C. Analisis Mengenai Larangan Ekspor Mineral Mentah Terkait dengan
Prinsip-Prinsip GATT
Indonesia telah meratifikasi Persetujuan Pembentukan WTO Agreement on Establishing the World Trade Organization melalui UU. No.7 Tahun 1994.
Dengan dilakukannya ratifikasi tersebut Indonesia sah menjadi anggota WTO. Dengan demikian Indonesia terikat dengan keseluruhan ketentuan perdagangan
internasional yang berada di bawah WTO. Indonesia dalam melaksanakan kewajibannya sebagai anggota WTO
wajib mematuhi ketentuan-ketentuan perdagangan internasional di bawah WTO. Jika diperhatikan secara singkat kebijakan larangan ekspor mineral mentah yang
diterapkan oleh pemerintah Indonesia bertentangan dengan prinsip Penghapusan Hambatan Kuantitatif General Elimination of Quantitative Restrictions. Prinsip
ini tidak membenarkan adanya larangan atau hambatan ekspor kecuali melalui tarif. Jika demikian maka kebijakan larangan ekspor mineral mentah ini akan
membawa masalah bagi Indonesia. Dalam kebijakan larangan ekspor mineral mentah yang diterapkan Indonesia, larangan ekspor tersebut berbentuk keharusan
pengolahan dan pemurnian terlebih dahulu di dalam negeri dalam rangka peningkatan nilai tambah, izin ekspor, bea keluar, kewajiban pembangunan
smelter dalam negeri, kuota ekspor. Tetapi larangan atau pembatasan ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal XI angka 1 GATT dapat dikecualikan
sepanjang memenuhi ketentuan Pasal XI angka 2 , dan Pasal XX tentang General Exception.
Berikut akan dijelaskan lebih lanjut apakah kebijakan larangan ekspor mineral mentah yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia bertentangan dengan
prinsip-prinsip yang terdapat dalam GATT, dan bagaimana kedudukan kebijakan tersebut menurut ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam GATT sebagai
ketentuan perdagangan internasional yang berada di bawah WTO. 1.
Prinsip-prinsip GATT yang berkaitan dengan kebijakan larangan ekspor mineral mentah
Kebijakan larangan ekspor mineral mentah jika ditinjau dari prinsip- prinsip yang terdapat dalam GATT maka kebijakan tersebut bertentangan dengan
Prinsip Penghapusan Hambatan Kuantitatif General Elimination of Quantitative Restrictions yang terdapat dalam Pasal XI angka 1 GATT yang menyatakan:
“No prohibitions or restrictions other than duties, taxes or other charges, whether made effective through quotas, import or export
licenses or other measures, shall be instituted or maintained by any contracting party on the importation of any product of the territory of
any other contracting party or on the exportation or sale for export of any product destined for the territory of any other contracting party.”
Ketentuan Pasal XI angka 1 GATT diatas pada prinsipnya melarang negara anggota WTO melakukan tindakan yang melarang atau membatasi ekspor
produk selain melalui tarif. Dapat diketahui bahwa maksud dari Pasal XI angka 1 ini adalah melarang penggunaan hambatan non-tarif dalam kebijakan perdagangan
seperti kuota, lisensi ekspor atau impor, pembatasan ekspor secara sukarela dan bentuk-bentuk perintah pengaturan pasar lainnya.
228
2. Pengecualian terhadap prinsip-prinsip GATT
Dengan kata lain larangan atau hambatan ekspor tersebut dapat dilakukan hanya melalui kebijakan tarif.
Larangan atau hambatan ekspor sebagaimana yang dimaksud pada Pasal XI angka 1 dapat dikecualikan sepanjang memenuhi ketentuan yang terdapat
dalam Pasal XI angka 2, dan Pasal XX tentang General Exception. Pengecualian-
228
Ibid., hlm.81.
pengecualian ini memperbolehkan anggota WTO, dalam situasi tertentu, untuk mengadopsi dan mempertahankan peraturan-peraturan dan tindakan-tindakan
guna melindungi nilai-nilai dan kepentingan-kepentingan sosial lainnya yang sangat penting, meskipun peraturan atau tindakan-tindakan tersebut bertentangan
dengan disiplin substantif yang terkandung dalam GATT 1994. Pengecualian- pengecualian ini secara jelas memperbolehkan anggota WTO, dalam situasi
tertentu, untuk memberikan prioritas yang lebih tinggi terhadap nilai-nilai dan kepentingan sosial tertentu daripada liberalisasi perdagangan.
229
a. Pengecualian larangan atau hambatan ekspor mineral mentah berdasarkan
Pasal XI angka 2 GATT Mengingat
terdapat banyaknya pengaturan terhadap pengecualian-pengecualian terhadap prinsip GATT, maka pada bagian di bawah hanya akan dibahas pengecualian-
pengecualian yang berkemungkinan dapat digunakan sebagai dasar pembenaran terhadap penerapan larangan ekspor mineral mentah di bawah ketentuan GATT.
Pasal XI angka 2 GATT menyatakan: “The provisions of paragraph 1 of this Article shall not extend to the
following: a.
Export prohibitions or restrictions temporarily applied to prevent or relieve critical shortages of foodstuffs or other products essential to
the exporting contracting party; b.
Import and export prohibitions or restrictions necessary to the application of standards or regulations for the classification, grading
or marketing of commodities in international trade.”
229
Peter van den Bossche, Dniar Natakusumah, Joseph Wira Koesnidi, Op.Cit., hlm.53.
Berdasarkan ketentuan Pasal XI angka 2 GATT diatas maka dapat diketahui bahwa mengenai ketentuan larangan atau hambatan ekspor sebagaimana
dimaksud pada Pasal XI angka 1 dapat diterapkan sementara untuk mencegah atau mengurangi kekurangan kritis bahan makan atau produk lain yang penting bagi
negara anggota yang mengekspor atau diperlukan untuk penerapan standard atau peraturan untuk klasifikasi, penilaian atau pemasaran komoditas dalam
perdagangan internasional. Salah satu kasus perdagangan internasional yang terkait dengan
penerapan Pasal XI angka 2 ini adalah “Canada - Measures Affecting Exports of Unprocessed Herring and Salmon” Kanada beranggapan bahwa regulasinya yang
terkait dengan larangan ekspor terhadap sockeye ikan salmon merah dan pink salmon ikan salmon pink dan herring ikan haringyang belum diproses
diperbolehkan dibawah ketentuan Pasal XI angka 2 huruf b, karena ikan-ikan tersebut merupakan komoditas yang berhubungan dengan peraturan standar dan
pemasaran. Kanada selanjutnya beranggapan bahwa tanpa pelarangan tersebut, perusahaan pengolah kanada tidak akan dapat mengembangkan kualitas produk
ikan unggulan untuk dipasarkan ke luar negeri dan tidak dapat mempertahankan pangsa pasar internasional.
230
Panel berpendapat pengertian secara luas dari peraturan pemasaran yang terdapat dalam argumen Kanada mempunyai konsekuensi bahwa segala bentuk
larangan impor atau ekspor adalah untuk melindungi industri dalam negeri Kanada dan memperbolehkannya untuk menjual ke luar negeri tanpa harus
memenuhi peraturan umum tentang larangan atau hambatan ekspor. Pengertian
230
GATT Analytical Index – Guide to GATT Law and Practice, Sixth Edition, World Trade Organization, hlm.327.
yang demikian tidak sesuai dengan tujuan dari Pasal XI angka 2 huruf b. Pada akhirnya panel menyimpulkan bahwa larangan ekspor ikan salmon dan ikan
hering yang belum diolah bukanlah peraturan pemasaran sebagaimana dalam pengertian Pasal XI angka 2 huruf b.
231
b. Pengecualian Larangan atau hambatan ekspor mineral berdasarkan Pasal XX
GATT. Pasal XX GATT menyatakan:
“Subject to the requirement that such measures are not applied in a manner which would constitute a means of arbitrary or unjustifiable
discrimination between countries where the same conditions prevail, or a disguised restriction on international trade, nothing in this Agreement
shall be construed to prevent the adoption or enforcement by any contracting party of measures:
a.
necessary to protect public morals; b.
necessary to protect human, animal or plant life or health; c.
relating to the importations or exportations of gold or silver; d.
necessary to secure compliance with laws or regulations which are not inconsistent with the provisions of this Agreement, including those
relating to customs enforcement, the enforcement of monopolies operated under paragraph 4 of Article II and Article XVII, the
protection of patents, trade marks and copyrights, and the prevention of deceptive practices;
e. relating to the products of prison labour;
f. imposed for the protection of national treasures of artistic, historic or
archaeological value; g.
relating to the conservation of exhaustible natural resources if such measures are made effective in conjunction with restrictions on
domestic production or consumption;
h. undertaken in pursuance of obligations under any intergovernmental
commodity agreement which conforms to criteria submitted to the CONTRACTING PARTIES and not disapproved by them or which is
itself so submitted and not so disapproved;
i. involving restrictions on exports of domestic materials necessary to
ensure essential quantities of such materials to a domestic processing industry during periods when the domestic price of such materials is
held below the world price as part of a governmental stabilization plan; Provided that such restrictions shall not operate to increase the
exports of or the protection afforded to such domestic industry, and
231
Ibid.
shall not depart from the provisions of this Agreement relating to non- discrimination;
j. essential to the acquisition or distribution of products in general or
local short supply; Provided that any such measures shall be consistent with the principle that all contracting parties are entitled to
an equitable share of the international supply of such products, and that any such measures, which are inconsistent with the other
provisions of the Agreement shall be discontinued as soon as the conditions giving rise to them have ceased to exist. The
CONTRACTING PARTIES shall review the need for this sub- paragraph not later than 30 June 1960.”
Dalam kasus US-Gasoline, Badan Banding melakukan two-tiered test untuk menentukan apakah suatu tindakan yang seharusnya tidak konsisten dengan
peraturan yang ada di GATT dapat dibenarkan berdasarkan Pasal XX GATT :
232
“In order that the justifying protection of Article XX may be extended to it, the measure at issue must not only come under one or another of
the particular exceptions — paragraphs a to j — listed under Article XX; it must also satisfy the requirements imposed by the
opening clauses of Article XX. The analysis is, in other words, two- tiered: first, provisional justification by reason of characterization of
the measure under XXg; second, further appraisal of the same measure under the introductory clauses of Article XX.”
Dengan demikian larangan atau pembatasan ekspor dapat benarkan apabila telah melawati dua tahap evaluasi yakni :
233
1 Pertama, apakah tindakan ini bisa ‘sementara’ dibenarkan menurut
salah satu pengecualian yang secara spesifik disebutkan dalam ayat a sampai j dalam Pasal XX; dan, kalau dapat dibenarkan,
2 Kedua, apakah dalam pengaplikasian dari tindakan ini telah sesuai
dengan persyaratan-persyaratan yang dapat terdapat dalam kalimat pembukaan dalam Pasal tersebut yang biasanya disebut sebagai
chapeau dari Pasal XX.
232
WTO ANALYTICAL INDEX: GATT 1994, https : www. wto .org english res_ebooksp_eanalytic_index_egatt1994_07_e.htmarticle20 diakses tanggal 20 Maret 2015
233
Peter van den Bossche, Dniar Natakusumah, Joseph Wira Koesnidi, Op.Cit., hlm.54.
Anggota WTO tidak dapat mendasarkan suatu tindakan pembenaran di luar apa yang sudah disebutkan dalam Pasal XX. Berdasarkan keputusan dalam
kasus-kasus di WTO terdahulu, keseimbangan antara liberalisasi perdagangan di satu sisi dengan nilai-nilai dan kepentingan-kepentingan sosial di sisi lainnya,
merupakan titik sentral dalam menginterpretasikan Pasal XX. Hal ini dapat diartikan bahwa interpretasi yang terlalu sempit tidaklah dibenarkan sama halnya
dengan interpretasi yang terlalu luas.
234
Pasal XX GATT dalam ayat a sampai j memberikan dasar pembenaran yang jumlahnya terbatas, dimana setiap dasar pembenar memiliki
aplikasi persyaratan yang berbeda. Mengingat banyaknya jenis dasar pembenaran tersebut, maka pembahasan selanjutnya hanya mengenai dasar pembenar yang
berkemungkinan berkaitan dengan larangan ekspor mineral mentah yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia.
c. Pengecualian berdasarkan Pasal XX huruf b GATT
Suatu tindakan larangan atau hambatan ekspor selain tarif bisa dibenarkan menurut Pasal XX huruf b bila:
235
1 ‘Tujuan kebijakan’ yang ingin dicapai oleh suatu tindakan haruslah
berupa perlindungan terhadap kehidupan atau kesehatan manusia, binatang atau tumbuhan; dan
2 Tindakan tersebut haruslah ‘diperlukan’ guna mencapai tujuan
kebijakan yang dimaksud. 3
Tujuan kebijakan tersebut dapat diketahui berdasarkan rancangan dan struktur dalam Pasal-Pasal yang tertuang dalam kebijakan tersebut.
234
Ibid.
235
Ibid., hlm.55.
Menurut Case Law yang telah diputus oleh Appellate Body, suatu tindakan memang ‘diperlukan’ apabila tidak ada alternatif tindakan lain yang ada
yang dapat mencapai tujuan yang sama dengan efek yang lebih sedikit terhadap perdagangan daripada tindakan yang dipermasalahkan. Dalam menentukan
keberadaan tindakan alternatif tersebut, hal-hal di bawah ini haruslah diperhatikan:
236
1 Seberapa penting nilai-nilai sosial yang ingin dicapai melalui
tindakan yang dipermasalahkan tersebut; 2
Implikasi dari tindakan yang dipermasalahkan tersebut terhadap perdagangan;
3 Seberapa jauh tindakan alternatif lainnya bisa memberikan kontribusi
terhadap perlindungan atau promosi dari nilai yang ingin dicapai. d.
Pengecualian berdasarkan Pasal XX huruf g GATT
237
Pengecualian ini sangatlah penting karena, bersama-sama dengan Pasal XX huruf b, pengecualian ini memberikan anggota WTO sebuah kemungkinan
untuk menerapkan suatu tindakan guna melindungi lingkungan. Suatu tindakan haruslah memenuhi 3 prasyarat agar dapat dibenarkan oleh Pasal XX huruf g:
1 Tujuan kebijakan yang ingin dicapai oleh tindakan tersebut haruslah
untuk menjaga kelestarian sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui conservation of exhaustible natural resources;
2 Tindakan tersebut haruslah berhubungan dengan tujuan kebijakan
tersebut; dan
236
Ibid., hlm.56.
237
Ibid., hlm.59-61.
3 Tindakan tersebut haruslah diberlakukan secara efektif ‘bersama-
sama dengan’ larangan terhadap produksi atau konsumsi domestik. Terminologi ‘sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui’ yang
biasa kita kenal adalah dalam bentuk seperti minyak, gas, batu bara atau bahan mineral lainnya. tetapi Appellate Body pada kasus US- Shrimp memberikan
pengertian sumber daya yang tidak dapat diperbaharui tersebut bukan hanya sumber daya non-hayati tetapi juga sumber daya hayati yang mempunyai resiko
untuk terdegradasi bahkan mungkin terancam punah. Kondisi kedua yang harus dipenuhi dalam menggunakan Pasal XX huruf
b adalah tindakan yang dipermasalahkan harus ‘berhubungan dengan ‘ konservasi terhadap sumber daya alam. Sangatlah jelas bahwa kata ‘berhubungan dengan’
tidaklah sama dengan kata ‘diperlukan untuk’. Menurut kasus-kasus yang telah beberapa kali dikuatkan, suatu tindakan ‘terkait dengan’ tindakan konservasi
terhadap sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui jika tindakan tersebut ‘utamanya ditujukan’ untuk konservasi terhadap sumber daya alam tersebut.
Hubungan antara media yang digunakan, seperti tindakan yang dipermasalahkan, dengan hasil akhir yang ingin dicapai seperti, konservasi terhadap sumber daya
alam yang tidak dapat diperbaharui, harus merupakan suatu yang nyata dan sangatlah terkait antara satu sama lain. Tindakan tersebut tidaklah bisa terlalu luas
cakupannya terkait dengan tujuan yang ingin dicapai. Kondisi ketiga, yaitu bahwa tindakan tersebut haruslah diberlakukan
secara efektif ‘bersama’ dengan larangan terhadap produksi atau konsumsi domestik, diinterpretasikan oleh Appellate Body sebagai prasyarat untuk
melakukan even-handedness atau ‘keseimbangan’ dalam menerapkan larangan
terhadap produk impor dan domestik. Pasal XX huruf g tidaklah menuntut agar produk domestik dan produk impor diperlakukan secara sama, tetapi tindakan
yang berhubungan dengan perlindungan terhadap sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui tersebut haruslah diberlakukan terhadap kedua kelompok
tersebut. e.
Pengecualian Berdasarkan Pasal XX huruf i GATT Berdasarkan ketentuan Pasal ini larangan atau hambatan ekspor dapat
diterapkan sementara dengan dua syarat. Pertama, pembatasan ekspor terhadap bahan mentah dalam negeri dibutuhkan untuk memastikan cadangan bahan
mentah tersebut mencukupi untuk kebutuhan industri pengolahan dalam negeri. Kedua, pembatasan ekspor tersebut dilakukan pada saat harga dunia terhadap
bahan mentah tersebut lebih tinggi dari harga di dalam negeri sebagai bagian dari rencana stabilisasi harga oleh pemerintah. Pembatasan tersebut tidak boleh
diterapkan dengan tujuan untuk meningkatkan ekspor dari atau memberikan perlindungan kepada industri dalam negeri, dan harus sesuai dengan ketentuan
GATT yang terkait dengan prinsip non-diskriminasi. f.
Pembukaan Chapeau Pasal XX GATT. Tindakan yang sementara dibenarkan berdasarkan salah satu dari
pengecualian dalam Pasal XXa sampa j, haruslah juga memenuhi persyaratan dalam pembukaan dari Pasal XX. Tujuan dari pembukaan ini adalah untuk
menghindari penyalahgunaan dan eksploitasi terhadap pengecualian-pengecualian yang ada dalam Pasal XX dimana tindakan tersebut telah sementara dapat
dibenarkan menurut ayat a sampai j. Interpretasi dan aplikasi dari pembukaan tersebut dalam kasus tertentu adalah, di satu sisi, untuk mencari titik
keseimbangan yang pantas antara hak dari negara anggota untuk mengadopsi dan mempertahankan suatu tindakan yang menghambat perdagangan guna memenuhi
suatu nilai sosial tertentu yang dibenarkan menurut hukum, dan di sisi lain, hak dari negara anggota lainnya untuk mendapat akses pasar dan perlakuan yang tidak
diskriminatif. Persyaratan yang ditetapkan di pembukaan tidak ditujukan terhadap tindakan itu sendiri melainkan terhadap bagaimana tindakan tersebut
diaplikasikan. Berdasarkan pembukaan tersebut, aplikasi dari tindakan yang menghambat perdagangan tidak diperbolehkan untuk;
238
1 Mendiskriminasi secara sepihak arbitrarily dan tidak berdasar
unjustifiable terhadap negara-negara dimana terdapat kesamaan kondisi; atau
2 Hambatan terselubung terhadap perdagangan internasional.
3. Analisis Kedudukan Kebijakan Pelarangan Ekspor Mineral Mentah Terhadap
Prinsip-prinsip GATT Bentuk larangan atau hambatan ekspor yang dikenal pada umumnya di
dunia internasional terdiri dari beberapa bentuk. Bentuk larangan atau hambatan ekspor tersebut dapat berupa pembatasan ekspor kuantitatif quota, pajak
eksporbea keluar export taxes, izin ekspor export licensing.
239
238
Ibid., hlm.62.
Dalam kebijakan larangan ekspor mineral mentah yang diterapkan di Indonesia, larangan
ekspor tersebut berbentuk keharusan pengolahan dan pemurnian terlebih dahulu di dalam negeri dalam rangka peningkatan nilai tambah, kewajiban pembangunan
smelter dalam negeri, izin ekspor export licensing, bea keluar export taxes,
239
Jane Korinek, Jeonghoi Kim, “Export Restrictions on Strategic Raw Materials and Their Impact On Trade And Global Supply”, 2010, hlm.11.
kuota ekspor quota. Larangan ekspor tersebut tertuang dalam berbagai macam aturan yang saling terkait satu dengan yang lainnya.
Seperti yang telah dijelaskan diatas bentuk larangan ekspor yang demikian bertentangan dengan ketentuan Pasal XI angka 1 General Elimination
of Quantitative Restrictions GATT kecuali bea keluarexport taxes karena tergolong tarif, tetapi larangan tersebut dapat diterapkan sementara apabila
larangan tersebut memenuhi pengertian dari Pasal XI angka 2 dan Pasal XX General Exceptions GATT. Berikut akan dijelaskan lebih lanjut mengenai
kedudukan larangan ekspor mineral mentah Indonesia terhadap ketentuan- ketentuan GATT.
a. Kedudukan pelarangan ekspor mineral mentah terhadap Pasal XI ayat 2
GATT Pasal XI ayat 2 GATT menyatakan :
“The provisions of paragraph 1 of this Article shall not extend to the following:
a. Export prohibitions or restrictions temporarily applied to prevent
or relieve critical shortages of foodstuffs or other products essential to the exporting contracting party;
b. Import and export prohibitions or restrictions necessary to the
application of standards or regulations for the classification, grading or marketing of commodities in international trade.”
Pada dasarnya Pasal tersebut terdiri dari tiga ayat tetapi karena yang dibahas terkait dengan larangan ekspor mineral mentah maka hanya huruf a dan
b yang akan dibahas lebih lanjut. Pasal XI angka 1 GATT menjelaskan bahwa
larangan atau hambatan ekspor hanya diperbolehkan dalam bentuk tarif. Indonesia dalam menerapkan kebijakan larangan ekspor mineral mentah membuat larangan
ekspor tersebut dalam berbagai bentuk yakni keharusan pengolahan dan pemurnian terlebih dahulu di dalam negeri dalam rangka peningkatan nilai
tambah, kewajiban pembangunan smelter dalam negeri, izin ekspor export licensing, bea keluar export taxes, kuota ekspor quota.
Dari berbagai bentuk larangan ekspor yang diterapkan oleh Indonesia hanya bea keluar export taxes yang diperbolehkan berdasarkan Pasal XI angka 1
GATT sedangkan yang lainnya bertentangan dengan ketentuan Pasal tersebut. Tetapi kebijakan tersebut dapat diterapkan apabila sesuai dengan pengertian Pasal
XI ayat 2 huruf a dan b. Untuk dapat memenuhi ketentuan Pasal XI ayat 2 huruf a tersebut harus
dibuktikan apakah mineral mentah yang dilarang ekspornya tersebut oleh Indonesia termasuk ke dalam golongan “other products essential to” bagi
indonesia dan apakah ketersediaan terhadap “products” tersebut dalam kondisi yang kritis atau langka. Dalam kasus China-Raw Materials, Appellate Body
mengartikan kata “products” sebagai “sesuatu yang dihasilkan atau diproduksi oleh, atau seolah-olah oleh, alam atau proses alam”; “ sesuatu yang merupakan
hasil dari suatu kegiatan, atau diproduksi berdasarkan keadaan-keadaan tertentu”; “sebuah objek yang diproduksi berdasarkan kegiatan atau proses tertentu”; dan,
“sebuah benda atau bahan yang diproduksi atau diolah dengan tujuan untuk dijual”.
240
240
The term product is defined as a thing generated or produced by, or as if by, nature or a natural process; that which results from the operation of a cause, or is produced by
a particular set of circumstances; an object produced by a particular action or process; and,
Selanjutnya Panel menyimpulkan bahwa sebuah “product” itu
tergolong “essential” ketika “products” tersebut “penting” atau “dibutuhkan” atau “diperlukan” bagi anggota tertentu. Termasuk juga sebuah “products” yang
merupakan sebagai “input” suatu produk penting atau industri. Bagaimanapun juga, penentuan apakah sebuah produk tertentu itu “essential” bagi seorang
anggota harus berdasarkan pertimbangan kondisi-kondisi tertentu yang dihadapi oleh anggota tersebut pada saat anggota tersebut menerapkan kebijakan larangan
atau hambatan terhadap ekspor.
241
Selanjutnya Panel menyimpulkan bahwa kondisi kritis itu mengacu kepada situasi atau peristiwa yang bisa dikurangi atau
dicegah melalui penerapan kebijakan secara sementara, dan tidak untuk waktu yang tidak terbatas atau permanen.
242
Indonesia dalam menerapkan kebijakan larangan ekspor mineral mentah bertujuan untuk mencegah eksploitasi terhadap mineral mentah guna menjamin
ketersediaan cadangan mineral mentah dalam negeri untuk industri pengolahan dan pemurnian dalam rangka pelaksanaan peningkatan nilai tambah. Berdasarkan
penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa mineral mentah yang dimaksudkan dalam kebijakan larangan ekspor mineral mentah merupakan produk yang
Pasal XI ayat 2 huruf b GATT memperbolehkan larangan atau hambatan ekspor diterapkan apabila hal tersebut
memang dibutuhkan untuk penerapan standar atau peraturan untuk penggolongan, pemeringkatan atau pemasaran komoditas di perdagangan internasional.
an article or substance that is manufactured or refined for sale, lihat : Panel Report, China-Raw Materials, hlm.89.
241
Accordingly, the Panel concludes that a product may be essential within the meaning of Article XI:2a when it is important or necessary or indispensable to a
particular Member. This may include a product that is an input to an important product or industry. However, the determination of whether a particular product is essential to a Member
must take into consideration the particular circumstances faced by that Member at the time that a Member applied the restriction., lihat: Ibid., hlm.91.
242
Finally, the Panel concluded that the term critical shortage in Article XI:2a refers to those situations or events that may be relieved or prevented through the application of
measures on a temporary, and not indefinite or permanent, basis., lihat: Ibid., hlm.96.
“essential” bagi Indonesia, namun mengenai apakah cadangan mineral di indonesia dalam kondisi kritis diperlukan penelitian lebih lanjut. Seandainya pun
larangan ekspor mineral mentah ini dimaksudkan sebagai instrumen untuk melindungi cadangan mineral mentah di indonesia maka akan lebih cocok
dikaitkan dengan Pasal XX huruf g, karena pengecualian berdasarkan Pasal XI ayat 2 huruf a ini hanya untuk kebijakan yang sifatnya pencegahan sementara.
Serta tujuan kebijakan larangan ekspor mineral mentah ini diterapkan bukan ditujukan untuk pelaksanaan sebagaimana yang dimaksud Pasal XI ayat 2 huruf b.
b. Kedudukan pelarangan ekspor mineral mentah terhadap Pasal XX huruf b
GATT Pasal XX huruf b menyatakan: “Necessary to protect human, animal or
plant life or health”. Berdasarkan Pasal tersebut larangan terhadap ekspor mineral mentah
dapat dilakukan apabila kebijakan tersebut memang “dibutuhkan” untuk melindungi masyarakat, hewan atau tumbuhan atau kesehatan. Dalam kasus
Korea-Various Measure on Beef, Appellate Body menyatakan dalam penafsiran terhadap “kebutuhan” diperlukan proses penimbangan dan penyeimbangan
serangkaian faktor yang menonjol antara kontribusi yang dibuat berdasarkan kepatuhan terhadap penegakan hukum atau peraturan yang dipermasalahkan,
kepentingan sosial atau nilai-nilai bersama yang dilindungi oleh hukum, dan dampak yang dihasilkan dari penerapan kebijakan ekspor atau impor tersebut.
243
243
The Appellate Body further elaborated that an assessment of necessity involves a process of weighing and balancing a series of factors which prominently include the contribution
made by the compliance measure to the enforcement of the law or regulation at issue, the importance of the common interests or values protected by that law or regulation, and the
accompanying impact of the law or regulation on imports or exports., lihat : Appellate Body Report, Korea – Various Measures on Beef
Dalam kasus China-Raw Materials, dalam pembelaannya China berpendapat bahwa semua kebijakan pembatasan ekspor yang diterapkannya
adalah merupakan bagian dari kerangka peraturan lingkungan yang komprehensif yang bertujuan mengurangi polusi untuk melindungi kesehatan rakyat China.
244
Selanjutnya Panel meminta China untuk membuktikan bahwa memang pembatasan ekspornya tersebut memang betul-betul sebuah kebijakan yang
diperlukan untuk mengurangi polusi dan panel meminta China untuk mempertimbangkan alternatif kebijakan-kebijakan lain yang konsisten dengan
WTO dalam rangka mengurangi polusi sebagaimana yang telah diajukan oleh penuntut.
245
Pada akhirnya Panel berkesimpulan bahwa China tidak dapat membuktikan mengapa perdagangan dengan sedikit hambatan dan alternatif
kebijakan yang konsisten dengan WTO yang diajukan oleh penuntut dan diketahui telah diterapkan di China tidak lebih baik dari penerapan pembatasan ekspor. Jika
memang yang dituju adalah pengurangan terhadap polusi maka akan lebih baik meningkatkan dan menerapkan kebijakan lingkungan yang telah ada serta
membuat yang baru bila belum ada, yang mempunyai dampak langsung terhadap pengurangan polusi terkait dengan produksi mineral daripada harus menerapkan
China berpendapat bahwa semua alternatif kebijakan yang disarankan tersebut telah ada diterapkan dalam kerangka peraturan lingkungan yang
komprehensif.
244
Panel Report, China-Raw Materials,hlm.133.
245
The complainants submit six types of alternative measures which, they argue, are WTO-consistent and more efficient to ensure the reduction of pollution as well as the protection of
the health of the Chinese people. The complainants point to i investment in more environmentally friendly technologies; ii further encouragement and promotion of recycling of consumer goods;
iii increasing environmental standards; iv investing in infrastructure necessary to facilitate recycling scrap; v stimulating greater local demand for scrap material without discouraging
local supply; and vi introducing production restrictions or pollution controls on primary production., lihat: Ibid., hlm.156.
kebijakan pembatasan ekspor.
246
Dengan demikian panel menyatakan pembatasan ekspor yang diterapkan oleh China tidak termasuk dalam pengertian Pasal XX
huruf b GATT.
247
Pada dasarnya kebijakan larangan ekspor mineral mentah yang diterapkan oleh Indonesia bertujuan untuk menjamin terlaksananya kebijakan
peningkatan nilai tambah melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. Larangan ekspor tersebut dibutuhkan untuk menjamin ketersediaan
cadangan mineral mentah untuk industri dalam negeri. Walaupun dalam konsideran UU Minerba menyatakan pelaksanaan kegiatan tambang harus
berwawasan lingkungan hidup, hal tersebut tidak dapat digunakan sebagai “escape clause” untuk melegalkan kebijakan larangan ekspor mineral mentah di
bawah Pasal XX huruf b GATT. Lainnya halnya apabila pemerintah dapat membuktikan tidak ada alternatif kebijakan lain yang dapat menjaga kelestarian
lingkungan hidup selain melalui kebijakan larangan ekspor mineral mentah. c.
Kedudukan pelarangan ekspor mineral mentah terhadap Pasal XX huruf g GATT
Pasal XX huruf g GATT menyatakan: “relating to the conservation of exhaustible natural resources if such
measures are made effective in conjunction with restrictions on domestic production or consumption”.
Berdasarkan Pasal ini larangan ekspor mineral mentah dapat diterapkan apabila kebijakan tersebut bertujuan untuk melindungi sumber daya alam yang
tidak dapat diperbaharui dan kebijakan tersebut diberlakukan efektif bersama
246
Panel Report, China-Raw Materials,hlm.164.
247
Ibid., hlm.169.
sama dengan larangan terhadap konsumsi atau produksi dalam negeri. Dalam kasus China-raw materials, Panel menyatakan bahwa untuk sebuah kebijakan
tersebut dapat diberlakukan di bawah ketentuan Pasal XX huruf g GATT harus dianalisis terlebih dahulu apakah kebijakan tersebut “berkaitan dengan konservasi
sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui” dan apakah kebijakan tersebut “ diberlakukan sama terhadap larangan produksi dan konsumsi dalam negeri”.
248
Selanjutnya Panel juga berpendapat bahwa dalam menginterpretasikan Pasal XXg harus juga memperhatikan prinsip hukum internasional yang dapat
diberlakukan kepada anggota WTO. Dalam Pasal 31 ayat 3 huruf c Konvensi Vienna memberikan pengertian bahwa dalam menginterpretasikan sebuah
perjanjian treaty, harus bersamaan dengan hukum internasional manapun yang dapat digunakan dalam hubungan antar pihak. Salah satu prinsip hukum
internasional yang fundamental adalah kedaulatan negara, prinsip ini memperlihatkan kesetaraan semua negara dalam kewenangan dan kebebasan atas
wilayahnya sendiri dan meliputi hak untuk membuat peraturan yang diterapkan di wilayahnya sendiri tanpa gangguan dari negara berdaulat lainnya. Kedaulatan
negara atas sumber daya alam juga diakui sebagai prinsip hukum internasional. Prinsip ini terdapat dalam berbagai perjanjian internasional.
249
Selanjutnya Panel juga berpendapat sejalan dengan Pasal 31 ayat 3 huruf c Konvensi Vienna dalam menginterpretasikan Pasal XX huruf g harus juga
diperhatikan terhadap prinsip kedaulatan atas sumber daya alam. Dengan prinsip tersebut para anggota mempunyai kesempatan untuk menggunakan sumber daya
alamnya sendiri untuk meningkatkan pembangunannya dengan mengatur
248
Ibid., hlm.108.
249
Panel Report, China-Raw Materials, hlm.112-113
penggunaan sumber daya alam itu untuk menjamin pembangunan yang berkelanjutan. Panel berpendapat para anggota dalam menjalankan kedaulatannya
atas sumber daya alam harus sejalan dengan kewajiban mereka sebagai anggota WTO.
250
The Appellate Body dalam kasus US-Gasoline menyatakan suatu kebijakan itu dikatakan “terkait dengan” konservasi apabila ada keterkaitan
substansi antara kebijakan ekspor dan konservasi, dan kebijakan tersebut “tujuan utamanya” memang untuk menjaga konservasi sumber daya alam yang tidak
dapat diperbaharui agar termasuk dalam pengertian Pasal XX huruf g.
251
Berikutnya juga ditambahkan sebuah kebijakan yang secara tidak sengaja atau kebetulan ditujukan untuk konservasi tidak dapat memenuhi ketentuan dari
“terkait dengan” sebagaimana dimaksud dalam Pasal XX huruf g.
252
Sedangkan “konservasi” didefinisikan sebagai sebuah tindakan untuk melestarikan dan memelihara “sumber daya alam” sebagaimana yang dimaksud
dalam Pasal XX huruf g.
253
250
Ibid., hlm.113
Dalam kasus China-Raw Materials, Panel menyimpulkan bahwa Pasal XX huruf g GATT dapat membenarkan suatu
kebijakan perdagangan yang bertentangan dengan GATT apabila kebijakan tersebut diberlakukan berdampingan dengan pembatasan domestik yang ditujukan
untuk konservasi sumber daya alam. Dengan kata lain Pasal XX huruf g tidak dapat diberlakukan terhadap kebijakan yang tidak sesuai dengan GATT yang
251
Appellate Body Report, US – Gasoline, hlm.18.
252
Ibid., hlm.19.
253
Panel Report, China-Raw Materials, hlm.111.
dimana tujuan kebijakan tersebut adalah untuk membedakan perlakuan terhadap industri dalam negeri dan luar negeri dengan mengatasnamakan konservasi.
254
Pada dasarnya tujuan penerapan larangan ekspor mineral mentah adalah untuk menjamin ketersediaan mineral mentah bagi industri dalam negeri dan
sebagai bentuk pengendalian terhadap ekspor mineral yang bertujuan sebagai konservasi terhadap cadangan mineral mentah agar dapat menunjang
pembangunan yang berkelanjutan. Seperti dijelaskan diatas mineral mentah tergolong ke dalam sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui.
Indonesia merupakan negara yang berdaulat dimana kedaulatan tersebut memberikan kebebasan bagi Indonesia dalam mengatur kebijakan-kebijakan
perdagangannya. Konsekuensi Indonesia sebagai anggota WTO adalah dalam mengatur kebijakan-kebijakan perdagangannya Indonesia juga harus
memperhatikan kewajibannya sebagai anggota WTO. Dengan demikian dalam penerapan kebijakan larangan ekspor yang terkait dengan konservasi sumber daya
alam, kebijakan ini harus sejalan dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam GATT.
Untuk dapat memberlakukan kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah di bawah Pasal XX huruf g GATT, kebijakan ini harus memenuhi dua
syarat yaitu; Pertama, kebijakan itu harus berkaitan dengan konservasi sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui”; Kedua, kebijakan tersebut harus “
diberlakukan sama terhadap larangan produksi dan konsumsi dalam negeri”. Berdasarkan penjelasan diatas kebijakan pelarangan ekspor mineral
mentah telah memenuhi syarat yang pertama, sedangkan untuk syarat yang kedua
254
Panel Report, China-Raw Materials, hlm.119.
dapat dikatakan tidak terpenuhi, karena dalam penerapan kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah terdapat pembedaan perlakuan terhadap konsumsi mineral
mentah di dalam negeri dan di luar negeri. Dimana untuk konsumsi mineral mentah di luar negeri diharuskan
terlebih dahulu dilakukan pengolahan dan pemurnian sebelum dapat dijual ke luar negeri. Sedangkan untuk konsumsi dalam negeri tidak dikenakan kewajiban
pengolahan dan pemurnian.
255
Dengan demikian dapat disimpulkan besar kemungkinan kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah tidak dapat diberlakukan di bawah Pasal XX
huruf g GATT. d.
Kedudukan pelarangan ekspor mineral mentah terhadap Pasal XX huruf i GATT
Pasal XX huruf i menyatakan : “involving restrictions on exports of domestic materials necessary to
ensure essential quantities of such materials to a domestic processing industry during periods when the domestic price of such materials is held
below the world price as part of a governmental stabilization plan; Provided that such restrictions shall not operate to increase the exports
of or the protection afforded to such domestic industry, and shall not depart from the provisions of this Agreement relating to non-
discrimination”
Sampai dengan saat skripsi ini ditulis tidak ada yurisprudensi GATTWTO yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menafsirkan pengertian
dari unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal tersebut. Namun dapat disimpulkan untuk dapat memenuhi ketentuan Pasal tersebut harus dipenuhi dua unsur.
255
Lihat pasal 9 Permen ESDM Nomor 1 Tahun 2014, yang menyatakan : Kewajiban pengolah danatau pemurnian untuk Mineral Logam, Mineral Bukan Logam, dan Batuan dalam
ketentuan Peraturan Menteri ini tidak berlaku bagi pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi Mineral Logam, Mineral Bukan Logam, dan Batuan yang hasil penambangannya
digunakan langsung untuk kepentingan dalam negeri.
Pertama, “larangan terhadap ekspor material domestik” dapat diterapkan dalam rangka untuk “menjamin ketersediaan material tersebut bagi proses industri dalam
negeri”. Kedua, kebijakan tersebut harus diterapkan “pada saat harga domestik material tersebut lebih rendah dari harga dunia sebagai bagian dari rencana
stabilisasi pemerintah” Terdapat ketentuan mengenai mineral mentah tidak dapat diekspor
sebelum kebutuhan mineral di dalam negeri dapat terpenuhi terlebih dahulu dalam Kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah Indonesia.
256
Berdasarkan kasus US-Gasoline, Appellate Body menyatakan dalam menganalisa apakah suatu kebijakan itu termasuk ke dalam pengertian Pasal XX
GATT atau tidak, harus melalui pengujian dua tahap yaitu kebijakan yang dipermasalahkan tersebut tidak hanya diinterpretasikan di bawah satu atau lebih
pengecualian tertentu tetapi juga harus memenuhi ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam pembukaan Pasal XX. Mengingat berdasarkan penjelasan diatas
besar kemungkinan kebijakan larangan ekspor mineral mentah yang diterapkan Indonesia tidak dapat diberlakukan di bawah ketentuan Pasal XX GATT maka
dirasa tidak perlu untuk menganalisa lebih lanjut mengenai kedudukan kebijakan larangan ekspor mineral mentah terhadap pembukaan Pasal XX GATT.
Namun tidak terdapat keterangan mengenai pelaksanaan kebijakan tersebut terkait dengan perbedaan
harga mineral mentah baik di dalam maupun luar negeri. Dapat diketahui bahwa besar kemungkinan larangan ekspor mineral mentah yang diterapkan oleh
Indonesia tidak termasuk ke dalam lingkup pengertian Pasal XX huruf i GATT.
256
Lihat pasal 64 ayat 3 PP Nomor 1 Tahun 2014, yang menyatakan: Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi dapat melakukan ekspor mineral atau batubara yang
diproduksi setelah terpenuhinya kebutuhan mineral dan batubara dalam negeri.
125
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan