mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, serta rela meninggalkan tanah air, harta kekayaan dan lainnya.
47
Berdasarkan analisis yang didukung oleh dalil-dalil al- Qur’an
diatas, kita dapat mengatakan Islam sangat memberi perhatian yang besar terhadap pembentukkan atau pembinaan akhlak, termasuk cara-
caranya. Hubungan antara rukun Islam terhadap pembentukkan akhlak sebagaimana digambarkan diatas, menunjukkan bahwa pembentukkan
akhlak yang ditempuh Islam menggunakan cara atau sistem yang integrated yaitu sistem yang menggunakan berbagai sarana
peribadatan dan lainnya secara simultan untuk diarahkan kepada pembentukkan akhlak.
b. Metode pembentukan akhlak lainnya yaitu dengan cara senantiasa
menganggap diri ini lebih banyak kekurangannya daripada kelebihannya. Dalam hubungan ini Ibn Sina mengatakan jika
seseorang menghendaki dirinya berakhlak mulia, hendaknya ia lebih dahulu mengetahui kekurangan dan cacat yang ada dalam dirinya, dan
membatasi sejauh mungkin untuk tidak berbuat kesalahan, sehingga kecacatannya itu tidak terwujud dalam kenyataannya.
48
c. Pembentukan akhlak secara efektif dapat pula dilakukan dengan
memperhatikan faktor kejiwaan sasaran yang akan dibina. Menurut hasil penelitian para psikolog bahwa kejiwaan manusia berbeda-beda
menurut perbedaan tingkat usia. Pada usia kanak-kanak, mereka lebih
47
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996 h. 162
48
Ibn Sina, Ilmu Akhlak, Mesir: Dar al-Marif, 2001, h. 202-203
menyukai kepada hal-hal yang bersifat rekreatif dan bermain. Untuk itu ajaran akhlak dapat disajikan dalam bentuk permainan.
49
d. Pembentukan akhlak juga bisa ditempuh dengan pembiasaan yang
dilakukan sejak kecil dan berlangsung secara terus-menerus. Imam al- Ghazali mengatakan bahwa kepribadian manusia itu pada dasarnya
dapat menerima segala usaha pembentukkan melalui pembiasaan. Jika manusia membiasakan berbuat jahat, maka ia akan menjadi orang
jahat. Untuk itu al-Ghazali menganjurkan agar akhlak diajarkan, yaitu dengan cara melatih jiwa kepada pekerjaan atau tingkah laku yang
mulia. Jika seseorang menghendaki agar menjadi pemurah, maka ia harus dibiasakan dirinya melakukan pekerjaan yang bersifat pemurah,
hingga murah hati dan murah tangan menjadi tabi’atnya yang mendarah daging.
50
e. Pembentukan akhlak melalui keteladanan juga dapat dilakukan.
Akhlak yang baik tidak dapat dibentuk hanya dengan pelajaran, instruksi dan larangan, sebab tabi’at jiwa untuk menerima keutamaan
itu tidak cukup hanya orang tua dan guru mengatakan kerjakan ini dan jangan kerjakan itu. Menanamkan sopan-santun memerlukan
pendidikan yang panjang, harus ada pendekatan yang terus menerus, dan orang tua juga harus memilih pola asuh yang ideal untuk anaknya.
49
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996 h. 166
50
Imam al-Ghazali, Kitab al- arba’in fi Ushul al-Din, Kairo: Maktabah al-Hindi, 1999 h.190-
191
Pendidikan itu tidak akan sukses melainkan jika disertai dengan pemberian contoh teladan yang baik dan nyata.
51
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak
Terdapat 3 aliran yang menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukkan akhlak, yaitu:
1. Aliran nativisme, menurut aliran ini, faktor yang paling
berpengaruh terhadap pembentukkan akhlak seseorang adalah faktor pembawaan dari dalam yang bentuknya dapat berupa
kecenderungan, bakat, akal, dan lain-lain. 2.
Aliran Empirisme, menurut aliran ini, faktor yang paling berpengaruh terhadap pembentukkan akhlak adalah faktor dari
luar, yaitu lingkungan sosial, termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan.
3. Aliran konvergensi, menurut aliran ini, pembentukkan akhlak
dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu pembawaan anak, dan faktor dari luar yaitu pendidikan dan pembinaan yang dibuat secara
khusus, atau melalui interaksi dalam lingkungan sosial. Fitrah dan kecenderungan ke arah yang baik yang ada didalam diri manusia
dibina secara intensif melalui berbagai metode.
52
Pemikiran aliran konvergensi itu tampak sesuai dengan ajaran Islam, hal ini dapat dipahami dari ayat di bawah ini:
51
Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta:Rajawali Pers, 1992, Cet.I, h.45
52
H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta; Bumi Aksara, 1991, cet.I, h. 113
Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur ”.
53
Ayat tersebut memberi petunjuk bahwa manusia memiliki potensi untuk dididik, yaitu penglihatan, pendengaran, dan hati
sanubari. Potensi tersebut harus disyukuri dengan cara mengisinya dengan ajaran dan pendidikan.
D. Anak 1.
Pengertian Anak
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, anak adalah manusia yang masih kecil, orang yang berasal dari atau dilahirkan di suatu negeri, daerah,
dan sebagainya, atau manusia yang lebih kecil dibandingkan orang dewasa, bisa juga dikatakan keturunan adam.
54
Anak juga dapat dikatakan sebagai manusia muda yang batasan usianya tidak selalu sama diberbagai negara. Di Indonesia, sering dipakai
batasan usia anak dari 0-12 tahun. Maka dengan demikian, dalam kelompok anak di Indonesia akan termasuk bayi, anak balita, dan anak usia sekolah.
55
53
Departemen Agama Republik Indonesia, Al- qur’an dan Terjemahan Jakarta, 1969 h. 227
54
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1988, cet I, h. 30-31
55
Ensiklopedia Nasional Indonesia, Bekasi: PT Delta Pamungkas, 2004, cet IV, h. 4
Dapat disimpulkan bahwa anak adalah manusia yang masih kecil, dan belum dapat dikatakan dewasa. Batasan anak di Indonesia adalah usia
0-12 tahun.
2. Tugas Perkembangan Anak Usia 7-12 Tahun
Usia 7 sampai 12 tahun, adalah tahapan perpindahan dari berpikir pra operasional menjadi operasional konkret. Dengan berpikir operasional
konkret, anak belajar membentuk sistem logika, kemampuan kognitifnya meningkat beriringan dengan situasi-situasi konkret yang terjadi
disekitarnya.
56
Tugas perkembangan anak usia 7-12 masa kanak-kanak akhir menurut Havighurst, antara lain:
1. Membangun sikap dan perilaku yang sehat mengenai diri sendiri, sebagai
mahluk yang sedang tumbuh 2.
Mengembangkan hati nurani, memahami moral akhlak, tata tertib dan tingkatan nilai
3. Belajar menyesuaikan diri dengan teman-temannya
4. Mencapai kebebasan pribadi
5. Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk
kehidupan sehari-hari. 6.
Mulai mengembangkan peran sosial wanita atau pria yang tepat.
57
56
Abu Bakar Braja, Psikologi Perkembangan Tahapan dan Aspeknya, Jakarta: Studi Press, 2005, cet ke-1, h.43
57
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Erlangga, 1994 h.10