Teman Bekerja Responden Orientasi Nilai Budaya Masyarakat Mengenai Hakekat Hubungan

Perlu dijelaskan disini bahwa pembuatan kategori etos kerja menjadi tiga kategori, yaitu etos kerja rendah, etos kerja sedang, dan etos kerja tinggi dengan mempergunakan asumsi : jumlah hari kerja 6 hari dalam satu minggu dan jumlah jam kerja 5 jam dalam satu hari adalah etos kerja tinggi. Dengan asumsi tersebut maka penulis membuat kategori seperti berikut: a. Jumlah hari kerja 5 hari dalam satu minggu dan jumlah jam kerja antara 1 – 3 jam sehari adalah kategori etos kerja rendah b. Jumlah hari kerja 5 hari dalam satu minggu dan jumlah jam kerja antara 3 – 5 jam sehari adalah kategori etos kerja sedang c. Jumlah jam kerja 6 hari dalam satu minggu dan jumlah jam kerja 5 jam dalam satu hari adalah kategori etos kerja tinggi Dengan demikian, maka berdasarkan data kuesioner di atas menunjukkan bahwa berdasarkan jumlah hari bekerja dalam satu minggu dan berdasarkan jumlah jam kerja dalam satu hari, maka dapat disimpulkan bahwa etos kerja responden adalah tinggi.

4.2.1.4.3. Teman Bekerja Responden

Orientasi nilai budaya dalam hubungannya dengan alam sekitar juga menanyakan tentang teman bekerja responden yang membantu dalam memgerjakan Supsiloani: Analisa Nilai Budaya Masyarakat Dan Kaitannya Dalam Pembangunan Wilayah Di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun, 2008. USU e-Repository © 2008 lahan pertaniannya. Pertanyaan ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kerjasama responden dalam mengerjakan lahan pertaniannya. Tabel 15. Teman Bekerja Responden Di Lahan Pertaniannya Alternatif Jawaban Jumlah Responden a. Bersama Isteri b. Bersama Isteri Dan Anak c. Bersama Orang Lain d. Tenaga Upahan 22 30 12 36 22 30 12 36 Jumlah 100 100 Sumber: Hasil Penelitian 2008 Dari Tabel 15 di atas menunjukkan bahwa responden yang memberikan jawaban teman bekerja di lahan pertaniannya bersama isteri sebanyak 22 orang 22, yang memberikan jawaban bersama isteri dan anak sebanyak 30 oarang 30, yang memberikan jawaban bersama orang lain sebanyak 12 orang 12, dan yang memberikan jawaban tenaga upahan sebanyak 36 orang 36. Dari data di atas dapat dikatakan bahwa sebahagian besar responden 36 ketika bekerja di lahan pertaniannya dibantu oleh tenaga upahan. Perlu dijelaskan di sini bahwa yang dimaksud dengan teman bekerja responden di lahan pertaniannya dilakukan bersama orang lain adalah tetangga, dan sanak saudara famili. Akan tetapi dalam hal ini, meskipun dibantu oleh tetangga dan Supsiloani: Analisa Nilai Budaya Masyarakat Dan Kaitannya Dalam Pembangunan Wilayah Di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun, 2008. USU e-Repository © 2008 sanak saudara famili, akan tetapi tetap diberikan upah, hanya saja upahnya lebih rendah daripada tenaga upahan yang memang berasal dari pihak luar bukan tetangga, bukan sanak saudara. Dahulunya, kegiatan bercocok tanam dalam hal mengerjakan lahan pertanian dilakukan secara bergotong royong dalam bahasa batak Simalungun haroan. Haroan adalah kelompok kerjasama atau sekelompok orang tetangga atau kerabat dekat bersama – sama mengerjakan lahan pertanian dari masing – masing anggota secara bergiliran. Upahnya hanya makan pagi dan siang atau makanan kecil. Namun, saat ini kegiatan haroan itu telah bergeser nilainya sebagai akibat pergeseran struktur ekonomi di Kecamatan Raya yang tidak lagi didasarkan pertukaran tenaga kerja, tetapi didasarkan pada upah. Terjadinya pergeseran nilai tersebut menurut pendapat peneliti adalah sangat positif dalam hal pengembangan wilayah di Kecamatan Raya. Sebab, akan memberikan kesempatan kerja opportunity chance bagi masyarakat setempat. Disamping itu juga, dengan adanya pergeseran niali dari pertukaran tenaga kerja secara bergiliran menjadi upah menunjukkan telah tersedianya uang uang dipergunakan sebagai pengganti tenaga kerja yang bergiliran tersebut. Dengan adanya uang dirasakan sangat penting dalam pengembangan wilayah pedesaan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada salah seorang tokoh masyarakat, kegiatan haroan dalam hal bercocok tanam telah mengalami pergeseran, akan tetapi dalam hal yang menyangkut kepentingan bersama masih ada, misalnya Supsiloani: Analisa Nilai Budaya Masyarakat Dan Kaitannya Dalam Pembangunan Wilayah Di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun, 2008. USU e-Repository © 2008 dalam hal penggunaan jalan, seperti perbaikan jalan, partisipasi untuk pelebaran jalan, dan lain – lain. Bahkan dalam hal ini, karena kondisi ekonomi masyarakat sudah mulai membaik, untuk hal perbaikan jalan masyarakat sudah mulai bersedia mengeluarkan dana untuk perbaikan jalan, karena jalan dirasakan masyarakat sebagai sarana yang vital untuk mengangkut hasil pertanian mereka. Selain daripada itu tingkat partisipasi masyarakat dalam hal pelebaran jalan juga sudah baik. Sebagai contoh berdasarkan pengamatan yang dilakukan penulis di nagori Pematang Raya tepatnya di jalan Tuan Ronda Haim. Jalan ini merupakan jalan utama untuk mengangkut hasil panen masyarakat, dan jalan ini merupakan jalan hasil partisipasi masyarakat yang rela memberikan tanahnya untuk pelebaran jalan tanpa ganti rugi dan masyarakat turut berpartisipasi dalam pembukaan jalan ini. Ini menunjukkan bahwa tingkat partisipatif masyarakat sudah tinggi di Kecamatan Raya khususnya di lokasi penelitian. Hal ini juga sesuai dengan ungkapan Koentjaraningrat 1994 yang menyatakan bahwa gotong royong adalah aktivitas – aktivitas tolong menolong dan sistem tukar menukar tenaga antara petani dalam produksi bercocok tanam. Aktivitas tolong menolong antara tetangga, atau antara kaum kerabat dalam masyarakat desa, maka sudah tentu gotong royong tidak ada banyak sangkutpautnya dengan pembangunan dan karena itu tidak menghambat pembangunan. Kalau kehidupan masyarakat desa sudah menjadi lebih kompleks dan kalau para petani sudah tidak merasakan lagi manfaat dari sistem tolong menolong seperti tersebut di atas, maka Supsiloani: Analisa Nilai Budaya Masyarakat Dan Kaitannya Dalam Pembangunan Wilayah Di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun, 2008. USU e-Repository © 2008 gtong royong dalam arti tersebut akan menghilang tanpa banyak ketegangan atau pertentangan dari penduduk desa itu sendiri. Selanjutnya masih menurut Koentjaraningrat, 1994, kalau yang dimaksud dengan gotong royong itu adalah sistem kerja bakti misalnya perbaikan jalan, maka hal itu dapat merupakan kegiatan yang menunjang pembangunan. Selanjutnya, jika kita melihat kepada data kuesioner di atas, menunjukkan bahwa para responden dalam hal ini dalam mengerjakan lahan pertaniannya telah banyak yang mempergunakan tenaga upahan.

4.2.1.4.4. Sebab – Sebab Tinggi Rendahnya Hasil Panen