Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis

budaya barat yang lebih individualistik Ryff Singer, 1996. Sebaliknya, pada masyarakat kolektivistik yang sangat bergantung satu sama lain, maka dimensi hubungan positif dengan orang lain akan lebih menonjol dalam konteks budaya timur yang cenderung kolektif. e. Kepribadian Kepribadian seseorang merupakan prediktor terbesar dalam menentukan tipe emosi yang akan ia munculkan. Individu dengan kepribadian neuroticism selalu identik dengan tipe emosi yang negatif. Sebaliknya, individu extraversion identik dengan emosi yang lebih positif Diener, Suh, Lucas Smith, 1999. Penelitian yang dilakukan oleh Abbott, Croudace, Ploubidis, Kuh, Wadsworth, Richards, dan Huppert 2008 menemukan bahwa kepribadian extraversion memiliki pengaruh positif yang besar terhadap kesejahteraan psikologis, sedangkan neuroticism memiliki efek negatif terhadap kesejahteraan psikologis yang dimediasi oleh distres psikologis. f. Status Marital Seseorang yang telah menikah cenderung memiliki kepuasan hidup dan kesehatan psikologis yang lebih tinggi Dolan, Peasgood, White, dalam Huppert, 2009. Bierman, Fazio dan Milkie 2006 meneliti mengenai salah satu dimensi dalam kesejahteraan psikologis, yaitu tujuan hidup. Mereka menemukan bahwa individu yang telah menikah memiliki nilai yang lebih tinggi pada dimensi tersebut dibandingkan dengan individu yang tidak menikah. g. Multiple Roles Ahrens dan Ryff 2006 menemukan bahwa ketika seseorang memiliki keterlibatan peran yang lebih besar, maka hal tersebut akan berpengaruh terhadap kesejahteraan seseorang. Hal ini dikarenakan dengan meningkatnya jumlah peran seseorang maka ia akan memperoleh koneksi sosial yang lebih luas, power, prestige, kepuasan emosi, dan juga dapat meningkatkan sumber daya seseorang. Oleh sebab itulah, peningkatan jumlah peran seseorang akan berhubungan dengan rendahnya tingkat psychological distress. h. Relatedness Relatedness dianggap sebagai need dasar yang penting bagi tiap manusia Baumeister Leary, 1995. Kebutuhan akan relatedness dapat diwujudkan melalui kedekatan atau hubungan seseorang dengan orang lain yang dianggap penting dalam hidupnya Deci Ryan, 1991. Kasser dan Ryan 1996 juga menemukan bahwa relatedness berhubungan dengan meningkatnya kesejahteraan seseorang. Individu yang terjalin dalam interaksi sosial dan merasa puas akan hubungannya dengan orang lain cenderung hidup lebih lama dan memiliki kesehatan mental dan fisik yang lebih baik Reis, Sheldon, Gable, Roscoe, Ryan, 2000. Sebaliknya, kesepian yang diakibatkan oleh kurangnya interaksi individu dengan orang lain juga secara konsisten behubungan negatif dengan kepuasan hidup seseorang Lee Ishii-Kuntz, dalam Ryan Deci, 2001. Relatedness dapat terwujud dalam berbagai bentuk, seperti di dalam hubungan pertemanan, keluarga, atau lingkup sosial yang lebih luas Kasser Ryan, 1999; Furrer Skinner, 2003; Kagitcibasi, 2005. i. Generativity Generativity merupakan suatu tahapan normatif yang diungkapkan oleh Erikson, yang mana umumnya lebih sering dicapai pada masa dewasa madya Papalia dkk., 2007. Individu yang mencapai tahapan generativity akan mengembangkan sebuah minat untuk memandu dan memberi pengaruh pada generasi selanjutnya. Lawan dari generativity adalah stagnation. Individu yang tidak menemukan sarana untuk melakukan generativity akan menjadi self-absorbed atau stagnan. Nilai utama dari tahapan generativity adalah care. Individu akan memiliki komitmen yang semakin tinggi untuk menjaga orang-orang, produk-produk, dan ide-ide, serta memandu generasi selanjutnya untuk melihat potensi diri mereka di masa depan. Berbagai peneliti menemukan bahwa individu dewasa madya cenderung memiliki tingkat generativity yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu dewasa awal dan akhir. Selain itu, dari hasil penelitian tersebut juga ditemukan bahwa wanita cenderung memiliki generativity yang lebih tinggi dibandingkan pria Papalia dkk., 2007. Generativity dapat muncul pada dewasa madya karena adanya keinginan akan imortalitas, keinginan untuk merasa diperlukan, dan juga digabungkan dengan permintaan eksternal untuk memberikan perhatian kepada generasi selanjutnya. Ketika seseorang telah mencapai tahapan generativity, maka akan muncul perasaan dalam diri individu bahwa ia telah melakukan kontribusi yang bermanfaat bagi lingkungannya, sehingga pada akhirnya dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis individu Papalia dkk., 2007. Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang, yakni faktor demografis usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi, dan budaya, faktor kepribadian, status marital, orientasi religius, multiple roles, relatedness, dan generativity.

B. GRANDPARENTING STYLE 1. Grandparenting

Sekarang ini, gambaran stereotipe mengenai kakek nenek telah berubah yang mana dulunya orang-orang cenderung berasumsi bahwa seorang kakek nenek merupakan individu yang lemah, namun kini gambaran mengenai kakek nenek telah menjadi lebih muda, aktif, energetik, penuh dengan ide, sehat, dan penuh antusiasme Troll, dalam Craig, 1996; DeGenova, 2008. Selain itu, rentang usia dalam memperoleh peran kakek nenek pun telah meluas dikarenakan kemajuan dalam bidang teknologi dan nutrisi Szinovacz, dalam DeGenova, 2008. Conner dalam Sigelmen Rider, 2003 menyatakan bahwa rata-rata usia seseorang memperoleh peran kakek nenek yaitu pada usia 47. Dengan demikian, seseorang akan memperoleh peran kakek nenek pada masa dewasa madya Botwinick, dalam Lemme, 1995. Pentingnya peran kakek nenek telah menjadi perhatian yang meningkat sekarang ini. Berbagai ilmuwan sosial menganggap kakek nenek sebagai pusat dari dinamika keluarga dan sumberdaya dalam suatu keluarga Ingersoll- Dayton Neal, dalam DeGenova, 2008. Ketika seseorang telah menjadi kakek nenek maka hal tersebut merepresentasikan adanya perolehan akan peran baru. Pada umumnya, pengalaman ini dianggap sebagai pengalaman yang menyenangkan untuk sebagian orang Somary Stricker; Szinovacz, dalam Cavanaugh, 2006. Hal ini dikarenakan berbagai manfaat yang dapat diperoleh kakek nenek dari peran tersebut, antara lain seperti keterlibatan dalam kehidupan dan aktivitas anak dan cucu, menyediakan dukungan extended family, menjadi seorang kakek nenek yang lebih baik dibandingkan ketika menjadi orangtua, dan memberi kesinambungan nilai yang dianut keluarga pada generasi selanjutnya Mader, 2007. Peran kakek nenek juga dapat memberikan rasa bangga pada diri mereka ketika cucu berhasil meraih suatu pencapaian Albrecht; Kahana Kahana, dalam Pruchno Johnson, 1996. Mayoritas dari kakek nenek menemukan peran mereka sangat menyenangkan Peterson, dalam Sigelmen Rider, 2003. Meskipun begitu, terdapat perbedaan gender pada tingkat kepuasan yang dialami seseorang dalam menjalankan peran kakek nenek. Thomas dalam Hoyer, Rybash, Roodie, 1999 menemukan bahwa seorang nenek akan memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi akan peran mereka dibandingkan seorang kakek. Selain itu, seorang nenek pun akan lebih cenderung untuk menganggap grandparenting sebagai kesempatan kedua untuk mengasuh dibandingkan dengan seorang kakek, sehingga nenek akan cenderung lebih bersedia untuk menjaga dan merawat cucu, serta mentransmisikan nilai-nilai, tradisi, dan sejarah keluarga kepada sang cucu dibandingkan dengan seorang kakek. Troll dalam Hoyer dkk., 1999 menyatakan bahwa seorang kakek cenderung berperan sebagai kepala keluarga, sedangkan seorang nenek cenderung berperan sebagai pengasuh keturunan Cohler Grunebaum, dalam Hoyer dkk., 1999. Peran dalam pengasuhan cucu dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang. Hal ini dapat disebabkan oleh cucu yang berperan sebagi sumber emosional positif yang penting bagi kakek nenek, seperti kesenangan yang dialami ketika menghabiskan waktu bersama cucu Bass Caro; Brandon; Treoir; Silverstein dkk., dalam Arpino Bordone, 2014. Selain itu, kemungkinan gejala stress juga dapat meningkat pada kakek nenek yang memiliki berbagai beban dan tanggung jawab dalam mengasuh cucu Franklin, 1999; Szinovacz, DeViney, Atkinson, 1999. Namun, Giarusso, Feng, Wang, dan Silverstein 1996 menemukan bahwa kakek nenek yang bersedia menerima beban dan tanggung jawab yang besar dalam mengasuh cucu dapat saja meningkatkan kesejahteraan psikologis. Hal ini dikarenakan hal tersebut dapat meningkatkan tujuan hidup kakek nenek sehingga membuat hidup mereka menjadi lebih bermakna Giarusso dkk., 1996; Statham, 2011. Beberapa makna hidup yang dapat diperoleh pada kakek nenek yang mengasuh cucu Neugarten Weinstein, dalam Santrock, 2009, yaitu