Pokok Permasalahan Pemilihan Lokasi Penelitian. Sejarah Masuknya Etnis Tionghoa di Indonesia

Setelah beberapa kali menyaksikan upacara ini penulis merasa tertarik untuk mengkaji dari aspek penggunaan dan fungsi ensambel tersebut. Kajian penggunaan akan menjelaskan tentang konteks penyajian Chui Ko dalam upacara Bing Yi Guan. Hal ini memerlukan pembahasan yang meliputi deskripsi pelaksanaan upacara Bing Yi Guan secara menyeluruh. Sementara kajian mengenai fungsi ensambel Chui Ko dalam upacara Bing Yi Guan akan menjelaskan tujuan penyajian musik dalam upacara tersebut. Dengan demikian penulis membuat judul penelitian ini : Penggunaan Dan Fungsi Chui Ko Dalam Upacara Bing Yi Guan Pada Masyarakat Tionghoa Di Yayasan Balai Persemayaman Angsapura Medan.

1.2 Pokok Permasalahan

Pokok permasalahan yang ingin dibahas dalam tulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Deskripsi penyajian Chui Ko dalam upacara Bing Yi Guan pada masyarakat Tionghoa. 2. Tujuan penggunaan ensambel Chui Ko dalam upacara Bing Yi Guan pada masyarakat Tionghoa. 3. 1.3 Tujuan dan Manfaat 1.3.1 Tujuan Tujuan penulis dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui unsur-unsur yang terkait langsung dalam upacara Bing Yi Guan pada masyarakat Tionghoa. Universitas Sumatera Utara 2. Untuk mengetahui, tujuan ensambel Chui Ko pada upacara Bing Yi Guan.

1.3.2 Manfaat

Adapun manfaat yang dapat dilihat dari penelitian ini adalah: 1. Menambah wawasan mengenai budaya musikal dari berbagai etnis di luar pribumi yang terdapat di Indonesia. 2. Sebagai salah satu sumber informasi dan dokumentasi tentang Chui Ko sebagai suatu ensambel yang khusus digunakan dalam upacara Bing Yi Guan. 3. Sebagai salah satu bahan perbandingan dalam kajian budaya musikal yang berkaitan dengan upacara ritual dalam arti luas. 1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep Konsep merupakan definisi dari apa yang kita amati, konsep menentukan variabel-variabel mana yang kita inginkan, untuk menentukan hubungan empiris 2 Untuk memahami penggunaan dan fungsi yang penulis maksud dalam penelitian ini, mengacu kepada pandangan oleh Alan P. Merriam 1964:210 mengenai penggunaan dan fungsi alat musik. Dimana diartikan bahwa use penggunaan menitik beratkan pada masalah situasi atau cara bagaimana musik itu digunakan, sedangkan function menitik beratkan pada alasan penggunaan atau . 2 Melly G Tan, dalam Koentjaraningrat 1991:21 Metode Penelitian Masyarakat Universitas Sumatera Utara tujuan pemakaian musik, terutama maksud yang lebih luas, sampai sejauh mana musik itu mampu memenuhi kebutuhan yang memerlukannya. Ensambel adalah kumpulan dua atau lebih alat musik yang dimainkan secara bersama-sama sehingga menjadi suatu komposisi. Masing-masing alat musik yang tergabung dalam satu ensambel memiliki kapasitas dan porsi masing masing yang biasanya diatur menurut pola tertentu. Chui Ko adalah istilah untuk seperangkat alat musikensambel tradisional Tionghoa yang terdiri dari Loko sejenis gendang berbentuk barel luar dan dalam membranofon, Tita alat musik tiup aerofon, Hie sejenis rebab kordofon, Tang Ling sejenis lonceng idiofon, Lak Buak dua buah simbal kecil idiofon Hun Lo gong tanpa pencu idiofon, Boak dua buah kayu persegi empat yang saling dibenturkan idiofon. Menurut hasil wawancara penulis dengan informan bapak A Pheng, ensambel ini dipakai khusus dalam upacara persemayaman bagi masyarakat Tionghoa yang mengamalkan kepercayaan Taoisme. Pengertian upacara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 1990:994 adalah 1. tanda-tanda kebesaran, 2. peralatan menurut adat-istiadat, 3. rangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat kepada aturan-aturan tertentu menurut adat atau agama, 4. perbuatan atau perayaan yang dilakukan atau diadakan sehubungan dengan peristiwa penting. Istilah upacara pada penelitian ini merupakan sebuah kegiatan yang bersifat ritual. Hal ini penulis sesuaikan dengan pendapat Aryono Suyono dalam Hutahaen 1955:17 yang menguraikan tentang pengertian upacara ritual ceremony adalah: Universitas Sumatera Utara 1. Sistem aktifitas atau rangkuman tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat pada berbagai macam peristiwa wujud dari adat istiadat yang berhubungan dengan segala peristiwa tetap yang biasanya terjadi dalam masyarakat yang bersangkutan. 2. Suatu kegiatan pesta tradisional yang diatur menurut tata adat atau hukum yang berlaku dalam masyrakat dalam rangka memperingati peristiwa-peristiwa penting atau lain-lainnya dengan ketentuan adat yang berlaku. Bing Yi Guan berasal dari bahasa Mandarin yang artinya “persemayaman”. Bing Yi Guan ini merupakan tradisi yang dilaksanakan apabila salah satu anggota keluarga masyarakat Tionghoa ada yang meninggal dunia. Upacara ini bisa dilangsungkan di rumah duka atau balai persemayaman. Biasanya karena pertimbangan praktis dan demi ketentraman lingkungan biasanya upacara ini dilangsungkan di balai persemayaman. Masyarakat adalah suatu kesatuan manusia yang berinteraksi dan bertingkah laku sesuai dengan adat istiadat tertentu yang bersifat kontiniu, di mana setiap anggota masyarakat terikat suatu rasa identitas bersama Koentjaraningrat, 1985:60. Tionghoa adalah istilah yang dibuat sendiri oleh orang di Indonesia berasal dari kata zhonghua dalam bahasa mandarin. Zhonghua dalam dialek Hokkian dilafalkan sebagai Tionghoa. Suku bangsa Tionghoa di Indonesia merupakan keturunan dari leluhur mereka yang berimigrasi secara periodik dan bergelombang sejak ribuan tahun Universitas Sumatera Utara lalu. Catatan-catatan literatur Tiongkok menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan kuno di Nusantara telah berhubungan erat dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di Tiongkok. Faktor inilah yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang maupun manusia dari Tiongkok ke Nusantara dan sebaliknya. Suku bangsa Tionghoa di Indonesia terbiasa menyebut diri mereka sebagai Tenglang Hokkien, Tengnang Tiochiu, atau Thongnyin Hakka. Sedangkan dalam dialek Mandarin disebut Tangren bahasa Indonesia : Orang Tang. Ini sesuai dengan kenyataan bahwa orang Tionghoa Indonesia mayoritas berasal dari Tiongkok Selatan yang menyebut diri mereka sebagai orang Tang, sedangkan Tiongkok Utara menyebut diri mereka sebagai orang Han Hanzi, hanyu pinyin : hanren, bahasa Indonesia: Orang Han 3 3 Http:id.wikipedia.orgwikiTionghoa -Indonesia . Balai persemayaman Angsapura merupakan sebuah Yayasan Sosial masyarakat Tionghoa Medan yang terletak di jalan Waja No 2-4. Balai ini dibangun untuk wadah masyarakat Tionghoa terutama untuk persemayaman. Balai persemayaman Angsapura merupakan salah satu balai persemayaman yang terbesar dan tertua yang ada di kota Medan.

1.4.2 Teori

Teori dapat digunakan sebagai landasan kerangka berfikir dalam membahas permasalahan. Pembahasan yang utama dalam penelitian ini adalah berbicara tentang penggunaan dan fungsi musik ensambel Chui Ko dalam upacara Bing Yi Guan. Universitas Sumatera Utara Dalam mendeskripsikan upacara Bing Yi Guan penulis memperhatikan yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat 1980:241 pengertian upacara adalah suatu kelakuan keagamaan yang dilaksanakan menurut tata kelakuan yang baku sesuai dengan komponen keagamaan. Ada empat komponen upacara yaitu : tempat upacara, waktu upacara, benda-benda dan alat-alat upacara, orang-orang yang melaksanakan dan memimpin upacara. Untuk memahami penggunaan dan fungsi musik yang disajikan dengan ensambel Chui Ko penulis berpedoman pada pendapat Alan P Merriam 1964:209-226 yang mengatakan bahwa penggunaan musik meliputi pemakaian musik dalam konteksnya atau bagaimana musik tersebut digunakan. Sedangkan fungsi menyangkut tujuan pemakaian musik dalam pandangan luas : mengapa musik tersebut digunakan demikian. Menurut pendapat Alan P. Merriam 1964:217-218 ada beberapa yang berkenaan dengan penggunaan yaitu : 1. Penggunaan musik dengan kebudayaan material 2. Penggunaan musik dengan kelembagaan sosial 3. Penggunaan musik dengan manusia dan alam 4. Penggunaan musik dengan nilai-nilai estetika 5. Penggunaan musik dengan bahasa. Sedangkan menurut pendapat beliau sedikitnya ada sepuluh fungsi musik yaitu : 1. Fungsi pengungkapan emosional 2. Fungsi pengungkapan estetis 3. Fungsi hiburan Universitas Sumatera Utara 4. Fungsi komunikasi 5. Fungsi perlambangan 6. Fungsi reaksi jasmani 7. Fungsi yang berkaitan dengan norma sosial 8. Fungsi pengesahan lembaga sosial 9. Fungsi kesinambungan kebudayaan 10. Fungsi pengintegrasian masyarakat.

1.5 Metode Penelitian.

Metode penelitian yang penulis gunakan dalam meneliti ensambel Chui Ko dalam upacara Bing Yi Guan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian yang bersifat deskriptif, bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala atau frekwensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala lain dalam masyarakat. Dalam hal ini mungkin sudah ada hipotesa-hipotesa, mungkin juga belum, tergantung dari sedikit banyaknya pengetahuan tentang masalah yang bersangkutan Koentjaraningrat, 1991:29 Sedangkan menurut Hadari dan Mimi Martini 1994:176 penelitian yang bersifat kualitatif yaitu rangkaian kegiatan atau proses menjaring data atau informasi yang bersifat sewajarnya mengenai suatu masalah dalam kondisi aspekbidang kehidupan tertentu pada objeknya. Penelitian ini tidak mempersoalkan sampel dan populasi sebagaimana dalam penelitian kuantitatif. Dalam mengumpulkan data-data yang nantinya dapat digunakan untuk menjawab segala permasalahan yang ada, Nettl 1963:62-64 menawarkan dua Universitas Sumatera Utara cara kerja yaitu kerja lapangan field work dan kerja laboratorium desk work. Namun untuk dapat menerapkan kerja tersebut penulis menambahkan untuk melaksanakan studi kepustakaan.

1.5.1 Kerja Lapangan.

Kerja lapangan penulis lakukan dengan turun secara langsung ke lapangan untuk melakukan penelitian. Dalam kerja lapangan penulis melakukan pengamatan, wawancara, dan perekamanpencatatan data. Selain itu penulis juga melaksanakan interaksi dengan para informan dan masyarakat setempat untuk mendukung mudahnya pelaksanaan penelitian. Sehingga dalam pengamatan, penulis dapat dikategorikan melakukan pengamatan terlibat, dimana seorang peneliti, dimana tetap bertindak sebagai out sider terhadap objek penelitian. Kerja lapangan penulis laksanakan di balai persemayaman Angsapura Medan. Pemilihan lokasi penelitian ini berdasarkan pemikiran bahwa salah satu balai persemayaman masyarakat Tionghoa terbesar dan yang tertua adalah balai persemayaman Angsapura. Untuk memudahkan pelaksanaan di dalam kerja lapangan penulis membagi dua bagian yaitu wawancara dan observasi.

1.5.1.1 Wawancara.

Salah satu tehnik pengumpulan data dalam penelitian adalah dengan tehnik wawancara, yaitu mendapatkan informasi dengan bertanya secara langsung kepada subjek penelitian. Sebagai modal awal penulis berpedoman pada pendapat Koentjaraningrat 1981:136 yang mengatakan : Universitas Sumatera Utara Kegiatan wawancara secara umum dapat dibagi tiga kelompok yaitu : persiapan wawancara, tehnik bertanya dan pencatatan data hasil wawancara. Berdasarkan pendapat Koentjaraningrat tersebut, maka penulis juga mengacu pada pendapat Soehartono, 1995:67 wawancara adalah tehnik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara, jawaban responden akan dicatat atau direkam dengan alat perekam tape recorder. Koentjaraningrat 1981:139 juga mengemukakan bahwa wawancara itu sendiri terdiri dari beberapa bagian yaitu: Wawancara terfokus, bebas dan sambil lalu, Dalam wawancara terfokus diskusi berpusat pada pokok permasalahan. Dalam wawancara bebas diskusi langsung dari satu masalah ke masalah lain tetapi tetap menyangkut pokok permasalahan. Wawancara sambil lalu adalah diskusi langsung yang dilakukan untuk menambahmelengkapi data yang sudah terkumpul. Sesuai dengan pendapat dari Koentjaraningrat dan Soehartono mengenai kegiatan wawancara maka penulis sebelum wawancara telah mempersiapkan hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan wawancara demi kelancaran seperti alat tulis, daftar pertanyaan dan tape recorder untuk merekam. Tehnik bertanya penulis kemukakan berdasarkan dari daftar pertanyaan dan pencatatan hasil wawancara penulis lakukan begitu mendapat jawaban dan yang tidak sempat dicatat masih bisa didengarkan dari hasil rekaman. Wawancara penulis lakukan dengan beberapa orang yang menjadi populasi penelitian yaitu : Universitas Sumatera Utara 1. Wawancara dengan beberapa pengurus harian yayasan balai persemayaman Angsapura yaitu bapak yang bertujuan untuk mendapatkan data-data mengenai lokasi penelitian, larangan-larangan dan tata krama dan lain sebagainya yang sifatnya sikap yang harus diperhatikan oleh penulis dalam penelitian di lokasi tersebut. 2. Wawancara dengan salah satu Chai Kong yaitu Bapak A Heng, untuk mendapatkan informasi mengenai jalannya upacara 3. Wawancara dengan sebagai salah satu seorang seniman tradisional Tionghoa, Bapak A Pheng, untuk mendapatkan informasi mengenai penggunaan musik tradisional Tionghoa dalam upacara Bing Yi Guan.

4. Wawancara dengan petugas persemayaman, dimana petugas ini

mempersiapkan kebutuhan selama upacara berlangsung. Mulai dari membersihkan mayat, melayani tamu yang melayat sampai kepada pemakaman atau pun kremasi. Pada saat proses wawancara berlangsung penulis menerapkan metode wawancara bebas. Dimana pertanyaan-pertanyaan yang penulis ajukan kepada informan berlangsung dari satu masalah ke masalah lain tetapi tidak keluar dari topik permasalahan. Data-data dari hasil wawancara tersebut penulis rekam dalam tape recorder Sony PCN 150, dan menggunakan kaset Maxell durasi 60 menit.

1.5.1.2 Observasi

Observasi atau pengamatan, dapat berarti setiap kegiatan untuk melakukan pengukuran dengan menggunakan indera penglihatan yang juga Universitas Sumatera Utara berarti tidak melakukan pertanyaan-pertanyaan Soehartono, 1995:69. Dalam mengumpulkan data salah satu tehnik yang cukup baik untuk diterapkan adalah pengamatan secara langsungobservasi terhadap subyek yang akan diteliti Muhammad Ali 1987:25 mengatakan bahwa : Observasi adalah penelitian yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan terhadap subyek, baik secara langsung maupun tidak menggunakan tehnik yang disebut dengan pengamatan atau observasi. Dalam hal ini penulis mengadakan beberapa kali observasipengamatan secara langsung penyajian Chui Ko pada upacara Bing Yi Guan.

1.5.2 Kerja Laboratorium.

Semua data yang telah diperoleh dari penelitian lapangan dan studi kepustakaan akan dianalisis untuk selanjutnya diadakan penyeleksian agar selesai dengan pembahasan sehingga menghasilkan suatu tulisan yang baik dalam melakukan penelitian, ketika terbenturnya pada masalah kekurangan data-data. Maka untuk mengatasi hal tersebut penulis mengadakan evaluasi ulang dan terkadang penulis juga melakukan wawancara dengan pengamatan ulang untuk memperoleh data yang akurat. Pada saat kerja laboratorium, hasil rekaman juga penulis dengarkan secara berulang-ulang, kemudian dicatat untuk selanjutnya diklasifikasikan. Data rekaman yang mempergunakan bahasa asing, dicatat untuk kemudian penulis minta untuk diterjemahkan oleh informan. Universitas Sumatera Utara

1.5.3 Studi Kepustakaan.

Untuk mencari tulisan-tulisan pendukung, sebagai kerangka landasan berfikir dalam tulisan ini, adapun yang dilakukan adalah studi kepustakaan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan literatur atau sumber bacaan, guna melengkapi dari apa yang dibutuhkan dalam penulisan dan penyesuaian data dari hasil penelitian lapangan. Sumber bacaan atau literatur itu dapat berasal dari penelitian yang sudah pernah dilakukan sebelumnya dalam bentuk skripsi. Selain itu sumber bacaan yang menjadi tulisan pendukung dalam penelitian penulis yaitu berupa buku, jurnal, dan berita dari situs-situs internet. Namun penulis mengalami kesulitan akan minimnya referensi dalam bentuk tulisan yang berhubungan dengan upacara Bing Yi Guan ataupun mengenai ensambel Chui Ko.

1.6 Pemilihan Lokasi Penelitian.

Lokasi penelitian berada di Balai Persemayaman Angsapura Medan Jl. Waja No. 2-4. Pemilihan lokasi penelitian ini karena sepanjang pengetahuan penulis tempat ini merupakan salah satu balai persemayaman yang terbesar dan tertua yang ada di kota Medan. Tim kesenian yang penulis teliti juga berpusat di balai persemayaman ini. Sehingga sangat mempermudah penulis dalam membuat janji untuk wawancara. Bagi para informan mereka bisa diwawancarai pada sela-sela waktu istirahat. Universitas Sumatera Utara BAB II LATAR BELAKANG SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT TIONGHOA

2.1 Sejarah Masuknya Etnis Tionghoa di Indonesia

Sukubangsa Tionghoa di Indonesia adalah satu etnis penting dalam percaturan sejarah Indonesia jauh sebelum Republik Indonesia dideklarasikan dan terbentuk. Setelah negara Indonesia terbentuk, maka otomatis orang Tionghoa yang berkewarganegaraan Indonesia haruslah digolongkan menjadi salah satu suku dalam lingkup nasional Indonesia setingkat dan sederajat dengan suku-suku bangsa lainnya yang membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tionghoa di Indonesia merupakan keturunan dari leluhur mereka yang berimigrasi secara periodik dan bergelombang sejak ribuan tahun lalu. Catatan- catatan literatur Tiongkok menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan kuno di nusantara telah berhubungan erat dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di Tiongkok. Faktor inilah yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang maupun manusia dari Tiongkok ke nusantara dan sebaliknya. Orang Tionghoa di Indonesia terbiasa menyebut diri mereka sebagai Tenglang Hokkien, Tengnang Tiochiu, atau Thongnyin Hakka. Sedangkan dalam dialek Mandarin disebut Tangren. Ini sesuai dengan kenyataan bahwa orang Tionghoa Indonesia mayoritas berasal dari Tiongkok Selatan yang menyebut diri mereka sebagai orang Tang, sedangkan Tiongkok Utara menyebut diri mereka sebagai orang Han. Bangsa Tionghoa telah ribuan tahun mengunjungi kepulauan nusantara. Salah satu catatan-catatan tertua ditulis oleh para agamawan Fa Hsien pada abad Universitas Sumatera Utara ke-4 dan terutama I Ching pada abad ke-7. I Ching ingin datang ke India untuk mempelajari agama Buddha dan singgah dulu di nusantara untuk belajar bahasa Sansekerta. Di Jawa ia berguru pada seseorang bernama Jñânabhadra. Kemudian dengan berkembangnya negara-negara kerajaan di tanah Jawa mulai abad ke-8, para imigran Tionghoa mulai berdatangan. Pada prasasti-prasasti dari Jawa orang Tionghoa disebut-sebut sebagai warga asing yang menetap di samping nama-nama suku bangsa dari nusantara, daratan Asia Tenggara dan benua India. Dalam prasasti ini orang Tionghoa disebut sebagai Cina dan seringkali jika disebutkan selalu dihubungkan dengan sebuah jabatan bernama Juru Cina atau kepala orang-orang Tionghoa. Orang asal Tiongkok ini yang anak-anaknya lahir di Hindia Belanda merasa perlu mempelajari kebudayaannya termasuk bahasanya, maka oleh sekelompok orang Tionghoa di Hindia Belanda pada 1900 mendirikan sekolah dibawah naungan suatu badan yang dinamakan Tjung Hwa Hwei Kwan, yang kalau di lafal Indonesiakan menjadi Tiong Hoa Hwe Kwan THHK. THHK dalam perjalanannya bukan saja memberikan pendidikan bahasa dan kebudayaan Tiongkok tapi juga menumbuhkan rasa persatuan orang-orang Tionghoa di Hindia Belanda, seiring dengan perubahan istilah Cina menjadi Tionghoa di Hindia Belanda. Universitas Sumatera Utara

2.2 Sejarah Tionghoa di Kota Medan