Sistem Kekerabatan Sistem Mata Pencaharian Upacara Bing Yi Guan

Tjong A Fie, lahir di Moy Hian Kheh Canton, Cina. Sewaktu muda dia berlayar bersama abangnya dan akhirnya mendarat di Kampung Laboean, Medan tahun 1870. Disana mereka mendirikan kedai grosir. Kebetulan di sekitar wilayah itu banyak dihuni para kuli perkebunan yang juga baru dibuka. Keberadaan Tjong perlahan-lahan dikenal warga Medan sebagai penyedia berbagai keperluan. Pergaulannya pun meningkat sampai ke kalangan Istana Kesultanan Deli. Suatu saat, dia bersahabat dengan Tengku Radja Moeda yang sedang berkuasa.Kehadiran Tjong A Fie di Medan, memperkaya khasana wisata Sumatera Utara dengan meninggalkan satu bangunan bersejarah yang terlupakan, yang menyimpan kenangan akan pembauran di kota ini. Sebagai seorang pengusaha Cina, nama Tjong A Fie hingga kini melegenda. Kekayaan dan semangat pembaurannya tetap disebut-sebut warga kota ini. Ingatan itu kini hanya tersisa dengan sebuah bangunan antik berarsitektur Cina yang terletak di Jl. Ahmad Yani, kawasan Kesawan, Medan. Melewati pintu gerbang bergaya Tiongkok, kita langsung dihadapkan pada suasana khas Cina. Gerbang penuh lumut itu kini lebih sering ditutup dan hanya menyisakan celah kecil untuk keluar masuk.

2.3 Sistem Kekerabatan

Masyarakat Tionghoa sama juga seperti masyarakat lainnya yang secara umum membentuk keluarga inti, yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anaknya yang belum berumah tangga. Sistem keturunan menurut kepada garis keturunan Universitas Sumatera Utara ayah patrilineal. Penerus keturunan adalah anak laki-laki. Anak laki-laki tertua merupakan ahli waris memelihara tradisi leluhur, sedangkan anak perempuan masuk kedalam golongan keturunan suaminya. Anak laki-laki tertua, apabila sudah menikah akan tinggal di rumah orang tuanya virilokal sebagai pewaris. Untuk anak laki-laki lainnya apabila sudah menikah bebas menentukan tempat tinggalnya, misalnya dirumah sendiri yang baru, neolokal atau dengan keluarganya sendiri virilokal atau dirumah keluarga istrinya uxorilokal.

2.4 Bahasa

Kebanyakan pakar bahasa menganggap semua varian bahasa Tionghoa sebagai bagian dari rumpun bahasa Sino-Tibet dan mereka percaya bahwa dahulu kala pernah ada sebuah bahasa proto yang mirip situasinya dengan bahasa proto Indo-Eropa di mana semua bahasa-bahasa Tionghoa, Tibet dan Myanmar adalah bahasa turunannya. Relasi antara bahasa Tionghoa, di satu sisi dengan bahasa Sino-Tibet lainnya masih belum begitu jelas berbeda dengan bahasa-bahasa Indo- Eropa. Para pakar masih secara aktif merekonstruksi bahasa proto Sino-Tibet. Kesulitan utamanya ialah bahwa meskipun banyak sekali dokumentasi di mana kita bisa merekonstruksi bunyi-bunyi bahasa Tionghoa kuno, tidak ada dokumentasi mengenai sejarah perkembangan dari bahasa proto Sino-Tibet menjadi bahasa-bahasa Tionghoa. Selain itu banyak bahasa yang bisa membantu kita merekonstruksi bahasa proto Sino-Tibet, kurang didokumentasikan dan masih belum dikenal dengan baik. Universitas Sumatera Utara Dalam budaya masyarakat Tionghoa terdapat beberapa jenis bahasa yang dipakai yaitu :

2.4.1 Bahasa Mandarin

Kata ”mandarin” dalam bahasa Indonesia sendiri sepertinya diserap dari bahasa Inggris yang mendeskripsikan bahasa Tionghoa juga sebagai bahasa Mandarin. Namun sebenarnya, kata Mandarin ini diserap bahasa Inggris dari bahasa Tionghoa sendiri. Mandarin secara harfiah berasal dari sebutan orang asing kepada pembesar-pembesar Dinasti Qing di zaman dulu. Dinasti Qing adalah dinasti yang didirikan oleh suku Manchu, sehingga pembesar-pembesar kekaisaran biasanya disebut sebagai Mandaren yang berarti ”Yang Mulia Manchu”. Dari sini, bahasa yang digunakan oleh para pejabat Manchu waktu itu juga disebut sebagai bahasa Mandaren.

2.4.2 Bahasa Hokkien

Bahasa Hokkien atau bahasa Hokkian, yang kita kenal sebenarnya adalah dialek Min Selatan Min-nan yang merupakan bagian dari bahasa Han. Dialek ini terutama digunakan secara luas di provinsi Fujian Hokkien, Taiwan Taiwan, sebelah utara Guangdong Kengtang dan di Asia Tenggara di mana konsentrasi Tionghoa perantauan adalah mayoritas berasal dari provinsi Fujian. Bahasa Hokkian juga dikenal sebagai bahasa Holo di daratan Tiongkok dan Taiwan. Di Indonesia sendiri, bahasa Hokkien umumnya dikenal sebagai bahasa ibu mother tongue komunitas Tionghoa di Medan, Pekanbaru, Universitas Sumatera Utara Palembang dan beberapa daerah lainnya. Bahasa Hokkien atau bahasa Hokkian yang kita kenal sebenarnya adalah dialek Min Selatan Min-nan yang merupakan bagian dari bahasa Han. Dialek ini terutama digunakan secara luas di provinsi Fujian Hokkien, Taiwan Taiwan, sebelah utara Guangdong Kengtang dan di Asia Tenggara di mana konsentrasi Tionghoa perantauan adalah mayoritas berasal dari provinsi Fujian. Bahasa Hokkian juga dikenal sebagai bahasa Holo di daratan Tiongkok dan Taiwan. Bahasa Hokkien ini sendiri terbagi atas banyak logat di antaranya logat Ciangciu Zhangzhou, logat Cuanciu Quanzhou dan logat Emui Xiamen, dulu Amoy. Bahasa Tiochiu Chaozhou adalah juga salah satu logat dalam bahasa Hokkien, namun karena penduduk Tiochiu tersebar di daerah Guangdong utara, maka bahasa Tiochiu kemudian mendapat pengaruh dari bahasa Kanton menjadi logat dalam bahasa Hokkien yang dekat dengan bahasa Kanton lihat bahasa Kantonis. Hokkien Medan merupakan varianlogat bahasa Hokkien juga disebut Min Nan di Fujian, Tiongkok yang digunakan di Medan, Indonesia. Varian Medan ini banyak menggunakan kata-kata pinjam dari bahasa Melayu dan Indonesia, misalnya tapi, jamban, sabun dari portugis dan juga dipakai di Taiwan,. Bahasa ini biasanya hanya diucapkan saja sehingga tidak ada bentuk tulisan standarnya. Universitas Sumatera Utara

2.4.3 Bahasa Kantonis

Bahasa Kanton atau Yuè Indonesia sering disebut bahasa Konghu adalah salah satu dari dialek bahasa Tionghoa yang dituturkan di barat daya Cina, Hongkong, Makau, masyarakat keturunan Tionghoa di Asia Tenggara dan juga masyarakat Tionghoa di belahan dunia lain. Bahasa Kanton merupakan bahasa perdagangan kebanyakan orang- orang Tionghoa yang tinggal di luar negeri - dituturkan oleh hampir 70 juta orang di seluruh dunia, jumlah yang hanya bisa disaingi di luar Cina oleh Bahasa Hokkien yang mempunyai sekitar 40 juta penutur. Sejarah dialek Kanton ini dapat ditarik balik ke zaman Dinasti Tang. Menurut penelitian dari ahli bahasa Han di Tiongkok, dialek Kanton merupakan salah satu dialek bahasa Han tertua yang masih tersisa sekarang ini. Dialek Kanton digunakan secara luas pada zaman Dinasti Tang. Itu makanya anggapan bahwa melafalkan puisi Li Bai, Du Fu yang hidup pada zaman Dinasti Tang dengan dialek Kanton adalah lebih cocok daripada melafalkannya dengan bahasa Mandarin yang kita kenal sekarang ini.

2.5 Agama dan Kepercayaan

Masyarakat Tionghoa pada umumnya terbagi dalam tiga pemeluk agama, yaitu Kong Hu Cu, Tao dan Buddha. Pada masa Orde Baru, ketiga aliran agama Universitas Sumatera Utara ini bernaung dalam satu wadah yang disebut dengan Tridharma. Namun saat ini cukup banyak juga orang Tionghoa yang memeluk agama Islam dan Kristen.

2.5.1. Aliran Kepercayaan Tao

Tao merupakan aliran kepercayaan yang berasal dari Tiongkok. Dari data- data yang ada, maka aliran kepercayaan Tao termasuk aliran kepercayaan yang tertua di dunia ini, umumnya diakui sudah ada sejak 7000 tahun yang silam, dan juga merupakan aliran kepercayaan yang dianut oleh sebagian besar orang Tionghoa, ini tercermin dari tulisan Lu Xun seorang budayawan kondang, dimana beliau menulis bahwa aliran kepercayaan Tao adalah aliran kepercayaan dan akar utama dari kebudayaan Tionghoa. Aliran kepercayaan Tao selain telah berjasa dalam menjaga keharmonisan hidup bermasyarakat di Tiongkok selama beribu-ribu tahun. Juga telah memberikan banyak sumbangan terhadap kemajuan sastra, budaya, ilmu astronomi, ilmu pengobatan, filsafat dan cara berpikir masyarakat Tionghoa dimanapun mereka berada. Pada jaman Fu Xi sekitar tahun 5000 SM, Fu Xi telah menggunakan teori dan perhitungan Ba-Kua Delapan Penjuru untuk menjelaskan tentang sistem Astronomi, menentukan hal-hal yang penting yang berhubungan dengan ramalan kehidupan seseorang, serta menentukan cara-cara ritual penyembahan Dewa- Dewi. Sampai pada jamannya Wang Di Kaisar Kuning 2698 SM, mulai dikemukakan teori tentang kaidah-kaidah alamiah dan teori tentang masalah Universitas Sumatera Utara kehidupan dan kematian. Wang Di juga merupakan tokoh yang pertama menjalankan pemerintahannya berdasarkan ajaran Tao. Sejak Wang Di sampai 1500 tahun berikutnya, setiap pemimpin yang menggantikan pemimpin lainnya selalu memerintah masyarakatnya dengan teori ajaran Wang Di, antara lain : Menghormati Tian dan menjunjung tinggi Sopan- santun dalam bermasyarakat Wang Di Zhi Tao Filsafat ajaran Wang Di. Pada jaman Dinasti Kerajaan Chow, muncul seorang bijaksana yang mempunyai nama besar yaitu Lao Zi. Beliau pernah bertugas sebagai pejabat yang menjaga dan merawat perpustakaan buku-buku yang dimiliki kerajaan Chow. Karena itu beliau mempunyai kesempatan untuk membaca semua buku-buku dan menguasai teori-teori yang diajarkan oleh Wang Di. Ini membuat beliau sangat menyanjung keagungan alam yang telah menghidupi semua makhluk hidup, termasuk manusia, namun beliau juga mengajarkan bahwa dibalik semuanya itu pasti ada yang menciptakannya yang bersifat maha Agung; maha Mulia dan maha Esa, hanya saja sulit bagi beliau untuk memberikan sebutan atau nama yang tepat bagi Pencipta Alam Semesta yang maha besar ini. Akhirnya Lao Zi meminjam kata Tao, untuk memberi nama bagi sumber dari segala sesuatu yang tercipta di alam semesta ini. Menurut Lao Zi, Tao adalah sumber terciptanya segala sesuatu yang ada dalam alam semesta ini. Cara berpikir beliau jauh melampaui jamannya ketika itu, ditambah ajaran- ajarannya yang menjunjung tinggi kebajikan dan menentang kebiadaban, maka Universitas Sumatera Utara akhirnya ajaran Lao Zi bersama-sama ajaran Wang Di dikenal orang sebagai Ajaran Wang-Lao Wang-Lao Tao Filsafat ajaran Wang Di dan Lao Zi sampai sekarang. Pemujaan terhadap Lao Zi sudah dimulai sejak jaman Dinasti Jin Han, saat itu kegiatan kealiran kepercayaan dan upacara ritual aliran kepercayaan sudah berkembang sedemikian lengkapnya. Pada jaman Han Barat, masyarakat hidup makmur dan sentosa berkat semua pemimpin kerajaan menganut dan menjalankan ajaran Wang-Lao Tao. Sampailah pada jaman Han Timur Tong Han, ada seorang bernama Zhang Tao Ling yang dengan sungguh-sungguh mempelajari semua ajaran Tao dan ilmu ke-dewaan, beliau juga berhasil membuat pemilahan-pemilahan dan menyusun peraturan-peraturan tentang cara-cara upacara ke aliran kepercayaan Tao, mengajarkan cara-cara bagaimana seharusnya menggambar Hu dan menuliskannya dalam buku-buku yang baku untuk kepentingan pengajaran kepada pengikut atau penganutnya. Sehingga terbentuklah sebuah organisasi kemasyarakatan yang berbasis aliran kepercayaan Tao yang pertama sejak itu. Selanjutnya semua kegiatan kealiran kepercayaannya selalu secara resmi menggunakan nama aliran kepercayaan Tao. Pengikut-pengikutnya disebut sebagai umat Tao Tao Shi. Zhang Tao Ling juga menggunakan nama lain, selain Aliran kepercayaan Tao, yaitu Thian Zhi Tao dan terutama aktif di daerah Sichuan, penerusnya juga menyebarkan aliran kepercayaan Tao di daerah Jiang Si di daerah Long Hu San Gunung Naga Harimau, sebelah selatan dari sungai Zhang Jiang. Universitas Sumatera Utara Sejak itu aliran kepercayaan Tao selalu mengajarkan umatnya untuk memupuk dan mempunyai sifat-sifat yang jujur, tulus dan belas kasih, serta tidak boleh menyakiti orang lain. Orang kalau sakit atau bersalah, bila ingin sembuh dan minta pertolongan di dalam aliran kepercayaan Tao, maka diharuskan pertama kali untuk mengakui kesalahannya atau perbuatan tidak baiknya, baru kemudian diberi pengobatan ataupun nasehat bahkan diajak semedi dan mawas diri untuk kesembuhan dirinya. Aliran kepercayaan Tao terutama mengajarkan sifat Qing Jing Wu Wei, suatu sifat dimana orang dianjurkan untuk selalu berusaha berbuat sesuatu demi kepentingan bersama, namun tetap menjaga sikap mental yang tulus tanpa pamrih, selain itu juga selalu mawas diri dalam usahanya mengajak masyarakat supaya mampu menjaga keharmonisan kehidupan masing-masing. Sifat demikianlah yang antara lain ikut mendorong terbangunnya klenteng-klenteng yang bisa dipakai untuk menginap bagi orang-orang yang sedang bepergian jauh, serta menyediakan makanan cuma-cuma bagi yang menginap di sana, ini semua bertujuan untuk melayani dan memudahkan masyarakat pada jamannya, sehingga sangat mendapat dukungan dari segala lapisan masyarakat. Citra aliran kepercayaan Tao juga pernah menjadi sangat jelek dan ketinggalan jaman, dampaknya terasa sampai kurun waktu yang lama sekali, sekarang ini masih ada sebagian orang terpelajar, yang karena belum mengerti apa sebenarnya Aliran kepercayaan Tao, dengan mudahnya meremehkan aliran kepercayaan Tao sebagai aliran kepercayaan yang bersifat tahyul dan ketinggalan Universitas Sumatera Utara zaman, sebab pada dasarnya mereka belum bisa membedakan antara Tao Shi dengan dukun. Syukurlah sesuai dengan kemajuan jaman, akhir-akhir ini semua sudah mulai berubah ke arah yang positif, para umat penganut aliran kepercayaan Tao mulai menyadari kesalahan sikap diamnya selama ini, sehingga dimana-mana umat Tao mulai membenahi diri dan dengan gigih menyebarkan ajaran aliran kepercayaan Tao yang sebenarnya, walaupun masih harus menghadapi banyak kendala di lapangan.

2.5.1.1 Kitab Suci Pada Aliran Kepercayaan Taoisme

Kitab suci pada aliran kepercayaan Tao terdiri dari : 1. Dao De Jing 2. Tai Shang Lao Jun Zhen Jing 3. Er Lang Shen Zhen Jing 4. Fu De Zheng Shen Zhen Jing. 5. Lao Tzu-Zhuangzi menulis tiga buah kitab, yaitu, 1 Tao Te Ching, 2 Daode Jing, dan 3 Zhuangzi

2.5.1.2 Dewa dan Dewi Pada Aliran Kepercayaan Tao

Dalam aliran kepercayaan Tao, Maha Dewa Tai Shang Lao Jun adalah Dewa tertinggi dari semua Dewa Dewi yang ada. Hari besarnya adalah tanggal 15 bulan 5 Imlek. Maha Dewa Tai Shang Lao Jun pernah tiga kali turun ke bumi, Universitas Sumatera Utara pertama sebagai Ban Ku Shi, kedua turun lagi sebagai Huang Ti, dan ketiga turun kembali sebagai Lao Zi. Kemudian aliran kepercayaan juga mengenal dewa Er Lang Shen. Er Lang Shen banyak dipuja di Propinsi Sichuan. Beberapa klenteng besar yang didirikan khusus untuknya terdapat di Chengdu yaitu Er Lang Miao, di Guan Xian dengan nama Guan Kou Miao, di Baoning, Ya-an dan beberapa tempat lain dengan nama Er Lang Miao. Kecuali Sichuan, Propinsi Hunan juga memiliki beberapa klenteng Er Lang yang cukup kuno. Er Lang Shen ditampilkan sebagai seorang pemuda tampan bermata tiga, memakai jubah keemasan, membawa tombak bermata tiga, diikuti seekor anjing, kadang-kadang ditambah dengan seekor elang. Dia dianggap sebagai Dewa pelindung kota-kota di tepi sungai dan sering ditampilkan bersama Maha Dewa Tai Shang Lao Jun sebagai pengawal. Bagi umat Tao Er Lang Shen mempunyai kesaktian yang luar biasa untuk menghadapi roh atau setan yang jahat. Hari besarnya diperingati pada tanggal 28 bulan 8 Imlek. Jiu Tian Xuan Nu merupakan salah satu Dewi Besar Tao. Jiu Tian Xuan Nu adalah Dewi yang sering membantu pahlawan-pahlawan. Dewi Jiu Tian Xuan Nu selalu mengulurkan tangan waktu raja kesatria dan pahlawan-pahlawan sedang mengalami kesulitan, sehingga boleh dikata sebagai Dewi Membantu. Selain itu Dewi Jiu Tian Xuan Nu juga mengajarkan cara-cara perang yang kongkrit. Oleh karena itu, ada orang yang menganggap Dewi Jiu Tian Xuan Nu sebagai Dewi Perang. Universitas Sumatera Utara Ba Xian Delapan Dewa Pat Shien adalah Dewa-Dewi Tao yang hidup pada masa yang berbeda dan dapat mencapai kekekalan hidup. Mereka sering dilukiskan pada benda-benda porselen, patung, sulaman, lukisan dan sebagainya. Dewa-dewi Ba Xian menggambarkan kehidupan yang berbeda, yaitu kemiskinan, kekayaan, kebangsawanan, kejelataan, kaum tua, kaum muda, kejantanan dan kewanitaan. Ba Xian dihormati dan dipuja karena menunjukkan kebahagiaan. Kisah Ba Xian menunjukkan bahwa kita dapat mencapai kehidupan abadi dalam kebahagiaan, melalui tindakan-tindakan yang tidak mementingkan diri sendiri dan melakukan perbuatan-perbuatan baik. Mereka adalah : • Zhongli Quan Chung-li Chuan • Zhang Guolao Chang Kuo-lao • Lu Dongbin Lu Tung-pin • Li Tieguai Li Tieh-kuai • Cao Guojiu Tsao Kuo-chiu • Lan Caihe Lan Tsai-ho • Han Xiangzi Han Hsiang-tzu • He Xiangu Ho Hsien-ku Sumber: http:id.Wikipedia.orgwikitao

2.5.2 Aliran Kepercayaan Kong Hu Cu

Ajaran Konfusianisme atau Kong Hu Cu juga: Kong Fu Tze atau Konfusius dalam bahasa Tionghoa, istilah aslinya adalah Rujiao yang berarti aliran kepercayaan dari orang-orang yang lembut hati, terpelajar dan berbudi luhur. Khonghucu memang bukanlah pencipta aliran kepercayaan ini melainkan Universitas Sumatera Utara beliau hanya menyempurnakan aliran kepercayaan yang sudah ada jauh sebelum kelahirannya seperti apa yang beliau sabdakan: Aku bukanlah pencipta melainkan Aku suka akan ajaran-ajaran kuno tersebut. Meskipun orang kadang mengira bahwa Khonghucu adalah merupakan suatu pengajaran filsafat untuk meningkatkan moral dan menjaga etika manusia. Sebenarnya kalau orang mau memahami secara benar dan utuh tentang Ru Jiao atau aliran kepercayaan Khonghucu, maka orang akan tahu bahwa dalam aliran kepercayaan Khonghucu Ru Jiao juga terdapat ritual yang harus dilakukan oleh para penganutnya. Aliran kepercayaan Khonghucu juga mengajarkan tentang bagaimana hubungan antar sesama manusia atau disebut Ren Dao dan bagaimana kita melakukan hubungan dengan Sang KhalikPencipta alam semesta Tian Dao yang disebut dengan istilah Tian atau Shang Di. Ajaran falsafah ini diasaskan oleh Kong Hu Cu yang dilahirkan pada tahun 551 SM Chiang Tsai yang saat itu berusia 17 tahun. Seorang yang bijak sejak masih kecil dan terkenal dengan penyebaran ilmu-ilmu baru ketika berumur 32 tahun, Kong Hu Cu banyak menulis buku-buku moral, sejarah, kesusasteraan dan falsafah yang banyak diikuti oleh penganut ajaran ini. Beliau meninggal dunia pada tahun 479 SM. Konfusianisme mementingkan akhlak yang mulia dengan menjaga hubungan antara manusia di langit dengan manusia di bumi dengan baik. Penganutnya diajar supaya tetap mengingat nenek moyang seolah-olah roh mereka hadir di dunia ini. Ajaran ini merupakan susunan falsafah dan etika yang mengajar bagaimana manusia bertingkah laku. Universitas Sumatera Utara Konfusius tidak menghalangi orang Tionghoa menyembah keramat dan penunggu tapi hanya yang patut disembah, bukan menyembah barang-barang keramat atau penunggu yang tidak patut disembah, yang dipentingkan dalam ajarannya adalah bahwa setiap manusia perlu berusaha memperbaiki moral. Ajaran ini dikembangkan oleh muridnya Mensius ke seluruh Tiongkok dengan beberapa perubahan. Kong Hu Cu disembah sebagai seorang dewa dan falsafahnya menjadi aliran kepercayaan baru, meskipun dia sebenarnya adalah manusia biasa. Pengagungan yang luar biasa akan Kong Hu Cu telah mengubah falsafahnya menjadi sebuah aliran kepercayaan dengan diadakannya perayaan- perayaan tertentu untuk mengenang Kong Hu Cu. Sumber: http:id.Wikipedia.orgwikikong _hu_cu

2.5.3 Agama Buddha

Agama Buddha lahir di negara India, lebih tepatnya lagi di wilayah Nepal sekarang, sebagai reaksi terhadap agama Brahmanisme. Pencetusnya ialah Siddhartha Gautama yang dikenal sebagai Gautama Buddha oleh pengikut- pengikutnya. Ajaran Buddha sampai ke negara Tiongkok pada tahun 399 Masehi, dibawa oleh seorang bhiksu bernama Fa Hsien. Masyarakat Tiongkok mendapat pengaruhnya dari Tibet disesuaikan dengan tuntutan dan nilai lokal. Setiap aliran Buddha berpegang kepada Tripitaka sebagai rujukan utama karena dalamnya tercatat sabda dan ajaran Sang Hyang Buddha Gautama. Pengikut-pengikutnya kemudian mencatat dan mengklasifikasikan ajarannya dalam 3 buku yaitu Sutta Pi ṭaka kotbah-kotbah Sang Buddha, Vinaya Piṭaka Universitas Sumatera Utara peraturan atau tata tertib para bhikkhu dan Abhidhamma Pi ṭaka ajaran hukum metafisika dan psikologi. Perlu ditekankan bahwa Buddha bukan Tuhan. Konsep ketuhanan dalam agama Buddha berbeda dengan konsep dalam agama Samawi dimana alam semesta diciptakan oleh Tuhan dan tujuan akhir dari hidup manusia adalah kembali ke sorga ciptaan Tuhan yang kekal. Ketahuilah para Bhikkhu bahwa ada sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak. Duhai para Bhikkhu, apabila Tidak ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Diciptakan, Yang Mutlak, maka tidak akan mungkin kita dapat bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi para Bhikkhu, karena ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. Ungkapan di atas adalah pernyataan dari Sang Buddha yang terdapat dalam Sutta Pitaka, Udana VIII : 3, yang merupakan konsep Ketuhanan Yang Mahaesa dalam agama Buddha. Ketuhanan Yang Mahaesa dalam bahasa Pali adalah Atthi Ajatang Abhutang Akatang Asamkhatang yang artinya Suatu Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang Mutlak. Dalam hal ini, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah suatu yang tanpa aku anatta, yang tidak dapat dipersonifikasikan dan yang tidak dapat digambarkan dalam bentuk apa pun. Tetapi dengan adanya Yang Mutlak, yang tidak berkondisi asamkhata maka manusia yang berkondisi samkhata dapat mencapai kebebasan dari lingkaran kehidupan samsara dengan cara bermeditasi. Dengan membaca konsep Ketuhanan Yang Maha Esa ini, kita dapat melihat bahwa konsep Ketuhanan dalam agama Buddha adalah berlainan dengan Universitas Sumatera Utara konsep Ketuhanan yang diyakini oleh agama-agama lain. Perbedaan konsep tentang Ketuhanan ini perlu ditekankan di sini, sebab masih banyak umat Buddha yang mencampur-adukkan konsep Ketuhanan menurut agama Buddha dengan konsep Ketuhanan menurut agama-agama lain sehingga banyak umat Buddha yang menganggap bahwa konsep Ketuhanan dalam agama Buddha adalah sama dengan konsep Ketuhanan dalam agama-agama lain. Bila kita mempelajari ajaran agama Buddha seperti yang terdapat dalam kitab suci Tripitaka, maka bukan hanya konsep Ketuhanan yang berbeda dengan konsep Ketuhanan dalam agama lain, tetapi banyak konsep lain yang tidak sama pula. Konsep-konsep agama Buddha yang berlainan dengan konsep-konsep dari agama lain antara lain adalah konsep-konsep tentang alam semesta, terbentuknya bumi dan manusia, kehidupan manusia di alam semesta, kiamat dan keselamatan atau kebebasan. Di dalam agama Buddha tujuan akhir hidup manusia adalah mencapai kebuddhaan anuttara samyak sambodhi atau pencerahan sejati dimana roh manusia tidak perlu lagi mengalami proses tumimbal lahir. Untuk mencapai itu pertolongan dan bantuan pihak lain tidak ada pengaruhnya. Tidak ada dewa - dewi yang dapat membantu, hanya dengan usaha sendirilah kebuddhaan dapat dicapai. Buddha hanya merupakan contoh, juru pandu, dan guru bagi makhluk yang perlu melalui jalan mereka sendiri, mencapai pencerahan rohani, dan melihat kebenaran realitas sebenar-benarnya. Universitas Sumatera Utara Ada beberapa aliran dalam agama Buddha: 1. Buddha Theravada 2. Buddha Mahayana 3. Buddha Vajrayana 4. Buddha Tantrayana 5. Zen

2.6 Sistem Mata Pencaharian

Etnis Tionghoa dikenal sebagai pedagang yang handal. Mereka pada umumnya sukses sebagai pengusaha khususnya di bidang perdagangan. Dapat dikatakan bahwa orang-orang Tionghoa di Medan merupakan salah satu pemegang perekonomian. Disamping sebagai pedagang terdapat juga karyawan perusahaan swasta, penyedia jasa dan lain sebagainya. Universitas Sumatera Utara BAB III DESKRIPSI PENYAJIAN ENSAMBEL CHUI KO PADA UPACARA BING YI GUAN

3.1. Upacara Bing Yi Guan

Dalam siklus kehidupan manusia, ada satu tahapan yang harus dijalani yaitu kematian. Masyarakat Tionghoa yang mengamalkan ajaran Tao, meyakini bahwa kematian bukan akhir dari hidup manusia. Ada satu tahapan lagi yang disebut dengan reinkarnasi, dimana seseorang yang meninggal dunia, akan hidup kembali. Reinkarnasi pada masyarakat Tionghoa, adalah kehidupan yang baru di atas bumi. Namun bisa saja manusia yang ber-reinkarnasi memulai hidupnya sebagai hewan, tumbuhan atau mahluk Tuhan lainnya. Hal ini tergantung dari kehidupannya sebelumnya. Apabila semasa hidupnya dia menjalani hidup dengan benar maka dia akan bereinkarnasi sebagai manusia, tetapi apabila dia semasa hidupnya dia sering melakukan kejahatan maka kemungkinan dia bereinkarnasi sebagai tumbuhan atau hewan dan lain sebagainya. Dalam upacara Bing Yi Guan, orang yang meninggal harus disemayamkan, masa persemayaman merupakan kesempatan bagi anak cucunya untuk memanjatkan doa kepada para dewa dewi. Tujuan dari pelaksanaan upacara Bing Yi Guan ini adalah untuk memberi penghormatan dan balas jasa serta wujud bakti dari pihak keluarga kepada arwah yang sudah meningggal. Ada beberapa hal yang menjadi alasan pelaksanaan kegiatan ini yaitu: 1. Keyakinan masyarakat Tao, bahwa pembacaan doa yang dilaksanakan dalam upacara Bing Yi Guan ini dapat menolong arwah dalam proses Universitas Sumatera Utara reinkarnasi kehidupan yang baru, meningkatkan derajat kehidupan dalam menjalani kehidupan yang baru. 2. Upacara ini juga diyakini mempermudah orang yang meninggal mencapai tempat para dewa-dewa, nirwana = surga. Rohnya dibimbing dan tidak kesasar di dunia. 3. Pelaksanaan upacara ini akan berpengaruh terhadap kehidupan manusiapihak keluarganya di dunia. Ada semacam keyakinan bahwa orang yang meninggal dunia dan mendapat tempat yang lebih baik di alam para dewa sehingga berpengaruh terhadap kehidupan keluarganya di dunia. Kemungkinan besar keluarganya di dunia akan mendapat kemudahan rejeki, kesehatan, serta kemudahan-kemudahan lainnya.

3.2. Komponen Upacara