Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah SWT menggariskan bahwa dalam umat harus ada pemimpin yang menjadi pengganti dan penerus fungsi kenabian untuk menjaga terselenggaranya ajaran agama, memegang kendali politik, membuat kebijakan yang dilandasi syariat agama dan menyatukan umat dalam kepemimpinan yang tunggal. Imamah kepemimpinan Negara adalah dasar bagi terselenggaranya dengan baik ajaran-ajaran agama dan pangkal bagi terwujudnya kemaslahatan umat, sehingga kehidupan masyarakat menjadi aman sejahtera. 1 Mengenai arti pentingnya seorang pemimpin diutarakan juga oleh Ibn Khaldun di dalam Muqaddimah, “ kedudukan pemimpin timbul dari keharusan hidup bergaul bagi manusia, dan didasarkan kepada penaklukkan dan paksaan, yang merupakan pernyataan sifat murka dan sifat-sifat kebinatangan. 2 Sistem pemerintahan demokrasi berbeda dengan sistem pemerintahan diktator. Ia berbeda dari segi cara untuk mendapatkan kekuasaan pemerintahan. Bagi sistem pemerintahan demokrasi, kekuasaan ini ditentukan melalui pemilihan umum pemilu. Melalui pemilihan umum ini, rakyat diberi hak untuk memilih pemimpin mereka sendiri. Ini berarti pemerintahan yang bercorak demokrasi ialah pemerintahan yang mendapat mandat dan persetujuan rakyat untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Sebaliknya pemerintahan yang bercorak diktator tidak membenarkan pemilu diadakan 3 . Asas kekuasaannya adalah bertumpu kepada kekuatan raja yang absolut, rakyat tidak diberi hak untuk memilih, rakyat juga tidak 1 Imam Al-Mawardi, Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan dalam Takaran Islam, cet. V, Jakarta: Gema Insani Press, 2000, h. 14 2 Ibn Khaldun, Muqaddimah, Penterjemah Ahmadie Thoha, Jakarta: Pustaka Firdaus; 2008, cet. VII, h.232. 3 Tun Mohd Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di Malaysia, cet. III, AmpangHulu Kelang Selangor Darul Ehsan: Dawama Sdn.Bhd, 2006, h. 169 dibenarkan untuk menegur atau mengkritik tindak tanduk raja. Jika rakyat membantah perintah dan larangannya, mereka akan dipenjarakan dan mungkin dibunuh. Oleh sebab itu orang-orang yang mempunyai kekuasaan memerintah selalu dikawal rapi oleh angkatan bersenjata pasukan khusus, yang menyebabkan mereka terasing daripada rakyat. Dengan demikian tidak mengherankan jika terjadi pemberontakan untuk menjatuhkan kerajaan yang otoriter itu. 4 Pemerintahan yang demokrasi bergantung pada pemilu untuk menentukan wakil- wakil rakyat yang akan menjalankan pemerintahan, maka sangatlah penting pemilu dijalankan dengan adil. Karena pemilu yang dilaksanakan itu tidak adil, terdapat kecurangan misalnya, sehingga hasil dari pemilihan umum itu tidak sesuai dengan kehendak rakyat, dapat mengakibatkan timbulnya pertikaian dan perbuatan-perbuatan anarkis yang pada akhirnya dapat menimbulkan kerugian materi bahkan jiwa dalam suatu negara. 5 Untuk itu, agar pemilu dapat dilaksanakan dengan baik, yang bersih dan bebas jujur dan adil haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 6 1. Pemilu itu haruslah dilaksanakan oleh suatu badan yang independen, jujur dan dipercayai oleh rakyat. 2. Haruslah ada Undang-undang tentang pemilu yang mengatur tentang pelaksanaannya, agar terhindar dari kecurangan-kecurangan. 3. Segala permasalahan pemilu haruslah diselesaikan dengan segera oleh mahkamah khusus. Dengan melihat pernyataan diatas maka kita akan memahami bahwa setiap negara dimanapun yang bercorak demokrasi di dalamnya pasti akan dilaksanakan suatu pemilu, begitu pun dengan Negara Malaysia. Malaysia merupakan negara yang menganut sistem 4 Ibid, h. 170 5 Ibid, h. 171 6 Ibid. h. 170 monarki konstitusional dan demokrasi berparlemen. Dalam pemilu, Malaysia menganut sistem pemilu berdasarkan tiga prinsip utama, yaitu: 7 1. Berdasarkan suara terbanyak mengikuti kaedah First Past The Post System yang mana calon yang menang adalah calon yang memperoleh suara terbanyak, walaupun hanya mendapat kelebihan satu suara melebihi calon lawannya yang lain. 2. Berdasarkan pemilihan seorang perwakilan mengikuti bagian pemilu sama dengan bagian pemilu parlimen atau bagian pemilu Negeri Single Member Territorial Representation. 3. Berdasarkan sistem penyertaan berbagai partai politik dan pihak yang layak untuk berkompetisi dalam suatu pemilihan umum Multi Party Electoral System. Untuk melaksanakan pemilu, dalam pasal 113 Perlembagaan konstitusi Malaysia telah memberi wewenang kepada pemerintah untuk membuat sebuah suruhanjaya lembagabadan yang dinamakan Suruhanjaya Pilihan Raya SPR 8 . Tugas pokok lembaga ini adalah untuk memastikan rakyat Malaysia berpeluang untuk memilih wakil-wakil mereka dalam membentuk pemerintahan dan memelihara hak ini melalui pemilu yang bebas dan adil. Suruhanjaya atau lembaga ini dipimpin oleh seorang ketua dan tiga orang anggota. Dalam sistem pemilu Malaysia, setiap negara bagian dibagi menjadi beberapa wilayah pemilu yang diwakili oleh seorang atau beberapa orang wakil rakyat. Tiap satu kawasan pemilu hanya diwakili oleh seorang wakil rakyat saja. 9 Jadi jumlah wilayah pemilu Dewan Rakyat adalah sama banyak dengan bilangan anggota Dewan Rakyat, begitu juga jumlah wilayah pemilu bagi Dewan Undangan Negeri adalah sama banyak dengan jumlah anggota Dewan Undangan Negeri. 10 7 Suruhanjaya Pilihan Raya Malaysia SPR, 50 Tahun Demokrasi dan Pilihan Raya di Malaysia, Kuala Lumpur: Percetakan Nasional Malaysia Berhad, 2007, h. 7 8 Istilah Suruhanjaya Pilihan Raya SPR sama dengan Komisi Pemilihan Umum KPU di Indonesia dan Pemilihan Umum dalam bahasa Malaysia disebut Pilihan Raya. 9 Undang-Undang Malaysia, Perlembagaan Persekutuan, Perkara pasal 116 2 10 Dewan Undangan Negeri sama dengan DPRD dan Dewan Rakyat adalah DPR Pusat Parlemen Dewan Negeri, tergantung pada jumlah anggota Dewan Negeri sebagaimana yang telah ditetapkan oleh perlembagaan UUD negeri masing-masing. Walau bagaimanapun, jumlah wilayah pemilu bagi setiap negara bagian mestilah sekurang-kurangnya sama banyak atau dua kali lipat dengan jumlah wilayah pemilu Dewan Rakyat yang ditetapkan kepada negara bagian itu, mengikuti Perlembagaan jumlah anggota Dewan Negeri di tiap-tiap negara bagian adalah: Johor 40, Kedah 36, Kelantan 43, Melaka 25, Negeri Sembilan 32, Pahang 38, Pulau Pinang 33, Perak 52, Perlis 15, Selangor 48, Terengganu 32, Sabah 48, Sarawak 56. 11 Dalam pemilu di Malaysia setiap pemilih ditentukan dalam undang-undang Malaysia Perlembagaan Persekutuan pasal 119 disebutkan syarat-syarat pemilih seperti Warga Negara Malaysia, berumur 21 tahun pada saat dilaksanakan pemilihan raya, kemudian merupakan penduduk asli dari negara bagian. Dalam penelitian ini masalah yang diangkat adalah mengenai problematika pelaksanaan pemilihan umum di Malaysia seperti, daftar pemilih yang tidakbukan penduduk asli atau mastautin kemudian dimanakah fungsi utama SPR yang bertugas untuk menyelenggarakan pelaksanaan pemilihan raya Malaysia secara adil?, maka selayaknyalah SPR harus memperbaiki citra mereka, dengan melihat tatacara dan praktek pemilihan kepala negara berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam ketatanegaraan Islam. Di kalangan umat Islam sampai sekarang terdapat tiga aliran tentang hubungan antara Islam dan ketatanegaraan. Aliran pertama berpendirian bahwa Islam bukanlah semata- mata agama dalam pengertian Barat, yakni hanya menyangkut hubungan antara manusia dan Tuhan, sebaliknya Islam adalah satu agama yang sempurna dan yang lengkap dengan pengaturan bagi segala aspek kehidupan manusia termasuk kehidupan bernegara. Para penganut aliran ini pada umumnya berpendirian bahwa : 12 11 Tun Mohd Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di Malaysia, h. 172 12 Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, Jakarta: UI Press, 1993, edisi kelima, hal. 1 1. Islam adalah suatu agama yang serba lengkap. Di dalamnya terdapat pula antara lain sistem ketatanegaraan atau politik, oleh karenanya dalam bernegara umat Islam hendaknya kembali kepada sistem ketatanegaraan Islam, dan tidak perlu atau bahkan jangan meniru sistem ketatanegaraan barat. 2. Sistem ketatanegaraan atau politik Islami yang harus diteladani adalah sistem yang telah dilaksanakan oleh Nabi Besar Muhammad dan oleh empat Al-Khulafa al-Rasyidin. 3. Menolak pendapat bahwa Islam adalah suatu agama yang serba lengkap dan bahwa dalam agama Islam terdapat sistem ketatanegaraan. Terlepas dari pernyataan diatas kita sebenarnya akan melihat bahwa proses ketatanegaraan itu sifatnya kompleks dan fleksibel, sebetulnya Islam telah mengajarkan kepada kita bagaimana mempraktekan ketatanegaraan secara Islami. Dalam sejarah ketatanegaraan Islam mengenai proses pengangkatan kepala negara khalifah kita dapat melihat bahwa Islam sudah mempraktekan pemilihan secara demokratis hal ini ditandai dengan pemilihan khalifah yang ketiga dalam Islam yaitu Khalifah Utsman bin Affan, dalam proses penunjukannya sampai pengangkatannya melalui proses yang sangat demokratis. Dalam pengalihan kekuasaan Umar kepada Utsman dibentuk suatu badan yang beranggotakan enam orang dengan diketuai oleh Abdurrahman bin Auf disini kita akan melihat sejauh mana proses keadilan yang berlangsung dalam pelaksanaannya. Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti dan mengkaji lebih dalam masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan pemilu yang diselenggarakan SPR di Malaysia yang dalam pelaksanaannya terdapat beberapa permasalahan dan problematika sehingga penulis angkat menjadi judul skripsi: “Nilai-Nilai Ketatanegaraan Islam dalam Pelaksanaan Pemilu di Malaysia ” Studi Analisis Kinerja Suruhanjaya Pilihan Raya dalam Pelaksanaan Pemilihan Umum di Malaysia.

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah