laporan pertanggungjawaban kepada presiden. BPKP sebagai pengawas internal memberikan peringatan dini sebelum adanya temuan BPK. Namun
untuk beberapa kasus, hasil audit BPKP dianggap sebagai satu-satunya alat bukti dalam kasus tindak pidana korupsi seperti contoh kasus PLTG Borang
sebagaimana disebutkan di atas. Sedangkan untuk Kejaksaan, penelitian ini dianggap penting karena sebagaimana diketahui bahwa Kejaksaan sebagai
salah satu pilar penting dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, sehingga Kejaksaan harus melaksanakan peran dan fungsinya dengan baik.
b. Bagi Dunia Pendidikan dan Akademisi
Penelitian ini diharapkan juga bermanfaat bagi dunia pendidikan dan akademisi khususnya dalam rangka menumbuhkan kesadaran hukum anti
korupsi dan kesadaran hukum untuk berperan memberantas korupsi. c.
Bagi Masyarakat Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat khususnya
dalam upaya mengembalikan dan meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, khususnya terhadap political will pemerintah dalam
pemberantasan korupsi di Indonesia.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti di perpustakaan Universitas Sumatera Utara diketahui bahwa penelitian tentang
Universitas Sumatera Utara
“Kewenangan BPKP dan Kejaksaan dalam Penentuan Unsur Kerugian Negara terhadap Tindak Pidana Korupsi” belum pernah dilakukan dalam pendekatan dan
perumusan masalah yang sama, walaupun ada beberapa topik penelitian tentang tindak pidana korupsi tapi dengan persfektif dan kajian yang berbeda. Jadi
penelitian ini adalah asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, obyektif dan terbuka, sehingga penelitian ini dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. Penelitian ini juga terbuka atas masukan serta saran-saran yang membangun dalam rangka penyempurnaan.
F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Kerangka Teoritis dalam penulisan ilmiah berfungsi sebagai pemandu untuk mengorganisasi, menjelaskan dan memprediksi fenomena-fenomena dan atau objek
masalah yang diteliti dengan cara mengkonstruksi keterkaitan antara konsep secara deduktif ataupun induktif. Oleh karena objek masalah yang diteliti dalam tesis ini
berada dalam ruang lingkup ilmu hukum, maka konsep-konsep yang akan digunakan sebagai sarana analisis adalah konsep-konsep, asas-asas, dan norma-norma hukum
yang dianggap paling relevan. Sebagai acuan pokok untuk mengorganisasi dan menganalisa masalah tesis ini, penulis mengunakan Konsep “Pembagian Kekuasaan”
dan “Konsep Sistem Peradilan Pidana”.
Universitas Sumatera Utara
Salah satu ciri negara hukum, yang disebut the rule of law atau dalam bahasa Belanda dan Jerman disebut rechtsstaat, adalah adanya ciri pembatasan kekuasaan
dalam penyelenggaraan kekuasaan negara. Pembatasan itu dilakukan dengan hukum yang kemudian menjadi ide dasar paham konstitusionalisme modern. Oleh karena itu,
konsep negara hukum juga disebut sebagai negara konstitusional atau constitutional state, yaitu negara yang dibatasi oleh konstitusi. Dalam gagasan yang sama, gagasan
negara demokrasi atau kedaulatan rakyat disebut pula dengan istilah constitutional democracy yang dihubungkan dengan pengertian negara demokrasi yang berdasarkan
atas hukum. Upaya untuk mengadakan pembatasan terhadap kekuasaan dilakukan dengan
pola-pola pembatasan di dalam pengelolaan internal kekuasaan negara itu sendiri, yaitu dengan mengadakan pembedaan dan pemisahan kekuasaan negara kedalam
fungsi-fungsi yang berbeda-beda. Dalam hubungan ini, yang dapat dianggap paling berpengaruh pemikirannya dalam mengadakan pembedaan fungsi-fungsi kekuasaan
itu adalah Montesquieu dengan teori trias politica-nya. yaitu cabang kekuasaan legislatif, cabang kekuasaan eksekutif atau administratif, dan cabang kekuasaan
yudisial. Menurut Montesquieu, dalam bukunya “L’Espirit des Lois” 1784 atau dalam
bahasa Inggris-nya “The Spirit of The Laws“, yang mengikuti jalan pikiran John Locke, membagi kekuasaan negara kedalam tiga cabang, yaitu:
1. Kekuasaan legislatif sebagai pembuat undang-undang. 2. Kekuasaan eksekutif untuk melaksanakan.
Universitas Sumatera Utara
3. Kekuasaan untuk menghakimi atau yudikatif. Dari klasifikasi Montesquieu inilah dikenal pembagian kekuasaan negara
modern dalam tiga fungsi, yaitu legislatif the legislative function, eksekutif the executive or administrative function, dan yudisial the judicial function.
Sebelumnya, John Locke dalam bukunya “Two Treatises of Government” 1689, juga membagi kekuasaan negara dalam tiga fungsi, tetapi berbeda isinya.
Menurutnya, fungsi-fungsi kekuasaan negara meliputi : 1. Fungsi Legislatif.
2. Fungsi Eksekutif. 3. Fungsi Federatif.
Dalam bidang legislatif dan eksekutif, pendapat dua sarjana itu nampaknya mirip. Tetapi dalam bidang yang ketiga, pendapat mereka berbeda. John Locke
mengutamakan fungsi federatif, sedangkan Baron de Montesquieu mengutamakan fungsi kekuasaan kehakiman yudisial. Montesquieu lebih melihat pembagian atau
pemisahan kekuasaan itu dari segi hak asasi manusia setiap warga negara, sedangkan John Locke lebih melihatnya dari segi hubungan kedalam dan keluar negara-negara
lain. Bagi John Locke, penjelmaan fungsi defencie baru timbul apabila fungsi diplomacie terbukti gagal. Oleh sebab itu, yang dianggap penting adalah fungsi
federatif. Sedangkan fungsi yudisial bagi Locke cukup dimasukkan kedalam kategori fungsi legislatif, yang itu terkait dalam fungsi pelaksanaan hukum. Tetapi bagi
Montesquieu, fungsi pertahanan defence dan hubungan luar negerilah diplomasi yang termasuk dalam fungsi eksekutif, sehingga tidak perlu dianggap tersendiri.
Universitas Sumatera Utara
Justru dianggap penting oleh Montesquieu adalah fungsi yudisial atau fungsi kekuasaan kehakiman.
18
Dalam bahasa yang lebih sederhana, Miriam Budiardjo menjabarkan legislatif sebagai kekuasan untuk membentuk undang-undang, eksekutif untuk
menyelenggarakan undang-undang, dan yudikatif adalah kekuasaan untuk mengadili pelanggaran undang-undang. Selanjutnya, baik mengenai tugas fungsi maupun
mengenai alat perlengkapan lembaga yang menyelenggarakannya, ketiganya harus terpisah satu sama lain.
19
1. Division Of Power And Separation Of Power