Berdasarkan hasil survei pendahuluan tersebut, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul “Perilaku Masyarakat Tentang Buang Air Besar Sembarangan Pada Desa yang Diberi dan Tidak Diberi Intervensi
Gerakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat di Kecamatan Gumay Talang Kabupaten Lahat Provinsi Sumatera Selatan tahun 2009”.
1.2. Perumusan Masalah
Dengan demikian permasalahan yang muncul adalah belum diketahuinya perilaku masyarakat tentang buang air besar sembarangan pada desa yang diberi dan
tidak diberi intervensi gerakan sanitasi total berbasis masyarakat di Kecamatan Gumai Talang Kabupaten Lahat Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui perilaku masyarakat tentang buang air besar sembarangan
pada desa yang diberi dan tidak diberi intervensi dengan gerakan STBM di desa Ngalam Baru dan desa Muara Tandi Kecamatan Gumai Talang Kabupaten Lahat
Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengetahuan masyarakat tentang buang air besar
sembarangan pada desa yang diberi dan tidak diberi intervensi gerakan STBM.
Universitas Sumatera Utara
2. Untuk mengetahui sikap masyarakat tentang buang air besar sembarangan
pada desa yang diberi dan tidak diberi intervensi gerakan STBM. 3.
Untuk mengetahui tindakan masyarakat tentang buang air besar sembarangan pada desa yang diberi dan tidak diberi intervensi gerakan STBM.
4. Untuk mengetahui perbedaan pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat
tentang buang air besar sembarangan pada desa yang diberi dan tidak diberi intervensi gerakan STBM.
1.4. Manfaat penelitian
1. Sebagai masukan pemerintah setempat dalam rangka menjalankan gerakan
Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat STBM. 2.
Sebagai bahan masukan bagi petugas sanitasi puskesmas dalam rangka peningkatan pemicuan kesehatan lingkungan.
3. Sebagai proses belajar bagi penulis dalam upaya mengimplementasikan
berbagai teori yang diperoleh di bangku kuliah selama proses belajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara USU Medan.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat STBM
Sanitasi total berbasis masyarakat dilatar belakangi adanya kegagalan dalam program pembangunan sanitasi pedesaan. Dari beberapa studi evaluasi terhadap
beberapa program pembangunan sanitasi pedesaan didapatkan hasil bahwa banyak sarana yang dibangun tidak digunakan dan dipelihara oleh masyarakat. Banyak
faktor penyebab mengenai kegagalan tersebut, salah satu diantaranya adalah tidak adanya demand atau kebutuhan yang muncul ketika program dilaksanakan.
STBM adalah sebuah pendekatan dalam pembangunan sanitasi pedesaan. Pendekatan ini berawal di beberapa komunitas di Bangladesh dan saat ini sudah
diadopsi secara massal di negara tersebut. Bahkan India, di satu negara bagiannya yaitu Provinsi Maharasthra telah mengadopsi pendekatan STBM ke dalam program
pemerintah secara massal yang disebut dengan program Total Sanitation Campaign TSC. Beberapa negara lain seperti Cambodja, Afrika, Nepal, dan Mongolia telah
menerapkan dalam porsi yang lebih kecil.
2.1.1. Sejarah STBM
STBM merupakan adopsi dari keberhasilan pembangunan sanitasi total dengan menerapkan model CLTS. Pendekatan CLTS sendiri diperkenalkan oleh
Kamal Kar dari India pada tahun 2004. Di tahun yang sama, Pemerintah Indonesia melakukan studi banding ke India dan Bangladesh. Penerapannya dimulai
pertengahan tahun 2005, ketika pemerintah meluncurkan penggunaan metode ini di 6
Universitas Sumatera Utara
desa yang terletak di 6 provinsi. Pada Juni 2006, Departemen Kesehatan mendeklarasikan pendekatan CLTS sebagai strategi nasional untuk program sanitasi.
Pada september 2006, program WSLIC memutuskan untuk menerapkan pendekatan CLTS sebagai pengganti pendekatan dana bergulir di seluruh lokasi
program 36 kabupaten. Pada saat yang sama, beberapa LSM mulai mengadopsi pendekatan ini. Mulai Januari sampai Mei 2007, Pemerintah Indonesia bekerja sama
dengan Bank Dunia merancang proyek PAMSIMAS di 115 kabupaten. Program ini mengadopsi pendekatan CLTS dalam rancangannya Percik, Desember 2008.
Bulan Juli 2007 menjadi periode yang sangat penting bagi perkembangan CLTS di Indonesia, karena pemerintah bekerja sama dengan Bank Dunia mulai
mengimplementasikan sebuah proyek yang mengadopsi pendekatan sanitasi total bernama Total Sanitation and Sanitation Marketing TSSM atau Sanitasi Total dan
pemasaran sanitasi SToPS, dan pada tahun 2008 diluncurkannya sanitasi total berbasis masyarakat STBM sebagai strategi nasional Kepmenkes RI No.
852MENKESSKIX2008. STBM yang tertuang dalam kepmenkes tersebut menekankan pada perubahan
prilaku masyarakat untuk membangunan sarana sanitasi dasar dengan melalui upaya sanitasi meliputi tidak BAB sembarangan, mencuci tangan pakai sabun, mengelola
air minum dan makanan yang aman, mengelola sampah dengan benar mengelola limbah air rumah tangga dengan aman.
Ciri utama dari pendekatan ini adalah tidak adanya subsidi terhadap infrastruktur jamban keluarga, dan tidak menetapkan jamban yang nantinya akan
dibangun oleh masyarakat. Pada dasarnya program STBM ini adalah
Universitas Sumatera Utara
“pemberdayaan” dan “tidak membicarakan masalah subsidi”. Artinya, masyarakat yang dijadikan “guru” dengan tidak memberikan subsidi sama sekali.
2.1.2. Prinsip-prinsip STBM
Sanitasi total berbasis masyarakat STBM dalam pelaksanaanya program ini mempunyai beberapa prinsip utama, yaitu :
1. Tidak adanya subsidi yang diberikan kepada masyarakat, tidak terkecuali
untuk kelompok miskin untuk penyediaan fasilitas sanitasi dasar. 2.
Meningkatkan ketersediaan sarana sanitasi yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat sasaran.
3. Menciptakan prilaku masyarakat yang higienis dan saniter untuk mendukung
terciptanya sanitasi total. 4.
Masyarakat sebagai pemimpin dan seluruh masyarakat terlibat dalam analisa permasalahan, perencanaan, pelaksanaan serta pemanfaatan dan
pemeliharaan. 5.
Melibatkan masyarakat dalam kegiatan pemantauan dan evaluasi.
2.1.3. Tingkatan Partisipasi Dalam STBM
Masyarakat sasaran dalam STBM tidak dipaksa untuk menerapkan kegiatan program tersebut, akan tetapi program ini berupaya meningkatakan partisipasi
masyarakat dalam kegiatannya. Tingkat partisipasi masyarakat sangat berbeda, dimulai tingkat partisipasi yang terendah sampai tertinggi :
1. Masyarakat hanya menerima informasi; keterlibatan masyarakat hanya
sampai diberi informasi misalnya melalui pengumuman dan bagaimana informasi itu diberikan ditentukan oleh si pemberi informasi pihak tertentu.
Universitas Sumatera Utara
2. Masyarakat mulai diajak untuk berunding; Pada level ini sudah ada
komunikasi 2 arah, dimana masyarakat mulai diajak untuk diskusi atau berunding. Dalam tahap ini meskipun sudah dilibatkan dalam suatu
perundingan, pembuat keputusan adalah orang luar atau orang-orang tertentu. 3.
Membuat keputusan secara bersama-sama antara masyarakat dan pihak
luar, pada tahap ini masyarakat telah diajak untuk membuat keputusan secara bersama-sama untuk kegiatan yang dilaksanakan.
4. Masyarakat mulai mendapatkan wewenang atas kontrol sumber daya dan
keputusan, pada tahap ini masyarakat tidak hanya membuat keputusan, akan tetapi telah ikut dalam kegiatan kontrol pelaksanaan program.
Dari ke empat tingkatan partisipasi tersebut, yang diperlukan dalam STBM adalah tingkat partisipasi tertinggi dimana masyarakat tidak hanya diberi informasi,
tidak hanya diajak berunding tetapi sudah terlibat dalam proses pembuatan keputusan dan bahkan sudah mendapatkan wewenang atas kontrol sumber daya masyarakat itu
sendiri serta terhadap keputusan yang mereka buat. Dalam prinsip STBM telah disebutkan bahwa keputusan bersama dan action bersama dari masyarakat itu sendiri
merupakan kunci utama Depkes RI, 2008.
2.1.4. Metode STBM
Implementasi STBM di masyarakat pada intinya adalah pemicuan setelah sebelumnya dilakukan analisa partisipatif oleh masyarakat itu sendiri. Untuk
memfasilitasi masyarakat dalam menganalisa kondisinya, ada beberapa metode yang dapat diterapkan dalam kegiatan STBM, seperti :
Universitas Sumatera Utara
1. Pemetaan
Bertujuan untuk mengetahui melihat peta wilayah BAB masyarakat serta sebagai alat monitoring pasca triggering, setelah ada mobilisasi masyarakat.
Alat yang diperlukan : -
Tanah lapang atau halaman. -
Bubuk putih untuk membuat batas desa. -
Potongan-potongan kertas untuk menggambarkan rumah penduduk. -
Bubuk kuning untuk menggambarkan kotoran. -
Kapur tulis berwarna untuk garis akses penduduk terhadap sarana sanitasi.
Proses yang dilakukan : -
Mengajak masyarakaat untuk membuat outline desa dusun kampung, seperti batas desa dusun kampung, jalan, sungai dan lain-lain.
- Siapkan potongan kertas dan minta masyarakat untuk mengambilnya,
menuliskan nama kepala keluarga masing-masing dan menempatkannya sebagai rumah, kemudian peserta berdiri di atas
kertas tersebut. -
Minta mereka untuk menyebutkan tempat BABnya masing-masing. Jika seseorang BAB di luar rumahnya baik itu di tempat terbuka
maupun numpang di tetangga, tunjukkan tempatnya dan tandai dengan bubuk kuning. Beri tanda dari masing-masing KK ke tempat
BABnya.
Universitas Sumatera Utara
- Tanyakan dimana tempat melakukan BAB dalam kondisi darurat
seperti pada malam hari, saat hujan atau saat sakit perut. 2.
Transect Walk Bertujuan untuk melihat dan mengetahui tempat yang paling sering dijadikan
tempat BAB. Dengan mengajak masyarakat berjalan dan berdiskusi di tempat tersebut, diharapkan masyarakat akan merasa jijik dan bagi orang yang biasa
BAB di tempat tersebut diharapkan akan terpicu rasa malunya. Proses yang dilakukan :
- Mengajak masyarakat untuk mengunjungi lokasi yaang sering
dijadikan tempat BAB didasarkan pada hasil pemetaan. -
Lakukan analisa patisipatif di tempat tersebut. -
Menanyakan siapa saja yang sering BAB di tempat tersebut atau siapa yang BAB di tempat tersebut pada hari itu.
- Menanyakan kepada masyarakat, apakah mereka senang dengan
keadaan seperti itu. 3.
Alur Kontaminasi Oral Fecal Bertujuan untuk mengajak masyarakat untuk melihat bagaimana kotoran
manusia dapat dimakan oleh manusia yang lainnya. Alat yang diperlukan :
- Gambar tinja dan gambar mulut
- Potongan-potongan kertas
- Spidol
Proses yang dilakukan :
Universitas Sumatera Utara
- Menanyakan kepada masyarakat apakah mereka yaakin bahwa tinja
bisa masuk ke dalam mulut? -
Menanyakan bagaimana tinja bisa ”dimakan oleh manusia?” Melalui apa saja? Minta masyarakat untuk menggambarkan atau menuliskan
hal-hal yang menjadi perantara tinja sampai ke mulut. 4.
Simulasi air yang telah terkontaminasi Bertujuan untuk mengetahui sejauh mana persepsi masyarakat terhadapa air
yang biasa mereka gunakan sehari-hari. Alat yang diperlukan :
- Ember yang diisi air air mentahsungai atau air masak air minum
- Polutan air tinja
Proses yang dilakukan : -
Ambil satu ember air sungai dan minta salah seorang untuk menggunakan air tersebut untuk cuci muka, kumur-kumur dan
lainnya. -
Bubuhkan sedikit tinja ke dalam ember yang sama, kenudia minta salah seorang peserta untuk melakukan hal yang sama sebelum ember
tersebut diberikan tinja. -
Tunggu reaksinya. Jika peserta menolak melakukannya, tanyakan alasannya? Apa bedanya dengan kebiasaan masayarakat yang suda
terjadi selama ini. Apa yang akan dilakukan kemudian hari? 5.
Diskusi Kelompok FGD
Universitas Sumatera Utara
Bersama-sama dengan masyarakat melihat kondisi yang ada dan menganalisanya sehingga diharapkan dengan sendirinya masyarakat dapat
merumuskan apa yang sebaiknya dilakukan atau tidak dilakukan. Pembahasannya meliputi:
a. FGD untuk memicu rasa maluu dan hal-hal yang bersifat pribadi
- Menanyakan berapa banyak perempuan yang biasa melakukan BAB di
tempat terbuka dan alasan mengapa mereka melakukannya.
- Menanyakan bagaimana perasaan mereka jika BAB di tempat terbuka
dapat dilihat oleh orang lain.
- Tanyakan bagaimana perasaan para laki-laki, ketika istri, anaknya atau
ibunya BAB di tempat terbuka dan dilihat oleh orang lain. b.
FGD untuk memicu rasa jijik dan takut sakit
- Mengajak masyarakat untuk menghitung kembali jumlah tinja di
kampungnya dan kemana perginya tinja tersebut.
- Mengajak untuk melihat kembali peta, dan kemudian taanyakan rumah
mana saja pernah terkena diare, dan berapa biaya yang dikeluarkan untuk berobat, menanyakan apakah ada anggota keluarga yang meninggal
karena diare? c.
FGD untuk memicu hal-hal yang berkaitan dengan keagamaan
- Lakukan dengan mengutip hadits atau pendapat alim ulama yaang relevan
dengan larangan atau dampak buruk dari melakukan BAB sembarangan. d.
FGD menyangkut kemiskinan
Universitas Sumatera Utara
FGD ini biasanya berlangsung ketika masyaarakat ssudah terpicu dan ingin berubah, namun terhambat dengan tidak adanya uang untuk membangun
jamban. -
Apabila masyarakat mengatakan bahwa membangun jamban itu perlu dana besar, maka harus diberikan solusi dengan memberikan alternatif
dengan menawarkan bentuk jamban yang paling sederhana. Metode yang dilakukan ini bertujuan untuk memicu masyarakat untuk
memperbaiki sarana sanitasi, dengan adanya pemicuan ini target utama dapat tercapai yaitu: merubah perilaku sanitasi dari masyarakat yang masih melakukan
kebiasaan BAB di sembarang tempat. Faktor-faktor yang harus dipicu beserta metode yang digunakan dalam kegiatan STBM untuk menumbuhkan perubahan
perilaku sanitasi dalam suatu komunitas Depke RI, 2008.
Tabel 2.1. Faktor-Faktor Yang Harus Dipicu dan Metode Yang Digunakan Dalam Kegiatan STBM
Hal – hal yang harus dipicu
Alat yang digunakan
Rasa jijik
Transect walk
Demo air yang mengandung tinja, untuk digunakan cuci muka, kumur-kumur, sikat gigi,
cuci piring, cuci pakaian, cuci makanan beras, wudlu, dll
Rasa malu
Transect walk meng-explore pelaku open defecation
FGD terutama untuk perempuan
Takut sakit FGD
Perhitungan jumlah tinja
Pemetaan rumah warga yang terkena diare dengan
didukung data puskesmas
Alur kontaminasi Aspek agama
Mengutip hadits atau pendapat-pendapat para ahli agama yang relevan dengan perilaku manusia yang dilarang
karena merugikan manusia itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
Privacy FGD terutama dengan perempuan
Kemiskinan Membandingkan kondisi
di desadusun yang bersangkutan dengan masyarakat “termiskin” seperti di Bangladesh atau
India.
2.1.5. Tangga Sanitasi Sanitation Ladder
Gerakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat tidak meminta atau menyuruh masyarakat untuk membuat sarana sanitasi tetapi hanya mengubah perilaku sanitasi
mereka. Namun pada tahap selanjutnya ketika masyarakat sudah mau merubah kebiasaan BAB nya, sarana sanitasi menjadi suatu hal yang tidak terpisahkan dari
kegiatan sehari-hari. Sanitation Ladder atau tangga sanitasi merupakan tahap perkembangan
sarana sanitasi yang digunakan masyarakat, dari sarana yang sangat sederhana sampai sarana sanitasi yang sangat layak dilihat dari aspek kesehatan, keamanan dan
kenyamanan bagi penggunanya. Seringkali pemikiran masyarakat akan sarana sanitasi adalah sebuah
bangunan yang kokoh, permanen, dan membutuhkan biaya yang besar untuk membuatnya. Pemikiran ini sedikit banyak menghambat kemauan masyarakat untuk
membangun jamban, karena alasan ekonomi dan lainnya sehingga kebiasaan masyarakat untuk buang air besar pada tempat yang tidak seharusnya tetap berlanjut.
Pada prinsipnya sebuah sarana sanitasi terbagi menjadi tiga kelompok berdasarkan letak konstruksi dan kegunaannya. Pertama adalah bangunan bawah
tanah yang berfungsi sebagai tempat pembuangan tinja. Fungsi bangunan bawah tanah adalah untuk melokalisir tinja dan mengubahnya menjadi lumpur stabil. Kedua
adalah bangunan di permukaan tanah landasan. Bangunan di permukaan ini erat
Universitas Sumatera Utara
kaitannya dengan keamanan saat orang tersebut membuang hajat.. Ketiga adalah bangunan dinding. Bangunan atau dinding penghalang erat kaitannya dengan faktor
kenyamanan, psikologis dan estetika. Dari lima kegiatan program STBM yang diperkenalkan, kegiatan untuk
penghentian kegiatan BAB di tempat terbuka merupakan pintu masuk pengenalan konsep sanitasi total kepada masyarakat. Buang air besar sembarangan merupakan
prilaku yang masih sering dilakukan masyarakat pedesaan. Kebiasaan ini disebabkan tidak tersedianya sarana sanitasi berupa jamban. Penyediaan sarana pembuangan
kotoran manusia atau tinja jamban adalah bagian dari usaha sanitasi yang cukup penting peranannya, khususnya dalam usaha pencegahan penularan penyakit saluran
pencernaan. Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan, maka pembuangan kotoran yang tidak saniter akan dapat mencemari lingkungan, terutama dalam mencemari
tanah dan sumber air Suparmin, 2002.
2.2. Pengertian Jamban Keluarga
Jamban keluarga adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan mengumpulkan kotoran sehingga kotoran tersebut tersimpan dalam suatu tempat
tertentu dan tidak menjadi penyebab suatu penyakit serta tidak mengotori permukaan Kusnoputranto, 1997.
Sementara itu menurut Josep Soemardi 1999 pengertian jamban adalah pengumpulan kotoran manusia disuatu tempat sehingga tidak menyebabkan bibit
penyakit yang ada pada kotoran manusia dan mengganggu estetika.
Universitas Sumatera Utara
Jamban keluarga sangat berguna bagi manusia dan merupakan bagian dari kehidupan manusia, karena jamban dapat mencegah berkembangnya berbagai
penyakit saluran pencernaan yang disebabkan oleh kotoran manusia yang itdak dikelola dengan baik.
Ditinjau dari kesehatan lingkungan membuang kotoran ke sembarang tempat menyebabkan pencemaran tanah, air dan udara yang menimbulkan bau. Dalam
peningkatan sanitasi jamban, kita harus mengetahui persyaratan pembuangan tinja. Adapun bagian-bagian dari sanitasi pembuangan tinja adalah sebagai berikut
Kumoro, 1998
1. Rumah Kakus
Rumah kakus mempunyai fungsi untuk tempat berlindung pemakainya dari pengaruh sekitarnya aman. Baik ditinjau dari segi kenyamanan maupun
estetika. Konstruksinya disesuaikan dengan keadaan tingkat ekonomi rumah tangga.
2. Lantai Kakus
Berfungsi sebagai sarana penahan atau tempat pemakai yang sifatnya harus baik, kuat dan mudah dibersihkan serta tidak menyerap air. Konstruksinya
juga disesuaikan dengan bentuk rumah kakus.
3. Tempat Duduk Kakus
Melihat fungsi tempat duduk kakus merupakan tempat penampungan tinja yang kuat dan mudah dibersihkan juga bisa mengisolir rumah kakus jaddi
tempat pembuangan tinja, serta berbentuk leher angsa atau memakai tutup yang mudah diangkat Simanjuntak P, 1999
Universitas Sumatera Utara
4. Kecukupan Air Bersih
Untuk menjaga keindahan jamban dari pandangan estetika, jamban hendaklah disiram minimal 4-5 gaayung sampai kotoran tidak mengapung di lubang
jamban atau closet.Tujuan menghindari penyebaran bau tinja dan menjaga kondisi jamban tetap bersih selain itu kotoran tidak dihinggapi serangga
sehingga mencegah penyakit menular.
5. Tersedia Alat Pembersih
Alat pembersih adalah bahan yang ada di rumah kakuss didekat jamban. Jenis alat pembersih ini yaitu sikat, bros, sapu, tissu dan lainnya. Tujuan alat
pembersih ini agar jamban tetap bersih setelah jamban disiram air. Pembersihan dilakukan minimal 2-3 hari sekali meliputi kebersihan lantai
agar tidak berlumut dan licin.
6. Tempat Penampungan Tinja
Adalah rangkaian dari sarana pembuangan tinja yang fungsinya sebagai tempat mengumpulkan kotorantinja. Konstruksinya dapat berbentuk
sederhan berupa lobang tanah saja.
7. Saluran Peresapan
Adalah sarana terakhir dari suatu sistem pembuangan tinja yang lengkap untuk mengalirkan dan meresapkan cairan yang bercampur kotorantinja.
2.2.1. Jenis Jamban Keluarga
Jamban keluarga yang didirikan mempunyai beberapa pilihan. Pilihan yang terbaik ialah jamban yang tidak menimbulkan bau, dan memiliki kebutuhan air yang
Universitas Sumatera Utara
tercukupi dan berada di dalam rumah. Jambankakus dapat dibedakan atas beberapa macam Azwar,1990 :
1. Jamban cubluk Pit Privy adalah jamban yang tempat penampungan tinjanya
dibangun dibawah tempat injakan atau dibawah bangunan jamban. Fungsi dari lubang adalah mengisolasi tinja sedemikian rupa sehingga tidak
dimungkinkan penyebaran dari bakteri secara langsung ke pejamu yang baru. Jenis jamban ini, kotoran langsung masuk ke jamban dan tidak terlalu dalam
karena akan menotori air tanah, kedalamannya sekitar 1,5-3 meter Mashuri, 1994.
2. Jamban Empang Overhung Latrine
Adalah jamban yang dibangun diatas empang, sungai ataupun rawa. Jamban model ini ada yang kotorannya tersebar begitu saja, yang biasanya dipakai
untuk makanan ikan, ayam. 3.
Jamban Kimia Chemical Toilet Jamban model ini biasanya dibangun pada tempat-tempat rekreasi, pada
transportasi seperti kereta api dan pesawat terbang dan lain-lain. Disini tinja disenfeksi dengan zat-zat kimia seperti caustic soda dan pembersihnya
dipakai kertas tissue toilet paper. Jamban kimia ada dua macam, yaitu :
a. Tipe lemari commode type
b. Tipe tangki tank type
Jamban kimia sifatnya sementara, karena kotoran yang telah terkumpul perlu di buang lagi.
Universitas Sumatera Utara
4. Jamban Leher Angsa Angsa Trine
Jamban leher angsa adalah jamban leher lubaang closet berbentuk lengkungan, dengan demikian akan terisi air gunanya sebagai sumbat
sehingga dapat mencegah bau busuk serta masuknya binatang-binatang kecil. Jamban model ini adalah model yang terbaik yang dianjurkan dalam
kesehatan lingkungan Warsito, 1996.
2.2.2. Syarat Jamban Sehat
Jamban keluarga sehat adalah jamban yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : Depkes RI, 2004.
1. Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung berjarak 10-15
meter dari sumber air minum. 2.
Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus. 3.
Cukup luas dan landaimiring ke arah lubang jongkok sehingga tidak mencemari tanah di sekitarnya.
4. Mudah dibersihkan dan aman penggunannya.
5. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna.
6. Cukup penerangan
7. Lantai kedap air
8. Ventilasi cukup baik
9. Tersedia air dan alat pembersih.
2.2.3. Manfaat dan Fungsi Jamban Keluarga
Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban yang baik dan memenuhi syarat kesehatan akan menjamin beberapa hal, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Melindungi kesehatan masyarkat dari penyakit
2. Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan saran yang aman
3. Bukan tempat berkembangnya serangga sebagai vektor penyakit
4. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan lingkungan
2.2.4. Pemeliharaan Jamban
Jamban hendaknya selalu dijaga dan dipelihara dengan baik. Adapun cara pemeliharaan yang baik menurut Depkes RI 2004 adalah sebagai berikut:
1. Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering
2. Di sekeliling jamban tidak ada genangan air
3. Tidak ada sampah berserakanan
4. Rumah jamban dalam keadaan baik
5. Lantai selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat
6. Lalat, tikus dan kecoa tidak ada
7. Tersedia alat pembersih
8. Bila ada yang rusak segera diperbaiki
Selain itu ditambahkan juga pemeliharaan jamban keluarga dapt dilakukan dengan : 1.
air selalu tersedia dalam bak atau dalam ember 2.
sehabis digunakan, lantai dan lubang jongkok harus disiram bersiih agar tidak bau dan mengundang lalat.
3. lantai jamban diusahakan selalu bersih dan tidak licin, sehingga tidak
membahayakan pemakai. 4.
tidak memasukkan bahan kimia dan detergen pada lubang jamban. 5.
tidak ada aliran masuk kedalam lubang jamban selain untuk membilas tinja
Universitas Sumatera Utara
2.3. Transmisi penyakit dari tinja
Penyakit menular seperti polio, kholera, hepatitis A dan lainnya merupakan penyakit yang disebabkan tidak tersedianya sanitasi dasar seperti penyediaan jamban.
Bakteri E.Coli dijadikan sebagai indikator tercemarnya air, dan seperti kita ketahui bahwa bakteri ini hidup dalam saluran pencernaan manusia.
Proses pemindahan kuman penyakit dari tinja yang dikeluarkan manusia sebagai pusat infeksi sampai inang baru dapat melalui berbagai perantara, antara lain
air , tangan, seranggaa, tanah, makanan, susu serta sayuran. Menurut Anderson dan arnstein dalam Wagner Lanoix, 1958 dalam buku M. Soeparman dan suparmin
2002, terjadinya proses penularan penyakit diperlukan faktor sebagai berikut : 1.
kuman penyebab penyakit; 2.
sumber infeksi reservoir dari kuman penyebab; 3.
cara keluar dari sumber; 4.
cara berpindah dari sumber ke inang host baru yang potensial; 5.
cara masuk ke inang yang baru; 6.
inang yang peka susceptible
Gambar 2.1 Transmisi penyakit melalui tinja
Tinja sumber
infeksi
Air
Serangga Tikus
Tangan Inang
baru
Makanan, susu,
sayuran
Cacat Mati
Sakit
Universitas Sumatera Utara
Sumber : H.M. Soeparman Suparmin, 2002 Dari gambar tersebut dapat dipahami bahwa sumber terjadinya penyakit
adalah tinja. Dengan demikian untuk memutus terjadinya penularan penyakit dapat dilaksanakan dengan memperbaiki sanitasi lingkungan. Tersedianya jamban
merupakan usaha untuk memperbaiki sanitasi dasar dan dapat memutus rantai
penularan penyakit. Gambar 2.2
Pemutusan Transmisi penyakit melalui tinja
Sumber : H.M. Soeparman Suparmin, 2002
2.4. Perilaku 2.4.1. Pengetahuan