Keaslian Penulisan Tinjauan Pustaka

3. Untuk memahami kedudukan kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah terkait dengan prinsip-prinsip General Agreement on Tariffs and Trade GATT. Selain itu, penulisan skripsi ini juga ditujukan sebagai pemenuhan tugas akhir dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Adapun manfaat penulisan yang diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Secara teoritis Secara teoritis, pembahasan terhadap pelarangan ekspor mineral mentah terkait dengan prinsip-prinsip General Agreement On Tariffs and Trade GATT ini akan memberikan pemahaman dan pengetahuan baru bagi para pembaca mengenai pelarangan ekspor mineral mentah, penyelesaian sengketa yang terjadi akibat dari kebijakan tersebut, serta kedudukan kebijakan tersebut terhadap prinsip-prinsip GATT. 2. Secara praktis Penulisan ilmiah ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi para pembaca terutama bagi para pihak yang berkecimpung di dunia pertambangan Indonesia, juga sebagai bahan bagi para akademisi dalam menambah wawasan dan pengetahuan mengenai kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah di Indonesia.

D. Keaslian Penulisan

Karya ilmiah penulis, skripsi ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapat gelar akademik Sarjana baik di Universitas Sumatera Utara maupun di Perguruan Tinggi lainnya. Judul karya ilmiah Penulis ini telah diperiksa oleh Perpustakaan Universitas Cabang FH USU Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum FH USU dan tidak ada judul yang sama dan tidak terlihat adanya keterkaitan. Dilihat dari permasalahan dan tujuan yang hendak dicapai dengan penulisan skripsi ini, maka dapat diketahui semua yang tertuang di dalam skripsi ini adalah asli dan bukan hasil jiplakan dari skripsi yang telah ada, dan diperoleh melalui hasil pemikiran para pakar dan praktisi, referensi, buku-buku, makalah- makalah dari bahan-bahan seminar, serta bantuan dari berbagai pihak, berdasarkan pada asas-asas keilmuan yang jujur, rasional dan terbuka. Semua ini adalah merupakan implikasi dari proses penemuan kebenaran ilmiah, maka dari itu penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah maupun secara akademik.

E. Tinjauan Pustaka

1. Pelarangan ekspor mineral mentah Pasal 1 angka 2 UU Minerba menyatakan “Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam, yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu.” 21 Senyawa anorganik adalah semua elemen- elemen atau unsur yang sudah bersatu padu di dalam alam. 22 Definisi Mentah adalah belum diolah, belum jadi. 23 21 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 1 angka 2. Bijih adalah kumpulan mineral yang 22 Salim Hs, Op.Cit., hlm.39. 23 Budiono, MA, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Surabaya: Karya Agung, 2005, hlm.339. mengandung 1 satu logam atau lebih yang dapat diolah secara menguntungkan. 24 Dalam bahasa Inggris Bijih diartikan juga sebagai Ore. 25 Mineral terbagi atas 4 empat golongan, yaitu: 1. mineral radioaktif; 2. mineral logam; 3. mineral bukan logam; dan 4. batuan. 26 Mineral golongan radioaktif tidak termasuk dalam golongan komoditas tambang mineral yang dapat ditingkatkan nilai tambahnya. 27 Nilai Tambah adalah pertambahan nilai mineral sebagai hasil dari proses pengolahan danatau pemurnian mineral. 28 Peningkatan Nilai Tambah adalah peningkatan nilai mineral melalui kegiatan pengolahan danatau pemurnian sehingga menghasilkan manfaat ekonomi, sosial dan budaya. 29 Pengolahan dan Pemurnian adalah kegiatan usaha pertambangan untuk meningkatkan mutu mineral danatau batubara serta untuk memanfaatkan dan memperoleh mineral ikutan. 30 24 Republik Indonesia, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri, Pasal 1 Angka 6. 25 Jhon M; Echols, Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003, hlm.408. 26 Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 2. 27 Republik Indonesia, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri, Pasal 2 angka 1. 28 Republik Indonesia, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri, Pasal 1 angka 12. 29 Republik Indonesia, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri, Pasal 1 Angka 13. 30 Republik Indonesia, Undang-Undang No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 1 Angka 20. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean. 31 Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen yang didalamnya berlaku Undang- Undang Kepabeanan. 32 Produk Pertambangan yang berasal dari mineral logam, mineral bukan logam, dan batuan dalam bentuk ore dan belum mencapai batasan minimum pengolahan dan atau pemurnian dilarang diekspor. 33 Pelarangan ekspor bijih raw material atau ore bertujuan untuk menjamin ketersediaan bijih raw material atau ore di dalam negeri sehingga dapat dilakukan pengolahan dan pemurnian terlebih dahulu terhadap bijih raw material atau ore tersebut untuk meningkatkan nilai tambahnya sebelum diekspor. Pelarangan ekspor mineral mentah adalah larangan terhadap ekspor mineral yang belum diolah atau dimurnikan terlebih dahulu di dalam negeri. 34 31 Republik Indonesia, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 04M-DAGPER12014 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan dan Pemurnian, Pasal 1 angka 1. Terkait dengan kebijakan pengendalian penjualan bijih raw material atau ore Mineral ke luar negeri serta dalam rangka meningkatkan nilai tambah dan ketersediaan sumber daya mineral di dalam negeri, perlu mengatur mengenai bea keluar terhadap barang ekspor berupa bijih raw material atau ore mineral. Bea keluar adalah pungutan negara berdasarkan Undang-undang Kepabeanan 32 Pengertian Daerah Pabean, http:www.beacukai.go.idindex.html?page=faqpengertian-daerah-pabean.html diakses tanggal 28 Februari 2015. 33 Republik Indonesia, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 04M-DAGPER12014 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan dan Pemurnian, Pasal 2 angka 3. 34 Putusan Mahkamah Konstitusi, Loc.Cit.,hlm.175. yang dikenakan terhadap barang ekspor. 35 2. Penyelesaian sengketa bidang pertambangan Barang ekspor yang dimaksud dalam hal ini adalah mineral yang telah diolah atau dimurnikan terlebih dahulu. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang. 36 Sengketa tambang adalah Sengketa atau konflik atau pertentangan yang terjadi dalam pelaksanaan kegiatan pertambangan. 37 Ayat 1, dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal, para pihak terlebih dahulu menyelesaikan sengketa tersebut melalui musyawarah dan mufakat. Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal ketentuan mengenai penyelesaian sengketa penanaman modal asing diatur dalam Pasal 32 ayat 1,2 dan 4 yaitu: Ayat 2, dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak tercapai, penyelesaian sengketa tersebut dapat dilakukan melalui arbitrase atau alternative penyelesaian sengketa atau pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat 4, dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal asing, para pihak akan menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase internasional yang harus disepakati oleh para pihak. Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara 35 Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153 PMK.011 2014 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75 PMK.011 2012 Tentang Penetapan Barang Ekspor Yang dikenakan Bea Keluar Dan Tarif Bea Keluar, Pasal 1 angka 2. 36 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 1 angka 1. 37 Salim HS, Op.Cit., hlm.210. tertulis oleh para pihak yang bersengketa. 38 Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. 39 3. Prinsip-Prinsip General Agreement On Tariffs and Trade GATT Untuk mencapai tujuan-tujuannya, GATT berpedoman pada lima prinsip utama. Prinsip yang dimaksud adalah sebagai berikut: a. Prinsip Non-Diskriminasi Non-Discrimination Principle Prinsip ini meliputi: Prinsip Most Favoured Nation MFN Principle, dan Prinsip National Treatment NT Principle. 40 1 Prinsip Most Favoured Nation MFN Prinsip ini diatur dalam Article 1 section 1 GATT 1947, yang berjudul General Favoured Nation Treatment, merupakan prinsip Non Diskriminasi terhadap produk sesama negara-negara anggota WTO. 41 Menurut prinsip ini, semua negara anggota terikat untuk memberikan negara-negara lainnya perlakuan yang sama dalam pelaksanaan dan kebijakan impor dan ekspor serta menyangkut biaya-biaya lainnya. 42 2 Prinsip National Treatment NT Prinsip ini diatur dalam Article III GATT 1947, berjudul “National Treatment on International Taxation and Regulation”, yang menyatakan bahwa, ”this standard provides for inland parity that is say equality for 38 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Pasal 1 angka 1. 39 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Pasal 1 angka 10. 40 Muhammad Sood, Hukum Perdagangan Internasional Jakarta: Rajawali Press, 2012, hlm.41. 41 Ibid. 42 Ibid.,hlm.42. treatment between nation and foreigners”. 43 Berdasarkan ketentuan diatas, bahwa prinsip ini tidak menghendaki adanya diskriminasi antar produk serupa dari luar negeri. 44 b. Prinsip resiprositas Reciprocity Principle Prinsip resiprositas Reciprocity Principle yang diatur dalam Article II GATT 1947, mensyaratkan adanya perlakuan timbal balik di antara sesama negara anggota WTO dalam kebijaksanaan perdagangan internasional. 45 c. Prinsip penghapusan hambatan kuantitatif Prohibition of Quantitative Restriction Prinsip ini telah diatur dalam Article IX GATT 1947, menghendaki transparasi dan penghapusan hambatan kuantitatif dalam perdagangan internasional. Hambatan kuantitatif dalam persetujuan GATTWTO adalah hambatan perdagangan yang bukan merupakan tarif atau bea masuk. 46 Ketentuan dasar GATT adalah larangan restriksi kuantitatif yang merupakan rintangan terbesar terhadap GATT. Restriksi kuantitatif terhadap ekspor atau impor dalam bentuk apa pun misalnya penetapan kuota impor atau ekspor, restriksi penggunaan lisensi impor atau ekspor, pada umumnya dilarang Pasal IX. 47 43 Ibid.,hlm.43. Namun demikian, dalam pelaksanaannya, hal tersebut dapat dilakukan dalam hal: pertama, untuk mencegah terkurasnya produk- produk esensial di negara pengekspor; kedua, untuk melindungi pasar dalam negeri khususnya yang menyangkut produk pertanian dan perikanan; ketiga; 44 Ibid. 45 Ibid., hlm.45. 46 Ibid., hlm.46. 47 Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006, hlm.113. untuk mengamankan, berdasarkan escape clause Pasal XIX, meningkatnya impor yang berlebihanincrease of imports di dalam negeri sebagai upaya untuk melindungi, misalnya, terancamnya produksi dalam negeri; keempat, untuk melindungi neraca pembayaran luar negerinya Pasal XII. 48 d. Prinsip perdagangan yang adil Fairness Principle Prinsip fairness dalam perdagangan internasional yang melarang Dumping Article VI dan Subsidi Article XVI, dimaksudkan agar jangan sampai terjadi suatu negara menerima keuntungan tertentu dengan melakukan kebijaksanaan tertentu, sedangkan di pihak lain, kebijaksanaan tersebut justru menimbulkan kerugian bagi negara lainnya. 49 e. Prinsip tarif mengikat Binding Tarif Principle Prinsip ini diatur dalam Article II section 2 GATT-WTO 1995, bahwa setiap negara anggota WTO harus memenuhi berapapun besarnya tarif yang telah disepakatinya atau disebut dengan prinsip tarif mengikat. 50

F. Metode Penelitian

Dokumen yang terkait

Aspek Hukum Pelarangan Ekspor Mineral Mentah Terkait Dengan Prinsip-Prinsip General Agreement On Tariffs And Trade (Gatt)

2 86 156

Sistem Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional : Perbandingan Sistem Penyelesaian Sengketa Antara General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan World Trade Organization (WTO)

10 128 151

Sistem Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional : Perbandingan Sistem Penyelesaian Sengketa Antara General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan World Trade Organization (WTO)

0 0 9

Sistem Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional : Perbandingan Sistem Penyelesaian Sengketa Antara General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan World Trade Organization (WTO)

0 0 2

Sistem Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional : Perbandingan Sistem Penyelesaian Sengketa Antara General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan World Trade Organization (WTO)

0 1 28

Sistem Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional : Perbandingan Sistem Penyelesaian Sengketa Antara General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan World Trade Organization (WTO)

0 0 38

Sistem Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional : Perbandingan Sistem Penyelesaian Sengketa Antara General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan World Trade Organization (WTO)

0 2 4

BAB II LARANGAN EKSPOR MINERAL MENTAH BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA A. Aspek Hukum Pertambangan di Indonesia - Aspek Hukum Pelarangan Ekspor Mineral Mentah Terkait Dengan Prinsip-Prinsip General Agreement On Tariffs And Trade (Gatt

0 0 37

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Aspek Hukum Pelarangan Ekspor Mineral Mentah Terkait Dengan Prinsip-Prinsip General Agreement On Tariffs And Trade (Gatt)

0 0 33

ASPEK HUKUM PELARANGAN EKSPOR MINERAL MENTAH TERKAIT DENGAN PRINSIP-PRINSIP GENERAL AGREEMENT ON TARIFFS AND TRADE (GATT) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-Syarat dalam Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

0 0 12