Jenis - Jenis Pola Asuh

2 Orang tua cenderung mencari kesalahan-kesalahan anak dan kemudian menghukumnya 3 Orang tua cenderung memberikan perintah dan larangan kepada anak 4 Jika terdapat perbedaan pendapat antara orang tua dan anak, maka anak dianggap pembangkang 5 Orang tua cenderung memaksakan disiplin 6 Orang tua cenderung memaksakan segala sesuatu untuk anak dan anak hamya sebagai pelaksana 7 Tidak ada komunikasi antara orang tua dan anak. 25 Pola asuh otoriter memiliki ciri-ciri yang dikemukakan oleh Syaiful Bahri Djamarah: 26 1 Orang tua mendahulukan kepentingan pribadi daripada kepentingan anak 2 Orang tua kurang memberi kepercayaan kepada anak untuk melakukan sesuatu Orang tua kurang memberikan hak anak untuk mengeluarkan pendapat untuk mengutarakan perasaannya 25 Zahara Idris dan Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan, Jakarta : Gramedia Widiasarana,1992, Cet. Ke-2, h.88 26 Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga, Jakarta: Rineka Cipta, 2004 h, 18-20 3. Pola asuh permisif Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan apabila anak sedang dalam masalah atau bahaya. Dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak. Adapun yang termasuk pola asuh permisif adalah sebagai berikut: 1 Membiarkan anak bertindak sendiri tanpa memonitor dan membimbingnya. 2 Mendidik anak acuh tak acuh, bersikap pasif dan masa bodoh. 3 Mengutamakan kebutuhan material saja. 4 Membiarkan saja apa yang dilakukan anak terlalu memberikan kebebasan untuk mengatur diri sendiri tanpa ada peraturan-peraturan dan norma-norma yang digariskan orang tua. 5 Kurang sekali keakraban dan hubungan yang hangat dalam keluarga. 27 Sutari Imam Badabid menyatakan orang tua yang permisif yaitu: 28 1 Kurang tegas dalam menerapkan peraturan yang ada 27 Zahara Idris dan Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan, Jakarta : Gramedia Widiasarana,1992, Cet. Ke-2, h.89-90 28 M. Thalib, 40 Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak, Bandung: Irsyad Baitus Salam, 1995 h. 7-9 2 Anak diberi kesempatan sebebas-bebasnya untuk berbuat dan memenuhi keinginannya. Pola asuhan permisif ini ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri. Orang tua tidak pernah memberi aturan dan pengarahan kepada anak tanpa pertimbangan orang tua. Anak tidak mengerti apakah perilakunya benar atau salah karena orang tua tidak pernah membenarkan atau menyalahkan anak, akibatnya anak akan berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri, tidak peduli apakah hal itu sesuai dengan norma masyarakat atau tidak. 29 4. Pola asuh penelantar Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, memberikan biaya yang cukup minim untuk kebutuhan anak. Sehingga selain kurangnya perhatian dan bimbingan kepada anak juga tidak diberikan oleh orang tua. 30 Pola asuh penelantar memiliki ciri-ciri yang dikemukakan oleh Syaiful Bahri Djamarah: 31 29 Danny I. Yatim-Irwanto, Kepribadian Keluarga Narkotika Jakarta : Arcan, 1991 Cet. Ke-1, h.97 30 Kartini Kartono, Peran Orang Tua dalam Memandu Anak, Jakarta: Rajawali Press, 1992 h. 39 31 Ibid, h.20 1 Orang tua menghabiskan banyak waktu diluar rumah 2 Orang tua kurang memperhatikan perkembangan anak 3 Orang tua membiarkan anak bergaul terlalu bebas di luar rumah

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua terhadap anak, antara lain: a. Jenis Kelamin Orang tua cenderung lebih keras terhadap anak wanita dibanding terhadap anak laki-laki. b. Kebudayaan Latar belakang budaya menciptakan perbedaan dalam pola pengasuhan anak. Hal ini juga terkait dengan perbedaan peran antara wanita dan laki- laki didalam suatu kebudayaan masyarakat. c. Status Sosial Orang tua yang berlatar belakang pendidikan rendah, tingkat ekonomi kelas menengah dan rendah cenderung lebih keras, memaksa dan kurang toleransi dibanding mereka yang dari kelas atas, tetapi mereka lebih konsisten. 32 32 M. Enoch Markum, Anak, Keluarga dan Masyarakat, Jakarta: Sinar Harapan, 1985 cet II, h. 41

B. Akhlak 1.

Pengertian Akhlak Dari segi bahasa istilah “akhlaq” adalah bentuk jama dari “khuluq” yang artinya tingkah laku, tabiat, watak, perangai, atau budi pekerti. 33 Pengertian akhlak secara terminologi, sebagai berikut: a. Menurut Ibnu Maskawaih, mengatakan bahwa kata “akhlaqun” adalah suatu kondisi jiwa yang memberikan dorongan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tanpa memerlukan pemikiran. 34 b. Abdullah Salim mengemukakan bahwa akhlak adalah merupakan sifat yang tumbuh dan menyatu didalam diri seseorang. Dari sifat yang ada itulah terpancar sikap dan tingkah laku perbuatan seseorang. Seperti sifat sabar, kasih sayang, atau sebaliknya pemarah, benci, dendam, iri, dan dengki sehingga memutuskan hubungan silaturahmi. 35 c. Zakiah Daradjat mengatakan bahwa akhlak adalah kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan, dan kebiasaan yang menyatu membentuk satu kesatuan tindakan akhlak yang ditaati dalam kenyataan hidup sehingga dapat membedakan mana yang baik dan yang buruk. 36 33 Subarsono. Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, Jakarta: Bina Aksara, 1989 Cet. ke-1, h.129 34 Ibid, h. 83 35 Wahyudin, Akhlak Tasawuf, Jakarta: Kalam Mulia, 1999, Cet. ke-3 h.4 36 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam, Keluarga dan Sekolah, Jakarta: CV Ruhama, 1995 Cet. ke-2 h.5 d. Imam Al-Ghazaly mengatakan akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. 37 e. Ibrahim Anis mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang darinya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan. 38 Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa setiap manusia, kemudian melahirkan suatu perbuatan yang mudah untuk dilakukan tanpa harus melalui pemikiran yang lebih lama. Maka apabila sifat tersebut melahirkan suatu tindakan yang terpuji menurut ketentuan akal dan norma agama, tindakan tersebut dinamakan akhlak yang baik. Tetapi apabila sifat tersebut melahirkan suatu tindakan yang tercela, maka dinamakan akhlak yang buruk.

2. Macam-macam Akhlak

Ulama akhlak menyatakan bahwa akhlak yang baik merupakan sifat para nabi dan orang-orang shiddiq, sedangkan akhlak yang buruk merupakan sifat syaithan dan orang-orang tercela. Maka pada dasarnya akhlak dibagi menjadi dua macam, antara lain: a. Akhlak baik atau terpuji, dibedakan menjadi dua, antara lain: 1 Akhlak terhadap Tuhan, dibedakan menjadi dua yaitu: a Akhlak terhadap Tuhan yang meliputi bertaubat, bersabar, bersyukur, bertawakal, ikhlas, raja’, dan takut. 37 Imam Al-Ghazaly, Ihya’ Ulum al-Din, Jilid III, Beirut: Dar al-Fikr,t.t, h.56 38 Ibrahim Anis, al- Mu’jam al-Wasith, Mesir: Dar al-Ma’arif, 1972, h.202