Faktor Penghambat Eksternal Kewenangan Bpkp Dan Kejaksaan Dalam Penentuan Unsur Kerugian Keuangan Negara Terhadap Tindak Pidana Korupsi

Oleh karena itu, sungguh tepat apabila mereka meminta bantuan kepada BPKP, khususnya dalam rangka menghitung besarnya potensi kerugian keuangan negara yang terjadi dalam suatu kasus TPK, sehingga diharapkan penanganan kasus-kasus TPK oleh penyidik dapat lebih profesional dan memenuhi rasa keadilan masyarakat. Namun demikian, BPKP juga seringkali mengalami hambatan dalam melaksanakan fungsi dan wewenangnya. Berikut ini akan dideskripsikan mengenai hal tersebut.

1. Faktor Penghambat Eksternal

Secara umum faktor yang bersifat eksternal yang menghambat kinerja BPKP, antara lain, adalah : 118 a. Belum ada pedoman dari BPKP Pusat dalam rangka memberikan keterangan ahli kepada Penyidik yang akan dituangkan dalam BAP Keterangan Saksi Ahli. Sehingga seringkali tidak jelas apakah seorang Auditor BPKP dalam memberikan kesaksian dalam rangka menjalankan tugas atau tidak. BPKP belum memiliki pedoman dalam rangka memberikan keterangan ahli kepada penyidik yang akan dituangkan dalam Berita Acara Permintaan Keterangan – Saksi Ahli. Mengingat yang menjawab memang perseorangan biasanya ketua tim, tapi sebenarnya yang bersangkutan secara tidak langsung mewakili atau menjalankan tugas satu lembaga yaitu BPKP. b. Laporan Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara secara tegas dinyatakan bahwa penugasan tidak dimaksudkan untuk memberi opini hukum atas kasus 118 Heru Cahyanto, Op.cit, hal. 3-4. Universitas Sumatera Utara yang diperiksa dan unsur melawan hukum dalam kasus tersebut ditetapkan oleh Penyidik, bukan oleh tenaga ahli BPKP. Sehingga auditor seringkali tidak mencermati dan mempelajari hukum atau peraturan perundang-undangan yang dilanggar dalam kasus yang bersangkutan. Padahal justru dalam banyak hal, auditor mempunyai pengetahuan lebih dalam hal peraturan perundang- undangan penyelenggaraan kerugian keuangan negara dibanding penyidik. Seingga hasil telaah peraturan perundang-undangan tersebut dapat lebih meyakinkan penyidik bahwa telah dipenuhi adanya salah satu unsur tindak pidana korupsi yaitu unsur melawan hukum. Oleh karena itu, tentu harus dibedakan hukum atau peraturan perundang-undangan mana yang masih menjadi kompetensi auditor dan mana yang memang merupakan kewenangan penyidik. Justeru antara auditor BPKP dan penyidik mestinya bisa saling melengkapi berkaitan dengan pembuktian unsur melawan hukum. c. Beberapa kasus yang bersifat politis. Sehingga seringkali menimbulkan kesulitan bagi Auditor BPKP untuk bersifat objektif dan independen. Berdasarkan hasil wawancara Ahmad Balatif, SE. Auditor Ahli Madya Pengendali Teknis BPKP Perwakilan Propinsi Sumatera Utara, terdapat beberapa kendala yang bersifat eksternal yang menghambat atau mempengaruhi penyelesaian suatu tindak pidana korupsi antara lain adalah: 119 119 Hasil wawancara dengan Ahmad Balatif, SE. Auditor Ahli Madya Pengendali Teknis BPKP Perwakilan Propinsi Sumatera Utara. Pada Hari Rabu Tanggal 2 Juni 2010 Pukul 13.30 WIB. Universitas Sumatera Utara 1. Penanganan masih tersentralisasi termasuk di BPKP dimana setiap hasil pemeriksaan yang mengandung indikasi tindak pidana korupsi harus diserahkan ke BPKP pusat baru dilimpahkan ke Kejaksaan Agung, Mabes Polri, mestinya dari BPKP perwakilan dapat melimpahkan ke Kejaksaan Tinggi danatau Kejaksaan Negeri, penyidik dan atau Polres. 2. Indikasi tindak pidana korupsi yang ditentukan dalam audit keuangan danatau audit kinerja harus dilaksanakan audit investigatif terlebih dahulu baru kemudian dilimpahkan ke Kejagung, Mabes Polri dan atau KPK. Hal ini memperpanjang jalur penanganan tindak pidana korupsi. Seharusnya hasil audit yang berindikasi kuat dengan tipikor, dapat langsung diajukan ke Kejaksaan di daerah, kepolisian Daerah Polres untuk ditindak lanjuti oleh aparat penegak hukum. Dan anehnya, apabila BPKP menemukan indikasi tindak pidana korupsi, malah menyarankan kepada pihak yang diaudit untuk melimpahkan permasalahan tesebut kepada Kejaksaan. 3. Biaya audit bagi auditor investigatif sama dengan lumpsum audit biasa bahkan biaya untuk peralatan yang diperlukan audit investigatif harus dipenuhi dari uang lumpsum tersebut, seperti tape recorder, handy cam, tenaga ahli dan lain-lain. Hal ini akan menyulitkan pada saat auditor harus berhadapan dengan kebutuhan audit belum lagi yang terkait dengan resiko audit. Masalah moralpun menjadi ancaman yang sangat kuat bagi auditor BPKP meskipun untuk saat ini pemilihan auditor yang akan melakukan audit investigatif benar-benar diseleksi bagi orang yang relatif baik. Universitas Sumatera Utara 4. Kerjasama dengan pihak terkait masih belum optimal. Masyarakat dan pihak lain yang menemukan adanya penyimpangan pada lembaga pemerintah yang berindikasi kerugian negara masih segan untuk melaporkan permasalahan yang diketahui. Hal tersebut terutama disebabkan masih apriorinya masyarakat terhadap aparat pemeriksa, termasuk di dalamnya BPKP.

2. Faktor Penghambat Internal

Dokumen yang terkait

Pendampingan Aparatur Sipil Negara Yang Terkait Tindak Pidana Korupsi Dalam Pelaksanaan Tugas Kedinasan Berdasarkan Permendagri No. 12 Tahun 2014 Di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara

1 109 101

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Korupsi pada Program Konpensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak Infrastruktur Pedesaan (Studi Putusan MA No. 2093 K / Pid. Sus / 2011)

3 55 157

Analisis Gugatan bersifat in rem terhadap hasil tindak pidana korupsi pada sistem hukum Common Law

1 77 152

Kewenangan Jaksa Pengacara Negara Dalam Gugatan Pengembalian Kerugian Keuangan Negara Akibat Tindak Pidana Korupsi Yang Terdakwanya Meninggal Dunia (Studi Putusan No. Reg 02/Pdt. G/2010/PN.DPK)

0 55 105

Analisis Hukum Terhadap Dakwaan Tindak Pidana Korupsi Oleh Jaksa Penuntut Umum (Putusan Mahkamah Agung No.2642 K/Pid/2006)

0 37 127

Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi Secara Berlanjut (Studi Kasus No. 1636/Pid.B/2006/PN-MDN dan No. 354/PID/2006/PT-MDN)

5 123 163

Pertimbangan Hakim Terhadap Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Pejabat Negara (Studi Putusan Nomor : 01/Pid.Sus.K/2011/PN.Mdn)

2 43 164

TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEWENANGAN BPK DAN BPKP MENGHITUNG KERUGIAN NEGARA DALAM RANGKA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI.

0 1 12

TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEWENANGAN BPK DAN BPKP MENGHITUNG KERUGIAN NEGARA DALAM RANGKA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

0 0 12

OPTIMALISASI KEJAKSAAN DALAM PENGEMBALIAN KERUGIAN NEGARA AKIBAT TINDAK PIDANA KORUPSI

0 0 19