yang mengatur pertemuan antara 2 pihak – atau lebih – yang bersengketa untuk mencapai hasil akhir yang adil, tanpa membuang biaya yang terlalu besar, akan
tetapi tetap efektif dan diterima sepenuhnya oleh kedua belah pihak yang bersengketa secara sukarela.
145
Konsiliasi adalah penengah akan bertindak menjadi konsiliator dengan kesepakatan para pihak dengan mengusahakan solusi yang dapat diterima.
146
Ketentuan penyelesaian sengketa penanaman modal antara negara dengan subjek hukum bukan negara dari negara lain melalui cara konsiliasi sebenarnya secara
umum diatur dalam “Convention on the Settlement of Disputes between States and Nationals of Other States”. Dalam konvensi tersebut diatur ketentuan tentang:
permohonan konsiliasi “request for conciliation”, pembentukan komisi konsiliasi “constitution of the conciliation commission”; serta acara konsiliasi
“conciliation proceedings”.
147
B. Bentuk Penyelesaian Sengketa Lingkup Internasional
1. Arbitrase internasional
Arbitrase adalah salah satu cara atau alternatif penyelesaian sengketa yang telah dikenal lama dalam hukum internasional. Namun demikian sampai
sekarang belum ada batasan atau definisi resmi mengenai arbitrase. Sarjana Amerika Latin Podesta Costa dan Ruda mendeskripsikan badan ini sebagai
berikut:
148
145
H.Priyatna Abdurrasyid, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Suatu Pengantar Jakarta: PT. Fikahati Aneska, 2002, hlm.34.
146
Frans Hendra Winarta, Op.Cit., hlm.7.
147
Badan Pembinaan Hukum Nasional Departmen Hukum dan HAM RI, Op.Cit., hlm.43.
148
Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2004, hlm.39.
Arbitration is the resolution of international dispute through the submission, by formal agreement of the parties, to decision of a third
party who would be one or several persons by means of contentious proceedings from which the result of definitive judgment is derived.
Arbitrase nasional dan arbitrase internasional pada dasarnya mempunyai kesamaan yaitu salah satu cara dalam menyelesaikan sengketa yang didasarkan
pada perjanjian arbitrase dengan menunjuk pihak ketiga baik terdiri dari satu atau lebih orang yang berperan untuk memberikan putusan terhadap sengketa yang
sedang terjadi, hanya berbeda pada sumber hukum dan subjek yang menggunakan arbitrase tersebut. Pada arbitrase internasional subjek yang berperkara adalah
negara, organisasi internasional, dan orang perorangan, pada arbitrase nasional subjeknya adalah negara, badan hukum, dan orang perorangan. Sedangkan untuk
sumber hukumnya arbitrase nasional bersumber pada hukum nasional suatu negara, dan arbitrase internasional bersumber pada perjanjian-perjanjian
internasional. Terdapat berbagai lembaga arbitrase internasional yang terkenal,
diantaranya adalah International Centre for the Settlement of Investment Dispute ICSID, International Chamber of Commerce ICC, dan United Nation of
Commission on International Trade Law UNICTRAL. Mengingat sengketa pertambangan yang terjadi di Indonesia yang menggunakan arbitrase internasional
adalah sengketa antara pemerintah dengan penanam modal asing, maka lembaga arbitrase international yang dibahas lebih lanjut adalah International Centre for
the Settlement of Investment Dispute selanjutnya disebut sebagai ICSID.
Pada tanggal 18 Maret 1965 para direktur eksekutif dari International Bank for Reconstruction and Development the World Bank menetapkan
Konvensi tentang penyelesaian sengketa investasi antara negara dengan badan hukum bukan negara Convention on the Settlement of Investment Disputes
between States and nationals of Other States of 1966.
149
Melalui konvensi tersebut dibentuklah ICSID. Sesuai dengan ketentuan-ketentuan Konvensi, ICSID
menyediakan berbagai fasilitaskemudahan bagi Konsiliasi dan Arbitrase menyangkut sengketa investasi antara Negara host-country dengan badan
hukumwarga negara lain. Ketentuan-ketentuan Konvensi dilengkapi dengan peraturan regulations dan kaidah rules yang ditetapkan oleh Administrative
Council dari ICSID.
150
Beberapa ketentuan penting dari konvensi, antara lain:
151
a. ICSID terdiri dari Administrative Council serta sekretariat yang terdiri
dari Panel of Conciliators and Arbitrators; b.
ICSID mempunyai kedudukan penuh sebagai subjek hukum
internasional “international legal personality” dan karenanya memiliki kapasitas untuk: membuat kontrak; memperoleh atau melepas kekayaan
baik bergerak maupun tidak bergerak; menjalankan proses hukum serta menikmati imunitas dan memiliki hak-hak privileges;
c. yurisdiksi ICSID meliputi sengketa hukum yang secara langsung timbul
dari kegiatan investasi yang melibatkan host-country dengan wargabadan hukum negara lain yang merupakan investor dimana pihak
149
Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan HAM RI, Op.Cit., hlm.28.
150
Ibid.
151
Ibid., hlm.29-30.
yang bersengketa memberikan persetujuan tertulis bagi penyelesaian sengketanya melalui ICSID;
d. sengketa investasi yang menjadi yurisdiksi ICSID dapat diselesaikan
melalui cara konsiliasi danatau arbitrase; e.
dalam hal penyelesaian melalui arbitrase, maka pihak yang dikalahkan dapat mengajukan pembatalan“annulment”, apabila diajukan
pembatalan, maka harus dibentuk Ad Hoc Committee dan Majelis Arbiter baru; atas keputusan majelis arbiter yang baru juga dapat dimintakan
pembatalan “annulment” kembali; yang selanjutnya dibentuk Ad-Hoc Committee baru lagi yang harus memutus pada tingkat akhir;
f. pengajuan pembatalan “annulment” sebagaimana dimaksud di atas
dapat dilakukan dengan alasan-alasan sah, yaitu: 1
majelis arbiter dibentuk secara tidak wajarlayak; 2
majelis telah bertindak melebihi kewenangannya; 3
telah terjadi korupsi yang dilakukan oleh salah seoranglebih anggota majelis;
4 telah terjadi penyimpangan yang serius terhadap kaidah atau prosedur
fundamental yang berlaku; 5
keputusan award ICSID bersifat mengikat bagi para pihak yang bersengketa dan bersifat final serta tidak ada upaya hukum lain
remedy yang bisa ditempuh atas keputusan tersebut kecuali sebagaimana yang ditetapkan oleh ketentuan konvensi. Setiap negara
anggota wajib mengakui dan melaksanakan putusan ICSID.
2. World Trade Organization WTO
World Trade Organization WTO merupakan satu-satunya organisasi internasional yang mengatur perdagangan internasional. Terbentuk sejak tahun
1995, WTO berjalan berdasarkan serangkaian perjanjian yang dinegosiasikan dan disepakati oleh sejumlah besar negara di dunia dan diratifikasi melalui parlemen.
Tujuan dari perjanjian-perjanjian WTO adalah untuk membantu produsen barang dan jasa, eksportir dan importir dalam melakukan kegiatannya. Pendirian WTO
berawal dari negosiasi yang dikenal dengan Uruguay Round 1986 - 1994 serta perundingan sebelumnya di bawah General Agreement on Tariffs and Trade
GATT.
152
World Trade Organization memiliki system untuk menyelesaikan sengketa di antara anggotanya yang dalam banyak hal terbukti unik dan berhasil.
Sistem ini terdapat dalam kesepakatan WTO mengenai Penyelesaian sengketa WTO Dispute Settlement Understanding DSU. Sejak WTO didirikan pada tahun
1995, lebih dari 380 sengketa telah di bawa ke forum Penyelesaian Sengketa WTO.
153
152
World Trade Organization WTO, http : www. kemlu .go .id Pages IFPDisplay.aspx?Name=MultilateralCooperationIDP=13P=Multilaterall=id diakses
tanggal 11 Maret 2015
Pengaturan mengenai mekanisme penyelesaian sengketa GATT diatur dalam the Understanding on Rules and Procedures Governing the Settlement of
Disputes the Dispute Settlement UnderstandingDSU yang ditetapkan pada bulan April 1994. DSU ini berada dalam Annex 2 Lampiran 2 dari the
Agreement Establishing the WTO Perjanjian WTO. Berdasarkan Pasal 2 Perjanjian WTO, Annex 2 beserta Annexes 1 dan 3 merupakan bagian integral
153
Peter van den Bossche, Daniar Natakusumah, Joseph Wira Koesnaidi, Pengantar Hukum WTO World Trade Organization Jakarta: Yayasan Obor, 2010, hlm.98.
dari Perjanjian WTO. Artinya, kekuatan mengikat perjanjian ini sama dengan perjanjian utama pokok-nya, yaitu Perjanjian WTO.
154
Badan utama yang melaksanakan penyelesaian sengketa ini pada prinsipnya adalah WTO sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, the
Understanding menetapkan tiga badan utama penyelesaian sengketa dalam WTO: DSB Dispute Settlement Body atau Badan Penyelesaian Sengketa, Appellate
Body Badan Banding, dan Arbitrase.
155
Badan yang paling berperan penting dalam proses penyelesaian sengketa adalah DSB. DSB sendiri pada hakikatnya tidak lain adalah General Council
Dewan Umum, yaitu salah satu badan kelengkapan utama WTO.
156
Hadirnya DSB ini pula yang secara tegas membedakan proses penyelesaian sengketa dalam
GATT dan WTO. Dalam GATT, penyelesaian akhir suatu sengketa ditentukan oleh suatu badan tersendiri khusus diberi wewenang untuk menyelesaikannya.
Jadi, bagi setiap kasus terdapat badan tersendiri. Dalam WTO, badan tersebut sudah ada dan permanen sifatnya, yaitu DSB. Begitu pula dalam WTO, sekarang
ini sudah terdapat aturan dan syarat-syarat yang sifatnya standar yang digunakan oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketanya.
157
Badan kedua, yaitu Badan Banding Appellate Body. Badan ini dibentuk sesuai dengan Pasal 17 Understanding. Badan ini hanya terbatas menangani isu
hukum issues of law yang terdapat dalam putusan dan sengketa mengenai penafsiran hukum yang dibuat oleh panel.
158
154
Huala Adolf., Op.Cit., hlm.141.
155
Ibid.
156
Ibid., hlm.142.
157
Ibid.
158
Ibid.
Badan ketiga, yaitu arbitrase adalah badan yang berwenang untuk menangani masalah pelaksanaan putusan panel. Tugas utamanya adalah
menentukan apakah penangguhan kewajiban atau konsesi oleh salah satu pihak terhadap pihak lainnya seimbang atau tidak dengan kerugian yang ia derita.
159
Prosedur penyelesaian sengketa dalam WTO dapat dilakukan melalui berbagai tahap yakni : tahap pertama, negarapihak yang mempunyai masalah
akan melakukan konsultasi secara bilateral dengan negara terkait. Tahap kedua, pembentukan panel. Dalam hal sengketa tidak dapat diselesaikan dalam waktu 60
hari melalui konsultasi, DSB dapat membentuk panel. Tahap ketiga, panel melakukan pekerjaannya melalui 8 tahap yakni:
a. presentasi fakta dan argument memoranda;
b. pertemuan dengan para pihak dan pihak ketiga;
c. bantahan rebuttals;
d. pertemuan lanjutan dan usulan;
e. mempersiapkan laporan atas fakta dan argumentasi yang dipresentasikan;
f. usulan laporan fakta kepada para pihak;
g. draft kesimpulan dan rekomendasi;
h. laporan final disampaikan kepada para pihak dan DSB.
Tahap keempat, mengadopsi keputusan. Laporan panel harus diadopsi oleh DSB dalam waktu 60 hari. Jika salah satu pihak tidak setuju dengan isu
hukum atau interpretasi hukum yang disampaikan panel maka dapat diajukan keberatan kepada “Appelate Body”. Proses banding pada prinsipnya tidak boleh
melebihi 60 hari dan harus diselesaikan dalam 90 hari. Tahap kelima,
159
Ibid.
Implementasi. Pada dasarnya negara yang dianggap tidak konsisten dengan perjanjian WTO harus segera mematuhi rekomendasi atau aturan yang ditetapkan.
Apabila implementasi rekomendasi sulit untuk dilakukan dalam waktu segera maka para pihak melakukan negosiasi untuk mempertimbangkan batas waktu
pemenuhan rekomendasiaturan. Dalam hal batas waktu tidak dipenuhi, maka dilakukan negosiasi untuk menentukan besarnya kompensasi untuk negara yang
dirugikan. Jika tidak berhasil menentukan kompensasi atau pihak yang tidak konsisten dengan perjanjian WTO tidak memenuhi tuntutan kompensasi maka
pihak yang mengajukan klaim dapat meminta otorisasi DSB untuk melakukan retaliasi dengan menghentikan konsesi atau kewajiban kepada negara tergugat.
160
C. Penyelesaian Sengketa Antara Pengusaha Pertambangan Dengan