23 spektrofotometer visibel Dynamic, silinder logam, seperangkat alat penetapan
kadar air, tissu, tanur, benang wol, cawan penguap, hotplate Heidolp, jerman, labu tentukur, lumpang dan alu porselen, magnetic stirrer, pH meter Hann,
piknometer, pinset, spatula, stopwatch, sudip, tensiometer du nouy Kruss, viskometer Brookfield.
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lengkuas merah Alpinia galanga L. Willd, aquadest, etanol 96 teknis, metanol teknis,
besi III klorida, timbal II asetat 0,4 M, natrium hidroksida, asam klorida pekat, asam sulfat pekat, asam klorida 2 N, isopropanol, kloroform, amil
alkohol, asam asetat anhidrida, serbuk magnesium, serbuk zinkum, asam nitrat, bismuth III nitrat, iodium, kalium iodida,
α-naftol, raksa II klorida, toluen, kloroform, asam klorida, dan kloralhidrat, natrium lauril eter sulfat, NaCl,
gliserin, dietanolamida, cocoamidopropyl betain, sampo Zinc, serbuk potato dextro agar PDA, serta jamur Pityrosporum ovale ATCC 12078.
3.2 Hewan Percobaan
Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelinci dewasa sehat sebanyak satu ekor.
Universitas Sumatera Utara
24
3.3 Kerangka Konsep
Penelitian dilaksanakan dengan kerangka konsep seperti ditunjukan dalam bagan berikut:
Variabel Bebas Varibel terikat
Parameter
Simplisia Rimpang
Lengkuas Merah
Golongan senyawa
kimia tumbuhan
Ekstrak Rimpang
Lengkuas Merah
Uji Aktivitas Jamur Pityrosporum ovale
yang diukur dengan metode zona hambat
dari berbagai konsentrasi
Diameter hambat masing-masing
jamur 1. Makroskopik
2. Mikroskopik 3. Pk air
4. Pk sari larut air 5. Pk sari larut etanol
6. Pk abu total 7. Pk abu tidak larut asam
1. SteroidTriterpenoid 2. Alkaloid
3. Flavonoid 4. Glikosida
5. Saponin 6. Tanin
7. Antrakinon. Karakterisasi
Formula Sampo Ekstrak Lengkuas Merah
1. Tegangan Permukaan 2. pH
3. Viskositas 4. BobotJenis
5. DayaPembersih 6. DayaPembasah
7. Daya Pembusa dan
Kestabilan busa 8. UjiIritasi
9. Stabilitas Sampo Ekstrak
Lengkuas Merah
Uji Aktivitas Jamur
Pityrosporum ovale
yang diukur dengan metode zona hambat
dari berbagai konsentrasi
Diameter hambat masing-masing
jamur
Universitas Sumatera Utara
25
3.4 Penyiapan Bahan Tumbuhan 3.4.1 Pengumpulan bahan tumbuhan
Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel yang
digunakan adalah rimpang lengkuas merah yang masih segar dan tua yang berusia kurang lebih 9 bulan. Sampel diambil dari Desa Gonting Julu,
Kecamatan Huristak, Kabupaten Padang Lawas, Provinsi Sumatera Utara.
3.4.2 Identifikasi tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan di Bidang Botani Pusat Penelitian
Biologi-LIPI Bogor. 3.4.3 Pengolahan tumbuhan
Bahan baku rimpang lengkuas merah yang masih segar dikumpulkan, disortasi basah, dicuci bersih dibawah air mengalir, ditiriskan dengan
menggunakan wadah keranjang berlobang-lobang kecil dan diangin-anginkan diatas kain yang kering untuk meresap kadar air dari pencucian sampel. Setelah
air pada sampel telah kering kemudian ditimbang. Rimpang lengkuas merah yang telah ditimbang beratnya diiris-iris secara melintang kurang lebih dengan
ketebalan 3 mm, selanjutnya dikeringkan di lemari pengering hingga kering dengan temperatur 50-60
o
C, kemudian disortasi kering dan ditimbang berat keringnya, diblender hingga menjadi serbuk. Setelah itu disimpan dalam wadah
plastik yang tertutup rapat.
Universitas Sumatera Utara
26
3.5 Pembuatan Larutan Pereaksi
Pembuatan larutan pereaksi terdiri dari Asam klorida 2 N, Asam sulfat 2N, Besi III klorida 1, Bouchardat, Dragendorff, Kloralhidrat, Mayer,
Molish, Natrium hidroksida 2 N dan Timbal II asetat 0,4 M Ditjen POM, 1995. Liebermann-Burchard menurut Harborne 1987.
3.5.1 Pereaksi asam klorida 2 N
Sebanyak 16,67 ml asam klorida pekat dilarutkan dalam air suling hingga volume 100 ml.
3.5.2 Pereaksi Asam sulfat 2 N
Sebanyak 5,4 ml asam sulfat pekat dilarutkan dalam air suling hingga volume 100 ml.
3.5.3 Pereaksi Besi III klorida 1 bv
Sebanyak 1 g besi III klorida kemudian dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml.
3.5.4 Pereaksi Bouchardat
Sebanyak 4 g kalium iodida, dilarutkan dalam sedikit air suling kemudian ditambahkan 2 g iodium, setelah semuanya larut ditambahkan air
suling hingga 100 ml.
3.5.5 Pereaksi Dragendorff
Sebanyak 0,8 g bismut III nitrat dilarutkan dalam asam nitrat pekat 20 ml kemudian dicampurkan dengan larutan kalium iodida sebanyak 27,2 g
dalam 50 ml air suling. Campuran didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan jernih diambil dan diencerkan dengan air suling secukupnya hingga
Universitas Sumatera Utara
27 100 ml.
3.5.6 Pereaksi Kloralhidrat
Sebanyak 70 g kloralhidrat kemudian dilarutkan dalam 30 ml air suling.
3.5.7 Pereaksi Mayer
Sebanyak 1,35 g raksa II klorida dilarutkan dalam 60 ml air suling. Kemudian pada wadah lain sebanyak 5 g kalium iodida dilarutkan dalam 10
ml air lalu campurkan keduanya dan ditambahkan air suling hingga 100 ml.
3.5.8 Pereaksi Molisch
Sebanyak 3 g alfa-naftol ditimbang, kemudian dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga volume 100 ml.
3.5.9 Pereaksi Natrium hidroksida 2 N
Sebanyak 8,002 g kristal natrium hidroksida dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml.
3.5.10 Pereaksi Timbal II asetat 0,4 M
Sebanyak 15,17 g timbal II asetat dilarutkan dalam air bebas karbondioksida hingga 100 ml.
3.5.11 Pereaksi Liebermann-Burchard
Sebanyak 5 ml asam asetat anhidrida dicampurkan dengan 5 ml asam
sulfat pekat kemudian ditambahkan etanol hingga 50 ml Harborne, 1987.
3.6 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia
Pemeriksaan karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam
Universitas Sumatera Utara
28 air, penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total,
dan penetapan kadar abu tidak larut asam Ditjen POM, 1995; WHO, 1998.
3.6.1 Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dan organoleptik dilakukan dengan mengamati bentuk, warna, bau dan rasa rimpang lengkuas merah.
3.6.2 Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap tanaman dan serbuk simplisia rimpang lengkuas merah. Rimpang tanaman lengkuas merah yang
segar dipotong tipis secara melintang di atas kaca preparat lalu diteteskan larutan kloralhidrat dan dipanaskan diatas api bunsen kemudian ditutup dengan
kaca penutup dan diamati di bawah mikroskop. Pemeriksaan mikroskopik terhadap serbuk simplisia dilakukan dengan cara menaburkan diatas kaca objek
yang telah ditetesi dengan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian dilihat dibawah mikroskop.
3.6.3 Penetapan kadar air simplisia
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode azeotropi destilasi toluen. Cara penetapan: ke dalam labu alas bulat dimasukkan 200 ml toluena
dan 2 ml aquadest, didestilasi selama 2 jam. Setelah toluen didinginkan dan volume air pada tabung penerima dibaca. Kemudian kedalam labu dimasukkan
5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluena mendidih, kecepatan tetesan diatur, kurang
lebih 2 tetes tiap detik, hingga sebagian air tersuling, kemudian naikkan kecepatan penyulingan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua tersuling,
Universitas Sumatera Utara
29 bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen yang telah jenuh. Penyulingan
dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah sempurna, volume
dibaca. Selisih kedua volume air dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa WHO, 1998.
3.6.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam air
Sebanyak 5 g serbuk dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air- kloroform 2,5 ml kloroform dalam akuades sampai 1 liter dengan
menggunakan botol bersumbat warna coklat sambil sekali-kali dikocok salama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18-24 jam dan disaring, sejumlah
20 ml filtrat pertama diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal beralas datar yang telah dipanaskan dan ditara. Residu dipanaskan dalam oven pada
suhu 105°C sampai diperoleh bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan Ditjen POM, 1995.
3.6.5 Penetapan kadar sari larut dalam etanol
Sebanyak 5 g serbuk dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96 dengan menggunakan botol bersumbat berwarna coklat sambil sekali-kali
dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18-24 jam dan disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan hingga kering dalam cawan
dangkal beralas datar yang telah dipanaskan dan ditara. Residu dipanaskan dalam oven pada suhu 105°C sampai diperoleh bobot tetap. Kadar sari larut
dalam etanol 96 dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan Ditjen POM, 1995.
Universitas Sumatera Utara
30
3.6.6 Penetapan kadar abu total
Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian
diratakan. Krus porselen bersama isinya dipijarkan perlahan-lahan pada suhu 600°C selama 3 jam hingga arang habis, dinginkan, ditimbang sampai
diperoleh bobot yang tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara Ditjen POM, 1995.
3.6.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dididihkan dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut
dalam asam dikumpulkan, disaring dengan kertas saring, lalu cuci dengan air panas. Kemudian residu dan kertas saring dipijarkan sampai diperoleh bobot
tetap, didinginkan dan ditimbang beratnya. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara Ditjen POM,
1995.
3.7 Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak meliputi pemeriksaan senyawa golongan steroidtriterpenoid, alkaloid, glikosida, flavonoid, saponin,
tanin dan antrakinon.
3.7.1 Pemeriksaan steroidtriterpenoid
Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam, disaring, filtrat diuapkan dalam cawan penguap, dan pada sisanya
ditambahkan 20 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat
Universitas Sumatera Utara
31 pereaksi Liebermann-Burchard. Apabila terbentuk warna ungu atau merah
yang berubah menjadi biru hijau menunjukkan adanya steroidtriterpenoid Harborne, 1987.
3.7.2 Pemeriksaan alkaloid
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan diatas penangas air selama 2
menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk tes alkaloid. Diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalamnya dimasukkan 0,5 ml filtrat.
Pada masing-masing tabung reaksi: a.
Ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat akan terbentuk endapan berwarna coklat-hitam.
b. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff akan terbentuk endapan
berwarna merah atau jingga. c.
Ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer akan terbentuk endapan berwarna putih atau kuning.
Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua dari tiga percobaan diatas Depkes RI, 1979.
3.7.3 Pemeriksaan glikosida
Sebanyak 3 g serbuk simplisia ditimbang kemudian disari dengan 30 ml campuran etanol 95 dengan air 7:3 dan 10 ml asam klorida 2 N, direfluks
selama 2 jam, didinginkan dan disaring. Diambil 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal II asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan 5 menit
lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform
Universitas Sumatera Utara
32 2:3, dilakukan berulang sebanyak 3 kali. Kemudian akan diperoleh dua
lapisan sari air dan sari pelarut organik. Pada kumpulan sari pelarut organik ditambahkan natrium sulfat anhidrat, kemudian disaring lalu filtrat diuapkan
pada suhu tidak lebih dari 500°C. Sisa penguapan dilarutkan dengan 2 ml metanol, dan dimasukkan filtrat 0,1 ml kedalam tabung reaksi, diuapkan diatas
penangas air. Pada sisa filtrat ditambahkan 2 ml air, 5 tetes molish. Kemudian ditambahkan 2 ml asam sulfat, terbentuknya cincin berwarna ungu pada batas
kedua cairan menunjukkan adanya ikatan gula Ditjen POM, 1995.
3.7.4 Pemeriksaan flavanoid
Sebanyak 10 g ekstrak ditambahkan 10 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan
0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna merah
atau kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol Farnsworth, 1966. 3.7.5 Pemeriksaan saponin
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia dimasukkan dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama
10 detik, jika terbentuk buih yang mantap setinggi 1-10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit. Ditambahkan 1 tetes larutan asam klorida 2 N, bila buih
tidak hilang menunjukkan adanya saponin Ditjen POM, 1995.
3.7.6 Pemeriksaan tanin
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia disari dengan 10 ml air suling lalu disaring, filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Larutan
Universitas Sumatera Utara
33 diambil 2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi III klorida 1. Jika
terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin Ditjen POM, 1995.
3.7.7 Pemeriksaan antrakinon
Sebanyak 0,2 g serbuk simplisia ditimbang, dicampur dengan 5 ml asam sulfat 2 N, dipanaskan sebentar, setelah dingin ditambahkan 10 ml
benzen, dikocok dan didiamkan. Lapisan benzen dipisahkan dan disaring, kemudian kocok dengan 2 ml NaOH 2 N, didiamkan. Lapisan air berwarna
merah dan lapisan benzen tidak berwarna menunjukkan adanya antrakinon Ditjen POM, 1995.
3.8 Pembuatan Ekstrak
Pembuatan ekstrak rimpang lengkuas merah dilakukan dengan cara perkolasi menggunakan pelarut etanol 70.
Cara pembuatan ekstrak: Sebanyak 200 g sebuk simplisia dimasukkan dalam bejana. Serbuk simplisia dimaserasi dengan etanol 70 sebanyak 500
ml, dibiarkan pada suhu kamar selama 3 jam, terlindung cahaya sambil sekali kali diaduk. Selanjutnya dipindahkan massa tersebut sedikit demi sedikit ke
dalam perkolator, tambahkan etanol 70 secukupnya hingga simplisia terendam dan terdapat cairan penyari di atasnya, perkolator ditutup dengan
aluminium foil dan dibiarkan selama 24 jam. Kemudian kran perkolator dibuka dan dibiarkan cairan ekstrak menetes dengan kecepatan 20 tetes per menit dan
ditambahkan etanol 70 berulang-ulang secukupnya dan diatur kecepatan penetesan cairan penyari sama dengan kecepatan tetesan perkolat, sehingga
Universitas Sumatera Utara
34 selalu terdapat selapis cairan penyari di atas simplisia. Perkolasi dihentikan jika
500 mg perkolat yang keluar terakhir diuapkan, tidak meninggalkan sisa. Perkolat kemudian disuling dan diuapkan dengan tekanan rendah pada suhu
tidak lebih dari 50
o
C menggunakan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental, kemudian ekstrak kental dikeringkan dengan freeze dryer
Depkes RI, 1979.
3.9 Uji Aktivitas Anti Jamur