Mekanisme Kerja Hidrogen Sulfida Efek Hidrogen Sulfida terhadap Kesehatan Analisa Resiko Kesehatan Lingkungan ARKL 1. Konsep dan Defenisi

mendorong ke arah ketidakseimbangan asam-basa.Sistem jaringan saraf berhubungan dengan jantung terutama sekali peka kepada gangguan metabolisme oksidasi.

2.4.4. Ekskresi

Ginjal merupakan organ yang efisien dalam mengeliminasi hidrogen sulfida dari tubuh. Pada kondisi suhu badan dapat juga diekskresi melalui paru-paru.

2.5. Mekanisme Kerja Hidrogen Sulfida

Hal ini disebabkan hidrogen sulfida menghambat enzim cytochrome oxidase sebagai penghasil oksigen sel. Metabolisme anaerobik menyebabkan akumulasi asam laktat yang mendorong ke arah ketidakseimbangan asam-basa. Sistem jaringan saraf berhubungan dengan jantung terutama sekali peka kepada gangguan metabolisme oksidasi, sehingga terjadi kematian dan terhentinya pernafasan US EPA, 2003

2.6. Efek Hidrogen Sulfida terhadap Kesehatan

a. Efek akut Laporan dari studi yang banyak dan konsisten dengan observasi dari bau yang dideteksi dan menunjukkan gejala pusing dari H 2 S yang dihasilkan dari geyser Cal EPA,1999 Gas H 2 S dengan konsentrasi 500 ppm, dapat menimbulkan kematian, edema pulmonary, dan asphyxiant b. Efek kronis Sebuah studi pabrik kertas di Finlandia, diperoleh dampak kronis karena polutan H 2 S pada konsentrasi rendah. Nilai rata-rata konsentrasi H 2 S di Varkaus, Finlandia dilaporkan 1,4 – 2,2 ppb 2-3 µgm³ , 17,3 ppb 24 µgm³ dan 109,4 ppb 152 µgm³ maksimum selama 24 jam. Dilaporkan di Varkaus kejadian batuk, infeksi pada saluran pernafasan dan sakit kepala lebih tinggi dibandingkan dengan daerah tetangganya Parti-Pellinen, et al.1996 2.7. Analisa Resiko Kesehatan Lingkungan ARKL 2.7.1. Konsep dan Defenisi IPCS 2004 mendefenisikan analisis risiko sebagai proses yang dimaksudkan untuk menghitung atau memperkirakan risiko pada suatu organisme sasaran, sistem atau populasi, termasuk identifikasi ketidakpastian-ketidakpastian yang menyertainya, setelah terpapar oleh agent tertentu, dengan memperhatikan karakteristik yang melekat pada agent yang menjadi menjadi perhatian dan karakteristik sistem sasaran yang spesifik. Risiko itu sendiri didefenisikan sebagai probabilitas suatu efek yang merugikan pada suatu organisme, sistem atau populasi yang disebabkan oleh pemaparan suatu agent dalam keadaan tertentu Rahman,2005. Analisa risiko digunakan untuk menilai dan menaksir risiko kesehatan manusia yang disebabkan oleh paparan bahaya lingkungan. Bahaya adalah sifat yang melekat pada suatu risk agent atau situasi yang memiliki potensi menimbulkan efek merugikan jika suatu organisme, sistem atau populasi terpapar oleh risk agent itu. Bahaya lingkungan terdiri dari tiga risk agent yaitu chemical agents bahan-bahan kimia, physical agents energi berbahaya dan biological agents makhluk hidup atau organisme. Analisis risiko bisa dilakukan untuk pemaparan bahaya lingkungan yang telah lampau post exposure, dengan efek yang merugikan sudah atau belum terjadi, bisa juga dilakukan sebagai suatu prediksi risiko untuk pemamparan yang akan datang Rahman, 2005 2.7.2. Model Analisis Resiko Kesehatan Lingkungan Louvar 1998 dan Kolluru 1996 menggambarkan analisis risiko kesehatan terdiri dari 4 langkah utama yaitu : 1 Identifikasi Bahaya Hazard Identification, 2 Analisis Pemaparan Exposure assessment, 3 Analisis Dosis Respon Dose Response Assessment, 4 Karakteristik Risiko Risk Characterization. IPCS 2004, sedang mengharmonisasikan berbagai model analisis risiko yang berbeda-beda dari berbagai negara. Gambar 2.1. merupakan draft harmonisasi IPCS 2004, sebagai rangkuman dari berbagai model yang ada Rahman, 2005. Pada dasarnya model yang telah diharmonisasikan ini terdiri dari empat langkah, sebagaimana model yang telah digambarkan oleh Louvar 1998 dan Koluru 1996, hanya ditambah dengan perumusan masalah. Sebagai langkah awal, perumusan masalah sangat menentukan apakah analisis risiko diperlukan. Perumusan masalah sekurang-kurangnya membutuhkan beberapa pertimbangan awal mengenai identifikasi bahaya, karakterisasi bahaya dan analisis pemaparan. Langkah ini diharapkan menghasilkan : a Pertanyaan-pertanyaan tersurat eksplisit yang harus dijawab dalam karakterisasi risiko untuk memenuhi kebutuhan manajemen risiko, b Penetapan sumber-sumber data tersedia yang diperlukan, dan c Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan analisis risiko. Perumusan Masalah Karakterisasi Risiko pemberitahuan untuk pengambilan keputusan Analisis Pemajanan evaluasi konsentrasi atau jumlah agent tertentu yang mencapai populasi sasaran Identifikasi Bahaya identifikasi jenis dan hakekat efek-efek yang merugikan kesehatan Karakterisasi Bahaya uraian kualitatif dan kuantitatif sifat-sifat risk agent yang berpotensi menimbulkan efek merugikan Gambar 1.Draft Model Analisa Risiko

2.7.2.1. Perumusan masalah

Analisa Risiko Kesehatan Lingkungan biasanya dilakukan karena adanya peristiwa yang menjadi perhatian umum, bisa juga karena kebutuhan tertentu meskipun tidak atau belum menjadi perhatian umum, bisa juga karena kebutuhan tertentu meskipun tidak atau belum menjadi perhatian umum. Kasus-kasus muncul karena dua masalah utama, yaitu indikasi pencemaran atau indikasi gangguan kesehatan. Masyarakat awam biasanya memakai identifikasi inderawi sebagai dasar kepedulian meraka, maka kalangan profesional atau akademisi harus menggunakan data dan informasi ilmiah sebagai basis untuk menilai keberadaan masalah lingkungan dan kesehatan. Morbiditas dan mortalitas penyakit-penyakit berbasis lingkungan, insiden dan prevalen, hasil-hasil monitoring kualitas lingkungan atau studi epidemiologi kesehatan lingkungan, merupakan sumber data yang lazim dipakai untuk merumuskan masalah. Keberadaan risk agent dapat disimpulkan dari gangguan kesehatan yang teramati disease oriented, tingkat pencemaran agent oriented, contohnya yang melampaui baku mutu, atau keduanya. 2.7.2.2. Identifikasi bahaya hazard identification Identifikasi bahaya adalah langkah identifikasi efek yang merugikan atau kapasitas yang dimiliki suatu bahan yang dapat menyebabkan kerugian BPOM RI, 2001. Efek-efek ini bisa diketahui dari studi-studi pada populasi manusia berupa human epidemiology, baik disain eksperimental seperti clinical trial atau community trial maupun disain observasional seperti case control dan cohort, molecular epidemiology, studi toksikologi berbasis hewan uji hayati atau bioassay, studi toksikologi in-vitro, atau studi hubungan struktur dengan keaktifan biologis. Dalam studi-studi ini bisa jadi diperoleh banyak efek, namun yang dapat digunakan untuk mengenal bahaya adalah efek-efek yang merugikan kesehatan Rahman, 2005. 2.7.2.3.Analisis pemaparan exposure assessment Pemaparan adalah proses yang menyebabkan organisme kontak dengan bahaya. Pemaparan adalah penghubung antara bahaya dan risiko. Pemaparan dapat terjadi karena risk agent terhirup dalam udara, tertelan bersama air atau makanan, terserap melalui kulit atau kontak langsung dalam kasus radiasi Kolluru et al, 1996. Tabel 1. Aspek-aspek yang Perlu Diperhatikan dalam Analisis Paparan No Aspek Keterangan 1. Agent Biologis, kimia dan fisika Agent tunggal, berganda dan campuran 2. Sumber Antropogenik non antropogenik, area titik, bergerak diam, indoor outdoor 3. Media pembawa Udara, air, tanah, debu, makanan dan produk 4. Jalur paparan Menhirup udara yang terkontaminasi, makan makanan yang terkontaminasi, menyentuh permukaan benda 5. Konsentrasi paparan µgm³ udara, mgkg makanan, mgliter air, berat 6. Rute paparan Inhalasi, kontak kulit, ingesti, rute berganda 7. Durasi Detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun, seumur hidup 8. Frekuensi Kontinu, intermiten, bersiklus, acak 9. Latar paparan Pemukimanbukan pemukiman, lingkungan kerjabukan lingkungan kerja, indooroutdoor 10. Populasi terpapar Populasi umum, sub populasi, individu 11. Lingkup geografis Tempatsumber spesifik, lokal, regional, nasional, internasional, global 12. Kerangka waktu Masa lalu, sekarang, masa depan, tren Sumber : Kolluru, R.V., Bartel Pitblado, R.1996 Analisis pemaparan merupakan tahap kegiatan analisis risiko yang memiliki ketidakpastian BPOM RI, 2001. Oleh karena itu pengukuran konsentrasi pemaparan akan mengurangi ketidakpastian dalam analisis pemaparan. Dalam analisis risiko kesehatan manusia, berbagai jalur paparan sering diintegrasikan untuk menetapkan Asupan Harian Total Total Daily intake yang dinyatakan sebagai mgkghari. 2.7.2.4. Analisis efek effect assesment Analisis efek adalah perkiraan hubungan antara dosis atau tingkat paparan pada suatu organisme, dengan insidensi dan tingkat efek yang dialibatkannya. Termasuk deskripsi hubungan kuantitatif antara derajat paparan terhadap suatu bahan kimia dengan derjaat efek toksik BPOM RI, 2001. Hubungan dosis-respon yang berbeda dapat diamati pada bahan yang sama, karena efek toksik yang dipengaruhi oleh jumlah asupan bahan kimia atau dosis yang diabsorbsi, frekuensi paparan dan waktu. Pada analisis risiko kesehatan manusia, risiko yang dikaji hanya terpusat pada manusia. Oleh karena itu ketidakpastian dalam analisis risiko manusia hanya terbatas pada variasi jalur paparan dan perbedaan sensitivitas setiap individu BPOM RI, 2001. Sehingga konsep risiko mengandung pengertian probabilitas yang disebut dengan RfC Reference Consentration . RfC bukan konsentrasi yang acceptable melainkan hanya acuan saja, jika dosis yang diterima manusia melebihi RfC maka probalitas mendapatkan risiko juga bertambah Rahman, 2005. Dosis-respon atau efek dosis suatu zat toksik menunjukkan tingkat toksisitas zat tersebut dan dinyatakan sebagai : 1 Tingkat paparan paling tinggi yang efek biologinya tidak teramati NOAEL. 2 Tingkat paparan paling rendah yang efek biologinya teramati LOAEL. 3 Efek-efek temporer dan permanen atau dosis efektif, seperti iritasi mata atau saluran pernafasan. 4 Luka permanen. 5 Efek fungsional kronis. 6 Efek mematikan. Reference consentration ditetapkan dengan membagi NOAEL No Observed Adverse Effect Level dengan UF Uncertainty Factor x MF Modifying Factor Kolluru et al, 1996. RfC = . NOAEL . UF x MF 2.7.2.5. Analisis Dosis-Respon untuk efek non-karsinogen H 2 S Konsentrasi acuan RfC ditentukan berdasarkan infomasi studi tikus percobaan yang tepapar H 2 S secara inhalasi sehingga timbul penyakit subkronis seperti perubahan suara tikus menjadi sengau dan radang pada mukosa penciuman tikus. Nilai RfC untuk H 2 S yang terdaftar di EPA-IRIS adalah 0,001 mgm³. Asal- usul RfC didasarkan pada suatu nilai NOAEL = 1 mgm³ dengan nilai LOAEL = 2,6 mgm³ dengan suatu faktor ketidakpastian 1. Dengan demikian, perhitungan untuk RfC paparan kronik H 2 S dari udara adalah sebagai berikut US EPA,2003 : RfC = . 1mgm³ = 0,001 mgm³-hari 1 x 1000 dimana : 1mgm³ = nilai NOAEL 1 = nilai faktor ketidakpastian uncertainty factor, UF 1000 =nilai rekomendasi faktor ketidakpastian untuk paparan dalam udara 2.7.2.6.Karakteristik risiko risk characterization Karakterisasi risiko adalah penghubung antara risiko dengan manajemen risiko. Asupan manusia intake dibandingkan dengan konsentarsi acuan RfC. Rasio antara asupan dengan RfC dikenal dengan bilangan risiko Risk Quetients, disingkat RQ. Dalam Analaisa Resiko Kesehatan Lingkungan ARKL, RQ menyatakan kemungkinan risiko yang potensial terjadi. Semakin besar RQ di atas 1, semakin besar pula kemungkinan risiko iru terjadi. Dan sebaliknya jika nilai RQ kurang 1, maka semakin kecil kemungkinan risiko kesehatan itu terjadi Kolluru et al, 1996.

2.7.2.7. Manajemen risiko Manajemen risiko adalah upaya yang didasarkan pada informasi tentang

risiko kesehatan yang diperoleh melalui suatu analisis risiko, untuk mencegah, menanggulangi, atau memulihkan efek yang merugikan kesehatan oleh paparan zat toksik. Hasil dari karakterisasi risiko kemudian digunakan untuk memutuskan upaya- upaya pengendalian dengan memperhatikan faktor-faktor lain, seperti ketersediaan teknologi, perangkat hukum dan perundangan, sosial, ekonomi dan informasi politik. Formula untuk manajemen risiko adalah membuat berbagai macam skenario sedemikian rupa sehingga intake suatu risk agent sama dengan RfC-nya. Caranya adalah dengan mengurangi masa paparan atau waktu kontak atau konsentrasinya. Upaya-upaya pengendalian risiko pada dasarnya ada tiga, yaitu : 1. Pengendalian secara administratif atau legal 2. Pengendalian secara teknik teknologi 3. Perlindungan pribadi Salah satu bentuk pengendalian secara administratif atau legal ádalah penetapan standar kualitas atau Baku Mutu Lingkungan BML. Dalam pengendalian secara teknik, aspek-aspek teknologi sangat penting karena pemilihan teknologi yang tepat dapat menjamin ketaatan legal dan administratif Rahman, 2005. 2.8. Tinjauan tentang Tempat Pembuangan akhir Sampah TPA Pengolahan sampah metoda pembuangan akhir dilakukan dengan teknik penimbunan sampah. Tujuan utama penimbunan akhir ádalah menyimpan sampah padat dengan cara-cara yang tepat dan menjamin keamanan lingkungan, menstabilkan sampah dikonversi menjadi tanah dan merubahnya ke dalam siklus metabolisme alam. Di tinjau dari segi teknis, proses ini merupakan pengisian tanah dengan menggunakan sampah. Lokasi penimbunan harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Ekonomis dan dapat menampung sampah yang ditargetkan b. Mudah dicapai oleh kenderaan-kenderaan pengangkut sampah c. Aman terhadap lingkungan sekitarnya. Menurut Sastrawijaya 1991, ada dua teknik pengelolaan sampah di TPA sampah, yaitu teknik open dumping dan sanitary landfill. Teknik open dumping adalah cara pembuangan sampah yang sederhana, yaitu sampah dihamparkan di suatu lokasi dan dibiarkan terbuka begitu saja. Setelah lokasi penuh dengan sampah, maka ditinggalkan. Teknik ini sering menimbulkan masalah berupa munculnya bau busuk, menimbulkan pemandangan tidak indah, menjadi tempat bersarangnya tikus, lalat, dan berbagai kutu lainnya, menimbulkan bahaya kebakaran, bahkan sering juga menimbulkan masalah pencemaran air. Oleh karena itu, teknik open dumping sebaiknya tidak perlu dikembangkan, melainkan diganti dengan teknik sanitary lanfill. Teknik sanitary lanfill adalah cara penimbunan sampah padat pada suatu hamparan lahan dengan memperhatikan keamanan lingkungan karena telah ada perlakuan terhadap sampah. Pada teknik ini sampah dihamparkan hingga mencapai ketebalan tertentu lalu dipadatkan kembali. Pada bagian atas timbunan tanah tersebut dapat dihamparkan lagi sampah yang kemudian ditimbun lagi dengan tanah. Demikian seterusnya hingga terbentuk lapisan-lapisan sampah dan tanah. Penimbunan sampah yang sesuai dengan persyaratan teknis akan membuat stabilisasi lapisan tanah lebih cepat dicapai. Dasar dari pelaksanaannya adalah meratakan setiap lapisan sampah, memadatkan sampah, dengan menggunakan compactor dan menutupnya setiap hari dengan tanah yang juga dipadatkan. Ketebalan lapisan sampah umumnya sekitar 2 meter, namun boleh juga lebih atau kurang dari 2 meter bergantung pada sifat sampah, metoda penimbunan, peralatan yang digunakan, topografi lokasi penimbunan, pemanfaatan tanah bekas penimbunan, kondisi lingkungan sekitarnya, dan sebagainya. Adapun fungsi lapisan penutup tersebut sebagai berikut : a. Mencegah tersebarnya bau dan gas yang timbul b. Mencegah berkembangnya vektor penyakit c. Mencegah penyebaran debu dan sampah ringan d. Menjaga agar pemandangan tetap indah e. Mencegah kebakaran f. Menciptakan stabilisasi lokasi penimbunan sampah g. Mengurangi volume lindi

2.9. Gas Hidrogen dan Pengaruhnya terhadap Kualitas Udara