Dimensi Praktek Agama Dimensi-dimensi Keberagamaan Pekerja

2. Dimensi Praktek Agama

Berbeda dengan keyakinan agama, dimensi praktek agama responden lebih beragam lagi. Penulis pun membedakan dimensi ini dengan dimensi- dimensi yang lain. Penulis memberikan sepuluh petanyaan tentang dimensi yang satu ini karena penulis berpikir dimensi ini merupakan yang paling menonjol dibandingkan dengan dimensi-dimensi yang lain. Dalam mengerjakan shalat lima waktu, 18 orang 90 selalu mengerjakannya dan 2 orang 10 sering. Perhatikan tabel berikut ini: Tabel 6 Praktek Shalat Lima Waktu No. Alternatif Jawaban Frekwensi Persentase A Selalu 18 90 B Sering 2 10 C Kadang-kadang - - D Tidak Pernah - - Jumlah 20 100 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa di tengah-tengah kesibukan mereka bekerja, mayoritas responden masih bisa mempertahankan kerutinan dalam mengerjakan shalat lima waktu. Untuk ibadah yang terbilang paling wajib ini seolah tidak ada alasan bagi mereka untuk meninggalkannya. Sebagaimana penuturan responden berikut ini: “Ya. Saya selalu ngerjain shalat lima waktu. Kan wajib. Karena sholat itu tiang agama, dan untuk menegakkan agama maka kita harus mendirikan shalat.” 49 Dengan alasan bahwa shalat itu tiang agama, mengharuskan responden untuk tidak meninggalkannya. Sungguh sebuah komitmen yang sangat kuat 49 Wawancara Pribadi dengan Taufik Dwinanto, Asisten Unit Pemasaran Bisnis BNI Syariah, Jakarta, 12 Maret 2007. sekali bagi sebagian orang. Hanya saja ada beberapa responden yang mengaku jarang mengerjakan shalat. Seperti responden berikut ini: “Saya mengerjakan shalat lima waktu kalo nggak ada halangan menstruasi—pen..” 50 Bagi perempuan, menstruasi memang merupakan halangan biologis yang tidak bisa dipungkiri, disamping halangan-halangan lain seperti sakit. Maka wajar saja bila intensitas ibadah mereka tidak terlalu rutin. Artinya, ada waktu-waktu tertentu di mana mereka tidak bisa melakukan kewajiban agama karena memang pada saat itu tidak diperbolehkan atau tidak memungkinkan untuk melakukan aktivitas yang berhubungan dengan agama. Ketika ditanya perihal mengerjakan shalat secara berjamaah, 10 orang 50 selalu mengerjakannya, 6 orang 30 sering, dan 2 orang 10 kadang-kadang. Perhatikan tabel berikut ini: Tabel 7 Praktek Shalat Berjamaah No. Alternatif Jawaban Frekwensi Persentase A Selalu - - B Sering 11 55 C Kadang-kadang 9 45 D Tidak Pernah - - Jumlah 20 100 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kecenderungan responden untuk mengerjakan shalat berjamaah tidak terlalu tinggi. Artinya, tidak ada satu pun responden yang benar-benar rutin mengerjakan shalat secara berjamaah. Alasan yang logis memang tidak selamanya ketika mengerjakan shalat ada orang lain yang sedang mengerjakan juga pada tempat yang sama. Seperti penuturan responden berikut ini: 50 Wawancara Pribadi dengan Retno, Staf BNI Syariah, Jakarta, 16 Maret 2007. “Tergantung ya. Kalau memang sedang tidak sendiri, saya selalu menyempatkan diri untuk shalat wajib secara berjamaah meskipun hanya berdua ataupun masbuk atau terlambat jamaah. Kan pahalanya lebih besar.” 51 Allah memang memberikan nilai lebih bagi hamba-hamba-Nya yang mengerjakan shalat secara berjamaah. Bahkan ada dalil yang mengatakan bahwa shalat berjamaah hanya berdua saja sudah lebih baik daripada shalat sendiri. Sementara dalam mengerjakan shalat sunah selain shalat wajib, 5 orang 25 selalu mengerjakannya, 10 orang 50 sering, dan 5 orang 25 kadang-kadang. Perhatikan tabel berikut ini: Tabel 8 Praktek Shalat Sunah No. Alternatif Jawaban Frekwensi Persentase A Selalu 5 25 B Sering 10 50 C Kadang-kadang 5 25 D Tidak Pernah - - Jumlah 20 100 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dalam mengerjakan shalat-shalat sunah selain shalat wajib tidak selamanya sejalan dengan pengerjaan shalat wajib itu sendiri. Kerutinan mereka dalam mengerjakan shalat wajib tidak terlalu diimbangi dengan shalat sunah. Mungkin karena tingkat kekuatan hukum shalat sunah yang memang tidak wajib. Bisa dikatakan mereka menganggap shalat sunah sekedar pelengkap shalat wajib saja. Hanya beberapa orang yang selalu mengiringi shalat wajib dengan shalat sunah. Kebanyakan lebih jarang mengerjakannya. Sebagaimana penuturan responden berikut ini: 51 Wawancara Pribadi dengan A. Rivai, Analis Pengelolaan Pengembangan Produk dan Sisdur BNI Syariah, Jakarta, 14 Maret 2007. “Jarang. Kalau lagi mau saja. Kalau lagi nggak mood ya yang wajib saja lah. Yang penting yang wajib nggak ketinggalan.” 52 Dengan alasan psikoligis, responden ini mengerjakan shalat sunah hanya kalau sedang ingin saja. Yang pasti ibadah wajib tetap rutin dikerjakan. Ada juga responden yang kadang-kadang saja melakukannya. Seperti diutarakan responden berikut ini: “Kadang-kadang sih. Sama, kalo lagi sempet aja.” 53 Ini menandakan bahwa dalam mengerjakan shalat sunah masih mempertimbangkan waktu juga. Terkadang memang bagi sebagian orang yang terlalu sibuk kesempatan untuk mengerjakan shalat sunah jarang didapat. Bagi mereka asal sudah mengerjakan yang wajib saja sudah cukup. Begitu juga dengan pengerjaan wirid dan doa, 5 orang 25 selalu mengerjakannya, 10 orang 50 sering, dan 5 orang 25 kadang-kadang. Perhatikan tabel berikut ini: Tabel 9 Praktek Wirid dan Doa No. Alternatif Jawaban Frekwensi Persentase A Selalu 5 25 B Sering 10 50 C Kadang-kadang 5 25 D Tidak Pernah - - Jumlah 20 100 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa wirid dan doa pun tidak selamanya mengiringi shalat. Terbukti hanya beberapa orang saja yang rutin mengiringi shalat dengan wirid dan doa. Lebih banyak dari mereka yang 52 Wawancara Pribadi dengan Retno, Staf BNI Syariah, Jakarta, 16 Maret 2007. 53 Wawancara Pribadi dengan Taufik Dwinanto, Asisten Unit Pemasaran Bisnis BNI Syariah, Jakarta, 12 Maret 2007. jarang melakukannya bahkan kadang-kadang. Simak penuturan responden berikut ini: “Wirid juga saya kadang-kadang. Kalo lagi buru-buru, biasanya saya cuma baca doa aja.” 54 Kebanyakan responden menganggap bahwa wirid terlalu memakan waktu. Makanya, mereka terkadang saja melakukannya. Namun demikian, mereka tetap berdoa setelah shalat. Artinya, setelah shalat mereka tidak benar- benar langsung meninggalkan tempat. Dalam mengerjakan puasa Ramadhan, 16 orang 80 selalu mengerjakannya dan 4 orang 20 sering. Perhatikan tabel berikut ini: Tabel 10 Praktek Puasa Ramadhan No. Alternatif Jawaban Frekwensi Persentase A Selalu 16 80 B Sering 4 20 C Kadang-kadang - - D Tidak Pernah - - Jumlah 20 100 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas responden rutin mengeerjakan pusa Ramadhan. Namun, lagi-lagi beberapa orang jarang melakukan ibadah tahunan ini. Terlebih bagi perempuan yang memiliki halangan khusus. Misalnya responden berikut ini: “Selalu mengerjakannya kalo nggak ada halangan.” 55 Halangan seperti ini bukan berarti menyebabkan responden tidak mengerjakan puasa Ramadhan sebulan penuh. Proses menstruasi yang terjadi pada waktu yang beragam masih memungkinkan bagi responden untuk mengerjakan puasa Ramadhan. Meskipun hanya beberapa hari sebelum atau 54 Ibid. 55 Wawancara Pribadi dengan Retno, Staf BNI Syariah, Jakarta, 16 Maret 2007. sesedah masa menstruasi datang. Sisanya, mereka harus mengganti utang puasa pada waktu lain. Sementara dalam mengerjakan puasa sunah selain Ramadhan, 10 orang 50 selalu mengerjakannya, 6 orang 30 sering, dan 4 orang 20 kadang-kadang. Perhatikan tabel berikut ini: Tabel 11 Praktek Puasa Sunah No. Alternatif Jawaban Frekwensi Persentase A Selalu 10 50 B Sering 6 30 C Kadang-kadang 4 20 D Tidak Pernah - - Jumlah 20 100 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa separuh dari seluruh responden rutin melengkapi puasa wajib dengan puasa-puasa sunah. Mereka beralasan karena sudah menjadi kebiasaan sejak lama. Seperti penuturan responden berikut ini: “Ya. Saya juga rutin mengerjakan puasa sunah senin-kamis. Sudah biasa dari dulu. Selain buat menambah pahala, kan buat melatih kesabaran juga.” 56 Bagi sebagian orang, kebiasaan melakukan puasa memang diakui dapat melatih kesabaran bahkan mengendalikan hawa nafsu. Responden di atas adalah salah satunya. Terlebih bagi pekerja yang dituntut kinerja yang optimal bagi perusahaan tempat mereka bekerja. Namun, ada beberapa responden yang mengaku jarang, bahkan kadang-kadang, bahkan hampir tidak pernah mengerjakan puasa-puasa sunah. Alasan klasik, karena tidak tahan 56 Wawancara Pribadi dengan A. Rivai, Analis Pengelolaan Pengembangan Produk dan Sisdur BNI Syariah, Jakarta, 14 Maret 2007. puasa bukan pada bulan puasa dan bukan puasa wajib. Seperti penuturan responden berikut ini: “Hampir nggak pernah. Suka nggak tahan sih. Soalnya bukan puasa wajib. Masa yang lain nggak puasa saya puasa. Kecuali lagi “bayar utang” saya bela-belain deh.” 57 Dalam menunaikan zakat fitrah, kedua puluh responden 100 selalu menunaikan. Perhatikan tabel berikut ini: Tabel 12 Praktek Zakat Fitrah No. Alternatif Jawaban Frekwensi Persentase A Selalu 20 100 B Sering - - C Kadang-kadang - - D Tidak Pernah - - Jumlah 20 100 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa semua responden pernah kompromi untuk urusan menunaikan zakat fitrah. Bagi mereka zakat fitrah merupakan satu kewajiban yang sangat tidak bisa ditinggalkan, kecuali mereka benar-benar tidak mampu untuk menunaikannya. Simak penuturan responden berikut ini: “Wah... kalo yang satu ini nggak bisa nggak nih. Apalagi saya merasa mampu ya. Kan buat bersihin harta kita juga.” 58 Mayoritas mereka beranggapan bahwa orang seperti mereka yang jelas-jelas memiliki penghasilan sangat tidak mungkin untuk tidak menuniakan zakat fitrah setahun sekali. Bahkan mungkin bagi orang yang keberagamaannya sangat rendah pun tidak mau ketinggalan untuk menunaikan 57 Wawancara Pribadi dengan Retno, Staf BNI Syariah, Jakarta, 16 Maret 2007. 58 Wawancara Pribadi dengan Taufik Dwinanto, Asisten Unit Pemasaran Bisnis BNI Syariah, Jakarta, 12 Maret 2007. kewajiban yang satu ini. Apapun alasan mereka, selama mereka masih mampu untuk menunaikan zakat fitrah, mereka pasti menyanggupinya. Sementara dalam bersedekah atau beramal selain zakat fitrah, 10 orang 50 selalu bersedekah atau beramal, 6 orang 30 sering, dan 4 orang 20 kadang-kadang. Perhatikan tabel berikut ini: Tabel 13 Praktek Sedekah atau Amal No. Alternatif Jawaban Frekwensi Persentase A Selalu 10 50 B Sering 6 30 C Kadang-kadang 4 20 D Tidak Pernah - - Jumlah 20 100 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa berbeda dengan zakat fitrah, kecenderungan responden untuk bersedekah atau beramal lebih kecil lagi dibandingkan dengan zakat fitrah, lagi-lagi karena kadar hukum yang memang tidak wajib. Sebagian mereka mengaku selalu menyisihkan sebagian rezeki mereka untuk disedekahkan atau diamalkan atau disumbangkan kepada pihak yang membutuhkan seperti pengemis, sumbangan-sumbangan masjid, dan lain-lain, seperti penuturan responden berikut ini: “Setiap hari saya selalu menyisihkan sedikit rezeki untuk saya amalkan atau sedekahkan. Entah untuk pengemis atau juga sumbangan masjid.” 59 Responden tersebut seakan sudah mempersiapkannya karena memang sudah menjadi kebiasaan. Namun, ada juga yang melakukannya terkadang saja. Seperti penuturan responden berikut ini: Kadang-kadang. Kalo lagi ada uang receh saya suka kasih pengemis atau orang yang minta sumbangan masjid. 60 59 Ibid. 60 Wawancara Pribadi dengan Retno, Staf BNI Syariah, Jakarta, 16 Maret 2007. Untuk membaca Al-Quran, 10 orang 50 selalu membaca, 6 orang 30 sering, dan 4 orang 20 kadang-kadang. Perhatikan tabel berikut ini: Tabel 14 Praktek Membaca Al-Quran No. Alternatif Jawaban Frekwensi Persentase A Selalu 10 50 B Sering 6 30 C Kadang-kadang 4 20 D Tidak Pernah - - Jumlah 20 100 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kebiasaan responden membaca Al-Quran memiliki frekwensi yang sama dengan bersedekah atau beramal. Separuh dari mereka selalu membaca Al-Quran setiap hari bahkan setiap ada kesempatan. Seperti penuturan responden berikut ini: “Setiap hari saya selalu rutin membaca Al-Quran. Bahkan kadang- kadang di sela-sela jam kerja saya selalu membacanya. Jadi, tidak hanya di rumah saja.” 61 Sementara beberapa orang mengaku membaca Al-Quran hanya menjadi kebiasaan masa kecil saja. Sehingga, saat ini kebiasaan membaca Al- Quran sudah berkurang. Seperti penuturan responden berikut ini: “Baca Al-Quran? Kayaknya sudah agak jarang deh. Waktu kecil sih iya, setiap hari mengaji terus. Sekarang sudah sibuk kali ya, paling kalau sempat saja.” 62 Sedangkan dalam berzikir, 10 orang 50 selalu berzikir setiap saat, 8 orang 40 sering, dan 2 orang 10 kadang-kadang. Perhatikan tabel berikut ini: 61 Wawancara Pribadi dengan A. Rivai, Analis Pengelolaan Pengembangan Produk dan Sisdur BNI Syariah, Jakarta, 14 Maret 2007. 62 Wawancara Pribadi dengan Wahyu Avianto, Pengelola Pengembangan Produk dan Sisdur BNI Syariah, Jakarta, 16 Maret 2007. Tabel 15 Praktek Zikir No. Alternatif Jawaban Frekwensi Persentase A Selalu 10 50 B Sering 8 40 C Kadang-kadang 2 10 D Tidak Pernah - - Jumlah 20 100 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa hanya separuh dari semua responden yang selalu berzikir setiap hari setiap saat. Seperti penuturan reponden berikut ini: “Selalu. Setiap hari saya selalu berzikir mengingat Allah. Kadang- kadang sambil kerja sambil zikir.” 63 “Ya. Saya juga selalu berzikir setiap hari. Buat saya waktu senggang sangat baik dimanfaatkan untuk berzikir mengingat Allah.” 64 Sisanya hanya pada waktu-waktu tertentu. Seperti penuturan responden berikut ini: “Kalo zikir paling habis shalat aja. Itu juga kadang-kadang.” 65 Dari data di atas dapat dilihat bahwa rata-rata intensitas praktek agama responden sangat rutin. Perhatikan perhitungan berikut ini: Rata-rata = 90 + 0 + 25 + 25 + 80 + 50 + 100 + 50 + 50 + 50 : 10 = 520 : 10 = 52 Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa 52 , atau bisa dikatakan separuh dari kedua puluh responden, selalu mengerjakan praktek agama. 63 Ibid. 64 Wawancara Pribadi dengan A. Rivai, Analis Pengelolaan Pengembangan Produk dan Sisdur BNI Syariah, Jakarta, 14 Maret 2007. 65 Wawancara Pribadi dengan Retno, Staf BNI Syariah, Jakarta, 16 Maret 2007. Rata-rata = Jumlah persentase responden yang menjawab Selalu : Jumlah Pertanyaan Sementara beberapa persen mengindikasikan ketidakrutinan responden dalam mengerjakan praktek agama. Hal ini disebabkan karena waktu yang terbatas, beberapa halangan khusus bagi responden dengan jenis kelamin perempuan juga mempengaruhi rutinitas praktek tersebut, di samping faktor kebiasaan yang terkadang responden harus beribadah seadanya saja atau hanya mengerjakan yang wajib saja ketimbang yang sunah. Ditambah faktor psikologis yang kadang-kadang ibadah dilakukan berdasarkan pertimbangan mood atau perasaan juga.

3. Dimensi Pengalaman