Pandangan Terhadap Petugas Penyuluh Lapangan PPL Pertanian

4.2.1.5.2. Pandangan Terhadap Petugas Penyuluh Lapangan PPL Pertanian

Besarnya wilayah areal pertanian dan sumber daya manusia yang memadai akan bermanfaat jika dibarengi dengan gerakan penyuluhan pertanian yang efektif, oleh karena kegiatan penyuluhan pertanian itu sendiri bertujuan untuk pengembangan sumber daya manusia dan alih teknologi berbasis perdesaan. Sejak pengimplementasian UU No. 32 tahun 2004, kegiatan penyuluhan pertanian merupakan salah satu kewenangan yang dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah. Karena penyuluhan pertanian, kepengurusan, dan peraturannya merupakan tanggungjawab Pemerintah Daerah, maka penyuluhan pertanian dapat dilakukan secara optimal. Dalam kaitannya dengan kegiatan penyuluhan pertanian, maka perlu diadakan komunikasi pertanian. Upaya yang perlu dilakukan dalam hal ini adalah bagaimana melakukan komunikasi dengan petani – petani dengan segala keterbatasan yang mereka miliki, agar pesan yang disampaikan melalui kegiatan penyuluhan tersebut dapat diserap dan selanjutnya diterapkan dalam usaha tani mereka. Dalam metode penyuluhan pertanian, pengertian diterapkan dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Bagaimana petani dapat bertani atau berusaha tani dengan cara yang lebih baik, misalnya cara bercocok tanam, cara memelihara kesuburan tanah, cara memperlakukan teknologi pasca panen, dan sebagainya Supsiloani: Analisa Nilai Budaya Masyarakat Dan Kaitannya Dalam Pembangunan Wilayah Di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun, 2008. USU e-Repository © 2008 b. Bagaimana petani mampu dan mau berusaha tani secara menguntungkan, baik dalam usaha tani secara monokultur ataupun secara tumpang sari c. Bagaimana petani kecil mampu meningkatkan kesejahteraannya atau bagaimana mereka dapat hidup sejahtera Demikian juga halnya dengan desa nagori yang menjadi lokasi dalam penelitian ini. Di lokasi penelitian, dari data kuesioner yang disebarkan kepada 100 orang responden, 100 responden 100 menyatakan bahwa di desanya ada Petugas Penyuluh Lapangan PPL pertanian. Selanjutnya berdasarkan data kuesioner yang menanyakan tentang berapa kali responden bertanya kepada petugas PPL pertanian pada saat diadakan penyuluhan pertanian, diperoleh data bahwa 40 responden 40 menjawab 1 – 3 kali, yang memberikan jawaban 3 kali sebanyak 32 orang 32 dan yang menjawab tidak pernah sebanyak 28 orang 28. Secara lebih rinci, jawaban responden mengenai jumlah bertanya responden kepada petugas PPL pada saat dilakukan kegiatan penyuluhan ditampilkan dalam Tabel 18. Supsiloani: Analisa Nilai Budaya Masyarakat Dan Kaitannya Dalam Pembangunan Wilayah Di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun, 2008. USU e-Repository © 2008 Tabel. 18. Jumlah Bertanya Responden Terhadap PPL Alternatif Jawaban Jumlah Responden a. 1 – 3 kali b. 3 kali c. Tidak Pernah 40 32 28 40 32 28 Jumlah 100 100 Sumber: Hasil Penelitian 2008 Kemudian berdasarkan wawancara penulis dengan seorang responden, diperoleh informasi bahwa petugas PPL Pertanian secara rutin setiap dua kali dalam satu bulan mengadakan penyuluhan dengan masyarakat petani secara terencana dan terpadu. Melalui kegiatan penyuluhan PPL pertanian tersebut, petani dapat menambah wawasan dan pengetahuan seputar tentang penggunaan teknologi pertanian. Demikian juga wawancara yang dilakukan penulis kepada salah seorang tokoh pemerintah di lokasi penelitian, diperoleh informasi bahwa dalam menerapkan dan mensosialisasikan program – program pertanian, pemerintah setempat selalu melakukan beberapa pendekatan, yaitu pertama pendekatan latihan kerja dan kunjungan. Kegiatan pendekatan ini mengandalkan kunjungan PPL Pertanian kepada kelompok tani. Kedua, upaya peningkatan komoditi unggulan kecamatan Raya, yaitu jeruk, kopi, dan cabe. Ketiga, uji coba berbagai macam metode yang efektif dan efisien. Keempat, pendekatan pembangunan usaha terpadu. Pendekatan ini merupakan kegiatan bersama antara PPL Pertanian dan petani dalam mencari dan Supsiloani: Analisa Nilai Budaya Masyarakat Dan Kaitannya Dalam Pembangunan Wilayah Di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun, 2008. USU e-Repository © 2008 menetapkan teknologi tepat guna. Kelima, pendekatan partisipatif, dimana dalam hal ini PPL Pertanian dapat berinteraksi dengan para petani agar terjadi efektifitas serta peran aktif petani melalui perencanaan, pelaksanaan, bimbingan dan evaluasi kinerja. Selain itu berdasarkan hasil wawancara penulis yang dilakukan kepada responden tentang fungsi PPL Pertanian bagi masyarakat adalah menurut responden berfungsi sebagai fasilitator pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa kehadiran PPL Pertanian bagi para responden dirasakan manfaatnya sangat berarti sekali. Dengan, demikian, bila mengacu kepada konsepsi Kluckhohn Pelly, 1993 maka orientasi nilai budaya dalam hubungannya dengan sesamanya berada dalam kondisi progresif. Sementara itu berdasarkan asumsi peneliti bahwa orientasi nilai budaya di wilayah Kecamatan Raya pada kondisi sekarang ini dapat dibuat kerangka seperti yang terurai dalam Tabel 19. Supsiloani: Analisa Nilai Budaya Masyarakat Dan Kaitannya Dalam Pembangunan Wilayah Di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun, 2008. USU e-Repository © 2008 Tabel 19. Nilai Budaya Mengenai Lima Masalah Dasar Di Wilayah Kecamatan Raya Orientasi Nilai Budaya Masalah Dasar Sekarang Ideal Konserv. Trans. Progr. Konserv. Trans. Progr. Hakekat – Hidup Hakekat - Karya Hakekat - Waktu Hakekat - Alam Hakekat - Sesama Keterangan: Konserv. = Konservatif Trans. = Transisi Progr. = Progresif Perlu dijelaskan disini bahwa variasi dari orientasi nilai budaya tersebut adalah sebagai berikut: Konservatif mencakup: a. Hidup itu buruk hidup ini penuh penderitaan dan orang harus pasrah pada nasib b. Kelangsungan hidup Kerja itu untuk nafkah hidup c. Orientasi ke masa lalu d. Tunduk kepada alam Manusia harus tunduk kepada alam Supsiloani: Analisa Nilai Budaya Masyarakat Dan Kaitannya Dalam Pembangunan Wilayah Di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun, 2008. USU e-Repository © 2008 e. Vertikal Rasa ketergantungan kepada tokoh – tokoh atasan dan berpangkat Transisi mencakup: a. Hidup itu baik Hidup itu penuh penderitaan, akan tetapi manusia harus berikhtiar agar hidup menjadi baik b. Kedudukan dan kehormatan Kerja itu untuk kedudukan, kehormatan c. Orientasi ke masa kini d. Selaras dengan alam Manusia harus memanfaatkan alam e. Horizontal kolekial Rasa ketergantungan pada sesamanya Progresif mencakup: a. Hidup itu sukar tetapi harus diperjuangkan b. Mempertinggi prestise kerja itu adalah untuk meningkatkan mutu c. Orientasi ke masa depan d. Menguasai alam e. Individual mandiri Menilai tinggi usaha atas kekuatan sendiri Dari Tabel 19 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa urutan orientasi nilai budaya di kecamatan Raya adalah progresif hakekat hidup, hakekat karya, hakekat waktu, hakekat alam, dan hakekat sesama, yang berarti bahwa orientasi nilai budaya masyarakat Kecamatan Raya sudah mencapai kondisi yang ideal. Supsiloani: Analisa Nilai Budaya Masyarakat Dan Kaitannya Dalam Pembangunan Wilayah Di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun, 2008. USU e-Repository © 2008

4.2.2. Kaitan Nilai Budaya Dalam Pembangunan Wilayah

Pembangunan adalah bahagian dari kebudayaan. Pembangunan adalah eksistensi dari sejumlah tindakan manusia. Sementara, kebudayaan merupakan pedoman bagi tindakan manusia. Dengan demikian maka, menurut pemahamannya pembangunan itu berorientasi dan bertujuan untuk membangun masyarakat dan peradaban umat manusia. Pembangunan berisi suatu kompleks tindakan manusia yang cukup rumit yang melibatkan sejumlah pranata dalam masyarakat. Menurut Koentjaraningrat 1994 bahwa hampir semua tindakan manusia adalah kebudayaan. Dalam pembangunan, masyarakat menjadi pelaku dan sekaligus objek dari aktifitas pembangunan. Keterkaitan atau korelasi antara masyarakat dan pembangunan akan terjadi melalui pengendalian dari kebudayaan. Di dalam kebudayaan, tatanan nilai menjadi inti dan basis bagi tindakan manusia. Fungsi elemen nilai budaya cultural value bagi pembangunan adalah untuk mengevaluasi proses pembangunan agar tetap sesuai dengan standard dan kadar manusia. Manusia menjadi fokus bagi proses pelaksanaan pembangunan. Salah satu yang utama dari proses tersebut adalah terbentuknya mentalitas pembangunan yang dapat mendorong secara positif gerak pembangunan Koentjaraningrat, 1994. Mentalitas pembangunan ini terwujud karena berbasiskan nilai budaya yang luhur, positif dan inovatif bagi pemunculan ide – ide dan gerak pembangunan. Supsiloani: Analisa Nilai Budaya Masyarakat Dan Kaitannya Dalam Pembangunan Wilayah Di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun, 2008. USU e-Repository © 2008