Faktor Pendorong Pemberdayaan Masyarakat Pinggiran Oleh Yayasan Peduli Karakter Bangsa

BAB V TEMUAN DAN INTERPRETASI DATA

5.1 Faktor Pendorong Pemberdayaan Masyarakat Pinggiran Oleh Yayasan Peduli Karakter Bangsa

Yayasan Peduli Karakter Bangsa pada saat dirintis masih berbentuk organisasi kecil yang dibentuk oleh seorang Penatua Gereja Kristen Baithani berdiri dilatarbelakangi oleh krisis yang melanda Indonesia tahun 1997, yang telah mengakibatkan penderitaan di masyarakat terutama dalam aspek ekonomi. Pada saat itu banyak orang mulai kehilangan pekerjaan, anak- anak putus sekolah, kesehatan juga yang semakin memburuk. Terutama masalah pendidikan yang akhirnya tidak mengalami pemerataan sampai saat ini masih menjadi salah satu masalah yang sangat rumit. Ketidakmerataan pendidikan di Indonesia ini terjadi pada lapisan masyarakat miskin. Faktor yang mempengaruhi ketidakmerataan ini disebabkan oleh faktor finansial atau keuangan. Kota Medan juga menjadi salah satu kota yang terimbas dari efek krisis moneter yang terjadi, dengan melihat data kemiskinan di kota medan juga sangat besar. Dapat dilihat berdasarkan data Badan Pusat Stastik BPS Kota Medan diketahui sebanyak 7,77 persen penduduk Kota Medan masih hidup di bawah garis kemiskinan. Terutama mereka- mereka yang hidup di daerah pinggiran. Fenomena kemiskinan masih dijumpai di berbagai wilayah, yang tersebar di seluruh kecamatan dan kelurahan yang ada di Kota Medan terkhusunya Medan bagian Utara Medan Deli, Medan Labuhan, Medan Marelan dan Medan Belawan, Medan Skip merupakan Universitas Sumatera Utara kantong kemiskinan terbesar 37,19 dari keseluruhan penduduk miskin dengan kondisi yang bervariasi. Dilatarbelakangi oleh keadaan tersebut, Ibu Sora Tarigan yang pada saat itu berprofesi sebagai penatua sebuag Gereja Baithani Blessing Comunity, terbeban untuk melakukan pemberdayaan masyarakat bagi masyarakat yang kurang mampu terutama masyarakat pinggiran. Ibu Sora pun- mulai membagikan isi hatinya kepada jemaat tentang kerinduannya menolong masyarakat miskin. Di dukung oleh beberapa anak muda yang mau memberi waktu dan hidup mereka untuk pemberdayaan masyarakat dengan Visi “membantu masyarakat pra- sejahtera keluar dari kemiskinan”. Ibu Sora Tarigan mulai membentuk komunitas kecil yang dibuka di bawah kolong jembatan Juanda tepatnya pada tahun 2000. Memilih daerah Juanda sebagai daerah awal merintis pemberdayaan masyarakat dikarenakan pada saat itu keadaan masyarakat di bawah kolong jembatan Juanda sangat memprihatinkan baik secara ekonomi, kesehatan, dan pendidikan dimana sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai pemulung. Ibu Sora Tarigan memulai pemberdayaan masyarakat dengan mengadopsi 12 anak yang berasal dari keluarga yang tidak mampu untuk disekolahkan di sekolah informal yang dibangun sangat sederhana diantara perumahan kumuh yang ada di bawah kolong jembatan Juanda. Seperti yang dituturkan oleh Ibu Sora Tarigan Pr 47 thn pada waktu melakukan wawancara: “saat itu kami memilih daerah Juanda, karena pertama kali saya melewati daerah itu saya langsung merasakan belas kasihan yang sangat dalam terhadap orang- orang miskin yang ada disana. Walaupun saat itu saya belum bisa melakukan apa- apa, karena Universitas Sumatera Utara saya juga terbatas dalam keuangan, tapi saya berdoa kepada Tuhan bahwa saya ingin dipakai untuk melayani hidup orang- orang yang kurang mampu. Waktu kami menyewa sebuah rumah kecil yang terbuat dari kayu yang sudah lapuk dengan harga yang murah, dan kami buat menjadi sekolah taman kanak- kanak. Karena setelah melakukan survei, kami melihat banyak anak usia 4-6 tahun yang tidak bersekolah di taman kanak- kanak karena tidak ada biaya, dan mereka berkeliaran di sepanjang jalanan. Kendala yang kami alami saat itu banyak sekali, rumah yang kami sewa berada di dalam gang yang sangat sempit dan itu ada dibawah kolong jembatan Juanda. Selain itu, kami harus melewati jembatan yang dikelilingi tumpukan sampah untuk sampai disana. Waktu itu masyarakat juga tidak semua tertarik dengan apa yang kami lakukan, karena mereka lebih tertarik dengan bantuan dana langsung, selain itu jika hujan datang akan banjir setinggi pergelangan kaki orang dewas, tapi kami tidak menyerah. Saya semakin semangat karena di dukung oleh beberapa orang yang memberi hidup mereka untuk pelayanan ini, ditambah lagi waktu itu masyarakat mulai menyambut kami dengan sangat baik. Kami memulainya dengan mengadopsi 12 anak usia 4-5 tahun untuk disekolahkan di taman kanak- kanak yang kami siapkan, dan melakukan pelayanan kesehatan untuk masyrakat yang sakit tapi tidak memiliki biaya. Kami juga melakukan gerakan bersih bersama Universitas Sumatera Utara masyarakat, dengan mengumpulkan semua anak- anak dari usia 4- 12 tahun untuk belajar bagaimana menyikat gigi, mandi, dan mengurus diri mereka” Dikarenakan kebijakan Pemerintah Kota Medan dalam hal Pembangunan Kota Medan maka daerah Juanda diratakan untuk dibangun bangunan- bangunan baru seperti Hotel dan Rumah Toko. Ibu Sora Tarigan dengan team melakukan survei ke daerah- daerah pinggiran untuk mencari wilayah yang bisa ditolong, setelah melakukan survei Ibu Sora memindahkan pemberdayaan masyarakatnya ke daerah Medan Skip jalan Danau Sipinggan, tepatnya pada tahun 2002. Daerah yang tidak jauh dari perumahan masyarakat pinggiran yang ada di sekitar rel kereta api pabrik tenun Medan Skip. Saat itu kondisi masyarakat sangat memprihatinkan, tepatnya masyarakat yang kurang mampu di daerah Sei Putih I, Sei Putih Tengah II, Sei Putih Timur II, Sei Putih Barat, Sei Agul. Pekerjaan mereka sebagian besar adalah pemulung, supir, penarik becak, bekerja di bengkel, kuli bangunan, pembantu rumah tangga, penjual makanan di pinggir- pinggir jalan raya. Dimana untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari saja masih kurang. Ibu Sora akhirnya memutuskan untuk melakukan observasi dengan membentuk team yang turun ke lapangan. Mereka ingin melihat keadaan struktur masyarakatnya dan mencari tahu apa yang menjadi kebutuhan masyarakat sebenarnya. Sehingga pemberdayaan masyarakat yang dilakukan benar- benar menjawab kebutuhan masyarakat. Setelah melakukan Observasi dan menyimpulkan hasil lapangan yang sudah diperoleh. Ibu Sora dan team memilih untuk membuat Universitas Sumatera Utara beberapa kriteria masyarakat yang akan ditolong, yaitu berdasarkan jenis pekerjaan, jumlah pendapatan, jumlah anak, dan keadaan tempat tinggal mereka. Ibu Sora dan team membuat kriteria tersebut bukan untuk membentuk kesenjangan dalam pemberdayaan masyarakat yang mereka lakukan. Tetapi untuk memaksimalkan kinerja dan dana yang terbatas yang ada pada saat itu. Karena minoritas dari masyarakat pinggiran yang sedang diberdayakan masih bisa digolongkan mampu dari segi pendapatan, pemenuhan kebutuhan, dan pendidikan anak mereka. Sementara untuk mayoritas yang ditolong sangat memprihatinkan, dari segi tempat tinggal, pekerjaan, dan pendidikannya. Mereka hidup di rumah berukuran sangat sempit dengan anak- anak mereka. Dan rumah yang ditinggali juga merupakan rumah yang disewa, bukan milik pribadi. Untuk makan sehari- hari saja mereka harus berhemat dan seadanya. Perekrutan akhirnya dilakukan, Ibu Sora Tarigan dan team, dengan mulai mendatangi rumah- rumah mereka dan berbicara langsung kepada keluarga- keluarga yang di datangi untuk menawarkan pemberdayaan masyarakat yang sedang dirintis. Pertama sekali hadir sambutan masyarakat masih dingin. Tidak ada yang ingin terlibat dalam bantuan yang sedang di gerakkan oleh Ibu Sora dan team. Butuh waktu yang cukup lama untuk Ibu Sora bisa beradaptasi dengan masyarakat sekitar. Tetapi tidak semua orangtua tertarik bahkan ada yang menolak tawaran bantuan yang ditawarkan Ibu Sora Tarigan. Dengan alasan masyarakat takut dengan program- program baru yang ditawarkan oleh organisasi- organisasi kemasyarakatan. Dikaranakan juga faktor krisis kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dan lembaga- lembaga kemasyarakatan yang pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat dilihat Universitas Sumatera Utara dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti untuk melihat tanggapan awal masyarakat untuk kehadiran Ibu Sora dan Team Seperti yang diungkapkakan oleh Bapak Gaslen Rajaguguk Lk 49 Tahun pada berikut ini : “ pertama orang ini datang kerumah kami saya sempat usir. Karena udah terlalu banyak cakap negara ini ujung- ujungnya kami dijadikan tumbal untuk kepentingan mereka” Hal yang sama dipertegas oleh Bapak Dimaren Hutagaol Lk 50 Tahun berikut ini: “ kalau dulu orang ini datang tidak ada kami yang suka, karena kami pikir kurang kerjaan orang ini bantu kami kalau bukan karena ada kepentingan orang ini” Bapak Jhon H Purba Lk 39 tahun juga beranggapan sama: mana saya openi dulu program- program orang ini. Saya cukup cari uang aja, gak mau saya dengar- dengar ocehan orang. Kakakmu yang dirumahnya yang dulu ikut- ikut sini. Rupanya dikasi anak kami orangtua angkat dari korea. Akhirnya jadi ikut kami pelayanan disini. Kalau saya mana pernah saya urusi dulu ini semua. Tidak masuk di akal saya. Yang penting saya cari uang anak- anak sekolah” Universitas Sumatera Utara Dalam waktu hampir satu tahun dan usaha yang cukup keras, Ibu Sora dan Team melakukan penawaran untuk pemberdayaan masyarakat yang akan dirintis kepada masyarakat setempat. Sampai akhirnya kehadiran Ibu Sora dan Team mulai mendapat respon dari masyarakat. Maka Ibu Sora dan Team memulai pemberdayaan masyarakat mereka untuk beberapa keluarga yang menerima tawaran mereka dengan memberikan bantuan ekonomi kepada masyarakat yang benar- benar tidak mampu melalui peternakan babi. Ibu Sora dan Team menyediakan bibit babi untuk diternak oleh masyarakat yang terlibat dan hasil penjualanannya di bagi dua guna pengembangan pemberdayaan masyarakat yang masih direncanakan untuk dilakukan pada saat itu. Peternakan babi yang dilakukan untuk membantu ekonomi keluarga yang tidak mampu, tidak bertahan lama. Setelah peneliti melakukan wawancara diketahui bahwa tanah yang ditinggali masyarakat pinggiran adalah tanah milik pemerintah. Pada saat itu pemerintah mengeluarkan kebijakan pelarangan peternakan babi. Tidak ingin berhenti hanya sampai disana, Ibu Sora dan Team juga membentuk PPIA Pusat Pengembangan Ibu dan anak yang dikhusukan kepada ibu- ibu anak bayi, balita, atapun sedang mengandung. Terkhusus kepada ibu- ibu yang sedang mengandung tapi masih bekerja dengan sangat keras sebagai tukang cuci ataupun pemulung belajar memperhatikan kondisi kandungan mereka dan memperhatikan gizi mereka dan anak yang sedang di kandung. Ibu Sora dan Team memberikan penyuluhan dan menyediakan makanan yang sehat setiap tiga kali seminggu dan susu bagi ibu dan anak, melakukan tes kehamilan dan kesehatan anak Universitas Sumatera Utara yang sudah lahir secara rutin. Ibu Sora dan Team juga sempat membentuk kegiatan sosial lainnya yang diberi nama Pro- Life. Pro- life ini dibentuk untuk wanita- wanita yang hamil diluar nikah, dan tidak memiliki tempat tinggal, ataupun wanita- wanita lainnya yang memiliki masalah dalam pernikahan mereka. Ibu Sora dan Team menampung dan melakukan pembinaan rohani kepada mereka yang terlibat di dalam penanganan Pro- Life. Sampai saat ini Bantuan yang masih berjalan adalah Koperasi simpan- pinjam yang dibentuk oleh Yayasan Peduli Karakter Bangsa, untuk membantu keluarga- keluarga yang membutuhkan modal. Tidak memungut bunga sepersen-pun dan masyarakat dapat menyicil pembayaran uang yang mereka pinjam. Koperasi yang didirikan oleh Ibu Sora dan Team juga menyediakan beras murah bagi masyarakat pinggiran dan sekitar yang kurang mampu dengan pembayaran sistem kredit juga. Jenis bantuan terakhir yang dilakukan adalah pengobatan gratis yang dilakukan satu kali dalam enam bulan. Dengan bekerjasama dengan OBI Obor Berkat Indonesia, beberapa dokter, dan apotik di kota medan. Ibu Sora dan Team melakukan pelayanan kesehatan bagi anak dan orangtua. Bagi Balita dilakukan imunisasi gratis, orangtua dapat melakukan check-up dan konsultasi kesehatan, dan memberikan obat cacing gratis kepada anak- anak. Melihat perkembangan pemberdayaan masyarakat yang sedang dijalankan mulai mengalami kemajuan Ibu Sora tarigan berpikir untuk mendirikan sebuah wadah formal untuk mempertahankan pemberdayaan masyarakat yang sedang dirintisnya. Wadah formal untuk dibutuhkan untuk memudahkan pemberdayaan dan kerjasama Universitas Sumatera Utara dengan Lembaga Masyarakat yang sudah ada sebelumnya. Tepatnnya pada Tahun 2002 didirikanlah Yayasan Peduli Karakter Bangsa yang legalitasnya sah secara hukum dengan mengangkat Visi dan Misi mereka yaitu “Menolong masyarakat pra sejahtera keluar dari kemiskinan dengan membangun generasi berpendidikan dan menjadi komunitas yang berkarakter menuju Indonesia baru”. Berikut ini hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti untuk melihat pendapat masyarakat tentang kehadiran yayasan ini dan sejauh apa pelayanan yang dilakukan Ibu Sora dan Team dibutuhkan bagi masyarakat daerah pabrik tenun. Seperti pendapat yang dikemukakan oleh dari Ibu Mondang Saragih Pr 36 Tahun berikut ini: “Kalau ditanya pendapat kami tentang Yayasan Peduli Karakter Bangsa itu, sejauh ini sangat baiklah de. Masih ada orang yang mau menghabiskan tenaga, uang , dan waktu mereka mengurusi orang miskin seperti kami” Hal ini juga diperkuat oleh beberapa informan lainnya seperti Ibu Rukia Regar Pr, 45 Tahun berikut ini: “beterimaksih kalipun kami de sama yayasan ini. Gak bilang apa de susah kali kami sebelumnya. tapi sekarang sedikit terkurangi lah bebean itu. Masih mau orang ini ngurusi kami, memperhatikan kami bahkan mempekerjakan saya juga” Universitas Sumatera Utara Bapak Gaslen Rajagukguk LK 49 tahun : “Pada awalnya saya tidak tertarik dengan tawaran orang itu de... tak ada yang betul itu semua. Kalau memang berniat membantu langsung kasi saja sama kami uang de... yang kami butuhkan uang untuk bertahan hidup. Lagian kami uda sering kali dapat janji yang muluk- muluk dari orang- orang yang datang ke tempat kami ini tapi mana buktinya? Gak ada sampai sekarang. Dulu itu tetangga saya ini nya yang ikut de. Saya lihat ternyata terbantunya dari peternakan babi itu. Akhirnya saya menawarkan diri. Cuma karena gak dikasi lagi de pelihara babi. Gak jalan lagi lah de, paling sekarang kami ikut koperasinya aja tapi istri saya sampai sekarang banyak mengikuti kegiatan yang dilakukan de sejauh ini membantu kamilah Ibu Juliana Manalu Pr 32 Tahun : “Menjawab kebutuhan sekali mereka . Waktu itu kami luntang- lanting cari uang untuk makan dan kebutuhan anak- anak kami. Tapi sejak koperasi dibuka kami tertolong kali nak. Kalau keadaan uang uda tipis kali dan banyak kebutuhan yang harus ditutupi kami bisa meminjam disana. Membayarnya juga mencicil dan tidak pakai bunga. Apalagi ibu ini Cuma tukang cuci, bapak ukang becak berapalah uang bisa kami hasilkan dengan jumklah anak 6 orang Universitas Sumatera Utara nak. Untng jugalah dibangun orang ini sekolah murah setidaknya itu paling penting, anak kami sekolah” Ibu Juliani tarigan Pr 34 Tahun : “Saya terjangkau melalu pelayanan pro-life yang dilakukan oleh yayasan ini. Waktu itu saya hamil di luar nikah, suami saya tidak mau bertanggung jawab dia pergi meninggalkan saya dan anak saya pada waktu itu. dan orangtua saya menolak saya. Maka yayasan ini menolong dan menampung saya, bahkan memberikan pekerjaan kepada saya sebagai penjaga sekolah untuk dapat memenuhi kebutuhan saya dan anak. Saya juga terbantu dengan adanya koperasi, saya pernah meminjam modal untuk membuka usaha jualan gorengan di kantin sekolah jadi saya dapat menabung dan tidak tergantung lagi dengan yayasan ini nantinya” Dalam hal ini peneliti melihat bagaimana usaha yang dilakukan oleh Ibu Sora dalam melakukan penyesuaian kebutuhan masyarakat dengan pemberdayaaan yang sedang dirintisnya. Ibu Sora melihat struktur sosial masyarakat yang akan di adopsinya terlebih dahulu, lalu mencari apa yang menjadi kebutuhan mereka. Ibu Sora yang dalam pemberdayan ini berperan sebagai agen social menemukan hambatan dalam melakukan pemberdayaan masyarakat yang sudah direncanakan. Dimana Ibu Sora dan team harus berhadapan dengan resistensi masyarakat yang Universitas Sumatera Utara sudah kehilangan kepercayaan terhadap bantuan- bantuan luar. Semua itu dibuktikan dari respon awal masyarakat yang sangat keras menolak dan menutup diri terhadap bantuan yang mereka tawarkan. Ibu Sora menyadari bahwa untuk mencapai visi dan misi yang diemban dia harus mampu menyentuh permasalahan utama masyarakat yang sedang diberdayakannya. Masalah utama yang ditemukan adalah masalah ekonomi. Maka Ibu sora melakukan pendekatan bertahap dengan memulainya dari bantuan ekonomi, dilanjutkan dengan kesehatan, dan kegiatan social. Menyadari dampak positif dari pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Ibu sora dan Team, masyarakat mulai membuka diri. Dikaitkan dengan teori peran sosial secara sosiologis dapat dikaji bahwa peran sosial adalah seperangkat hak, kewajiban, harapan, norma dan perilaku seseorang untuk menghadapi dan memenuhi. Model ini didasarkan pada pengamatan bahwa orang berperilaku dengan cara yang dapat diprediksi, dan bahwa perilaku individu adalah konteks tertentu, berdasarkan posisi sosial dan faktor lainnya. Dalam penelitian ini Ibu sora yang berperan sebagai agen social melakukan pendekatan bertahap untuk dapat melakukan perubahan dalam kehidupan masyarakat pinggiran. Sekalipun dia harus berhadapan dengan resistensi masyarakat, tetapi usahanya yang gigih dan keras dengan menyentuh permasalahn utama dari masyarakat pinggiran yang diadopsinya. Dia mampu mengembalikan kepercayaan masyarakat yang sudah hilang kepada lembaga- lembaga yang bergerak di bidang kemasyarakatan,. Universitas Sumatera Utara Dalam hal ini Ibu Sora dan team berperan sebagai agen sosial yang membantu masyarakat keluar dari kemiskinan. Ibu sora dan team melakukannya sevara bertahap mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya, maka Yayasan Peduli Karakter Bangsa mengangkat Visi dan Misi mereka yaitu “Menolong masyarakat pra sejahtera keluar dari kemiskinan dengan membangun generasi berpendidikan dan menjadi komunitas yang berkarakter menuju Indonesia baru”.. Dapat dilihat juga bagaimana usaha yang dilakukan oleh Ibu Sora dan Team dalam melakukan adaptasi untuk dapat menemukan kebutuhan masyarakat yang sebenarnya, dimana mereka mencari aspek yang paling penting untuk diberdayakan dalam hal merubah kehidupan masyarakat yang miskin. Sehingga pelayanan masyarakat yang dilakukan benar- benar menjawab kebutuhan masyarakat dan berjalan seimbang dengan adanya kerjasama yang baik antara masyarakat dan pihak yayasan. Dengan tujuan mampu mewujudkan visi dan misi yang sudah diemban dalam melakukan pelayanan masyarakat pinggiran. 5.2 Faktor Pendorong Munculnya Pendidikan Bagi Masyarakat Pinggiran oleh Yayasan Peduli Karakter Bangsa Berangkat dari kepekaan sosial dan Visi untuk menolong masyarakat prasejahtera keluar dari kemiskinan dengan bahasa sosiologisnya adalah terjadi mobilitas sosial di dalam masyarakat, atau terjadi perubahan status di dalam masyarakat. Maka Ibu Sora dan team berpikir bahwa ada aspek yang lebih signifikan dan membawa pengaruh besar dalam mengembangkan kehidupan masyarakat pinggiran. Setelah melihat banyak anak- anak yang sebenarnya sudah harus masuk Universitas Sumatera Utara kepada pendidikan awal yaitu taman kanak- kanak masih berkeliaran disekitar jalan karena keterbatasan ekonomi keluarga itu menyekolahkan mereka di taman kanak- kanak. Ibu Sora Tarigan tertarik memfokuskan pemberdayaan yang dibentuknya pada dunia pendidikan. Menyadari biaya pendidikan di Indonesia yang relatif mahal jika dibandingkan negara lain, walaupun biaya di beberapa tingkat pendidikan telah dibebaskan. Namun pemerataan pendidikan belum juga berjalan dengan baik dan menjangkau sampai kepada masyarakat kelas bawah. Terlihat bahwa faktor biaya menjadikan pendidikan masyarakat miskin menjadi lebih rendah dibandingkan masyarakat lainnnya. Akses tempat tinggal juga dapat menjadi faktor rendahnya pendidikan masyarakat miskin. Masyarakat miskin yang biasanya bertempat tinggal di daerah- daerah pinggiran dan memiliki akses jalan yang sulit dijangkau. Sehingga pendidikan yang masuk ke dalam masyarakat miskinpun menjadi minim, tetapi itu juga masih terlalu mahal bagi mereka yang berada di golongan ekonomi rendah. Seperti yang dituturkan oleh Ibu Sora Tarigan Pr 47 thn pada waktu melakukan wawancara: “kita lihatkan bagaimana tingkat buta huruf yang sangat besar di bangsa kita ini. Itu semua dikarenakan banyak masyarakat yang tidak dapat mengecap dunia pendidikan, karena biaya pendidikan yang sangat mahal. Padahal suatu negara dilihat maju atau tidaknya dilihat dari aspek pendidikannya. Saya juga berpikir sama dalam menolong masyrakat pra- sejahtera ini. Untuk membantu mereka keluar dari sana harus dimulai dari generasi termuda yaitu Universitas Sumatera Utara anak- anak mereka melalui pendidikan. Karena jika bantuan dari aspek ekonomi bisa berhenti kapan saja dikarenakan situasi perekonomian yang tidak pernah stabil, disebabkan juga keterbatasan ekonomi yang kami sediakan, tetapi pendidikan tidak akan pernah mati. Kami berharap anak- nak mereka yang natinya merubah kehidupan mereka di masa depan saya berpikir bahwa pelayanan masyrakat yang kami lakukan harus fokus. Maka kami memilih pendidikan, karena dasar dari perubahan kehidupan dilihat dari kualitas pendidikikan akan membentuk mindannya. Visi awal kami adalah membantu masyrakat keluar dari kemiskinan mereka.”. Ibu Sora sangat menyadari bahwa pendidikan merupakan suatu aspek yang mendasar dalam usaha mempersiapkan sumber daya manusia dalam menghadapi proses dan dinamika kehidupan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara di tengah- tengah pluralitas. Pendidikan merupakan suatu proses yang berkelanjutan, terus- menerus dan berlangsung seumur hidup long life education dalam rangka mewujudkan manusia dewasa, mandiri dan bertanggungjawab serta beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Seperti yang dituturkan kembali oleh Ibu Sora tarigan Pr 47 Thn kepada saya pada saat melakukan wawancara berikut ini : “ seperti berita yang pernah saya baca di Harian Indonesia yang menuliskan bahwa 84 Anak 4 – 6 Tahun Belum Dapat Layanan Pendidikan”. Keadaan ini sebagian besar berasal dari keluarga pra Universitas Sumatera Utara sejahtera. Disamping orang tuanya yang mungkin kurang antusias untuk menyekolahkan anaknya, hal ini juga disebabkan oleh biaya pendidikan anak pra sekolah yang sangat tinggi. Situasi seperti ini benar-benar sangat memprihatinkan, padahal menurut para ahli psikologi masa usia dini merupakan usia emas dimana kemampuan intelektual, emosional dan spritual manusia sangat cepat berkembang bila dirangsang dan dilatih dengan baik.” Tidak ingin berjalan sepihak Ibu Sora memastikan apakah masyarakat pinggiran yang sedang diberdayakannya belum mendapatkan pendidikan yang layak ataupun kesulitan dalam biaya pendidikan. Ibu Sora ingin melihat secara pasti apakah masyarakat benar- benar membutuhkan pendidikan murah. Sehingga pelayanan pendidikan yang akan dirintisnya menjawab kebutuhan masyarakat. Tidak hanya persepsi atau keinginan sepihak dari Ibu Sora. Dalam waktu beberapa bulan Ibu Sora melakukan kunjungan kerumah- rumah untuk memastikan langsung dan mendapat jawaban langsung dari masyarakat, 80 dari mereka antusias dan mendukung pendidikan murah yang akan di rintis oleh Ibu Sora. Berikut beberapa respon informan yang terlibat dalam pendidikan yang dilakukan oleh Ibu Sora pertama sekali. Ibu Rosanna Pandiangan Pr 34 Tahun : “ saya waktu itu senang sekali mendengar kabar baik itu de. Apalagi yang paling penting sekarang ini sekolahnya. Sekarang kalau tak Universitas Sumatera Utara ada sekolah kita tak terpakai kita. Makanya waktu dibilang mau di buat pendidikan murah senang kali aku. Setidaknya biaya sekolah anak aku tidak berat kali kupikul jadi kami bias nabung dikit- dikit” Bapak Dimaren Hutagaol Lk 50 Tahun “anak saya banyak, kerjaan saya Cuma tukang becak istri sayantukang cuci. Berapalah penghasilan kami untuk bias menyekolahkan anak kami. uda gitu mahal pula sekolah ini. Uang itulah, uang ini. Kalau niat kami anak kami sukses pengen kalinya kami. tapi melihat sistusi kami kadang makan aja uda syukur. Makanya waktu datang orang itu ke rumah kami mininawarkan pendidikan untuk anak saya yang waktu itu masih kecil belum sekolah untk masuk TK. Senang kali kami, apalagi di bilang sampai SMA rencananya akan dikasi sekolah murah. Setuju kali kami waktu itu. Tetangga- tetangga saya juga banyak yang setuju” Dari hasil wawancara di atas peneliti menyimpulkan bahwa kepekaan sosial Ibu Sora ketika melihat keadaan masyarakat miskin yang sangat menprihatinkan mendorong Ibu Sora untuk melakukan pelayanan masyarakat yang lebih menjawab untuk mencapai visi dan misi yang sedang diemban. Berdasarkan pengalaman di lapangan akhirnya Ibu Sora berkesimpulan bahwa persoalan mendasar adalah pendidikan. Dapat dilihat bagaimana perbedaan kehidupan antara masyarakat yang tidak mampu dengan masyarakat yang mampu diperkotaan. Perbedaan itu terlihat Universitas Sumatera Utara sangat jelas dari jenis pekerjaan, pendapatan, tempat tinggal dan pendidikan mereka. Melihat fenomena sosial tersebut, sebenarnya ada kesempatan untuk setiap orang yang tadinya mempunyai status tertentu di kemudian hari memperoleh status yang lebih tinggi dari status sebelumnya. Pendidikan dan Pekerjaan adalah salah satu faktor yang mungkin dapat menyebabkan perpindahan status ini. Tetapi diharapkan juga kerjasama yang baik dan kemauan masyarakat sendiri untuk terlibat dan terbuka terhadap bantuan- bantuan yang datang, ataupun terhadap kebijakan yang diciptakan pemerintah untuk mensejahterakan mereka. Dari data di atas dapat diartikan juga bahwa pendidikan juga merupakan sarana strategis untuk meningkatkan kualitas suatu bangsa. Memahami hal tersebut Ibu Sora dan team membuat lahannya pada anak- anak usia dini, dikarenakan untuk melangsungakan pendidikan yang berkualitas untuk menciptakan mobilitas sosial maka pendidikan tersebut harus dilakukan sejak dini. Dalam pelaksanaannya, pendidikan yang diharapkan adalah pendidikan yang bermutu atau berkualitas. Kualitas pendidikan meliputi; 1. Produk pendidikan yang dihasilkan berupa persentase peserta didik yang berhasil lulus dan lulusan tersebut dapat diserap oleh lapangan kerja yang tersedia atau membuka lapangan kerja sendiri, baik dengan cara meniru yang sudah ada atau menciptakan yang baru. 2. Proses pendidikan, menyangkut pengelolaan kelas yang sesuai pada kondisi kelas yang relatif kecil, penggunaan metode pengajaran yang tepat serta lingkungan masyarakat yang kondusif. Universitas Sumatera Utara 3. Adanya kontrol pada sumber- sumber pendidikan yang ada. http:data.kompas28juni2010depdikanasmenggugat ketidakadilanpendidikan.htm l Dan akibat kesungguhannya Ibu sora mendapat trust kepercayaan masyarakat, dapat dilihat dari niat masyarakat menitipkan anak- anak mereka pada pendidikan yang didirikan Ibu Sora. 5.3 Proses Berkembangnya Pendidikan Masyarakat Pinggiran dan Sumber Pendanaan Dalam Pengembangannya Mendengar pemberdayaan masyarakat yang sedang dirintis oleh Ibu Sora Tarigan seorang sahabatnya memperkenalkan Ibu Sora Tarigan dengan Compassion. Compassion adalah sebuah organisasi yang berdiri untuk membantu anak- anak yang berasal dari keluarga miskin, berpusat di Colorado dan membuka cabang di Bandung. Compassion menawarkan 30 anak untuk diadopsi dan disekolahkan. Ibu Sora Tarigan dan team mencari anak sejumlahn yang diminta dengan cara mendatangi rumah ke rumah di daerah rel kereta api Pabrik Tenun untuk memperkenalkan dan menawarkan program yang sedang mereka buka. Setelah menemukan 30 orang anak, Compassion melihat perkembangan pendidikan yang berjalan dengan baik walaupun dengan cara yang sangat sederhana. Compassion kembali meminta Ibu Sora Tarigan untuk menambah 60 orang anak untuk diadopsi dan disekolahkan dari usia 4-6 tahun. Compassion meminta anak- anak dari usia 4-6 dikarenakan Compassion menyimpulkan bahwa untuk merubah keadaan suatu Bangsa harus dimulai dari anak- anak. Karena anak- anak merupakan generasi penenus yang akan berdiri untuk Universitas Sumatera Utara bangsanya nanti. Jadi untuk mencari pembuat sejarah yang berdampak bagi Bangsa ini nati, harus dimulai dari anak- anak. Mereka harus ditanamkan nilai- nilai yang benar dan tujuan yang benar sejak mereka masih kecil. Ditambah lagi keadaan anak- anak yang berasal dari keluarga kurang mampu mendapatkan perhatian yang kurang dan tidak dapat menikmati dunia bermain di usia mereka yang masih kecil dikarenakan mereka harus ikut terlibat dalam pekerjaan orangtua mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari –hari. Oleh karena itu kesempatan untuk mereka menikmati pendidikan di usia dini, dan merasakan dunia bermain di usia mereka yang masih kecil maka pendidikan yang akan dilakukan hendaknya dimulai dari usia 4 Tahun. Seorang Informan yang berprofesi sebagai guru juga berpendapat sama, berikut penuturan Ibu Erni Pr 37 Thn dari wawancara yang dilakukan: “kami memulai dari TK karena kami ingin melihat anak- anak yang berasal dari keluarga yang tidak mampu menikmati masa kecil mereka di sekolah TK. Bagaimana memulai interaksi dengan teman- teman mereka, bagaimana bermain sambil belajar, bagaimana mereka menciptakan apa yang mereka pikirkan tanpa harus dituntut berpikir dewasa tentang keadaan ekonomi keluarga mereka seperti apa.mereka bebas berkreasi dan menjadi diri mereka. Karena pada usia inilah kita mulia melihat bakat- bakat mereka sebenarnya apa sehingga nantinya kita bisa menempatkan mereka ssesuai dengan passion mereka. Jadi anak- anak itu melewati masa- masa yang memang sesuai dengan umur mereka” Universitas Sumatera Utara Seperti yang juga dituturkan oleh Ibu Hotmaida Sinaga Pr 31 Thn kepada peneliti ketika menjawab pertanyaan tentang keterlibatannya di dalam perekrutan anak- anak bagi masyrakat pinggiran. Berikut penuturannya: “ waktu itu saya masih kuliah semester 6, saya ingat sekali bagaimana kami datang door to door ke setiap rumah yang ada di sekitar rel kereta api pabrik tenun untuk mencari anak- anak yang berusia 4-6 tahun untuk disekolahkan. Kami dibantu oleh 2 orang team Compassion yang datang langsung dari Bandung untuk melihat langsung lokasi yang kami adopsi. Waktu itu tidak semua masyarakat mau terlibat dalam pelayanan yang kami lakukan, padahal kami menawarkan pendidikan gratis buat anak- anak mereka. Mereka memberi alasan takut itu program- program yang tidak jelas, bahkan ada yang menolak dengan kasar dan mengatakan mereka lebih butuh uang jika ingin memberi bantuan. Tetapi usaha kami berbuah hasil, walau waktu itu kami menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk melakukannya. Kami berhasil mengumpulkan 60 anak untuk diadopsi dan disekolahkan. Kami waktu itu ada 6 orang dan semua perempuan kami melakukan perintisan pelayanan ini tanpa digaji. Hanya karena kemauan diri sendiri untuk menjadi berkat buat mereka yang kurang mampu” Universitas Sumatera Utara Ibu Sora y menjalankan pemberdayaan pendidikan sekolah Taman kanak- kanak yang pada saat itu masih menunggu surat izin Departemen Pendidikan dibawah pengayoman Yayasan Peduli Karakter Bangsa yang sudah didirikan Ibu sora Sebelumnya. Sekalipun sudah mendirikan sekoalh taman kanak- kanan, Pemberdayaan masyarakat yang sudah dilakukan sebelumnya tidak berhenti masih terus dilakukan seperti PPIA Pelayanan Pengembangan Ibu dan Anak, Koperasi, dan pengobatan gratis setiap sekali enam bulan bagi masyarakat yang tidak mampu disekitar daerah pabrik tenun dengan bekerjasama dengan OBI Obor Berkat Indonesia dan beberapa apotik di kota Medan. Tidak ingin berhenti hanya sampai di taman kanak- kanak dikarenakan anak- anak yang disekolahkan akan mulai memasuki sekolah dasar. Maka Ibu Sora Tarigan mulai berpikir untuk membangun sekolah formal untuk sekolah dasar. Dilatarbelakangi oleh undang- undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom serta Undang- undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah tersebut, dapat disimpulkan bahwa fokus pelaksanaan otonomi daerah adalah di Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Diperjelas juga dalam melalui UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang berbunyi “ Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, Universitas Sumatera Utara berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab.” Dalam hal ini pendidikan menjadi salah satu aspek yang mengalami perubahan kebijakan dalam pengelolaannya. Artinya terjadi perubahan kebijakan sentralisasi pendidikan ke desentralisasi pendidikan, dimana masyarakat diberikan kesempatan untuk ikut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa maka Yayasan Peduli Karakter Bangsa merasa semakin yakin dan menggunakan kesempatan tersebut untuk ikut berperan dalam perkembangan pendidikan yang ada di Indonesia. Memutuskan untuk melanjutkan pendidikan yang sudah dimulai dari taman kanak- kanak. Maka dengan bantuan beberapa pihak yang memiliki beban yang sama dan uang pribadi Ibu Sora Tarigan, dimulailah pembangunan sekolah dasar yang diberi nama Yayasan Kristen Talita Kum yang menghabiskan waktu sebanyak 3 Tiga tahun. Berikut penuturan kembali oleh Ibu Sora Tarigan Pr 47 thn dari hasil wawancara yang dilakukan: “Kami terbeban untuk menjadi salah satu wadah fasilitator bagi orang-orang yang tergerak untuk menolong masyarakat kurang mampu melalui Program Pendidikan Anak Pra- Sejahtera tetapi tidak ada wadah formalnya seperti sekolah bagi masyarakat miskin. Itu sebabnya kami mendirikan Sekolah Talitakum agar proses pendidikan yang dilangsungkan lebih berjalan dengan baik dan dapat membantu masyarakat miskin lebih banyak lagi” Universitas Sumatera Utara Pemberdayaan pendidikan bagi masyarakat pinggiran yang dilakukan Ibu Sora melalui Yayasan Peduli Karakter Bangsa semakin berkembang. Hal ini dapat buktikan dengan melihat jumlah anak- anak yang terus bertambah. Saat ini jumlah siswa- siswi SD sebanyak 197 orang dan TK sebanyak 78 orang. Dimana sebagian besar siswa- siswi direkrut dengan cara mendatangi rumah ke rumah untuk menawarkan pendidikan murah. Tetapi banyak juga mengalami kendala dari sarana dan prasarana pendidikan karena keterbatasan biaya yang dialami yayasan. Ruangan kelas yang sudah ada tidak lagi cukup untuk menampung jumlah siswa- siswi yang terus bertambah. Maka pada saat itu Ibu Sora memutuskan untuk menambah kapasitas ruangan dan memulai kembali pembangunan gedung sekolah. Setelah Ibu Sora mendengar ada dana yang tersedia untuk pemberdayaan masyarakat miskin. Maka Ibu Sora dan team menjatuhkan proposal ke Dinas Pendidikan Nasional, tetapi dikarenakan dana yang dikeluarkan hanya sebesar 50 lima puluh persen dari dana yang seharusnya keluar, maka Ibu Sora dan team memutuskan untuk tidak menerima dana tersebut. Setelah beberapa waktu Ibu Sora dan team mendengar ada sebuah NGO Non Goverment Organisation yang bergerak di bidang pendidikan menyediakan dana untuk Lembaga- lembaga masyarakat yang bergerak untuk pendidikan masyrakat miskin . Tetapi dana akan dikeluarkan setelah melakukan penyuluhan langsung ke daerah masyarakat pinggiran yang terlibat dalam pendidikan murah yang dilakukan oleh Ibu Sora dan team, dan meninjau visi dan misi yayasan. Setelah mendapatkan bantuan dari NGO Non Universitas Sumatera Utara Goverment Organization maka pembangunan gedung sekolah yang baru dilangsungkan tepatnya pada Tahun 2005. Untuk tidak menciptakan ketergantungan kepada orangtua, agar orangtua juga mengingat tanggung jawab mereka kepada anak- anak mereka. Untuk pembiayaan uang sekolah orangtua hanya dibebankan sebanyak Rp.15000,- lima ribu rupiah . Agar tidak memberatkan orangtua, sistem cicilan diberlakukan dalam pembayaran uang sekolah. Orangtua dapat menyicil setiap minggunya ataupun setiap bulannya khusus bagi keluarga yang benar- benar tidak mampu secara finansial. Seperti yang dungkapkan oleh Ibu Hotmaida Sinaga Pr. 31 thn kepada saya pada saat melakukan wawancara : “ pada awal sekolah ini dibuka uang sekolah hanya Rp.5000,- setelah itu kami naikkan menjadi Rp.15.000,- sudah 5 tahun kami tidak menaikkan biaya karena untuk uang sekolah sebesar Rp. 15.000,- saja orangtua mencicil sampai sekarang. Untuk beberapa keluarga ada yang belum membayar sama sekali semenjak anaknya bersekolah. Kami tidak memaksa mereka untuk melunasi secepatnya, kami memberlakukan sistem cicilan. Berapapun yang mereka kasi kami terima, sambil melakukan konseling tentang keadaan pekerjaan mereka. Kami melakukan ini bukan tidak ingin memutihkan, hanya saja kami tidak ingin menciptakan ketergantungan kepada masyarakat. Mereka harus belajar membedakan apa yang menjadi hak dan kewajiban mereka. Setidaknya kami ingin orangtua juga belajar bertanggungjawab Universitas Sumatera Utara untuk hal terkecil dan itu akan diturunkan kepada anak- anak mereka yang akan menjadi generasi bangsa nantinya” Hal ini diperkuat setelah melakukan wawancara dengan orangtua murid. Berikut hal yang diungkapkan oleh Gaslen Rajagukguk LK 49 thn selaku orangtua murid pada waktu saya wawancarai berikut ini: “ wah.... kami bersyukur sekali ada yayasan ini bu..., dulu saya morat- marit cari uang untuk sekolah anak saya. Sekarang saya bisa mencicil uang sekolah anak saya, sekolah tidak memaksa kami untuk melunasinya jika keadaan keuangan kami lagi kacau. Kayakmanalah saya bilang bu... supir angkotnya saya, anak saya lima orang tidak bisa ditebak berapa pendapatan kami bu. Tiap hari kebutuhan hidup harus dipenuhi, yah uang yang di dapat bisa untuk makan tiap hari ajalah bu. Udah termasuk murahlah bu Rp. 15.000,- uang sekolah sebenarnya tapi kayakmanalah bu.. untuk itupun kami tidak mampu makanya kami menyicil” Sementara buku- buku pelajaran di Subsidi oleh sekolah. Melihat kebutuhan masyarakat meningkat dan biaya pendidikan yang juga semakin mahal. Maka untuk membantu orangtua yang benar- benar tidak mampu dalam meringankan biaya pendidikan bagi anak mereka, Ibu Sora dan team membuat progam orang tua asuh OTA untuk membantu pendanaan anak- anak yang berasal dari keluarga yang tidak Universitas Sumatera Utara mampu. Program orangtua asuh OTA ini disampaikan dengan cara menghubungi relasi- relasi yang baik di dalam ataupun diluar Jemaat Gereja, yang memiliki hati dan beban untuk menolong masyarakat yang kurang mampu. Pemberian bantuan kepada anak- anak yang kurang mampu dilakukan dengan cara mengadopsi anak- anak sesuai jumlah yang disanggupi. Setiap mereka yang terlibat akan disebut orangtua asuh OTA bagi anak- anak. Sumbangan yang diberikan secara sukarela, tetapi jika kita mengadopsi sesuai jumlah maka per- anak kita dapat menyumbang sebesar Rp.25.000,- dua puluh lima ribu rupiah setiap bulannya. Selain itu pendanaan juga dibantu dari dana BOSS yang disediakan pemerintah sebanyak Rp. 1.000.000,- Satu Juta Rupiah setiap tiga bulan. Ditambah lagi Dana yang diberikan oleh sponsor luar yang bekerjasama dengan Compassion Bandung yang pusatnya berada di Colorado. Compassion juga menawarkan orang tua angkat kepada keluarga- keluarga yang kurang mampu. Dimana keluarga- keluarga angkat ini mengangkat beberapa anak yang direkomendasikan oleh Ibu Sora dan team melalui Compasion. Mereka bertanggung jawab membiayai pendidikan anak sampai ke tingkat Sekolah Menengah atas. Adapun negara- negara yang terlibat dalam membantu anak- anak yang kurang mampu sebagai orangtua angkat berasal dari 3 negara yaitu; Australia, Korea, Singapura. Beberapa dari mereka sudah pernah datang ke Indonesia untuk bertemu langsung dengan keluarga dan anak angkat mereka. Semua itu sampai saat ini masih terus berlangsung dalam membantu pendanaan sekolah Yayasan Kristen Talita Kum, walau terkadang kepala yayasan harus mengeluarkan dana pribadi untuk menutupi Universitas Sumatera Utara hal- hal tertentu. Seperti yang Diungkapkan kembali Oleh Ibu HotMaida Sinaga Pr 31 Tahun berikut ini : “ bantuan dana yang ada untuk anak- anak itu OTA yang artinya orangtua asuh, selain itu compassion yang menyediakan para sponsor yang berasal dari 3 negara yaitu Korea, Australia, dan Singapura. Selain itu bagi orang- orang yang ingin menyumbang secara sukarela” Data di atas dipertegas oleh Ibu Juliani Tarigan Pr 34 Tahun berikut ini : “ anak saya mendapat sponsor dari Australia. Kami sangat banyak tertolong melalui pelayanan yayasan ini. Biaya pendidikan anak saya ditanggung oleh orangtua angkatnya sampai kepada SMA. Sponsor kami sudah 2 kali datang ke indonesia mengunjungi anak saya” Dari data di atas peneliti dapat melihat bahwa empat kriteria pendidikan dari segi kualitas ingin direalisasikan oleh Ibu Sora dan team. Adapun ke- empat kriteria tersebut yaitu: 1 kualitas awal peserta didik, 2 penggunaan dan pemilihan sumber- sumber pendidikan yang berkualitas, 3 proses belajar mengajar, dan 4 output pendidikan. Maka dalam hal ini ada empat aspek sasaran pembangunan pendidikan, yaitu Universitas Sumatera Utara 1. pembangunan pendidikan harus dapat menjamin kesempatan belajar bagi warga masyarakat secara keseluruhan; tetapi jika dilihat realita yang ada di dalam masyarakat tidak semua masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk dapat menikmati dunia pendidikan, disebabkan oleh banyak hal salah satunya adalah keadaan ekonomi masyrakat yang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pendidikan yang sangat mahal. Oleh karena itu untuk memberikan kesempatan bagi masyarakat Yayasan Peduli Karakter Bangsa mendirikan sekolah formal dengan biaya yang sangat murah, menyediakan orangtua asuh, dan sponsor donatur bagi keluarga yang benar- benar tidak mampu, dan mensubsidi biaya buku. 2. pembangunan pendidikan harus memiliki relevansi yaitu pendidikan yang dilakukan dan lulusannya harus dapat memenuhi kebutuhan industri; dimana selain berharap masyarakat dapat keluar dari kemiskinan lewat pendidikan, Yayasan Peduli Karakter Bangsa juga berharap bahwa generasi- generasi bangsa yang sudah disiapkan mampu bersaing dan menjadi generasi- generasi yang siap ditempatkan dalam dunia kerja yanga ada untuk membawa Indonesia pada perubahan. 3. pembangunan pendidikan harus diarahkan pada mutu pengajaran dan lulusan. Pengembangan mutu ini akan tergantung pada efektifitas belajar mengajar dan sumber pendidikan seperti guru yang bermutu, dana memadai, fasilitas dan infrastruktur yang memadai pula; untuk memenuhi semua ini Yayasan Peduli Karakter Bangsa menyadari Universitas Sumatera Utara dibutuhkan sebuah wadah formal seperti sekolah. Agar efektifitas kegiatan belajar- mengajar lebih baik, ditambah lagi tersedianya tenaga pengajar yang memang siap membentuk generasi muda menjadi generasi yang siap menciptakan perubahan melalui talenta, bakat, dan ilmu yang mereka dapatkan melalui latar belakang pendidikan mereka. 4. pembangunan pendidikan harus mengarah pada terciptanya efisiensi pengelolaan pendidikan, dan hal ini akan tercapai bila tujuan pendidikan tercapai: dimana tujuan dari Yayasan Peduli Karakter Bangsa yaitu “ menolong masyarakat prasejahtera keluar dari kemiskinan dengan membangun generasi berpendidikan dan menjadi komunitas yang berkarakter menuju Indonesia baru” maka untuk mencapainya harus ada struktur pelaksana yang jelas melalui sebuah lembaga formal maka Yayasan Peduli Karakter Bangsa mendirikan Sekolah Kristen Talita Kum. Zainuddin, M. 2008:14

5.4 Proses Terbentuknya Pendidikan Karakter