Analisis Ketetanegaraan Islam Terhadap Pengangkatan Kepala Negara

pemilihan dan ketenteraman dan keselamatan rakyat. SPR perlu mengambil keputusan tegas dan mengikat ini. 114 Ketua SPR menjelaskan bahwa SPR ingin menjadikan tinta sebagai sistem sebagaimana telah dijelaskan di dalam buku Seri Panduan Memilih yang di dalamnya ada sistem keikhlasan dalam menggunakan tintan permanen. Namun keadaan yang tidak memungkinkan penggunaan tinta. Jadi harus sabar, jangan menuduh SPR tidak mahu melaksanakannya SPR mahu berbuat apa saja sebab kita tahu tidak akan ada penipuan tetapi orang masih mengatakan ada penipuan, saya tidak pernah terima sembarang bukti berlaku penipuan.

F. Analisis Ketetanegaraan Islam Terhadap Pengangkatan Kepala Negara

Hampir semua ahli sejarah Islam sepakat bahwa persoalan pertama yang muncul dalam sejarah umat Islam adalah masalah poltik atau persoalan imamah, yakni masalah penggantian Nabi Muhammad selaku kepala negara. Persoalan ini juga yang kemudian melahirkan aliran-aliran dalam teologi. Telah jelas bahwa keberadaan imamah itu sangat penting dalam pelaksanaan sebagian besar ajaran Islam, bahkan dapat dikatakan bahwa imamah merupakan masalah yang tidak dapat dipisahkan dari ajaran agama Islam, karena ada beberapa ajaran Islam terutama masalah-masalah hukum yang tidak dapat terlaksana kecuali dengan adanya imam atau kepala negara. Muthahari mengatakan, “tanpa imamah, seluruh struktur Islam akan bercerai berai”. Begitu penting dan sentralnya kedudukan kepala negara dalam ajaran Islam sehingga wajar jika masalah inilah yang pertama kali muncul ketika Nabi Muhammad wafat. Perbedaan pendapat masalah ini telah mewarnai sejarah kaum muslimin. Tidak ada aspek-aspek ajaran Islam yang diiringi dengan polemik hebat dan berkepanjangan selain masalah imamah, khususnya antara Syiah dengan Sunni. Di antara sekian polemik tersebut 114 Ibid, h.2 adalah tulisan al-Baqillani, “al-Tamhid fi al-Radd ‘ala al-Muhidah wa al-Rafidah wa al- Khawarij wa al-Mutazilah”, yang memuat bantahan terhadap doktrin khawarij, Mu’tazilah, dan terutama Syi’ah. Ibnu Taimiyah, tokoh penting Sunni, yang menulis kitab Minhaj al- Sunnah al-Nabawiyah fi Naqd Kalam al-Syi’ah wa al-Qadariyah sebagai bantahan atas karya Jamaluddin al-Muthahar al-Hilli, yang beraliran Syi’ah, MInhaj al-Karamah fi Ma’rifat al- Imamah. Karya Syarafuddin al-Musawi, al-Muraja’at, juga berkenaan dengan polemik ini. Ada beberapa cara pengangkatan kepala negara yang berdasarkan ketatanegaraan Islam 1. Pengangkatan Kepala Negara dengan Penetapan Kaum Syi’ah berkeyakinan bahwa imamah adalah rukun agama, karena itu tidak mungkin Nabi mengabaikannya dan menyerahkan persoalan imamah kepada umat. Menurut Syi’ah, imam itu ma’shum dari dosa besar dan kecil. Ali adalah orang yang sudah ditetapkan Nabi. 115 Keyakinan ini dapat ditemukan pada beberapa penjelasan hadits, diantaranya “Barangsiapa yang menjadikan aku sebagai pemimpinnya, maka Ali adalah pemimpinnya”. 116 Kalangan Syi’ah Imamiyah juga berkeyakinan bahwa rangkaian imam terdiri dari dua belas orang, yaitu : 1. Ali bin Abi Thalib 2. Abu Muhammad Hasan bin Ali bin Abi Thalib 3. Abu Abdillah Husain bin Ali bin Abi Thalib Sayyid al-Syuhada. 4. Abu Muhammad Ali bin Husain Zainal Abidin 5. Abu Ja’far Muhammad bin Ali al-Baqir 6. Abu Abdillah Ja’far bin Muhammad al-Shadiq 7. Abu Ibrahim Musa bin Ja’far al-Kadhim 115 Ridwan HR, Fiqih Poliik Gagasan, Harapan dan Kenyataan, Yogyakarta, FH UII Press, 2007, cet. Pertama, h.249. 116 Ibid, h.. 250 8. Abul Hasan Ali bin Musa 9. Abu Ja’far Muhammad bin Ali 10. Abul Hasan Ali bin Muhammad 11. Abu Muhammad Hasan bin Ali 12. Abul Qasim Muhammad bin Hasan 2. Pengangkatan Kepala Negara dengan Ikhtiar Golongan yang meyakini pengangkatan imam dengan ikhtiyar adalah Ahlu Sunnah wal Jama’ah, Mu’tazilah, Khawarij, dan Murji’ah. 117 Madzhab Ahu Sunnah wal Jamaah berpendapat bahwa pengangkatan imam itu dilakukan melalui pemilihan dan kesepakatan ahlul halli wal aqdi serta harus dari keturunan Quraisy. Kalangan Mu’tazilah mengatakan bahwa mengangkat imam itu wajib dan dengan cara pemilihan, tanpa mensyaratkan asal usul ketutunan. Siapa pun bisa jadi imam dengan syarat mampu melaksanakan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah rasulullah, seorang mukmin, dan adil. Meskipun umat Islam selain Syi’ah secara umum telah menyepakati pengangkatan imam melalui pemilihan, namun di dalamnya ditemukan sejumlah perbedaan tentang cara pemilihan dan jumlah pemilih. Ada yang menyebutkan harus dipilih oleh 40 orang, tetapi ada yang menyebutkan 6 orang, 4 orang, 3 orang, 2 orang, bahkan 1 asalkan ia seorang mujtahid. 118 Sehubungan dengan tidak adanya ketentuan baku tentang pengangkatan imam, dan keberadaan imamah yang merupakan masalah publik, maka terhadap masalah publik Al-Qur’an menganjurkan agar bermusyawarah. Bagaimana musyawarah dilakukan, apakah dengan sistem perwakilan melalui ahlul halli wal aqdi atau secara langsung, hal itu diserahkan kepada manusia dan dapat disesuaikan dengan tuntutan tempat dan keadaan muqtadha al-hal wa al-mahal. Dengan demikian dapat 117 Ibid, h. 256 118 Ibid, h.257 dikatakan Negara Malaysia yang mayoritas penduduknya Muslim dan dalam prakteknya menggunakan pemahaman kepada ahlu sunnah wal jamaah sudah semestinnya dalam menjalankan pemerintahan untuk menentukan kepala eksekuti pemerintahan dengan jalan ikhtiyar pemilihan.

BAB V PENUTUP