kemajuan pembangunan smelternya sampai dengan lebih dari 30.
98
Jika dikaitkan dengan ketentuan Pasal XI angka 1 GATT maka bentuk pelarangan
ekspor yang terdapat dalam peraturan ini tergolong dalam pajak ekspor export taxes yang berbentuk ad valorem tax. Ad valorem tax adalah pajak yang
dikenakan berdasarkan angka persentase tertentu dari nilai barang yang diekspor.
99
B. Latar Belakang Lahirnya Kebijakan Pelarangan Ekspor Mineral Mentah
di Indonesia
Sebagai contoh jika seorang eksportir mengekspor konsentrat tembaga dengan kadar
≥ 15 Cu maka dia akan dikenakan tarif bea keluar sebesar 25.
1. Pengertian pelarangan ekspor mineral mentah
Baik dalam UU Minerba maupun peraturan-peraturan pelaksananya tidak terdapat definisi mengenai pelarangan ekspor mineral mentah. Pelarangan terdiri
dari kata dasar “larang” yang ditambahkan imbuhan pe-an. Imbuhan pe-an dapat diartikan sebagai “perihal”. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia,
pelarangan diartikan sebagai “perihal melarang”, “ perbuatan melarang,” sedangkan ekspor adalah “pengiriman barang dagangan ke luar negeri” dan
mentah didefinisikan sebagai “belum diolah”. Pasal 1 angka 2 UU Minerba mendefinisikan mineral sebagai senyawa anorganik yang terbentuk di alam, yang
memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu.
Dengan demikian secara harfiah pelarangan ekspor mineral mentah dapat diartikan sebagai perintah atau aturan yang melarang suatu perbuatan yakni
98
Lihat Lampiran II Permenkeu Nomor 153 Tahun 2014.
99
Jane Korinek, Jeonghoi Kim, “Export Restrictions on Strategic Raw Materials and Their Impact On Trade And Global Supply”, 2010, hlm.11.
pengiriman mineral yang belum diolah ke luar negeri. Dalam konteks kebijakan peningkatan nilai tambah sumber daya mineral danatau batubara melalui kegiatan
pengolahan dan pemurnian di dalam negeri yang diatur dalam Pasal 102 dan 103 UU Minerba serta peraturan-peraturan pelaksananya. Dapat dikemukakan bahwa
yang dimaksud dengan pelarangan ekspor mineral mentah adalah larangan terhadap ekspor mineral yang belum diolah danatau dimurnikan terlebih dahulu
di dalam negeri sampai dengan batasan minimum pengolahan dan pemurnian. Guna memenuhi amanat UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 yang menyatakan
bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Mengingat mineral
dan batubara sebagai kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi merupakan sumber daya alam yang tak terbarukan, pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal
mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, serta berkeadilan agar memperoleh manfaat sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat
secara berkelanjutan.
100
100
Republik Indonesia, Undang-Undang No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Penjelasan Umum.
Pemerintah mengeluarkan UU Minerba. Salah satu kebijakan yang terdapat dalam UU Minerba adalah peningkatan nilai tambah
sumber daya mineral danatau batubara melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri sebagaimana tercantum dalam Pasal 102 dan 103.
Kebijakan peningkatan nilai tambah tersebut bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara, meningkatkan lapangan pekerjaan, mendorong kebijakan
hilirisasi pertambangan, menjamin ketersediaan bahan baku industri pengolahan dan pemurnian di dalam negeri serta menjaga kelestarian sumber daya alam.
Untuk mendukung kebijakan peningkatan nilai tambah, pemerintah dalam regulasinya baik secara implisit maupun eksplisit seperti yang telah
dijelaskan diatas melarang ekspor mineral mentah. Larangan ekspor mineral mentah merupakan konsekuensi logis dari kebijakan peningkatan nilai tambah
terhadap produk pertambangan, sebab apabila ekspor terhadap mineral mentah tidak dilarang, maka adanya norma yang mengatur bahwa pengolahan dan
pemurnian wajib dilakukan di dalam negeri menjadi tidak artinya.
101
Mengenai pelarangan ekspor mineral mentah tersebut ditegaskan lebih lanjut oleh Mahkamah Konstitusi dalam putusannya terhadap perkara Nomor
10PUU-XII2014 menyatakan sebagai berikut: Jika
pemerintah tidak melarang ekspor mineral mentah maka akan terjadi eksploitasi terhadap sumber daya alam, yang nantinya akan mengancam kelestarian
lingkungan hidup dan ketersediaan mineral mentah untuk pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri. Jika mineral mentah di dalam negeri tidak
tersedia lagi, maka kebijakan peningkatan nilai tambah tidak dapat dilaksanakan. Untuk mencegah hal tersebut pemerintah dalam peraturan-peraturan pelaksananya
baik secara implisit maupun eksplisit seperti yang telah dijelaskan diatas melarang ekspor mineral mentah.
“peningkatan nilai tambah sumber daya mineral yang dihasilkan, yang menurut Undang-Undang, harus dilakukan dengan melakukan
pengolahan dan pemurnian hasil pertambangan di dalam negeri dan dengan demikian Pemerintah dalam regulasinya melarang ekspor bijih
raw material atau ore adalah wajar oleh karena pengolahan dan pemurnian hasil pertambangan di dalam negeri dapat dilakukan manakala
bijih raw material atau ore tersedia di dalam negeri dan untuk itu maka ekspor bijih raw material atau ore dilarang. Hal tersebut adalah wajar
dan benar dengan mendasarkan pada fakta bahwa tersedianya bijih raw
101
Yusril Ihza Mahendra, Loc.Cit., hlm.7.
material atau ore yang harus diolah di dalam negeri tersebut dapat dijamin manakala ekspor bijih raw material atau ore dilarang.”
102
2. Konsep kedaulatan negara atas bahan tambang
Asal-usul kekuasaan negara dalam kepustakaan ilmu negara selalu dihubungkan dengan teori kedaulatan sovereignty atau souvereniteit, sebab
dikaitkan dengan soal siapa yang berdaulat atau memegang kekuasaan dalam suatu negara.
103
Karena kajian ini tidak akan mempersoalkan siapa yang memegang kekuasaan dalam negara, sehingga kurang tepat menggunakan teori-
teori kedaulatan negara sebagai sumber kekuasaan negara atas sumber daya alam. Dasar teoritis sumber kekuasaan negara yang demikian, menurut Van
Vollenhoven sebagaimana ditulis oleh Notonagoro ialah negara sebagai organisasi tertinggi dari bangsa yang diberi kekuasaan untuk mengatur segala-galanya dan
negara berdasarkan kedudukannya memiliki kewenangan untuk membuat peraturan hukum
104
J.J Rousseau dalam kepustakaan lain menyebutkan bahwa kekuasaan negara sebagai suatu badan atau organisasi rakyat yang bersumber dari hasil
perjanjian masyarakat Contract Social yang esensinya merupakan suatu bentuk kesatuan yang membela dan melindungi kekuasaan bersama, kekuasaan pribadi
dan milik setiap individu. Dalam perjanjian masyarakat itu, pada hakikatnya yang dilepas oleh setiap individu dan diserahkan kepada kesatuannya hanya sebagian
kekuasaan bukan kedaulatannya. Namun kekuasaan negara itu, bukanlah kekuasaan tanpa batas postetaslegibus omnibus soluta, sebab ada beberapa
ketentuan hukum yang mengikat dirinya seperti hukum alam dan hukum Tuhan
102
Putusan Mahkamah Konstitusi, Loc.Cit., hlm.175.
103
Abrar Saleng, Op.Cit.,hlm.7.
104
Notonagoro, Politik Hukum dan Pembangunan Agraria di Indonesia Bina Aksara, Jakarta, 1984, hlm.99.
legesnaturaeetdevinae serta hukum yang umum pada semua bangsa yang dinamakan legesimperii. Pengertian legesimperii menurut Yudha B. Ardiwisastra
ialah undang-undang dasar negara yang memuat ketentuan-ketentuan kepada siapa kekuasaan itu diserahkan dan batas-batas pelaksanaannya.
105
Sejalan dengan kedua teori atau konsep diatas, secara teoritik kekuasaan negara atas sumber daya alam bersumber dari rakyat yang dikenal sebagai hak
bangsa. Negara di sini, dipandang sebagai territoriale publieke rechtsgeenschap van overhead en onderdanen, yang memiliki karakter sebagai suatu lembaga
masyarakat hukum, sehingga kepadanya diberikan wewenang atau kekuasaan untuk mengatur, mengurus, dan memelihara mengawasi pemanfaatan seluruh
potensi sumber daya dalam wilayahnya secara intern.
106
Sejalan dengan teori tersebut melalui Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang menyebutkan, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. UUD 1945 memberikan hak kepada negara untuk menguasai bumi dan dari dan
kekayaan alam yang terkandung di dalam untuk kemakmuran rakyat. Hak tersebut selanjutnya disebut sebagai hak penguasaan negara. Apabila konsep negara
kesejahteraan
107
dan fungsi negara menurut W.Friedmann
108
105
Abrar Saleng, Op.Cit.,hlm.8.
dikaitkan dengan
106
Ibid.
107
Menurut Bagir Manan negara kesejahteraan adalah negara atau pemerintah tidak semata-mata sebagai penjaga keamanan atau ketertiban masyarakat, tetapi pemikul utama
tanggung jawab mewujudkan keadilan sosial, kesejahteraan umum dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Lihat :Ibid., hlm.9.
108
Fungsi Negara menurut W.Friendmann terdiri dari empat fungsi yaitu; 1 fungsi negara sebagai provider penjamin kesejahteraan rakyat; 2 fungsi negara sebagai regulator
pengatur; 3 fungsi negara sebagai entrepreneur pengusaha atau menjalankan sektor-sektor tertentu melalui state owned corporations BUMN dan; 4 fungsi negara sebagai umpire
pengawas, wasit untuk merumuskan standar-standar yang adil mengenai kinerja sektor ekonomi termasuk perusahaan negara state corporation. Lihat: Ibid.,hlm.16.
konsepsi Hak Penguasaan Negara untuk kondisi Indonesia dan keperluan kajian ini, dapat diterima dengan beberapa kajian kritis sebagai berikut;
109
Pertama, hak penguasaan negara dinyatakan dalam Pasal 33 UUD 1945 memposisikan negara sebagai pengatur dan penjamin kesejahteraan rakyat. Fungsi
negara itu tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Artinya melepaskan suatu bidang usaha atas sumber daya alam kepada koperasi, swasta harus disertai
dengan bentuk-bentuk pengaturan dan pengawasan yang bersifat khusus. Karena itu kewajiban mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang tetap dapat
dikendalikan oleh negara. Kedua, hak penguasaan negara dalam Pasal 33 UUD 1945, membenarkan
negara untuk mengusahakan sumber daya alam yang berkaitan dengan public utilitis dan public services atas dasar pertimbangan; filosofis semangat dasar dari
perekonomian ialah usaha bersama dan kekeluargaan, strategis kepentingan umum, politik mencegah monopoli dan oligopoly yang merugikan
perekonomian negara, ekonomi efisiensi dan efektifitas dan demi kesejahteraan umum dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sumber daya alam yang
dimaksud dalam konteks ini adalah sumber daya alam dalam lingkup pertambangan terkhusus mineral dan batubara.
3. Pengertian dan dasar hukum hak penguasaan negara
Kata-kata dikuasai oleh negara yang terdapat dalam Pasal 33 UUD 1945 tidak ditafsirkan secara khusus dalam penjelasannya, sehingga memungkinkan
untuk dilakukan penafsiran akan makna dan cakupan pengertiannya. Untuk memahami pengertian dikuasai oleh negara, maka terlebih dahulu dilakukan
109
Ibid., hlm.18.
penafsiran etimologis. Dikuasai oleh negara kalimat pasif mempunyai padanan arti negara menguasai atau penguasaan negara kalimat aktif. Pengertian kata
“menguasai” ialah berkuasa atas sesuatu, memegang kekuasaan atas sesuatu”, sedangkan pengertian kata “penguasaan” berarti; proses, cara, perbuatan
menguasai atau mengusahakan”. Dengan demikian pengertian kata penguasaan lebih luas dari kata menguasai.
110
Dalam kerangka penguasaan negara atas pertambangan mengandung pengertian; negara memegang kekuasaan untuk
menguasai dan mengusahakan segenap sumber daya bahan galian yang terdapat dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia. Pengertian yang demikian,
sejalan dengan maksud kata-kata dikuasai oleh negara yang tertuju kepada objek- objek penguasaan yang tersebut dalam Pasal 33 ayat 2 dan 3 UUD 1945,
sedangkan pengertian hak menurut Apeldoorn, yaitu suatu kekuasaan macht yang teratur oleh hukum yang berdasarkan kesusilaan zadelijkheid, moral.
Tetapi kekuasaan semata-mata bukanlah hak. Hanya kekuasaan yang dibenarkan oleh hukum het recht in zijn-veroorlovende gedaante saja yang dijadikan dasar
bagi adanya hak untuk mengatur oleh negara.
111
Hak penguasaan negara ialah negara melalui pemerintah memiliki kewenangan untuk menentukan penggunaan, pemanfaatan dan hak atas sumber
daya alam dalam lingkup mengatur regelen, mengurus, mengelola besturen, beheren dan mengawasi toezchthouden pengelolaan dan pemanfaatan sumber
daya alam.
112
110
Ibid., hlm.21.
Secara konstitusional hak penguasaan negara berdasar pada Pasal 33 UUD 1945. Menurut Jimly Assidhiqqie, dalam pemahaman konstitusi banyak
kalangan selama ini terdapat kekeliruan terkait dengan konstitusi yang hanya
111
Ibid., hlm.21-22.
112
Ibid., hlm.18.
diartikan sebagai Undang-Undang Dasar. Kesalahan ini salah satu akibat dari faham kodifikasi yang meyakini dan menghendaki bahwa seluruh peraturan
hukum dibuat dalam bentuk tertulis written document yang bertujuan untuk menciptakan kesatuan hukum unifikasi hukum, kesederhanaan hukum, dan
kepastian hukum rechzekerheid.
113
Konstitusi Indonesia, UUD 1945, tergolong ke dalam jenis konstitusi sosial. Oleh karena itu, dalam memahami maksud aturan-normatif yang
terkandung di dalam pasal-pasalnya, diperlukan telaah yang lebih mendalam terhadap isi Pembukaan UUD 1945. Sebab di dalam Pembukaan itulah dimuat
rumusan-rumusan filosofis mengenai dasar dan tujuan negara serta rumusan asas- asas mengenai negara yang hendak dibangun oleh bangsa Indonesia.
114
Pasal 33 UUD 1945 mengatur tentang dasar-dasar sistem perekonomian atau tata susunan perekonomian dan kegiatan-kegiatan perekonomian yang
dikehendaki dalam negara Republik Indonesia. Dasar-dasar perekonomian yang dikehendaki dalam negara Republik Indonesia. Dasar-dasar perekonomian dan
kegiatan perekonomian sangat berkaitan dengan kesejahteraan sosial, maka pembuatpenyusun UUD 1945 menempatkan Pasal 33 sebagai salah satu Pasal di
dalam Bab XIV di bawah judul Kesejahteraan Sosial.
115
Ketentuan-ketentuan dalam Pasal 33 didasari oleh pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam alinea ke IV Pembukaan UUD 1945, sehingga Pasal 33
113
Jimly Asshidiqqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jakarta: Rajawali Pers, 2011, hlm.95.
114
Abrar Saleng, Loc.Cit., hlm.24.
115
Ibid., hlm.25.
merupakan normatifisasi nilai-nilai yang terkandung dalam alinea ke IV Pembukaan UUD 1945 antara lain berbunyi:
116
“Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial” Kalimat terakhir alinea ke IV yaitu mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia, selanjutnya dikenal sebagai sila ke lima dari Pancasila yang merupakan landasan legitimasi keberadaan negara.
117
Pada akhir rapat BPUPKI tanggal 11 Juli 1945 telah membentuk tiga Panitia yaitu; Panitia Perancang UUD 1945 diketuai Soekarno, Panitia
Keuangan dan Perekonomian diketuai Mohammad Hatta dan Panitia Pembelaan Tanah Air diketuai Abikusno Tjokrosujoso.
Kemudian untuk memahami makna dan substansi Hak Penguasaan Negara yang terkandung dalam
Pasal 33, akan dimulai dari sejarah perumusan Pasal 33 itu sendiri.
118
116
Ibid.
Dari hasil rumusan Rapat Panitia Perancang UUD 1945 tanggal 11 dan 13 Juli 1945, materi yang terkandung dalam
Pasal 33 UUD 1945, termuat dalam Pasal 32 rancangan UUD 1945. Bunyi Pasal 32 rancangan UUD 1945 tersebut secara keseluruhan sama dengan bunyi Pasal 33
UUD 1945 dengan sedikit perbedaan pada ayat 2 rancangan UUD 1945 yang berbunyi “Cabang-cabang produksi yang penting dalam menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai oleh pemerintah, sedangkan pada ayat 2 Pasal 33 UUD
117
Ibid., hlm.26.
118
Ibid., hlm.27.
1945 berbunyi “Cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
119
Meskipun terdapat perbedaan secara yuridis antara negara dan pemerintah, namun pembicaraan dalam sidang PPKI pada tanggal 18 Agustus
1945 mengenai perubahan redaksi ayat 2 rancangan UUD 1945 dari dikuasai oleh pemerintah menjadi dikuasai oleh negara tidak dipersoalkan oleh satu pun
anggota PPKI. Ini membuktikan bahwa panitia perancangan UUD 1945 itu menyadari kelemahan apabila menggunakan kata pemerintah. Sebab pemerintah
bisa berganti, tetapi negara adalah tetap negara.
120
“Orang Indonesia hidup tolong menolong Selanjutnya dasar-dasar
pemikiran yang juga melandasi Pasal 33 adalah pokok-pokok pikiran tentang ideologi perekonomian Indonesia merdeka dirumuskan oleh Panitia Keuangan dan
Perekonomian yang diketuai Mohammad Hatta Menghasilkan rumusan sebagai berikut;
Indonesia merdeka akan berdasar kepada cita-cita tolong menolong dan usaha bersama, yang diselenggarakan berangsur-angsur dengan
mengembangkan kooperasi. Pada dasarnya, perusahaan yang besar-besar yang menguasai hidup orang banyak, tempat beribu-ribu orang
menggantungkan hidupnya, mestilah dibawah kekuasaan Pemerintah. Adalah bertentangan dengan keadilan sosial, apabila buruk-baiknya
perusahaan itu serta nasib beribu-ribu orang yang berkerja di dalamnya diputuskan oleh beberapa orang partikulir saja, yang berpedoman dengan
keuntungan semata-mata. Pemerintah harus menjadi pengawas dan pengatur , dengan berpedoman kepada keselamatan rakyat. Bangunan
kooperasi dengan diawasi dan juga disertai dengan kapital oleh Pemerintah adalah bangunan yang sebaik-baiknya bagi perusahaan besar-
besar. Semakin besar perusahaan dan semakin banyak jumlah orang yang menggantungkan dasar hidupnya ke sana, semakin besar mestinya
pesertaan Pemerintah. Dengan sendirinya perusahaan besar-besar itu menyerupai bangunan korporasi publik. Dengan sendirinya perusahaan
besar-besar itu menyerupai bangunan korporasi publik. Itu tidak berarti bahwa pimpinannya harus bersifat birokrasi. Perusahaan dan birokrasi
adalah dua hal yang sangat bertentangan.
119
Ibid.
120
Ibid., hlm.28.
Tanah, sebagai faktor produksi yang terutama dalam masyarakat Indonesia, haruslah di bawah kekuasaan Negara. Tanah tidak boleh
menjadi alat kekuasaan orang-orang untuk menindas dan memeras hidup orang lain
Perusahaan tambang yang besar dan serupa dengan itu dijalankan sebagai usaha negara, sebab ia dikerjakan oleh orang banyak dan cara
mengusahakannya mempunyai akibat terhadap kemakmuran dan kesehatan rakyat. Tanahnya serta isinya Negara yang punya. Tetapi cara
menjalankan eksploitasi itu bisa diserahkan kepada badan yang bertanggung jawab kepada Pemerintah, menurut peraturan yang
ditetapkan.
Ini tentang ideologi perekonomian yang dapat diselenggarakan berangsur-angsur dengan didikan pengetahuan, organisasi, idealisme dan
rohani kepada orang banyak.”
121
Bertolak dari rumusan tersebut di atas, maka dapat ditarik beberapa pokok-pokok pikiran yang terkandung di dalamnya antara lain;
122
a. Perekonomian Indonesia berdasarkan pada cita-cita tolong-menolong dan
usaha bersama, dilaksanakan dalam bentuk koperasi. b.
Perusahaan besar mesti dibawah kekuasaan Pemerintah, yang dimaksud dengan perusahaan besar-besar ialah yang menguasai hidup orang
banyak dan dimana banyak orang menggantungkan hidupnya. c.
Perusahaan besar berbentuk korporasi diawasi dan penyertaan modal Pemerintah, Perusahaan yang dimaksud menyerupai korporasi publik.
d. Tanah di bawah kekuasaan negara, dikuasai artinya di punyai, oleh
negara, termasuk isi yang terkandung di dalamnya. e.
Perusahaan tambang dalam bentuk usaha negara dapat diserahkan kepada badan yang bertanggung jawab kepada pemerintah.
Berdasarkan pokok-pokok pikiran di atas, memberikan petunjuk mengenai pengertian, makna dan substansi kata-kata istilah dikuasai oleh negara
atau hak penguasaan negara yang terdapat dalam Pasal 33 ayat 3. Isi Pasal
121
Ibid., hlm.28-29.
122
Ibid., hlm.29-30.
tersebut, berimplikasi kepada; Pertama, negara menguasai bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Kedua, bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya bahan galian dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
123
Objek hak penguasaan negara sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 33 UUD 1945 menyangkut dua hal yaitu terhadap cabang produksi yang penting bagi
negara dan menguasai hajat hidup orang banyak ayat 2 dan terhadap bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya ayat 3. Cabang produksi yang
erat kaitannya dengan kedua hal tersebut di atas antara lain sektor pertambangan dan energi.
124
C. Permasalahan yang Timbul Akibat Diterapkannya Kebijakan Larangan