tarif tidak dapat semena-mena menaikkan tingkat tarif yang telah ia sepakati, kecuali diikuti dengan negosiasi mengenai pemberian mengenai
kompensasi dengan mitra-mitra dagangnya Pasal XXVII.
214
B. Indonesia dalam GATT dan WTO
1. Keterlibatan Indonesia dalam GATT
Sebagai negara berkembang, Indonesia telah menunjukkan sikap positif terhadap pengaturan perdagangan multilateral. Hal ini dibuktikan dengan
keanggotaan Indonesia dalam GATT sejak tanggal 24 Februari 1950, dan kemudian menjadi original member WTO serta meratifikasi perjanjian
perdagangan multilateral tersebut dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1994.
215
Indonesia mengakui bahwa sejak tahun 1948 aturan-aturan GATT telah terbukti mempunyai peranan besar dalam mengembangkan perdagangan
internasional. Manfaat yang dirasakan oleh Indonesia dari pengaturan GATT adalah keberhasilan dalam mengembangkan ekspornya, terutama ekspor non
migas. Sekalipun Indonesia telah menjadi anggota GATT sejak awal, sebagaimana negara yang memiliki kondisi khusus, memerlukan perlakuan yang
berbeda. Secara umum ini berarti kewajiban yang lebih lemah dalam membuat konsesi di satu pihak dan hak atas konsesi yang lebih akomodatif dari negara
industri. Secara formal, perlakuan khusus dalam diferensial bagi negara berkembang merupakan bagian dari GATT, khususnya Bagian IV GATT 1947.
Akan tetapi, secara material sistem prefrensi umum merupakan satu-satunya
214
Ibid.
215
Hata, Op.Cit., hlm.204.
produk konkret dalam kaitan ini.
216
Direktur Jenderal GATT dalam laporan tahunannya tahun 1993 menyatakan sebagai berikut. Reformasi perdagangan yang dilancarkan
Indonesia terus menerus sejak tahun 1985 mengakibatkan turunnya tarif, tarifikasi yang lebih besar, dan dikendurkannya hambatan-hambatan lisensi.
Penurunan tarif yang dikenakan pada bulan Mei 1990 berakibat turunnya tarif rata-rata menjadi 22 dibandingkan dengan 37 pada tahun 1984. Pada bulan
Juni 1991, tingkat tarif dan bea tambahan dikurangi atas 860 item. Hambatan non- tarif atas impor 311 item telah dihapus. Subsidi ekspor dikurangi dan
pengecualian bea masuk serta rencana “drawback” dilaksanakan sesuai ketentuan GATT. Pada tanggal 8 Juni 1992 larangan ekspor atas kulit mentah tertentu dan
kayu tertentu seperti rotan diakhiri dan diganti dengan pajak ekspor. Namun pemberian sistem preferensi tersebut
dilakukan secara unilateral dari negara bersangkutan yang sewaktu-waktu dapat ditarik kembali. Keadaan ini membuat posisi negara berkembang menjadi lemah.
Berdasar dari keadaan tersebut Indonesia terus melakukan usulan reformasi dalam perundingan terkait dengan perdagangan multilateral dengan tujuan, negara
berkembang dapat mempunyai posisi yang menguntungkan dalam sistem perdagangan multilateral dibawah GATT.
217
2. Indonesia dalam Putaran Uruguay
Perundingan Putaran Uruguay yang berakhir di Marrakech Morocco tahun 1994 merupakan negosiasi global yang mencakup substansi yang sangat
luas baik untuk memenuhi kepentingan negara maju maupun negara berkembang. Pemilihan Substansi mengalami proses yang sangat kompleks, meskipun akhirnya
216
Syahmin AK, Hukum Dagang Internasional dalam Kerangka Studi Analitis Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007, hlm.70.
217
Ibid., hlm.207-208.
hasil dari perundingan tersebut harus menampung kehendak dari berbagai negara yang mempunyai paham yang berbeda satu sama lain.
218
Dalam rangka Uruguay Round Indonesia cukup aktif mengikuti sidang-sidang negotiating group di
Jenewa dan dalam memperkuat posisi Indonesia di forum perundingan tersebut. Dengan adanya Uruguay Round ini diharapkan hambatan-hambatan perdagangan
terhadap ekspor Indonesia dapat teratasi terutama pada sektor Tropical Product, Agriculture dan Natural Resources Product dimana Indonesia mempunyai
kepentingan sangat besar.
219
Partisipasi Indonesia dalam Perundingan Putaran Uruguay adalah dalam rangka upaya merumuskan tatanan perdagangan multilateral yang lebih
komprehensif dan yang penegakannya berkepastian karena dilaksanakan oleh organisasi permanen yang khusus dibentuk untuk itu. Tanpa adanya tata aturan
perdagangan multilateral yang komprehensif dan mengikat serta penegakannya dilakukan oleh suatu lembaga permanen WTO, maka tatanan perdagangan
internasional akan lebih banyak dilakukan dalam bentuk hubungan-hubungan bilateral. Dalam keadaan demikian, negara berkembang adalah pihak yang lemah
dan selalu mendapatkan tekanan dalam bentuk tindakan unilateral dari mitra dagang yang berasal dari negara industri maju tanpa adanya dasar pengaturan
yang tegas. Negara berkembang seperti Indonesia sering didikte oleh negara maju dan negara berkembang, seperti Indonesia sering didikte oleh negara maju dan
negara berkembang hanya dapat menerima karena posisinya yang lemah. Terutama karena negara berkembang membutuhkan pinjaman dari negara maju,
218
Muhammad Sood., Op,Cit., hlm.276.
219
Ibid., hlm.211.
khususnya mitra dagang utama.
220
Dalam menyambut hasil-hasil Perundingan Putaran Uruguay, delegasi Indonesia telah memberikan pernyataan yang antara
lain berisikan pandangan-pandangan sebagai berikut:
221
a. Meskipun menyadari beban atas kewajiban-kewajiban baru yang berlaku,
namun paket putusan Uruguay dapat diterima, Ini karena keyakinan bahwa masa depan pertumbuhan ekonomi dunia dan kemakmuran global
serta prospek pembangunan di negara-negara berkembang bergantung pada keterbukaan dan sistem perdagangan internasional yang adil.
b. Di antara kewajiban-kewajiban baru yang dipandang sebagai konsesi
utama adalah perjanjian tentang hak milik intelektual. Guna melaksanakan perjanjian tersebut sepenuhnya, Indonesia memerlukan
bantuan teknik dari mitra negara-negara maju. Dengan penyesuaian- penyesuaian yang akan dilakukan oleh Indonesia, maka yang paling
dibutuhkan adalah kerja sama teknik dan bukan gangguan hukum legal harassment.
c. Di bidang jasa, negara-negara berkembang, termasuk Indonesia telah
menerima kewajiban sebagai bagian dari paket global, meskipun untuk itu harus berkorban. Kontribusi di bidang ini untuk sistem perdagangan
multilateral haruslah diakui d.
Peluang akses pasar yang lebih besar bagi semua negara mitra dagang merupakan tujuan utama Putaran Uruguay. Negara-negara berkembang
mengharapkan dapat memperoleh akses lebih besar bagi ekspornya di tahun-tahun mendatang. Indonesia telah mengajukan 94 dari cakupan
220
Mahmul Siregar, Perdagangan Internasional Dan Penanaman Modal Medan: Universitas Sumatera Utara, 2005, hlm.244.
221
Ibid., hlm.277-279.
produknya untuk impor dengan tarif yang diikat; angka tersebut merupakan kenaikan substansial di bidang konsesi sebelumnya.
e. Dalam paket Putaran Uruguay juga disepakati agar produk tekstil dan
pertanian secara bertahap dapat sejalan dengan disiplin multilateral. Indonesia berharap bahwa perjanjian yang baru pada gilirannya akan
menjadikan praktik-praktik dagang di sektor ini akan sejalan dengan aturan GATT serta menghilangkan praktik-praktik diskriminasi terhadap
negara-negara berkembang f.
Sistem perdagangan dunia yang terbuka dan dinamis juga membutuhkan kesediaan dari semua pihak untuk menerima peralihan dalam keuntungan
komparatis serta untuk melaksanakan penyesuaian structural apabila diperlukan; tidak mengalihkan beban penyesuaian kepada mitra dagang
yang lemah. g.
Negara-negara berkembang menyadari melakukan penyesuaian structural. Negara-negara berkembang telah memberikan bagiannya
dalam memperkuat sistem multilateral dengan melaksanakan reformasi domestiknya guna menjadikan perekonomiannya lebih tanggap terhadap
pasar, dan dengan meliberalisasikan rezim perdagangannya sementara berlangsungnya Putaran Uruguay. Negara-negara berkembang telah
melakukan perubahan-perubahan tersebut meskipun menghadapi risiko politik dan pengorbanan social.
h. Dalam kaitan ini, Indonesia mencatat dengan prihatin tentang adanya
tendensi baru di negara-negara maju, yaitu dengan menggunakan dalih kepedulian sosial dan lingkungan untuk membatasi perdagangan.
Proteksi tersamar ini tidak hanya akan menghambat keuntungan komparatif negara-negara berkembang, tetapi juga menimbulkan risiko
dibukanya kembali keseimbangan yang telah susah payah dicapai antara hak, kewajiban, dan kepentingan dari semua pihak sebagai mana
tercakup dalam Final Act. i.
Menjadikan kewajiban semua pihak untuk tidak memperlemah WTO yang mash akan dibentuk dengan cara membebaninya dengan isu-isu
kontroversial. Sebaliknya, kita berharap agar organisasi baru tersebut dapat secara efektif bertindak sebagai “penjaga” sistem perdagangan
multilateral yang didasarkan atas aturan dapat diramalkan, dan non- diskriminasi. Demikian pula diharapkan agar organisasi baru tersebut
dapat bertindak sebagai “penjamin” dari hak-hak para mitra dengan yang lemah terhadap tindakan sewenang-wenang dan multilateral dari pihak
yang kuat. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut maka Indonesia
meratifikasi Persetujuan Pembentukan WTO Agremement on Establishing the World Trade Organization melalui Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994
tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia. Termasuk di
dalamnya persetujuan terhadap hasil Perundingan Putaran Uruguay. 3.
Keterlibatan Indonesia dalam penyelesaian sengketa perdagangan Sampai dengan skripsi ini ditulis Indonesia telah terlibat dalam
penyelesaian sengketa perdagangan sebanyak lebih kurang 34 kasus di WTO dengan rincian, 9 kasus sebagai penggugat, 12 kasus sebagai tergugat, 13 kasus
sebagai pihak ketiga.
222
Mengingat banyaknya kasus penyelesaian sengketa perdagangan yang terkait dengan keterlibatan Indonesia. Maka selanjutnya hanya akan dibahas 1
kasus terkait dengan keterlibatan Indonesia dalam penyelesaian sengketa perdagangan. Pada tanggal 20 September 2013 Indonesia meminta konsultasi
dengan Australia terkait dengan hukum dan peraturan tertentu Australia yang memberlakukan pembatasan terhadap merek dagang, indikasi geografis, dan
persyaratan kemasan polos lain pada produk tembakau dan kemasannya. Dari jumlah kasus tersebut dapat dilihat bawah Indonesia
cukup aktif dalam menyelesaikan sengketa perdagangan internasional baik sebagai penggugat, tergugat, maupun sebagai pihak ketiga.
223
Indonesia menyatakan bahwa hukum dan peraturan Australia tersebut tidak konsisten dengan kewajiban Australia berdasarkan:
224
a. Artikel 2.1, 3.1, 15.4, 16.1, 20, 22.2 b dan 24.3 Perjanjian TRIPS The
Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights b.
Artikel 2.1 dan 2.2 Perjanjian TBT Technical Barriers to Trade; dan c.
Artikel II:4 GATT 1994 Tanggal 3 Maret 2014, Indonesia mengajukan permohonan untuk
pembentukan Panel. Selanjutnya pada pertemuan tanggal 26 Maret 2014, DSB membentuk Panel. Beberapa negara bergabung sebagai pihak ketiga berdasarkan
ketentuan Pasal XXII GATT, beberapa diantaranya adalah Brazil, China, Thailand, Turkey. Pada tanggal 23 April 2014 Australia mengajukan permohonan
222
Dispute cases involving Indonesia, https : www. Wto. org english thewto_e countries_e indonesia_e.htm diakses tanggal 17 Maret 2015
223
Australia — Certain Measures Concerning Trademarks, Geographical Indications and Other Plain Packaging Requirements Applicable to Tobacco Products and Packaging,
https:www.wto.orgenglishtratop_edispu_ecases_eds467_e.htm diakses tanggal 17 Maret 2015
224
Ibid.
kepada Direktur-Jenderal untuk membentuk Panel. Panel tersebut dibentuk pada tanggal 5 Maret 2014. Pada tanggal 10 Oktober 2014 ketua Panel
memberitahukan kepada DSB bahwa Panel berharap kepada DSB untuk melaporkan laporan akhirnya kepada para pihak sebelum pertengahan awal 2016,
sesuai dengan jadwal yang diterima oleh Panel pada tanggal 17 Juni 2014 berdasarkan rancangan jadwal yang telah diusulkan oleh para pihak.
225
4. Indonesia dan WTO
Melalui ratifikasi Persetujuan pembentukan WTO Agreement on Establishing the World Trade Organization menjadi Undang-undang Nomor 7
Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia
Indonesia telah menjadi anggota WTO sejak tanggal 1 Januari 1995. Keikutsertaan Indonesia menjadi anggota WTO merupakan bentuk pelaksanaan
terhadap amanat dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IIMPR1993 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara yang
menegaskan prinsip politik luar negeri yang bebas aktif yang makin mampu menunjang kepentingan nasional dan diarahkan untuk turut mewujudkan tatanan
dunia baru berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, serta ditujukan untuk lebih meningkatkan dan meningkatkan kerjasama internasional,
dengan lebih memantapkan dan meningkatkan peranan Gerakan Non-Blok. Garis- Garis Besar Haluan Negara juga menggariskan bahwa perkembangan dunia yang
mengandung peluang yang menunjang dan mempercepat pelaksanaan pembangunan nasional perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya dengan mendorong
225
Ibid.
ekspor, khususnya komoditi non-migas, peningkatan daya saing dan penerobosan serta perluasan pasar luar negeri.
226
Pada sidang paripurna pembahasan RUU Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia terlihat bahwa antara Pemerintah dan DPR RI terdapat
kesamaan pandangan bahwa Indonesia perlu segera meratifikasi Kesepakatan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia karena kesepakatan tersebut dapat
memberikan keuntungan bagi Bangsa Indonesia yang dapat disimpulkan sebagai berikut :
227
a. Indonesia akan sangat diuntungkan dari kesepakatan mengenai tarif.
Melalui pelaksanaan prinsip special dan differential treatment bagi negara berkembang, Indonesia tidak perlu memberikan komitmen untuk
menurunkan tarif yang ada. Indonesia hanya memberikan komitmen untuk mengikat tarif sebanyak 8.877 pos tarif. Kebanyakan tarif tersebut
diikat pada tingkat bea masuk 40, yang berarti bahwa apabila diperlukan Indonesia masih bisa menaikkan tarif sampai batas
maksimum sebesar 40, padahal banyak diantaranya pada saat ini tarifnya sudah di bawah 40. Dengan terjadinya penurunan tarif di
negara-negara maju sampai sebesar 4,4 Jepang dan rata-rata 6 di Amerika Serikat dan Uni Eropa akan membuka peluang besar bagi
produk Indonesia untuk dapat memasuki pasar tersebut dengan tarif murah, bahkan bea masuk.
226
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Organization Persetujuan Pembentukan Organisasi
Perdagangan Dunia, Penjelasan Umum.
227
Mahmul Siregar, Op.Cit., hlm.232-234.
Sedangkan untuk produk pertanian Kesepakatan Putaran Uruguay akan dapat memberikan perlindungan bagi petani Indonesia, karena
diberikannya hak untuk menetapkan tarif diatas 40. b.
Sistem perdagangan multilateral yang dihasilkan dalam Putaran Uruguay yang pelaksanaannya diadministrasikan dan diawasi oleh WTO
memberikan perlindungan bagi kepentingan Indonesia dari tindakan- tindakan unilateral dan trade harassment yang dilancarkan oleh mitra
dagang. c.
Keikutsertaan Indonesia dalam WTO akan mendorong potensi dalam negeri untuk mengkonsolidasi dan meningkatkan kualitas sumber daya
manusia agar mampu bersaing dengan dunia internasional. d.
Meningkatkan kepercayaan dunia terhadap Indonesia. e.
Dengan ikut sertanya Indonesia dalam organisasi perdagangan dunia, maka mendorong perbaikan kendala-kendala kelembagaan di dalam
negeri seperti kendala birokrasi, penanganan resiko dan ketidakpastian, percepatan pembangunan infrastruktur, sebagai transportasi, sumber daya
energi, komunikasi dan lain sebagainya, serta meningkatkan perbaikan iklim usaha melalui peningkatan efisiensi dan menghindari ekonomi
biaya tinggi. f.
Tersedianya suatu sistem perdagangan dunia akan dapat mengeratkan kerja sama negara-negara berkembang, terutama dalam menghadapi
dikte-dikte terhadap praktik perdagangan internasional yang dilakukan oleh negara-negara maju.
C. Analisis Mengenai Larangan Ekspor Mineral Mentah Terkait dengan