreed before vote”, http://www.bbc.com/sport/football/34657900 (diakses 11 Mei 2016).

176 BBC Sport, “Sepp Blatter: Russia 2018 World Cup 'agreed before vote”.

Yang terjadi saat ini merupakan sebuah aktualisasi regime change. Namun yang berbeda kali ini regime change sedang tidak terjadi pada sebuah negara bangsa namun sebuah organisasi olahraga. Hal ini merupakan sebuah terobosan bagi model regime change yang biasa dilakukan oleh AS. Sepp Blatter telah dipaksa untuk mengundurkan diri dari kursi kepresidenan FIFA oleh banyaknya tekanan sponsor FIFA dan ancaman AS beserta aliansinya. Blatter menjadi target AS karena mendapat lebih banyak suara daripada kandidat presiden yang dibawa AS yakni Prince Ali dari Yordania. Selain itu selama bertahun-tahun Blatter telah dipojokkan oleh media Barat terkait banyaknya tuduhan korupsi yang terjadi dalam FIFA. Apalagi selama Blatter berkuasa, pihak-pihak yang diuntungkan secara finansial dari hasil kontrak kerjasama sponsor maupun hak siar televisi adalah anggota-anggota FIFA non-Western yang berasal dari Afrika, Asia, Timur Tengah dan Karibia. Anggota-anggota dari region tersebut juga telah mendominasi proses pengambilan keputusan dalam FIFA sehingga kekuatan

Barat dalam organisasi tersingkir secara mutlak. 177

177 "Without a revolutionary theory there can be no revolutionary movement", http://www.lalkar.org/article/2269/fifa-us-imperialism-attempts-regime-change.