mandiri, mudah melakukan konformitas, mudah terpengaruh oleh tekanan sosial ketika mengambil keputusan.
d. Penguasaan Lingkungan Enviromental Mastery Dimensi ini menekankan kemampuan untuk menciptakan ataupun
mengatur lingkungan sekitarnya agar sesuai dengan keinginan atau kebutuhannya. Ryff menyatakan bahwa individu yang memiliki penguasaan
lingkungan yang baik akan menunjukkan kemampuan untuk memanipulasi, mengontrol, dan dapat menggunakan sumberdaya dan kesempatan yang ada
dengan efektif. Sebaliknya, individu yang rendah dalam dimensi ini akan mengalami
kesulitan mengatur lingkungan di sekitarnya agar sesuai dengan kebutuhan dirinya, merasa tidak mampu untuk mengubah atau meningkatkan apa yang
ada diluar dirinya, serta tidak menyadari adanya peluang di sekitarnya. e. Tujuan Hidup Purpose in Life
Dimensi ini menekankan pada adanya tujuan yang ingin dicapai dalam kehidupan, adanya sense of direction dalam kehidupan seseorang, merasa
bahwa kehidupan sekarang dan masa lalu bermakna, dan memiliki alasan untuk tetap hidup. Individu dengan tujuan hidup yang tinggi telah
menentukan target dan cita-cita yang akan ia capai serta merasa bahwa baik kehidupan masa lalu maupun kini adalah kehidupan yang bermakna.
Sebaliknya, individu dengan tujuan hidup yang rendah tidak memiliki target dan cita-cita yang ingin dicapai, tidak mengetahui arah yang akan
dituju, serta tidak melihat adanya makna dari kehidupannya di masa lalu maupun masa kini.
f. Pertumbuhan Diri Personal Growth Dimensi pengembangan personal merujuk kepada sejauh mana individu
mampu menyadari potensi yang dimilikinya, dan memiliki keinginan untuk terus mengembangkan dirinya ke arah yang lebih positif. Individu yang
tinggi pada dimensi ini akan menunjukkan adanya rasa akan keperluan untuk melanjutkan peningkatkan diri, melihat diri sendiri dengan pandangan
yang lebih baik dan terbuka untuk pengalaman baru, dan berkembangnya self-knowledge dan efektivitas diri.
Sebaliknya, individu yang rendah pada dimensi ini memandang dirinya sebagai seseorang yang tidak dapat berkembang, mengalami stagnasi,
kehilangan keinginan untuk mempelajari hal-hal baru yang dapat memperkaya dirinya.
Dengan demikian, berdasarkan pemaparan di atas maka dapat dilihat bahwa terdapat enam aspek dalam kesejahteraan psikologis, yakni penerimaan
diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan diri.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang, diantaranya yaitu:
a. Usia Ryff dan Keyes 1995 menemukan bahwa usia dapat mempengaruhi
kesejahteraan psikologis seseorang. Aspek tertentu dari kesejahteraan psikologis, yakni penguasaan lingkungan, otonomi, dan hubungan positif
menunjukkan pola peningkatan sejalan dengan bertambahnya usia seseorang. Aspek pertumbuhan diri dan tujuan hidup menunjukkan pola
penurunan, terutama pada masa lansia. Sedangkan, pada aspek penerimaan diri, tidak ditemukan adanya perbedaan antar kelompok usia dewasa awal,
madya, dan akhir. b. Jenis Kelamin
Ryff dan Singer 1996 menyatakan bahwa terdapat perbedaan kesejahteraan psikologis antara wanita dan pria. Wanita cenderung akan
memiliki kesejahteraan psikologis yang lebih tinggi pada dimensi hubungan positif dengan orang lain dan dimensi pertumbuhan diri. Hal tersebut dapat
dijelaskan dari pengaruh stereotype gender yang telah tertanam dalam diri individu, bahwa sejak kecil, anak laki-laki digambarkan sebagai sosok yang
agresif dan mandiri, sementara anak perempuan digambarkan sebagai sosok yang pasif dan bergantung pada orang lain, serta sensitif terhadap perasaan
orang lain Matlin, 2008. Selain itu, diketahui pula bahwa wanita cenderung mengalami tingkat depresi yang lebih tinggi. Namun, dengan
tingkat depresi yang lebih tinggi, wanita ditemukan memiliki kemampuan untuk coping dengan lebih baik. Hal inilah yang menyebabkan wanita
memiliki nilai yang lebih tinggi pada dimensi pertumbuhan diri Ryff Singer, 1996.
c. Status Sosial Ekonomi Ryff dan Singer 1996 menyatakan bahwa status sosial ekonomi, yakni
pendidikan, pendapatan, dan pekerjaan seseorang berhubungan dengan kesejahteraan psikologis. Individu yang memiliki tingkat pendidikan yang
lebih tinggi memiliki tingkat kesejahteraan psikologis yang lebih tinggi pula, khususnya pada dimensi tujuan hidup dan pertumbuhan diri. Selain
itu, status pekerjaan juga turut mempengaruhi tingkat kesejahteraan psikologis seseorang. Ryff dalam Ryan dan Deci, 2001 menemukan
bahwa status sosial ekonomi seseorang dapat berdampak pada kesejahteraan psikologis, khususnya pada dimensi penerimaan diri, tujuan hidup,
penguasaan lingkungan, dan pertumbuhan diri. Meskipun begitu, Ryan dan Deci 2001 menyatakan bahwa hubungan status sosial ekonomi dengan
kesejahteraan seseorang masih rendah. Namun, tidak dapat disangkal pula bahwa dukungan materi dapat meningkatkan akses seseorang ke sumber
daya yang penting untuk mencapai kebahagiaan. d. Budaya
Kesejahteraan psikologis dapat dipengaruhi oleh budaya setempat. Pada masyarakat individualistik yang sangat berfokus pada diri sendiri, maka
dimensi penerimaan diri dan otonomi akan lebih menonjol dalam konteks
budaya barat yang lebih individualistik Ryff Singer, 1996. Sebaliknya, pada masyarakat kolektivistik yang sangat bergantung satu sama lain, maka
dimensi hubungan positif dengan orang lain akan lebih menonjol dalam konteks budaya timur yang cenderung kolektif.
e. Kepribadian Kepribadian
seseorang merupakan
prediktor terbesar
dalam menentukan tipe emosi yang akan ia munculkan. Individu dengan
kepribadian neuroticism selalu identik dengan tipe emosi yang negatif. Sebaliknya, individu extraversion identik dengan emosi yang lebih positif
Diener, Suh, Lucas Smith, 1999. Penelitian yang dilakukan oleh Abbott, Croudace, Ploubidis, Kuh, Wadsworth, Richards, dan Huppert 2008
menemukan bahwa kepribadian extraversion memiliki pengaruh positif yang besar terhadap kesejahteraan psikologis, sedangkan neuroticism
memiliki efek negatif terhadap kesejahteraan psikologis yang dimediasi oleh distres psikologis.
f. Status Marital Seseorang yang telah menikah cenderung memiliki kepuasan hidup dan
kesehatan psikologis yang lebih tinggi Dolan, Peasgood, White, dalam Huppert, 2009. Bierman, Fazio dan Milkie 2006 meneliti mengenai salah
satu dimensi dalam kesejahteraan psikologis, yaitu tujuan hidup. Mereka menemukan bahwa individu yang telah menikah memiliki nilai yang lebih
tinggi pada dimensi tersebut dibandingkan dengan individu yang tidak menikah.